Вы находитесь на странице: 1из 29

ASUHAN KEPERAWATAN pada KLIEN dengan

PENYAKIT HEMOFILIA

DI SUSUN OLEH :

1. Laeli mahfudoh ( 1407032 )


2. Lia Olivia ( 1407034 )
3. Lis Ermawati ( 1407036 )
4. Maftukhatul Khasanah ( 1407038 )
5. Marthinus Alfario Handoko ( 1407040 )
6. Muhammad Fazli ( 1407044 )
7. Naniati ( 1407046 )
8. Novita Diana Wulan Sari ( 1407048 )
9. Nur Chasnianto ( 1407050 )
10. Oktaviana Putri ( 1407052 )
11. Prakusya Ardhia S ( 1407054 )
12. Reni Anderiyani S ( 1407056 )
13. Rio Ujiana ( 1407058 )

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIDYA HUSADA SEMARANG
2015/ 2016
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kata hemophilia pertama kali muncul pada sebuah tulisan yang
ditulis oleh Hopff di universitas Zurich, tahun 1828. Dan menurut
ensiklopedia Britanica, istilah hemophilia pertama kali diperkenalkan oleh
seorang dokter berkebangsaan Jerman, Johan Lukas Schonlein (1793-
1864), pada tahun 1928. Pada abadke 20, para dokter terus mencari
penyebab timbulnya hemophilia hingga mereka percaya bahwa pembuluh
darah penderita hemophilia mudah pecah. Kemudian pada tahun 1937, dua
orang dokter dari Harvard, Patek dan Taylor, menemukan pemecahan
masalah pada pembekuan darah, yaitu dengan menambahkan suatu zat
yang diambil dari plasma dalam darah. Zat tersebut disebut dengan “anti-
hemophilic globulin”.
Ditahun 1944 Pavlosky, seorang dokter dari Buenos Aires, Argentina,
mengadakan suatu uji coba laboratorium yang hasilnya memperlihatkan
bahwa darah dari seorang penderita hemophilia dapat mengatasi masalah
pembekuan darah pada penderita hemophilia lainnya atau sebaliknya. Ia
secara kebetulan telah menemukan dua jenis penderita hemophilia dengan
masing-masing kekurangan zat protein yang berbeda – faktor VII dan IX
dan hal ini di tahun 1952, menjadikan hemofilia A dan hemofilia B
sebagai dua jenis penyakit yang berbeda. Meskipun hemophilia telah
dikenal dalam kepustakaan kedokteran, tetapi di Jakarta baru tahun 1965
diagnosis laboratorik diperkenalkan oleh Kho Lien Keng
dengan Thromboplastin Generation Time (TGT) disamping prosedur masa
perdarahan dan pembekuan. Pengobatan yang tersedia di rumah sakit
hanya darah segar, sedangkan produksi Cryopresipitate yang dipakai
sebagai terapi utama hemophilia di Jakarta diperkenalkan oleh Masri
Rustam pada tahun 1975.
Pada tahun 2000, hemofilia yang dilaporkan ada 314, pada tahun 2001
kasus yang dilaporkan mencapai 530. Diantara 530 ini, 183 kasus terdaftar
di RSCM, sisanya terdaftar di Bali, Bangka, Bandung, Banten, Lampun,
Medan, Padang, Palembang, Papua, Samarinda, Semarang, Surabaya,
Ujung pandang, dan Yogyakarta. Diantara 183 pasien hemofilia yang
terdaftar di RSCM, 100 pasien telah diperiksa aktivitas faktor VIII dan IX.
Hasilnya menunjukkan bahwa 93 orang adalah hemofilia A dan 7 orang
adalah hemofilia B. Sebagian besar pasien hemofilia A mendapat
Cryoprecipitate untuk terapi pengganti, dan pada tahun 2000, konsumsi
cryoprecipitate mencapai 40.000 kantung yang setara dengan kira-kira 2
juta unit faktor VIII.
Pada saat ini tim pelayanan terpadu juga mempunyai komunikasi yang
baik dengan tim hemofilia dengan negara lain. Pada hari hemophilia
sedunia tahun 2002, pusat pelayanan terpadu hemofilia RSCM telah
ditetapkan sebagai pusat pelayanan terpadu hemophilia nasional. Pada
tahun 2002, pasien hemofilia yang telah terdaftar di seluruh Indonesia
mencapai 757, diantaranya 233 terdaftar di Jakarta, 144 di Sumatera Utara,
92 di Jawa Timur, 86 di Jawa Tengah, dan sisanya tersebar dari Aceh
sampai Papua.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk memenuhi tugas sistem hematologi dengan asuhan keperawatan
pada pasien dengan penyakit hemofilia.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui definisi hemofilia.
b. Untuk mengetahui jenis-jenis hemofilia.
c. Untuk mengetahui etiologi dan patofisiologi pada hemofilia.
d. Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang di berikan pada
pasien hemofilia.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
 Hemofilia adalah suatu kelainan perdarahan akibat kekurangan
salah satu faktor pembekuan darah. (Nurcahyo, 2007)
 Hemofilia adalah penyakit berupa kelainan pembekuan darah
akibat defisiensi (kekurangan) salah salah satu protein yang sangat
diperlukan dalam proses pembekuan darah. Protein ini disebut
sebagai faktor pembekuan darah. Pada hemofilia berat, gejala dapat
terlihat sejak usia sangat dini (kurang dari satu tahun) di saat anak
mulai belajar merangkak atau berjalan. Pada hemofilia sedang dan
ringan, umumnya gejala terlihat saat dikhitan, gigi tanggal, atau
tindakan operasi.(dr. Heru Noviat Herdata, 2008)
 Gangguan perdarahan herediter yang paling sering dijumpai
adalah hemofilia, suatu penyakit terkait X resesif. Semua anak
perempuan dari pria penderita hemofilia menjadi karier. Anak
lelaki dari seorang wanita karier hemofilia mempunyai
lemungkinan 50% menjadi penderita hemofilia. Dapat ditemukan
wanita homozigot dengan hemofilia (ayah hemofilia, ibu karier),
tetapi keadaan ini sangat jarang terjadi ( Arif, Muttaqin, 2009, hal
444 ).

B. ETIOLOGI
1. Hemofilia A timbul jika ada defek gen yang menyebabkan kurangnya
faktor pembekuan VIII (AHG)

2. Hemofilia B disebabkan kurangnya faktor pembekuan IX (Plasma


Tromboplastic Antecendent) .
3. Hemofilia C disebabkan faktor vWF mengalami penurunan, kadar
faktor VIII juga akan berkurang. (Elizabeth, 2009).
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Perdarahan berkepanjangan pada setiap tempat dari atau dalam
tubuh.
2. Perdarahan akibat trauma : tanggalnya gigi susu, sirkumsisi, luka
tersayat, epistaksis atau injeksi.
3. Memar yang berlebihan bahkan akibat cedera ringan seperti
terjatuh.
4. Perdarahan subkutan dan intramuskular
5. Hemartrosis (perdarahan ke dalam rongga sendi), khususnya sendi
lutut, pergelangan kaki dan siku.
6. Hematoma; nyeri, pembengkakan, dan gerakan terbatas
7. Hematuria spontan. (Donna, 2009).

D. PATOFISIOLOGI
Keadaan ini adalah penyakit kongenital yang diturunkan oleh gen
resesif X-linked dari pihak ibu. Factor VIII dan factor IX adalah protein
plasma yang merupakan komponen yang diperlukan untuk pembekuan
darah. Faktor - faktor tersebut diperlukan untuk pembekuan fibrin pada
tempat pembuluh cedera. Hemofilia berat terjadi bila konsentrasi factor
VIII dan IX plasma antara 1% dan 5% dan hemofilia ringan terjadi bila
konsentrasi plasma antara 5% dan 25% dari kadar normal. Manifestasi
klinisnya bergantung pada umur anak dan hebatnya defisiensi factor VIII
dan IX. Hemofilia berat ditandai perdarahan kambuhan, timbul spontan
atau setelah trauma yang relatif ringan. Tempat perdarahan paling umum
adalah di dalam persendian lutut, siku, pergelangan kaki, bahu dan
pangkal paha. Otot yang paling sering terkena adalah heksor lengan
bawah, gastroknemius dan iliopsoas. Karena kemajuan dalam bidang
pengobatan, hampir semua pasien hemofilia diperkirakan dapat hidup
normal.
E. PATHWAYS
F. Pemeriksaan penunjang
1. Uji skrining untuk koagulasi darah
- Masa pembekuan memanjang ( waktu pembekuan normal adalah 5
sampai 10 menit
- Jumlah trombosit normal
- Uji pembangkitan tromboplastin ( dapat menemukan pembentukan
yang tidak efisien dari tromboplastin akibat kekurangan F VIII .
2. Biopsi hati
Kadang – kadang digunakan untuk memperoleh jaringan untuk
pemeriksaan patologi dan kultur.
3. Uji fungsi hati ( kadang – kadang di gunakan untuk mendeteksi adannya
penyakit hati (Sumber: http://www.riyawan.com/2013/06/asuhan-
keperawatan-pada-klien-anak.html).
G. Komplikasi
Komplikasi hemofilia meliputi hai-hal berikut :
1) Perdarahan dengan menurunnya perfusi.
2) Kekakuan sendi akibat perdarahan.
3) Hematuri spontan.
4) Perdarahan gastrointestinal.
5) Peningkatan risiko menderita AIDS akibat tranfusi darah ( Arif,
Muttaqin, 2009, hal 445 ).
H. Penatalaksaan
1) Pada hemophilia A pengobatan dilakukan dengan meningkatkan kadar
factor anti hemofili sehingga perdarahan berhenti. Factor anti hemofili
terdapat di dalam plasma orang sehat tetapi mudah rusak bila disimpan di
dalam darah sehingga untuk menghentikan perdarahan pada hemofili A
perlu ditranfusikan plasma segar.
Penatalaksanaan secara umum perlu dihindari trauma, pada masa bayi
lapisi tempat tidur dan bermain dengan busa. Awasi anak dengan ketat
saat belajar berjalan. Saat anak semakin besar perkenalkan dengan
aktivitas fisik yang tidak beresiko trauma. Hindari obat yang
mempengaruhi fungsi platelet dan dapat mencetuskan perdarahan (seperti
: aspirin). Therapy pengganti dilakukan dengan memberikan
kriopresipitat atau konsentrat factor VIII melalui infus.
2) Pada hemofili B perlu ditingkatkan kadar factor IX atau thromboplastin.
Thromboplastin tahan disimpan dalam bank darah sehingga untuk
menolong hemofilia B tidak perlu tranfusi plasma segar. Bila ada
perdarahan dalam sendi harus istirahat di tempat tidur dan dikompres
dengan es. Untuk menghilangkan rasa sakit diberi aspirin (biasanya 3-5
hari perdarahan dapat dihentikan) lalu di adakan latihan gerakan sendi
bila otot sendi sudah kuat dilatih berjalan.
Penatalaksanaannya sama dengan hemofilia A. Therapy pengganti
dilakukan dengan memberikan Fresh Frozen Plasma (FFP) atau
konsentrat factor IX. Cara lain yang dapat dipakai adalah pemberian
Desmopresin (DD AVP) untuk pengobatan non tranfusi untuk pasien
dengan hemofili ringan atau sedang (Brunner & Suddart (2002).

I. PENGKAJIAN

1. Biodata Klien
Terjadi pada semua umur biasanya anak laki-laki dan wanita
sebagai carier.
2. Keluhan Utama
a. Perdarahan lama ( pada sirkumsisi )
b. Epitaksis
c. Memar, khususnya pada ekstremitas bawah ketika anak mulai
berjalan dan terbentur pada sesuatu.
d. Bengkak yang nyeri, sendi terasa hangat akibat perdarahan
jaringan lunak dan hemoragi pada sendi
e. Pada hemofilia C biasanya perdarahan spontan
f. Perdarahan sistem GI track dan SSP
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Apakah klien mengalami salah satu atau beberapa dari keluhan
utama.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah dulu klien mengalami perdarahan yang tidak henti-hentinya
serta apakah klien mempunyai penyakit menular atau menurun
seperti Dermatitis, Hipertensi, TBC.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga klien ada yang menderita hemofili pada laki-laki atau
carrier pada wanita.
6. Kaji Tingkat Pertumbuhan Anak
Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak terlewati dengan
sempurna.
7. ADL (Activity Daily Life)
a. Pola Nutrisi : anoreksia, menghindari anak tidak terlewati
dengan sempurna
b. Pola Eliminasi : hematuria, feses hitam
c. Pola personal hygiene : kurangnya kemampuan untuk
melakukan aktivitas perawatan dini.
d. Pola aktivitas : kelemahan dan adanya pengawasan ketat dalam
beraktivitas
e. Pola istirahat : tidur terganggu karena nyeri
8. Pemeriksaan
 Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : kelemahan
BB : menurun
Wajah : Wajah mengekspresikan nyeri
Mulut : Mukosa mulut kering, perdarahan mukosa mulut
Hidung : epitaksis
Thorak / dada : Adanya tarikan intercosta nails dan bagaimana
suara paru
Suara jantung : pekak
Adanya kardio megali
Abdomen adanya hepatomegaly
Anus dan genetalia
Eliminasi urin menurun
Eliminasi alvi feses hitam
Ekstremitas : Hemartrosis memar khususnya pada ekstremitas
bawah
 Pemeriksaan Penunjang ( labolatorium )
a. Uji Skrinning untuk koagulasi darah Masa pembekuan
memanjang (waktu pembekuan normal adalah 5-10 menit)
Jumlah trombosit ( normal )
b. Uji pembangkitan tromboplastin ( dapat menemukan
pembentukan yang tidak efisien dari tromboplastin akibat
kekurangan F VIII )
c. Biopsi hati ( kadang-kadang ) digunakan untuk memperoleh
jaringan untuk pemeriksaan patologi dan kultur
d. Uji fungsi hati ( kadang-kadang ) digunakan untuk
mendeteksi adanya penyakit hati.
J. Diagnosa keperawatan
1. Resiko tinggi kekurangan volum cairan berhubungan mekanisme
pembekuan darah yang tidak normal
2. Nyeri berhubungan dengan sendi dan keterbatasan sendi sekunder
akibat hemartosis
3. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan ketidakcukupan
pengetahuan tentang penyakit
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi inadekuat
5. Resiko tinggi kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan
keterbatasan gerak sendi sekunder akibat hemartosis perdarahan
pada sendi.
K. Intervensi keperawatan
i. Diagnosa resiko tinggi kekurangan volum cairan berhubungan
dengan mekanisme pembekuan darah yang tidak normal.
- Hasil yang diharapkan : episode perdarahan anak terkendali
- Intervesi :
1. Observasi anak dengan cermat setelah
Sirkumsasi R/ Pada genetalia terdapat
banyak pembuluh darah.
2. Awasi tanda-tanda vital R/ Penurunan
sirkulasi darah dapat terjadi peningkatan
kehilangan cairan mengakibatkan
hipotensi dan takikardi
3. Instruksikan dan pantau anak berkaitan
dengan perawatan gigi yaitu menggunakan
at gigi berbulu anak R/ Sikat gigi berbulu
keras dapat menyebabkan perdarahan
mukosa mulut.
ii. Diagnosa nyeri berhubungan dengan sendi dan keterbatasan sendi
sekunder akibat hemartrosis
- Hasil yang diharapkan : menyatakan nyeri reda / terkontrol
- Intervesi :
1. Kaji derajat nyeri R/ Perdarahan jaringan lunak dan
hemoragi pada sendi dapat menekan saraf
2. Dorong klien untuk secara hati-hati memposisikan
bagian tubuh menekan sakit R/ Menurunkan rasa nyeri
3. Kompres es pada sendi yang sakit R/ Kompres es dapat
menyebabkan vasokontraksi
4. Kolaborasi pemberian analgesik ( hindari aspirin ) R/
Aspirin dapat mengganggu pH darah dan dapat
ketidakcukupan mudah terjadi
iii. Diagnosa resiko tinggi cidera berhubungan dengan ketidakcukupan
pengetahuan tentang penyakit.
- Hasil yang diharapkan : mencegah terjadinya cidera dan
perdarahan
- Intervesi :
1. Ciptakan lingkungan yang aman seperti menyingkirkan
benda-benda tajam, memberikan bantalan pada sisi
keranjang bayi untuk yang tidak aktif R/ Anak yang aktif
memiliki resiko cidera yang tinggi apabila tidak diawasi
2. Tekankan bahwa olahraga kotak fisik dilarang R/
Kontak fisik dapat menyebabkan perdarahan 3. Berikan
tekanan setelah injeksi / fungsi vena R/ Tekanan ini
meminimalkan perdarahan
4. Anjurkan orang tua untuk memberikan pengawasan pada
saat bermain di luar rumah
iv. Diagnosa kurang pengetahuan berhubungan dengan informasi
inadekuat
- Hasil yang diharapkan : menyatakan nyeri reda/ terkontrol
- Intervesi :
1. Instruksikan anak dan orang tua tentang pemberian
penggantian trehadap faktor yang kurang.
2. Ajarkan pada orang tua dan anak tentang perlunya
pencegahan cidera.
3. Anjurkan untuk tidak menggunakan obat yang dijual
bebas seperti aspirin. R/ Aspirin dapat mengganggu pH
dan dapat membuat perdarahan mudah terjadi
4. Ajarkan keluarga atau anak tentang apa itu hemofili dan
tanda serta gejalanya
5. Berikan penjelasan pada keluarga dan atau anak bahwa
penyakit ini belum dapat disembuhkan dan tujuan terapi
adalah mencegah munculnya gejala. R/ Informasi yang
adekuat akan dapat meningkatkan pengetahuan klien
v. Diagnosa resiko tinggi kerusakan mobilitas fisik berhubungan
dengan keterbatasan gerak sendi sekunder akibat hemartosis
- Hasil yang diharapkan : peningkatan rentang gerak sendi
dan tidak ada tanda inflamasi
- Intervesi :
1. Ajarkan untuk melakukan latihan rentang gerak aktif
pada anggota gerak yang sehat R/ Meningkatkan
kepercayaan diri pada klien.
2. Lakukan latihan rentang gerak pasif pada anggota gerak
yang sakit. R/ Melatih persendian dan menurunkan resiko
perlukaan.
3. Kolaborasi / konsultasi dengan ahli terapi fisik / okupasi,
spesialisasi, rehabilit. R/ Sangat membantu dalam
membuat program latihan / aktivitas individu dan
menentukan alat bantu yang sesuai.
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian :
Hari / tanggal : 26 Oktober 2015
Jam : 06:58 WIB
Oleh : kelompok 1
Metode : langsung
1. Identitas Klien
a. Identitas klien
Nama : An. R
Umur : 12 tahun
Jenis Kelamin : laki - laki
Pendidikan : SD
Pekerjaan :_
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia
Status Perkawinan :_
Alamat : Watugunung
Tanggal masuk RS : 25 November 2015
No. RM : 13-14-260401
Diagnosa medis : Hemofilia A Pro Sirkumsisi
b. Identitas penanggung jawab
Nama : Ny.S
Umur : 36 th
Jenis kelamin : perempuan
Agama : islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Watu Gunung
Hubungan dengan pasien : Ibu Kandung
2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
Nyeri
b) Riwayat penyakit sekarang
Ibu klien mengatakan klien nyeri pada kaki kanan bagian lutut
sejak 1 hari yang lalu. Nyeri dirasakan hilang timbul seperti
tertusuk-tusuk, nyeri bertambah bila dibuat berjalan dan
berkurang bila dibuat istirahat
c) Riwayat penyakit dahulu
Ibu klien mengatakan klien sebelumnya belum pernah masuk
rumah sakit saat berumur 5 tahun selama 13 hari karena
penyakit yang sama. saat itu klien habis cabut gigi, perdarahan
terus-menerus tidak berhenti. klien di diagnosa Hemofilia sejak
umur 2 tahun.
d) Riwayat penyakit keluarga
Ibu klien mengatakan tidak tahu apakah bapaknya menderita
hemofilia. dalam keluarganya tidak ada yang pernah menderita
penyakit menular seperti TBC dan Hepatitis, penyakit menahun
seperti Hipertensi dan Diabetes.
e) GENOGRAM

ayah ibu

ps
f) PENGKAJIAN FOKUS
i. Riwayat antenatal
Selama hamil, ibu sehat,periksa ke bidan desa mendapat pil
penambah darah,ibu minum jamu.
ii. Riwayat natal
Ibu klien mengatakan bahwa klien lahir spontan di tolong
bidan, langsung menangis, umur kehamilan 9 bulan, BB :
3900 gram, PB : lupa.AS : 8-9.
iii. Riwayat post natal
Ibu klien mengatakan tidak terjadi perdarahan berlebih,
tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tidak sesak dan tidak
biru.
iv. Riwayat tumbang
Sekarang An. “R” berumur 12 th tidak sekolah sejak umur
11,5 tahun(saat kelas V SD), sehari-harinya dia bermain
dengan teman-temannya di sekitar rumahnya.
v. Riwayat imunisasi
Ibu klien mengatakan klien mendapatkan imunisasi: BCG
1x, Polio 3x, DPT 3x, Campak 1x, TT 1x.
g) Riwayat psiko, sosial, spiritual
a. Psiko : klien mengatakan tidak takut kalau nanti
dikhitan.
b. Sosial : selama masuk Rumah Sakit klien ditunggu
ibunya.
c. Spiritual : klien berkeyakinan dan berdo’a bahwa
penyakitnya bisa disembuhkan.
h) ADL ( Activity daily life )
a. Pola nutrisi
 Sebelum MRS : klien makan 3x sehari habis 1 piring
sedang dengan komposisi nasi, lauk, sayur, dan minum
air putih + 8 gelas.
 Selama MRS : klien makan 3x sehari diet nasi TKTP
habis ¾ porsi dengan komposisi nasi, lauk, sayur dan
pepaya dan minum air putih aqua + 1500 ml/hr minum
susu 3x 200 cc /hr.
b. Pola aktivitas
 Sebelum MRS : klien dirumah tinggal bersama ibunya
kadang-kadang bermain disekitar rumah dengan
pengawasan.ibunya takut klien terluka waktu bermain.
 Selama MRS : klien istirahat di tempat tidur, kadang-
kadang duduk, turun dari tempat tidur hanya saat BAB/
BAK. jalan pincang. sebagian kebutuhannya
dibantuibunya.
c. Pola istirahat tidur
 Sebelum MRS : klien tidur pukul 21.00-05.00 dan tidur
siang + 2 jam pukul 13.00-15.00.
 Selama MRS : klien tidur pukul 22.00-05.00 dan tidur
siang + 1 jam pukul 11.00-12.00.
d. Pola eliminasi
 Sebelum MRS : klien BAK + 4x /hari, jernih, bau khas
dan BAB 1x sehari dengan konsistensi lembek, warna
kuning tengguli, bau khas.
 Selama MRS : klien BAK + 4x /hari, + 1200 cc,warna
kuning jernih, bau khas dan BAB 2 hari sekali dengan
konsistensi lembek, sedikit, warna kuning tengguli, bau
khas.
e. Pola personal hygiene.
 Sebelum MRS : klien dimandi 3x sehari menggunakan
sabun mandi dan sikat gigi, memekai shampoo 3 hari
sekali, ganti baju 1x sehari sore hari setelah mandi.
 Selama sakit : klien mandi 2x sehari pagi dan sore,
menggunakan sabun mandi dan sikat gigi, ganti baju
sore hari.
3. Pemeriksaan fisik
o Pemeriksaan keadaan umum
Kesadaran: compos mentis, GCS: 4-5-6, TD : 110/60 mmHg,
nadi: 96 x/mnt, RR: 20 x/mnt, suhu : 37 0C/ axila, BB sebelum
sakit: 40 kg.
o Pemeriksaan Fisik
- Kepala
Rambut : hitam, tidak ada ketombe, distribusi merata, tidak
rontok.
Wajah : simetris, tidak ada finger print maupun kelainan
kulit, menyeringai menahan nyeri.
Mata : konjungtiva merah muda,sklera putih, terdapat
gambaran halus pembuluh darah.
Hidung : pernafasan spontan, tidak ada polip maupun sekret.
Mulut : bibir lembab, tidak ada stomatitis, tidak ada carries.
Telinga : bersih tidak terdapat serumen.
- Leher
Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe, kelenjar tiroid
maupun bendungan vena jugularis.
- Thorax
I : tidak terdapat kelainan kulit, gerakan dada simetris,
bentuk dada bulat datar.tidak terdapat tarikan intra
costae.
P : vokal fremitus sama kanan dan kiri.
P : suara jantung pekak, suara paru sonor.
A : suara nafas lapang paru vesikular, tidak terdengar
suara nafas tambahan, suara jantung lup dup S1 S2
tunggal.
- Abdomen
I : tidak terdapat kelainan kulit, bulat datar.
A : peristaltik usus + 16 x/mnt.
P : hepar tidak teraba, tidak terdapat pembesaran Lien
P : suara abdomen timpani.
- Ekstremitas
Atas : Kanan : pergerakan bebas, akral hangat, tidak ada
odem.
Kiri : pergerakan bebas, akral hangat, tidak ada
odem, terpasang fenflon
Bawah :Kanan : pergerakan bebas, akral hangat, tidak ada
odem. Nyeri pada lutut, lutut tidak bisa
ditekuk sejak 2 tahun yang lalu
Kiri : pergerakan bebas, akral hangat, tidak ada
odema
- Genetalia
tidak dikaji.
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium (18 – 08 – 2006)
PT : 11,4
kontrol 11,9 14-18 detik (perbedaan kontrol=2 detik)
APTT: 31,3 kontrol 32,5 27-39 detik (perbedaan kontrol=2 detik)
- Pemeriksaan laboratorium (21 – 08 – 2006)
DL: Hb : 14,4 g/dl
Hct : 37,1 %
Plt : 3,3 x 103 /µL
WBC : 5,9 x 103 /µL
RBC : 4,95 x 106 /µL

- Pemeriksaan laboratorium (22 – 08 – 2006)


PT : 18,9 kontrol 18,5 14-18 detik (perbedaan kontrol=2
detik)
APTT : 32,7 kontrol 32,2 27-39 detik (perbedaan kontrol = 2
detik)
DL : Hb : 13,9 g/dl
Hct : 37,1 %
GDA : 100%
Eritrosit : 3.400/000
Leokosit : 8600
Glukosa acak : 72 mg/dl (<120 mg/dl)
Urea N : 8,2 mg/dl(10-20 mg/dl)

- Pemeriksaan laboratorium (24 – 08 – 2006)


HB : 14,0 g/dl
Leokosit : 8600
Diagnosa keperawatan
i) DIAGNOSA KEPERAWATAN
B. EVALUASI DATA
No Tanggal Data fokus Problem Etiologi
1. 26 DS : Ibu klien Gangguan Reflek
November mengatakan klien nyeri rasa nyaman spasme otot
2015 pada kaki kanan bagian sekunder
lutut sejak 1 hari yang kontraktur
lalu. Nyeri dirasakan
hilang timbul seperti
tertusuk-tusuk, nyeri
bertambah bila dibuat
berjalan dan berkurang
bila dibuat istirahat
DO : -wajah menyeringai
menahan nyeri
- jalan pincang

2 26 DS : ibu pasien Gangguan Konstipasi


November mengatakan klien susah eliminasi b/d
2015 untuk BAB sejak 2 hari penurunan
yang lalu. peristaltik
DO : klien tampak sekunder
gelisah
3 26 DS : ibu klien Gangguan Gangguan
November mengatakan 1 hari yang mobilitas mobilitas
2015 lalu klien kurang aktif fisik fisik akibat
dalam melakukan adannya
aktivitas luka pada
Do : TTV : 100/ 70 kaki kanan
N : 90
RR : 37
C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b/d Reflek spasme otot sekunder kontraktur.
2. Konstipasi b/d penurunan peristaltik sekunder
3. Resiko gangguan mobilitas fisik

D. Intervensi
No Tanggal Dx. Kperawatan Tujuan
Jam
1. 26 November Nyeri b/d inflamasi dari Setelah dilakukan asuhan
2015 tulang verterbae (Dx 1) keperawatan selama 1x24
07.00 jam diharapkan nyeri
berkurang/ hilang dengan
kriteria:
-Klien mengungkapkan
kembali penyebab nyeri
dan cara mengatasinya.
-Klien bersedia tidak
menekan daerah yang
nyeri.
-Klien tidak menekan
daerah yang nyeri.
-Klien mengatakan
benjolan di punggunya
tidak nyeri lagi
RR: < 24 x/mnt
N : < 94 x/mnt
2. 26 November Konstipasi b/d Setelah dilakukan asuhan
2015 penurunan peristaltik keperawatan selama 1x24
07.30 sekunder jam diharapkan konstipasi
(Dx II) teratasi dengan kriteria:
-Klien mampu
mengungkapkan kembali
penyebab konstipasi dan
cara mengatasi.
-Klien bersedia minum air
minimal 2 lt /hr
-Klien minum air minimal
2 lt /hr.
-Klien mengatakan sudah
BABBAB lembek,
berbentuk 1 hari sekali.
Tidak teraba skibala
-Peristaltik usus + 5-35
x/mnt.
3. 26 November Resiko gangguan Setelah dilakukan asuhan
2015 mobilitas fisik keperawatan selama 3x24
08.00 (Dx III) jam diharapkan gangguan
mobilitas fisik tidak terjadi
dengan kriteria:
-Klien mampu
mengungkapkan kembali
penyebab gangguan
mobilitas fisik dan cara
mencegahnya.
-Klien bersedia
melindungi benjolannya
dari trauma.
-Gangguan mobilitas fisik
dapat dicegah benjolan
tidak membesar lagi.
E. Implementasi Keperawatan
No Tanggal/Jam Dx. Keperawatan IMPLEMETASI
1. 26 November Nyeri(Dx I) Menjelaskan pada klien
2015 bahwa nyeri terasa jika
07.00 benjolan ditekan dan
diatasi dengan
menjaganya agar tidak
terkena sentuhan.
-Anak mendengar dan
mengangguk.
Mengajarkan klien untuk
teknik distraksi.
-Anak banyak
menghabiskan waktunya
untuk bermain game.
Menganjurkan anak untuk
tidak menekan benjolan.
-Anak mengatakan “ya”
dan akan berusaha tidak
menekannya.
Memantau TTV.
- N : 100 x/mnt
- RR: 20 x/mnt
- S : 365 0C/ axila
Menjelaskan pada anak
penyebab konstipasi dan
diatasi dengan banyak
minum (minimal 2lt / hr)
2. 26 november Konstipasi(Dx II) -Anak mengatakan
2015 bersedia minum minimal 2
07-30 lt /hr.
Menganjurkan anak
banyak makan sayur dan
buah.
-Sayur dan buah selalu
dihabiskan.
Menganjurkan anak tidak
dalam posisi yang sama
dalam waktu lama.
-Anak mengatakan sering
bergerak kadang miring/
duduk.
Memantau peristaltik usus
-Peristaltik usus + 10
x/mnt.
3. 26 November Resiko gangguan Menjelaskan pada klien
2015 mobilitas fisik (Dx III) terhadap penyebab
08.00 gangguan mobilitas fisik
dan cara mengatasi
-Anak mendengar dan
menganggukkan kepala
Menganjurkan anak untuk
menjaga benjolan agar
tidak terkena trauma.
-Anak mengatakan
nyaman dengan posisi
terlentang dan kadang-
kadang miring.
Menganjurkan anak tidur
dalam posisi yang nyaman
/terserah pada anak
asalkan tidak merasakan
sakit pada benjolannya.
-Terdapat benjolan dari
VT12 - VL1.
Melaksanakan program
terapi dengan pemberian:
Streptomycyin 500 mg IM
INH 250 mg po
VH B6 10 mg po
Rifampisin 250 mg po
PZA 500 mg po
-Obat masuk dan tidak ada
reaksi
F. Evaluasi keperawatan

No. Tanggal/Jam Dx.keperawatan PERKEMBANGAN


1. 26 November Nyeri (Dx I) S :-Klien bersedia tidak
2015 menekan daerah yang
nyeri.
-Klien tidak menekan
daerah yang nyeri.
-Klien mengatakan
benjolan di punggungnya
tidak nyeri lagi.
O:Klien mampu
mengungkapkan kembali
penyebab nyeri dan cara
mengatasi.
- RR : 90 x/mnt
- Nadi : 100 x/mnt
A: Tujuan tercapai.
P : Hentikan intervensi.
2. 26 November Konstipasi (Dx II) S : -Klien bersedia minum
2015 air minimal 2 lt/ hr.
- Klien minum air minimal
2 lt /hr.
-Klien telah menghabiskan
semua buah dan sayur
yang diberikan.
-Klien BAB 1x /hr
lembek, berbentuk.
O: - Klien mampu
mengungkapkan kembali
penyebab konstipasi dan
cara mengatasi.
- Tidak teraba skubala.
-Peristaltik usus + 10
x/mnt.
A: Tujuan tercapai.
P : Hentikan intervensi.
3. 26 November Resiko gangguan S : - Klien bersedia
2015 mobilitas fisik melindungi benjolannya
(Dx III) dari trauma.
-Klien mengatakan
melindungi benjolannya
dari trauma.
O:-Klien mampu
mengungkapkan kembali
penyebab gangguan
mobilitas fisik dan cara
mengatasi.
-Benjolan tidak
membesar.
A:Tujuan tercapai,
gangguan mobilitas fisik
tidak terjadi.
P : Pertahankan intervensi
sesuai advis. -
BAB IV

PEMBAHASAN

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah yang diturunkan
melalui kromosom X. Karena itu, penyakit ini lebih banyak terjadi pada
pria karena mereka hanya mempunyai kromosom X, sedangkan wanita
umumnya menjadi pembawa sifat saja (carrier). Namun, wanita juga bisa
menderita hemophilia jika mendapatkan kromosom X dari ayah
hemophilia dan ibu pembawa carrier. Perempuan harus memiliki kelainan
genetika di kedua kromosom X-nya untuk dapat menjadi hemofilia (sangat
jarang).

B. SARAN
Penderita hemophilia harus menyadari keadaan yang bisa menimbulkan
perdarahan. Mereka harus sangat memperhatikan perawatan giginya agar
tidak perlu menjalani pencabutan gigi. Istirahatkan anggota tubuh dimana
ada luka. Bila kaki yang mengalami perdarahan, gunakan alat bantu seperti
tongkat. Kompreslah bagian tubuh yang terluka dan daerah sekitarnya
dengan es atau bahan lain yang lembut & beku/dingin. Tekan dan ikat,
sehingga bagian tubuh yang mengalami perdarahan tidak dapat bergerak
(immobilisasi).
Gunakan perban elastis namun perlu di ingat, jangan tekan & ikat terlalu
keras. Letakkan bagian tubuh tersebut dalam posisi lebih tinggi dari posisi
dada dan letakkan diatas benda yang lembut seperti bant.

Вам также может понравиться