Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Masyarakat yang menerima pelayanan medis dan kesehatan, baik di
rumah sakit atau klinik, dihadapkan kepada resiko terfeksi kecuali kalau
dilakukan kewaspadaan untuk mencegah terjadinya infeksi.
Persalinan aman dan bersih merupakan salah satu pilar safe motherhood.
Bersih artinya bebas dari infeksi. Infeksi dalam kehamilan, persalinan dan masa
nifas merupakan penyebab utama kedua dari kematian ibu dan perinatal.
Persalinan terjadi di rumah sakit atau rumah sakit bersalin yang telah
menjalankan praktik pencegahan infeksi dengan baik. Dengan demikian,
infeksi nosokomial atau dengan organisme yang kebal terhadap banyak obat
menjadi rendah. Pencegahan infeksi merupakan bagian terpenting dalam dan
dari setiap komponen perawatan BBL. Pencegahan yang dilakukan antara lain
adalah imunisasi maternal (tetanus, rubella, varisela, hepatitis B). Dengan
demikian risiko infeksi bayi baru lahir dapat di minimalkan.
1.2 TUJUAN
1. Apa pengertian pencegahan infeksi?
2. Apa tujuan pencegahan infeksi ?
3. Bagaimana cara proses pencegahan infeksi?
4. Bagaimana proses perawatan bayi baru lahir agar tidak terkena infeksi?
1.3 RUANG LINGKUP
1. Memahami dan mengerti mengenai pencegahan infeksi.
2. Memahami tujuan mengenai pencegahan infeksi.
3. Mengetahui cara dan proses dalam pencegahan infeksi.
4. Mengetahui cara perawatan bayi baru lahir agar tidak terkena infeksi.
BAB II
KAJIAN TEORIS
2.1 PENGERTIAN PENCEGAHAN INFEKSI
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), pencegahan adalah
proses, cara, tindakan mencegah atau tindakan menahan agar sesuatu tidak terjadi.
Dengan demikian, pencegahan merupakan tindakan. Pencegahan identik dengan
perilaku.
Infeksi adalah peristiwa masuk dan penggandaan mikroorganisme di
dalam tubuh pejamu yang mampu menyebabkan sakit (Perry & Potter, 2005;
Linda Tietjen, 2004).
Pencegahan infeksi merupakan bagian terpenting dalam dan dari setiap
komponen perawatan BBL. BBL sangat rentan terhadap infeksi karena system
imunitasnya masih kurang sempurna.
1) Cuci tangan
1. Cuci tangan dengan sabun dan air atau menggunakan cairan pembersih
tangan berbasis alkohol :
a. Sebelum dan sesudah merawat bayi serta sebelum melakukan
tindakan.
b. Sesudah melepas sarung tangan.
c. Sesudah memegang instrument atau barang yang kotor.
2. Beri petunjuk pada ibu dan anggota lainnya untuk cuci tangan sebelum
dan sesudah memegang bayi.
3. Cara cuci tangan :
a. Dilakukan dengan menggosokkan tangan menggunakan cairan
antiseptik (handrub) atau dengan air mengalir dan sabun antiseptik
(handwash). Rumah sakit akan menyediakan kedua ini di sekitar
ruangan pelayanan pasien secara merata.
b. Handrub dilakukan selama 20-30 detik sedangkan handwash 40-60
detik.
c. 5 kali melakukan handrub sebaiknya diselingi 1 kali handwash
d. Biarkan tangan kering di udara atau keringkan denga kertas bersih
atau handuk pribadi.
6 langkah cuci tangan yang benar menurut WHO yaitu :
1. Tuang cairan handrub pada telapak tangan kemudian usap dan
gosok kedua telapak tangan secara lembut dengan arah memutar.
b. Gunakan sarung tangan periksa yang bersih untuk menangani darah atau
cairan tubuh
c) Agar tidak merusak benda – benda yang terbuat dari plastik atau karet, jangan
dicuci segera bersamaan dengan peralatan yang terbuat dari logam.
d) Cuci setiap benda tajam secara terpisah dan hati – hati :
(1) Gunakan sikat dengan air dan sabun untuk menghilangkan sisa
darah dan kotoran.
(2) Buka engsel gunting dan klem.
(3) Sikat dengan seksama terutama di bagian sambungan dan pojok
peralatan.
(4) Pastikan tidak ada sisa darah dan kotoran yang tertinggal pada
peralatan.
5) Cuci setiap benda sedikitnya tiga kali (atau lebih jika perlu) dengan air dan
sabun atau deterjen.
f) Jika peralatan akan didesinfeksi tingkat tinggi secara kimiawi tempatkan peralatan
dalam wadah yang bersih dan biarkan kering sebelum memulai proses DTT.
g) Peralatan yang akan didesinfeksi tingkat tinggi dengan cara dikukus atau direbus,
atau disterilisasi di dalam otoklaf atau oven panas kering, tidak usah dikeringkan
sebelum proses DTT atau sterilisasi dimulai.
h) Selagi masih memakai sarung tangan, cuci sarung tangan dengan air dan sabun
dan kemudian bilas secara seksama dengan menggunakan air bersih.
i) Gantungkan sarung tangan dan biarkan kering dengan cara diangin – anginkan.
Untuk mencuci kateter (termasuk kateter penghisap lendir), lakukan tahap- tahap
berikut ini :
1) Pakai sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah
tangga dari lateks pada kedua tangan.
2) Lepaskan penutup wadah penampung lendir (untuk kateter
penghisap lendir).
3) Gunakan tabung suntik besar untuk mencuci bagian dalam kateter
sedikitnya tiga kali (atau lebih jika perlu) dengan air dan sabun
atau deterjen.
4) Bilas kateter menggunakan tabung suntik dan air bersih.
5) Letakkan kateter dalam wadah yang bersih dan biarkan kering
sebelum dilakukan proses DTT.
c. Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) dan Sterilisasi
1) Setelah sarung tangan didekontaminasi dan dicuci, maka sarung tangan ini
siap DTT dengan uap tanpa diberi talek.
2) Gunakan panci perebus yang memiliki tiga susun nampan pengukus.
3) Gunakan bagian atas sarung tangan sehingga setelah DTT selesai, sarung
tangan dapat dipakai tanpa membuat kontaminasi baru.
4) Letakkan sarung tangan pada baki atau nampan pengukus yang berlubang
di bawahnya. Agar mudah dikeluarkan dari bagian atas panci pengukus,
letakkan sarung tangan dengan bagian jarinya ke arah tengah panci. Jangan
menumpuk sarung tangan (lima sampai sepuluh pasang sarung tangan bisa
diletakkan di panci pengukus, tergantung dari diameter panci).
5) Ulangi proses tersebut hingga semua nampan pengukus terisi sarung
tangan. Susun tiga nampan pengukus di atas panci perebus yang berisi air.
Letakkan sebuah panci perebus kosong di sebelah kompor.
6) Letakkan penutup di atas panci pengukus paling atas dan panaskan air
hingga mendidih. Jika air mendidih perlahan, hanya sedikit uap air yang
dihasilkan dan suhunya mungkin tidak cukup tinggi untuk membunuh
mikroorganisme. Jika air mendidih terlalu cepat, air akan menguap dengan
cepat dan bahan bakar akan terbuang.
7) Jika uap mulai keluar dari celah-celah di antara panci pengukus, mulailah
penghitungan waktu. Catat lamanya pengukusan sarung tangan dalam
buku khusus. Kukus sarung tangan selama 20 menit.
8) Angkat nampan pengukus paling atas yang berisi sarung tangan dan
goyangkan perlahan-lahan agar air yang tersisa pada sarung tangan dapat
menetes keluar.
9) Letakkan nampan pengukus di atas panci perebus yang kosong di sebelah
kompor.
10) Ulangi langkah tersebut hingga semua nampan pengukus yang berisi
sarung tangan tersusun di atas panci perebus yang kosong. Letakkan
penutup di atasnya hingga sarung tangan menjadi dingin dan kering tanpa
terkontaminasi.
11) Biarkan sarung tangan kering dengan diangin-anginkan sampai kering di
dalam panci selama 4-6 jam. Jika diperlukan segera, biarkan sarung tangan
menjadi dingin selama 5-10 menit dan kemudian gunakan dalam waktu 30
menit pada saat masih basah atau lembab (setelah 30 menit bagian jari
sarung tangan akan menjadi lengket dan membuat sarung tangan sulit
dipakai atau digunakan). (Wiknjosastro, G, 2008).
Jika sarung tangan tidak akan dipakai segera, setelah kering,
gunakan cunam penjepit atau pinset desinfeksi tingkat tinggi untuk
memindahkan sarung tangan. Letakkan sarung tangan tersebut dalam
wadah desinfeksi tingkat tinggi lalu tutup rapat (sarung tangan bisa
disimpan di dalam panci pengukus yang berpenutup rapat). Sarung tangan
tersebut bisa disimpan sampai satu minggu. DTT Kimiawi :
1) Letakkan peralatan yang kering, sudah didekontaminasi dan dicuci
ke dalam wadah. Kemudian isi wadah tersebut dengan larutan
kimia. Ingat : jika peralatan masih dalam kondisi basah sebelum
direndam dalam larutan kimia maka dapat terjadi pengeceran
tambahan terhadap larutan tersebut dan membuatnya menjadi
kurang efektif.
2) Pastikan bahwa peralatan terendam seluruhnya dalam larutan
kimia.
3) Rendam peralatan selama 20 menit.
4) Catat lama waktu peralatan direndam dalam larutan kimia di buku
khusus.
5) Bilas peralatan dengan air matang dan angin-anginkan sampai
kering di wadah desinfeksi tingkat tinggi yang berpenutup.
6) Setelah kering peralatan dapat digunakan dengan segera atau
disimpan dalam wadah desinfeksi tingkat tinggi yang berpenutup
rapat. (Wiknjosastro, G, 2008)
DTT kateter secara kimiawi :
1) Siapkan larutan klorin 0,5 %.
2) Pakai sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah
tangga dari lateks pada kedua tangan.
3) Letakkan kateter yang sudah dicuci dan kering di dalam larutan
klorin. Gunakan tabung suntik steril atau desinfeksi tingkat tinggi
yang besar untuk membilas bagian dalam kateter dengan larutan
klorin. Ulangi pembilasan tiga kali. Pastikan kateter terendam
dalam larutan.
4) Biarkan kateter terendam selama 20 menit.
5) Gunakan tabung suntik desinfeksi tingkat tinggi atau steril yang
besar dan air yang direbus sedikitnya 20 menit untuk membilas
kateter.
6) Biarkan kateter kering dengan cara diangin-anginkan dan kemudian
segera digunakan atau disimpan dalam wadah desinfeksi tingkat
tinggi yang bersih. (Wiknjosastro, G, 2008)
Selain DTT, petugas dapat menggunakan metode sterilisasi pada
instrumen logam dan sarung tangan, yaitu :
a. Letakkan benda-benda tajam diatas baki steril atau disinfeksi tingkat tinggi
atau dengan menggunakan”daerah aman”yang sudah ditentukan(daerah
khusus untuk meletakkan dan mengambil peralatan tajam).
b. Hati- hati saat melakukan penjahitan agar terhindar dari luka tusuk secara
tidak sengaja.
c. Jangan menutup kembali,melengkungkan,mematahkan atau melepaskan
jarum yang akan dibuang.
d. Buang benda-benda tajam dalam wadah tahan bocor dan segel dengan
perekat jika sudah dua pertiga penuh.Jangan memindahkan bendabenda
tajam tersebut ke wadah lain.Wadah benda tajam yang sudah disegel tadi
harus dibakar didalam insinerator.
e. Jika benda-benda tajam tidak bisa dibuang secara aman dengan cara
insinerasi,bilas tiga kali dengan larutan klorin 0,5%(dekontaminasi),tutup
kembali menggunakan teknik satu tangan dan kemudian kuburkan.
Cara menggunakan teknik satu tangan:
3. Jenis-Jenis APD
a. Sarung tangan
Sarung tangan digunakan oleh petugas kesehatan dianjurkan untuk dua
alasan utama, yaitu:
1) untuk mengurangi resiko kontaminasi tangan petugas kesehatan dengan
darah dan cairan tubuh pasien;
2) untuk mengurangi resiko penyebaran kuman ke lingkungan dan transmisi
dari petugas kesehatan ke pasien dan sebaliknya, serta dari satu pasien ke
pasien lain (WHO, 2009).
Sarung tangan steril digunakan untuk intervensi bedah dan beberapa
perawatan non-bedah, seperti kateter pembuluh darah pusat serta saat akan
memegang atau kontak dengan peralatan steril atau luka (Kozier, 2002; WHO,
2009).
Sarung tangan tidak perlu digunakan saat tindakan ambulasi klien,
tindakan yang kontak dengan kulit utuh, mengganti cairan infus, memeriksa
tanda-tanda vital, atau mengganti linen, kecuali terdapatnya tumpahan cairan
tubuh kontaminasi (Kozier, 2002).
Gunakan sarung tangan yang berbeda untuk setiap pasien, saat
menggunakan sarung tangan hindari kontak pada benda-benda yang tidak
berhubungan dengan tindakan yang sedang dilakukan, serta tidak dianjurkan
menggunakan sarung tangan rangkap bila tidak benar-benar diperlukan, kecuali
dalam tindakan yang memerlukan waktu yang lama dan tindakan yang
berhubungan dengan jumlah darah atau cairan tubuh yang banyak (KEMENKES,
2010).
Penggunaan sarung tangan harus tepat atau sesuai dengan indikasi, hal ini
berhubungan dengan pemborosan sarung tangan. Kondisi ini berkaitan juga
dengan ketersediaan fasilitas atau pasokan sarung tangan yang disediakan dan
biaya, jadi petugas kesehatan terutama perawat sangat penting untuk dapat:
1) mengidentifikasi situasi klinis ketika sarung tangan tidak perlu digunakan;
2) membedakan situasi atau tindakan yang harus memakai sarung tangan atau
tidak;
3) memilih jenis sarung tangan yang paling tepat yang akan digunakan.
Selain berkaitan dengan biaya dan fasilitas sarung tangan yang tersedia,
penggunaan sarung tangan dengan tepat berkaitan dengan penularan atau
kontaminasi dari sarung tangan tersebut, sedangkan kontaminasi dapat
dicegah dengan melakukan cuci tangan dengan benar (WHO, 2009).
b. Masker
Masker digunakan untuk menghindarkan perawat menghirup
mikroorganisme dari saluran pernapasan klien dan mencegah penularan patogen
dari saluran pernapasan perawat ke klien, begitu pula sebaliknya. Misalnya
berinteraksi atau memberikan tindakan pada klien yang menderita infeksi
penularan lewat udara (airborne), misalnya merawat pasien tuberculosis. Saat
menggunakan masker minimalkan pembicaraan, serta masker yang sudah lembab
segera diganti dan masker hanya digunakan satu kali (Potter & Perry, 2005).
1. Ruang perawatan resiko di lokasi diare yang tidak terlalu banyak dilewati
orang dan jalur masuknya terbatas.
2. Bila mungkin, sediakan ruangan khusus dan bayi baru lahir yakinkan
bahwa tenaga yang berhubungan langsung dengan BBL telah di
imunisasikan rubella, campak, hepatitis B, dan parotitis serta mendapat
vaksin influenza setiap tahun.
3. Tenaga yang mempunyai lesi atau infeksi kulit tidak boleh dating dan
berhubungan langsung dengan bayi baru lahir.
3.1 Kesimpulan
3.2 SARAN
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat
kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kristik dan saran yang
bersifat membangun demi perbaikan pembuatan makalah yang selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna untuk menambah
pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/29905/Chapter%20II.pdf;s
equence=4/11:50wib
http://eprints.undip.ac.id/44863/3/Prianka_Bayu_Putra_22010110130167_Bab2K
TI.pdf/13.30wib
http://digilib.unila.ac.id/5656/15/15.%20Bab%20II.pdf/13.50
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/46597/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y/14.37wib
https://www.scribd.com/document/241049272/MAKALAH-PENCEGAHAN-
INFEKSI/14.55wib