Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Masyarakat yang menerima pelayanan medis dan kesehatan, baik di
rumah sakit atau klinik, dihadapkan kepada resiko terfeksi kecuali kalau
dilakukan kewaspadaan untuk mencegah terjadinya infeksi.
Persalinan aman dan bersih merupakan salah satu pilar safe motherhood.
Bersih artinya bebas dari infeksi. Infeksi dalam kehamilan, persalinan dan masa
nifas merupakan penyebab utama kedua dari kematian ibu dan perinatal.
Persalinan terjadi di rumah sakit atau rumah sakit bersalin yang telah
menjalankan praktik pencegahan infeksi dengan baik. Dengan demikian,
infeksi nosokomial atau dengan organisme yang kebal terhadap banyak obat
menjadi rendah. Pencegahan infeksi merupakan bagian terpenting dalam dan
dari setiap komponen perawatan BBL. Pencegahan yang dilakukan antara lain
adalah imunisasi maternal (tetanus, rubella, varisela, hepatitis B). Dengan
demikian risiko infeksi bayi baru lahir dapat di minimalkan.
1.2 TUJUAN
1. Apa pengertian pencegahan infeksi?
2. Apa tujuan pencegahan infeksi ?
3. Apa prinsip-prinsip pencegahan infeksi ?
4. Bagaimana cara proses pencegahan infeksi?
5. Bagaimana proses perawatan bayi baru lahir agar tidak terkena infeksi?
1.3 RUANG LINGKUP
1. Memahami dan mengerti mengenai pencegahan infeksi.
2. Memahami tujuan mengenai pencegahan infeksi.
3. Mengetahui prinsip-prinsip pencegahan infeksi
4. Mengetahui cara dan proses dalam pencegahan infeksi.
5. Mengetahui cara perawatan bayi baru lahir agar tidak terkena infeksi.
1
BAB II
KAJIAN TEORIS
2
Karena HIV dan hepatitis makin sering terjadi, resiko terinfeksi penyakit-
penyakit tersebut semakin meningkat (JNPK-KR, 2007).
3
g. Penempatan pasien
h. Hygiene respirasi/Etika batuk
i. Praktek menyuntik aman
j. Praktek pencegahan infeksi unt prosedur lumbal pungsi
4
anak. Kontak dengan cairan sekresi pasien terinfeksi yang ditransmisikan melalui
tangan petugas atau benda mati dilingkungan pasien. Petugas harus menahan diri
untuk menyentuh mata, hidung, mulut saat masih memakai sarung tangan
terkontaminasi ataupun tanpa sarung tangan. Hindari mengkontaminasi
permukaan lingkungan yang tidak berhubungan dengan perawatan pasien misal:
pegangan pintu, tombol lampu, telepon.
b. Kewaspadaan transmisi droplet
Diterapkan sebagai tambahan kewaspadaan standar terhadap pasien
dengan infeksi diketahui atau suspek mengidap mikroba yang dapat
ditransmisikan melalui droplet ( > 5μm). Droplet yang besar terlalu berat untuk
melayang di udara dan akan jatuh dalam jarak 1 m dari sumber. Transmisi droplet
melibatkan kontak konjungtiva atau mukus membran hidung/mulut, orang rentan
dengan droplet partikel besar mengandung mikroba berasal dari pasien pengidap
atau carrier dikeluarkan saat batuk, bersin, muntah, bicara, selama prosedur
suction, bronkhoskopi.
Transmisi droplet langsung, dimana droplet mencapai mucus membrane
atau terinhalasi. Transmisi droplet ke kontak, yaitu droplet mengkontaminasi
permukaan tangan dan ditransmisikan ke sisi lain misal: mukosa membran.
Transmisi jenis ini lebih sering terjadi daripada transmisi droplet langsung, misal:
commoncold, respiratory syncitial virus (RSV). Dapat terjadi saat pasien
terinfeksi batuk, bersin, bicara, intubasi endotrakheal, batuk akibat induksi
fisioterapi dada, resusitasi kardiopulmoner.
5
dan jauh dari pasien sumber mikroba, tergantung pada faktor lingkungan, misal
penanganan udara dan ventilasi yang penting dalam pencegahan transmisi melalui
udara, droplet nuklei atau sisik kulit luka terkontaminasi (S. aureus).
1) Cuci tangan
1. Cuci tangan dengan sabun dan air atau menggunakan cairan pembersih
tangan berbasis alkohol :
a. Sebelum dan sesudah merawat bayi serta sebelum melakukan
tindakan.
b. Sesudah melepas sarung tangan.
c. Sesudah memegang instrument atau barang yang kotor.
2. Beri petunjuk pada ibu dan anggota lainnya untuk cuci tangan sebelum
dan sesudah memegang bayi.
3. Cara cuci tangan :
a. Dilakukan dengan menggosokkan tangan menggunakan cairan
antiseptik (handrub) atau dengan air mengalir dan sabun antiseptik
(handwash). Rumah sakit akan menyediakan kedua ini di sekitar
ruangan pelayanan pasien secara merata.
b. Handrub dilakukan selama 20-30 detik sedangkan handwash 40-60
detik.
c. 5 kali melakukan handrub sebaiknya diselingi 1 kali handwash
d. Biarkan tangan kering di udara atau keringkan denga kertas bersih
atau handuk pribadi.
6
6 langkah cuci tangan yang benar menurut WHO yaitu :
1. Tuang cairan handrub pada telapak tangan kemudian usap dan
gosok kedua telapak tangan secara lembut dengan arah memutar.
7
5. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian
8
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemakaian sarung tangan :
a) Gunakan sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi untuk prosedur
apapun yang akan mengakibatkan kontak dengan jaringan dibawah kulit
seperti persalinan, penjahitan vagina atau pengambilan darah
b) Gunakan sarung tangan periksa yang bersih untuk menangani darah atau
cairan tubuh
c) Gunakan sarung tangan rumah tangga atau tebal untuk mencuci peralatan,
menangani sampah, juga membersihkan darah atau cairan tubuh. Sarung
tangan sekali pakai lebih dianjurkan, tapi jika sarananya sangat terbatas,
sarung tangan bisa digunakan berulang kali jika dilakukan dekontaminasi,
cuci dan bilas, desinfeksi tingkat tinggi atau sterilisasi. Jika sarung tangan
sekali pakai digunakan berulang kali, jangan diproses lebih dari tiga kali
karena mungkin telah terjadi robekan / lubang yang tidak terlihat atau
sarung tangan dapat robek pada saat sedang digunakan.
3). Menggunakan tekhnik asepsis atau aseptik
Teknik aseptik membuat prosedur menjadi lebih aman bagi ibu, bayi baru
lahir, dan petugas penolong persalinan. Teknik aseptik meliputi beberapa aspek :
9
setiap ibu atau bayi baru lahir, juga membantu untuk menghilangkan
sebagian besar mikroorganisme pada kulit.
c) Menjaga tingkat sterilitas atau disinfeksi tingkat tinggi
1) Gunakan kain steril
2) Berhati-hati jika membuka bungkusan atau memindahkan bendabenda
ke daerah yang steril/ disinfeksi tingkat tinggi
3) Hanya benda-benda steril disinfeksi tingkat tinggi atau petugas dengan
atribut yang sesuai yang diperkenankan untuk memasuki daerah steril/
disinfeksi tingkat tinggi
4) Anggap benda apapun basah, terpotong atau robek sebagai benda yang
terkontaminasi
5) Tempatkan daerah steril/disinfeksi tingkat tinggi jauh dari pintu atau
jendela
6) Cegah orang-orang yang tidak memakai sarung tangan disinfeksi
tingkat tinggi atau steril menyentuh peralatan yang ada di daerah steril.
Antiseptik
Larutan antiseptik digunakan pada kulit atau jaringan yang tidak
mampu menahan konsentrasi bahan aktif yang terlarut dalam larutan
disinfektan. Larutan antiseptik memerlukan waktu beberapa menit setelah
dioleskan pada permukaan tubuh agar dapat mencapai manfaat yang
optimal. Karena itu, penggunaan antiseptik tidak diperlukan untuk
tindakan kecil dan segera (misalnya penyuntikan oksitosin secara intra
muskular pada penatalaksanaan aktif persalinan kala tiga, memotong tali
pusat) asalkan peralatan yang digunakan sudah didisinfeksi tingkat tinggi
atau steril. Pengelolaan Cairan Antiseptik Cara pencegahan kontaminasi
larutan antiseptik dan desinfektan :
1. Hanya menggunakan air matang untuk mengencerkan (jika
pengenceran diperlukan).
2. Jika yang tersedia kemasan antiseptik besar, untuk pemakaian
sehari – hari tuangkan ke dalam wadah lebih kecil (untuk
mencegah penguapan dan kontaminasi).
10
3. Buat jadwal rutin yang tetap (misalnya tiap minggu) untuk
menyiapkan larutan dan membersihkan wadah pemakaian sehari –
hari (resiko kontaminasi pada cairan yang disimpan lebih dari satu
minggu).
4. Berhati – hati untuk tidak mengkontaminasi pinggiran wadah pada
saat menuangkan larutan ke wadah yang lebih kecil (pinggiran
wadah larutan utama tidak boleh bersentuhan dengan wadah yang
lebih kecil).
5. Mengosongkan dan mencuci wadah dengan sabun dan air serta
membiarkannya kering dengan cara diangin – anginkan setidaknya
sekali seminggu (tempelkan label bertuliskan tanggal pengisian
ulang).
6. Menuangkan larutan antiseptik ke gulungan kapas atau kasa
(jangan merendam gulungan kapas atau kasa di dalam wadah
ataupun mencelupkannya ke dalam larutan antiseptik).
7. Menyimpan larutan di tempat yang dingin dan gelap.
(Wiknjosastro, G, 2008)
4). Memproses alat bekas pakai
Pemprosesan peralatan (terbuat dari logam, plastik, dan karet) serta
benda – benda lainnya dengan upaya pencegahan infeksi,
direkomendasikan untuk melalui tiga langkah pokok yaitu :
a. Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah langkah pertama yang penting dalam
menangani peralatan, perlengkapan, sarung tangan, dan benda – benda
lainnya yang terkontaminasi. Untuk perlindungan lebih jauh, pakai sarung
tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah tangga dari lateks, jika
menangani peralatan yang sudah digunakan atau kotor. Segera setelah
digunakan, masukkan benda-benda yang terkontaminasi ke dalam larutan
klorin 0,5% selama 10 menit. Daya kerja larutan klorin akan cepat
mengalami penurunan sehingga harus diganti paling sedikit setiap 24 jam,
atau lebih cepat jika terlihat telah kotor atau keruh.
11
b. Pencucian dan pembilasan.
Pencucian adalah cara paling efektif mikroorganisme pada
peralatan / perlengkapan yang kotor atau sudah digunakan. Baik sterilisasi
maupun disinfeksi tingkat tinggi menjadi kurang efektif tanpa proses
pencucian sebelumnya jika benda-benda yang terkontaminasi tidak dapat
dicuci segera setelah dikontaminasi, bilas peralatan dengan air untuk
mencegah korosi dan menghilangkan bahan-bahan organik, lalu cuci
tangan dengan seksama secepat mungkin. Perlengkapan / bahan – bahan
untuk mencuci peralatan :
1) Sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah tangga dari
lateks.
2) Sikat halus (boleh menggunakan sikat gigi).
3) Tabung suntik (minimal ukuran 10 ml, untuk membilas bagian dalam
kateter, termasuk kateter penghisap lendir).
4) Wadah plastik atau baja antikarat (stainless steel).
5) Air bersih.
6) Sabun atau deterjen.
Tahap – tahap pencucian dan pembilasan :
a) Pakai sarung tangan karet yang tebal pada kedua tangan.
b) Ambil peralatan bekas pakai yang sudah didekontaminasi.
c) Agar tidak merusak benda – benda yang terbuat dari plastik atau karet,
jangan dicuci segera bersamaan dengan peralatan yang terbuat dari logam.
d) Cuci setiap benda tajam secara terpisah dan hati – hati :
(1) Gunakan sikat dengan air dan sabun untuk menghilangkan sisa
darah dan kotoran.
(2) Buka engsel gunting dan klem.
(3) Sikat dengan seksama terutama di bagian sambungan dan pojok
peralatan.
(4) Pastikan tidak ada sisa darah dan kotoran yang tertinggal pada
peralatan.
5) Cuci setiap benda sedikitnya tiga kali (atau lebih jika perlu) dengan
air dan sabun atau deterjen.
12
(6) Bilas benda – benda tersebut dengan air bersih.
f). Jika peralatan akan didesinfeksi tingkat tinggi secara kimiawi tempatkan
peralatan dalam wadah yang bersih dan biarkan kering sebelum memulai
proses DTT.
g) Peralatan yang akan didesinfeksi tingkat tinggi dengan cara dikukus atau
direbus, atau disterilisasi di dalam otoklaf atau oven panas kering, tidak
usah dikeringkan sebelum proses DTT atau sterilisasi dimulai.
h) Selagi masih memakai sarung tangan, cuci sarung tangan dengan air dan
sabun dan kemudian bilas secara seksama dengan menggunakan air bersih.
i) Gantungkan sarung tangan dan biarkan kering dengan cara diangin –
anginkan. Untuk mencuci kateter (termasuk kateter penghisap lendir),
lakukan tahap- tahap berikut ini :
1) Pakai sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah tangga
dari lateks pada kedua tangan.
2) Lepaskan penutup wadah penampung lendir (untuk kateter penghisap
lendir).
3) Gunakan tabung suntik besar untuk mencuci bagian dalam kateter
sedikitnya tiga kali (atau lebih jika perlu) dengan air dan sabun atau
deterjen.
4) Bilas kateter menggunakan tabung suntik dan air bersih.
5) Letakkan kateter dalam wadah yang bersih dan biarkan kering
sebelum dilakukan proses DTT.
c. Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) dan Sterilisasi
Disinfeksi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan hampir
semua mikroorganisme penyebab penyakit pada bendabenda mati / instrumen.
Disinfeksi Tingkat Tinggi adalah tindakan yang dilakukan untuk
menghilangkan semua mikroorganisme kecuali endospora bakteri dengan cara
merebus atau secara kimiawi. Sterilisasi adalah tindakan yang dilakukan untuk
menghilangkan semua mikroorganisme (Bakteri, jamur, parasit dan virus)
termasuk endospora bakteri pada benda-benda mati atau instrumen.
(Wiknjosastro, G, 2008).
13
DTT dapat dilakukan dengan cara merebus, mengukur / secara kimiawi
(Wiknjosastro, G, 2008) DTT dengan cara merebus :
1) Gunakan panci dengan penutup yang rapat.
2) Gunakan air setiap kali mendesinfeksi peralatan.
3) Rendam peralatan sehingga semuanya terendam di dalam air.
4) Mulai panaskan air.
5) Mulai hitung waktu saat air mulai mendidih.
6) Jangan tambahkan benda apapun ke dalam air mendidih setelah
penghitungan waktu dimulai.
7) Rebus selama 20 menit.
8) Catat lama waktu perebusan peralatan di dalam buku khusus.
9) Biarkan peralatan kering dengan cara diangin-anginkan sebelum
digunakan atau disimpan (jika peralatan dalam keadaan lembab
maka tingkat pencapaian desinfeksi tingkat tinggi tidak terjaga).
Setelah peralatan kering, gunakan segera atau simpan dalam wadah
desinfeksi tingkat tinggi dan berpenutup. Peralatan bisa disimpan sampai satu
minggu asalkan penutupnya tidak dibuka. (Wiknjosastro, G, 2008)
14
6) Letakkan penutup di atas panci pengukus paling atas dan panaskan air
hingga mendidih. Jika air mendidih perlahan, hanya sedikit uap air yang
dihasilkan dan suhunya mungkin tidak cukup tinggi untuk membunuh
mikroorganisme. Jika air mendidih terlalu cepat, air akan menguap dengan
cepat dan bahan bakar akan terbuang.
7) Jika uap mulai keluar dari celah-celah di antara panci pengukus, mulailah
penghitungan waktu. Catat lamanya pengukusan sarung tangan dalam
buku khusus. Kukus sarung tangan selama 20 menit.
8) Angkat nampan pengukus paling atas yang berisi sarung tangan dan
goyangkan perlahan-lahan agar air yang tersisa pada sarung tangan dapat
menetes keluar.
9) Letakkan nampan pengukus di atas panci perebus yang kosong di sebelah
kompor.
10) Ulangi langkah tersebut hingga semua nampan pengukus yang berisi
sarung tangan tersusun di atas panci perebus yang kosong. Letakkan
penutup di atasnya hingga sarung tangan menjadi dingin dan kering tanpa
terkontaminasi.
11) Biarkan sarung tangan kering dengan diangin-anginkan sampai kering di
dalam panci selama 4-6 jam. Jika diperlukan segera, biarkan sarung tangan
menjadi dingin selama 5-10 menit dan kemudian gunakan dalam waktu 30
menit pada saat masih basah atau lembab (setelah 30 menit bagian jari
sarung tangan akan menjadi lengket dan membuat sarung tangan sulit
dipakai atau digunakan). (Wiknjosastro, G, 2008).
Jika sarung tangan tidak akan dipakai segera, setelah kering,
gunakan cunam penjepit atau pinset desinfeksi tingkat tinggi untuk
memindahkan sarung tangan. Letakkan sarung tangan tersebut dalam
wadah desinfeksi tingkat tinggi lalu tutup rapat (sarung tangan bisa
disimpan di dalam panci pengukus yang berpenutup rapat). Sarung tangan
tersebut bisa disimpan sampai satu minggu. DTT Kimiawi :
1) Letakkan peralatan yang kering, sudah didekontaminasi dan dicuci
ke dalam wadah. Kemudian isi wadah tersebut dengan larutan
kimia. Ingat : jika peralatan masih dalam kondisi basah sebelum
15
direndam dalam larutan kimia maka dapat terjadi pengeceran
tambahan terhadap larutan tersebut dan membuatnya menjadi
kurang efektif.
2) Pastikan bahwa peralatan terendam seluruhnya dalam larutan
kimia.
3) Rendam peralatan selama 20 menit.
4) Catat lama waktu peralatan direndam dalam larutan kimia di buku
khusus.
5) Bilas peralatan dengan air matang dan angin-anginkan sampai
kering di wadah desinfeksi tingkat tinggi yang berpenutup.
6) Setelah kering peralatan dapat digunakan dengan segera atau
disimpan dalam wadah desinfeksi tingkat tinggi yang berpenutup
rapat. (Wiknjosastro, G, 2008)
DTT kateter secara kimiawi :
1) Siapkan larutan klorin 0,5 %.
2) Pakai sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah
tangga dari lateks pada kedua tangan.
3) Letakkan kateter yang sudah dicuci dan kering di dalam larutan
klorin. Gunakan tabung suntik steril atau desinfeksi tingkat tinggi
yang besar untuk membilas bagian dalam kateter dengan larutan
klorin. Ulangi pembilasan tiga kali. Pastikan kateter terendam
dalam larutan.
4) Biarkan kateter terendam selama 20 menit.
5) Gunakan tabung suntik desinfeksi tingkat tinggi atau steril yang
besar dan air yang direbus sedikitnya 20 menit untuk membilas
kateter.
6) Biarkan kateter kering dengan cara diangin-anginkan dan kemudian
segera digunakan atau disimpan dalam wadah desinfeksi tingkat
tinggi yang bersih. (Wiknjosastro, G, 2008)
Selain DTT, petugas dapat menggunakan metode sterilisasi pada
instrumen logam dan sarung tangan, yaitu :
16
1) Sterilisasi dengan otoklaf 106 kPa pada temperatur 1210 C selama
30 menit jika instrumen terbungkus dan 20 menit jika tidak
terbungkus.
2) Panas kering pada temperatur 1700 C selama 60 menit.
3) Instrumen disimpan dalam wadah steril yang berpenutup rapat.
5. Menangani peralatan tajam dengan aman
a. Letakkan benda-benda tajam diatas baki steril atau disinfeksi tingkat tinggi
atau dengan menggunakan”daerah aman”yang sudah ditentukan(daerah
khusus untuk meletakkan dan mengambil peralatan tajam).
b. Hati- hati saat melakukan penjahitan agar terhindar dari luka tusuk secara
tidak sengaja.
c. Jangan menutup kembali,melengkungkan,mematahkan atau melepaskan
jarum yang akan dibuang.
d. Buang benda-benda tajam dalam wadah tahan bocor dan segel dengan
perekat jika sudah dua pertiga penuh.Jangan memindahkan bendabenda
tajam tersebut ke wadah lain.Wadah benda tajam yang sudah disegel tadi
harus dibakar didalam insinerator.
e. Jika benda-benda tajam tidak bisa dibuang secara aman dengan cara
insinerasi,bilas tiga kali dengan larutan klorin 0,5%(dekontaminasi),tutup
kembali menggunakan teknik satu tangan dan kemudian kuburkan.
Cara menggunakan teknik satu tangan:
a. Letakkan penutup jarum pada permukaan yang keras dan rata.
b. Pegang tabung suntik dengan satu tangan dan gunakan ujung jarum
untuk mengait penutup jarum.Jangan memegang penutup jarum
dengan tangan lainnya.
c. Jika jarum sudah tertutup seluruhnya,pegang bagian bawah jarum dan
gunakan tangan yang lain untuk merapatkan penutupnya.
17
6. Mengelola sampah medik,menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan.
Sampah terdiri dari yang terkontaminasi dan tidak terkontaminasi. Sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai maka penelitian ini difokuskan kepada sampah
terkontaminasi (darah, nanah, urin, kotoran manusia, dan bendabenda yang
tercemar oleh cairan tubuh) yang berpotensi untuk menginfeksi siapapun yang
melakukan kontak atau menangani sampah tersebut,termasuk anggota masyarakat.
Pengelolaan sampah terkontaminasi meliputi :
a. Setelah selesai melakukan suatu tindakan dan sebelum melepaskan sarung
tangan, letakkan sampah terkontaminasi (kasa, gulungan kapas, perban, dan
lain – lain) ke dalam tempat sampah kedap air / kantong plastik sebelum
dibuang.
b. Hindarkan terjadinya kontak sampah terkontaminasi dengan permukaan luar
kantong.
c. Pembuangan benda – benda tajam yang terkontaminasi dengan
menempatkannya dalam wadah tahan bocor (misalnya botol air mineral dari
plastik atau botol infus), kotak karton yang tebal atau wadah yang terbuat
dari logam.
d. Singkirkan sampah terkontaminasi dengan cara dibakar. Jika hal ini tidak
memungkinkan, kubur bersama wadahnya.
e. Bersihkan percikan darah dengan larutan klorin 0,5% kemudian seka dengan
kain atau pel.
f. Bungkus atau tutupi linen bersih dan simpan dalam kereta dorong atau
lemari tertutup untuk mencegah kontaminasi debu.
g. Bersihkan tempat tidur, meja, dan troli dengan kain yang dibasahi klorin
0,5% dan deterjen. h. Seka celemek dengan klorin 0,5%.
h. Bersihkan lantai dengan lap kering, jangan disapu. Seka lantai dengan
campuran klorin 0,5% dan deterjen.
i. Gunakan sarung tangan karet tebal atau sarung tangan rumah tangga dari
lateks.
j. Bersihkan dinding, gorden, dan tirai sesering mungkin untuk mencegah
terkumpulnya debu. Bila terpecik darah segera bersihkan dengan klorin
0,5%. (Wiknjosastro, G, 2008)
18
2.7 Alat Pelindung Diri (APD)
1. Pengertian APD
Occupational Safety and Health Administration (OSHA) mendefinisikan
Alat Pelindung Diri (APD) adalah pakaian khusus atau peralatan yang digunakan
oleh karyawan untuk perlindungan diri dari bahan yang menular (Centers for
Disease Control and Prevention). APD merupakan suatu alat yang dipakai untuk
melindungi diri terhadap bahaya- bahaya kecelakaan kerja, dimana secara teknis
dapat mengurangi tingkat keparahan dari kecelakaan kerja yang terjadi. Meskipun
tidak menghilangkan ataupun mengurangi bahaya yang ada dengan menggunakan
APD (Mulyanti, 2008).
Berdasarkan Panduan Pemakaian Alat Pelindung Diri di Rumah Sakit
PKU Muhammadiyah Gamping tahun 2015. APD merupakan solusi pencegahan
yang paling mendasar dari segala macam kontaminasi dan bahaya akibat bahan
kimia. APD digunakan untuk melindungi kulit dan membran mukosa petugas
kesehatan dari resiko terpaparnya darah, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh,
dan selaput lendir pasien serta semua jenis cairan tubuh pasien. Jenis-jenis
tindakan beresiko yang menggunakan alat-alat seperti perawatan gigi, tindakan
bedah tulang, otopsi dan tindakan rutin (KEMENKES, 2010).
2. Tujuan menggunakan APD
Alat pelindung diri bertujuan untuk melindungi dirinya dari sumber
bahaya tertentu, yang berasal dari pekerjaan maupun lingkungan pekerjaan dan
sebagai usaha untuk mencegah atau mengurangi kemungkinana cedera atau sakit
(Siburian, 2012).
19
3. Jenis-Jenis APD
a. Sarung tangan
Sarung tangan digunakan oleh petugas kesehatan dianjurkan untuk dua
alasan utama, yaitu:
1) untuk mengurangi resiko kontaminasi tangan petugas kesehatan dengan
darah dan cairan tubuh pasien;
2) untuk mengurangi resiko penyebaran kuman ke lingkungan dan transmisi
dari petugas kesehatan ke pasien dan sebaliknya, serta dari satu pasien ke
pasien lain (WHO, 2009).
Sarung tangan steril digunakan untuk intervensi bedah dan beberapa
perawatan non-bedah, seperti kateter pembuluh darah pusat serta saat akan
memegang atau kontak dengan peralatan steril atau luka (Kozier, 2002; WHO,
2009).
Sarung tangan tidak perlu digunakan saat tindakan ambulasi klien,
tindakan yang kontak dengan kulit utuh, mengganti cairan infus, memeriksa
tanda-tanda vital, atau mengganti linen, kecuali terdapatnya tumpahan cairan
tubuh kontaminasi (Kozier, 2002).
Gunakan sarung tangan yang berbeda untuk setiap pasien, saat
menggunakan sarung tangan hindari kontak pada benda-benda yang tidak
berhubungan dengan tindakan yang sedang dilakukan, serta tidak dianjurkan
menggunakan sarung tangan rangkap bila tidak benar-benar diperlukan, kecuali
dalam tindakan yang memerlukan waktu yang lama dan tindakan yang
berhubungan dengan jumlah darah atau cairan tubuh yang banyak (KEMENKES,
2010).
Penggunaan sarung tangan harus tepat atau sesuai dengan indikasi, hal ini
berhubungan dengan pemborosan sarung tangan. Kondisi ini berkaitan juga
dengan ketersediaan fasilitas atau pasokan sarung tangan yang disediakan dan
biaya, jadi petugas kesehatan terutama perawat sangat penting untuk dapat:
1) mengidentifikasi situasi klinis ketika sarung tangan tidak perlu digunakan;
2) membedakan situasi atau tindakan yang harus memakai sarung tangan atau
tidak;
20
3) memilih jenis sarung tangan yang paling tepat yang akan digunakan.
Selain berkaitan dengan biaya dan fasilitas sarung tangan yang tersedia,
penggunaan sarung tangan dengan tepat berkaitan dengan penularan atau
kontaminasi dari sarung tangan tersebut, sedangkan kontaminasi dapat
dicegah dengan melakukan cuci tangan dengan benar (WHO, 2009).
b. Masker
Masker digunakan untuk menghindarkan perawat menghirup
mikroorganisme dari saluran pernapasan klien dan mencegah penularan patogen
dari saluran pernapasan perawat ke klien, begitu pula sebaliknya. Misalnya
berinteraksi atau memberikan tindakan pada klien yang menderita infeksi
penularan lewat udara (airborne), misalnya merawat pasien tuberculosis. Saat
menggunakan masker minimalkan pembicaraan, serta masker yang sudah lembab
segera diganti dan masker hanya digunakan satu kali (Potter & Perry, 2005).
c. Goggle atau Kacamata
perawat atau bidan menggunakan kacamata pelindung, masker, atau
pelindung wajah saat ikut serta dalam prosedur invasif yang dapat menimbulkan
adanya percikan atau semprotan darah atau cairan tubuh lainnya meliputi
pembersihan luka, membalut luka, mengganti kateter atau dekontaminasi alat
bekas pakai. Kacamata harus terpasang dengan pas sekeliling wajah sehingga
cairan tidak dapat masuk antara wajah dan kacamata (Potter & Perry, 2005).
d. Gown atau Gaun pelindung
Gaun digunakan untuk melindungi seragam atau baju petugas dari
kemungkinan genangan atau percikan darah atau cairan tubuh yang terinfeksi,
serta digunakan untuk menutupi pakaian atau seragam saat merawat pasien yang
atau dicurigai menderita penyakit menular melalui udara. Gaun pelindung harus
dipakai bila kontak dalam ruang isolasi ada indikasi misalnya saat membersihkan
luka, melakukan tindakan drainase, membuang cairan terkontaminasi, mengganti
pembalut, menangani pasien pendarahan massif, melakukan tindakan bedah,
otopsi dan perawatan gigi. Saat membuka gaun harus berhati-hati untuk
meminimalkan kontaminasi terhadap tangan dan seragam (Potter & Perry, 2005).
21
e. Penutup kepala atau Topi
Penutup kepala atau topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit
kepala sehingga mencegah mikroorganisme yang terdapat di rambut dan kulit
kepala tidak masuk atau jatuh ke daerah atau alat yang steril. Topi digunakan
untuk melindungi petugas kesehatan dari darah atau cairan tubuh yang
menyemprot atau terpercik (KEMENKES, 2010).
22
6. Pisahkan cairan yang terkontaminasi misalnya darah, nanah, dan barang
yang kotor dari beda yang tidak tekontaminasi dan bakarlah.
7. Yakinkan bahwa barang tajam yang terkontaminasi telah dibakar dan
dikubur.
23
BAB III
KAJIAN JURNAL
24
3.2 PERAN ALKOHOL 70%, POVIDON-IODINE 10% DAN KASA
KERING STERIL DALAM PENCEGAHAN INFEKSI PADA
PERAWATAN TALI PUSAT
Hasil
Tabel 1 Menunjukkan bahwa alkohol 70% mampu mencegah terjadinya infeksi
pada perawatan tali pusat.
25
Keadaan tali pusat Jumlah Neonatus Persen
Sehat 12 100%
Infeksi 0 100%
Jumlah 12 100%
Tabel 4. Lama pelepasan tali pusat pada perawatan tali pusat dengan
menggunakan Alkohol 70%, povidone-iodine 10% dan kasa kering steril.
Jenis perlakuan Hari terjadinya pelepasan tali pusat
lama (hari) Rata-rata
Alkohol 70% 88 7,33
Povidone-iodine 10% 87 7,25
Kasa kering steril 77 6,42
Tabel 5. Analisis Sidik Ragam Hari Terjadinya Pelepasan Tali Pusat pada
Perawatan Tali Pusat dengan menggunakan Alkohol 70%, povidone-iodine 10%
dan kasa kering steril.
SK db JK KT Fhitung FTabel5%
Kelompok perlakuan 2 6,1 7 3,09
Galat 33 127,83 3,87 0,79* 2,89
Total 35 134 6,96
Keterangan * : Tidak terdapat keragaman yang nyata dari tiap perlakuan menurut
uji F pada taraf kepercayaan.
26
3.3 HUBUNGAN VULVA HYGIENE DENGAN PENCEGAHAN INFEKSI
LUKA PERINEUM PADA IBU POST PARTUM DI RUMAH SAKIT
PANCARAN KASIH GMIM MANADO.
Hasil penelitian yang diperoleh dari 36 responden yang diambil secara
total sampling menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia 25-29 tahun
berjumlah 18 responden (50%) dan yang paling sedikit berusia > 34 tahun
berjumlah 1 responden (2,8%). Sesuai dengan penelitian sebelumnnya yang
dilakukan oleh Herawati (2010), faktor usia sangat berpengaruh dimana
pencegahan infeksi luka lebih cepat terjadi pada usia muda dari pada orang tua.
Distribusi responden berdasarkan pendidikan menunjukkan bahwa
responden yang paling banyak berpendidikan SMA dengan jumlah 28 responden
(77,8 %) dan yang paling sedikit S1 berjumlah 1 responden (2,8 %). Hal ini
sejalan dengan pendapat Koentjoroningrat yang dikutip oleh Nursalam dan Siti
Pariani (2002), makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah menerima
informasi, sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki ibu post
partum khususnya mengenai pencegahan infeksi luka perineum.
Distribusi responden berdasarkan pekerjaan yang paling banyak memiliki
pekerjaan IRT dengan jumlah 26 responden (72,2 %) sedangkan paling sedikit
memiliki pekerjaan PNS yang berjumlah 4 responden (11,1 %). Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian dari Yuliana (2013), dimana ibu yang bekerja akan mudah
mendapatkan informasi dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja.
Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square pada tingkat
kemaknaan á = 0,05 atau interval kepercayaan p < 0,05. Hasil uji statistik
diperoleh nilai p = 0,001 < á (0,05), dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada
hubungan vulva hygiene dengan pencegahan infeksi luka perineum pda ibu post
partum di Rumah Sakit Pancaran Kasih GMIM Manado. Kemudian didapatkan
OR = 10,667 yang berarti bahwa peran vulva hygiene baik berpeluang 10 kali
lebih besar terhadap pencegahan infeksi dibandingkan dengan,vulva hygiene
kurang. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Harijati (2012), terhadap 30
responden di RB/BKIA Ny. Harijati didapatkan bahwa 26 responden (86,67%)
berperilaku positif tentang vulva hygiene dan 4 responden (13,33%) berperilaku
27
negative tentang vulva hygiene. Hal ini dipengaruhi oleh umur yang matang,
tingkat pendidikan dan informasi yang didapat.
28
seseorang dalam bekerja atau berkarya. Dengan uji chi-square sebesar 2,540 dan
signifikansi 0,111, maka dapat disimpulkan “tidak ada hubungan yang bermakna”
antara masa kerja perawat dengan perilaku kepatuhan perawat dalam pencegahan
infeksi luka operasi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Hasil penelitian mengenai motivasi, jumlah perawat yang mempunyai
motivasi rendah yang patuh 50,0 % dan jumlah perawat yang mempunyai
motivasi tinggi yang patuh 82,6 %.
Hasil penelitian mengenai sikap, jumlah perawat yang sikapnya tidak baik
angka kepatuhan sebesar 50,0 %, sedangkan perawat yang sikapnya baik 80,0 %.
Hasil penelitian mengenai kepedulian, jumlah perawat yang tidak peduli
mempunyai angka kepatuhan 50,0 % dan perawat yang peduli mempunyai angka
kepatuhan 82,6 %.
29
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat
kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kristik dan saran yang
bersifat membangun demi perbaikan pembuatan makalah yang selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna untuk menambah
pengetahuan.
30
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Bari Saifudin. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
Dan Neonatal. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
31