Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Oleh:
dr. Putu Amanda Yoga
Pembimbing:
dr. Ni Ketut Wenny Christiyanti
PUSKESMAS BANJAR I
BULELENG - BALI
2017
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Kejang demam didefinisikan sebagai bangkitan kejang yang disebabkan oleh
demam atau peningkatan suhu tubuh >38 derajat Celsius pada pengukuran per
rektal akibat proses ekstrakranial. 2-4% anak berusia 6 bulan hingga 5 tahun
mengalami kejang demam. Di antara anak dengan kejang demam tersebut, 70-
75% hanya mengalami kejang demam simpleks sementara 20-25% lainnya
mengalami kejang demam kompleks. Sekitar 5% di antaranya mengalami
kejang demam simptomatik.1
2. Patofisiologi
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 derajat Celsius akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal sebanyak 10% - 15%. Akibatnya, kebutuhan
oksigen tubuh akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun,
sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15 %. Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi
perubahan keseimbangan dari membran sel neuron, sehingga dalam waktu
singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran
tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepasnya muatan listrik
yang besar ini dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel di sekitarnya
dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga terjadilah
kejang.2
Kejang demam terjadi pada anak dalam masa perkembangan ketika ambang
kejang lebih rendah. Ini adalah masa-masa di mana anak akan sangat rentan
terhadap infeksi masa kanak-kanak seperti infeksi saluran napas, otitis media,
serta sindroma viral. Studi pada binatang menunjukkan bahwa kemungkinan
terdapat peran pirogen endogen seperti interleukin 1-beta yang meningkatkan
eksitabilitas neuron, sehingga dapat meningkatkan demam dan aktivitas kejang.
Studi awal yang dilakukan pada anak mendukung hipotesis aktivitas jaringan
sitokin dan dapat pula berperan dalam pathogenesis kejang demam.2
Kebanyakan kejang demam didasari oleh infeksi virus. Studi-studi terbaru
menujukkan adanya virus herpes simplex manusia yang merupakan etiologi
roseola pada 20% dari kelompok pasien yang mengalami kejang demam
pertama. Gastroenteritis Shigella juga seringkali dihubungkan dengan kejang
demam. Terdapat pula studi yang menghubungkan kejang demam berulang
dengan influenza A.
Kejang demam biasanya terjadi dalam satu keluarga. Dalam keluarga dengan
salah satu anak yang pernah mengalami kejang demam terdapat risiko kejang
demam sebesar 10% pada saudaranya yang lain dan hampir 50% dari semua
saudaranya jika orang tua memiliki riwayat kejang demam.
Tabel 1
Kemungkinan mekanisme kejang demam. Sumber:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2698702/
Pada anak, sebuah spektrum luas kejang behavioral dapat dipicu oleh demam
sehingga kejang demam bersifat pendek dan umum namun pada anak
munculnya kejang demam bisa tidak disadari sebelum adanya perkembangan
motorik yang baik sehingga banyak komponen awal kejang yang nyaris kasat
mata dapat terlewatkan. Secara spesifik, perubahan perilaku, perubahan tingkat
kesadaran, tatapan kosong seringkali terlewatkan baik oleh orang tua maupun
tenaga medis. Hal ini merujuk pada kejang yang berasal dari sistem limbik,
bagian otak yang paling rentan terhadap kejang.
Pada tikus, perilaku dan perubahan EEG kejang dapat lebih jelas terlihat
berasal dari sirkuit limbik. Gejala kejang yang terlihat pada studi hewan
menunjukkan hilangnya respon terhadap rangsang lingkungan berupa gerakan
yang terhenti. Fase berikutnya terdiri atas automatisme oral yang tipikal pada
kejang manusia pula. Selain itu, jejak EEG pada mencit dengan kejang demam
menggambarkan bahwa juga terjadi gangguan pada regio amigdala dan
hippocampus sehingga tampak spike-trains di regio tersebut dengan amplitudo
yang meningkat secara progresif.2
Perubahan lain yang juga tak kalah sering ditemui selain sklerosis
hippokampus adalah mossy-fiber sprouting. Serat-serat ini merupakan akson
daru neuron granula dentata dan mereka umumnya menuju wilayah hilar
polimorfik dan neuron CA3 piramidal. Seiring dengan berkurangnya neuron
pada wilayah hilar polimorfik, proyeksi sinaptik ke neuron granula dentata
mengalami degenerasi.
3. Klasifikasi
Kejang demam dapat dibagi menjadi 2 tipe: kejang demam simpleks dan
kejang demam kompleks. Kejang demam simpleks biasanya terjadi pada
seluruh tubuh, bertahan selama kurang dari 15 menit, dan tidak berulang dalam
24 jam. Kejang demam kompleks bersifat lebih lama, terjadi berulang dalam
24 jam sejak bangkitan pertama, dan bisa berupa kejang focal.
4. Faktor Risiko
Faktor risiko untuk kejang demam mencakup riwayat gangguan perkembangan,
perawatan di unit neonatologi setelah 28 hari, infeksi virus, riwayat kejang
demam dalam keluarga, vaksinasi tertentu, dan, yang masih diteliti, defisiensi
besi dan zinc. Kejang demam dapat terjadi sesaat atau beberapa lama setelah
timbulnya demam dengan kemungkinan kejang yang meningkat sebanding
dengan peningkatan suhu tubuh anak.3
Studi case-control menganggap bahwa defisiensi zat besi dan zinc dapat
menjadi faktor risiko kejang demma. Sebuah studi yang dilakukan pada anak-
anak di India berusa 3 bulan hingga 5 tahun menunjukkan kadar zinc serum
yang lebih rendah pada pasien yang mengalami kejang dibandingkan pasien
demam berusia sama tanpa kejang. Studi lain menunjukkan bahwa anak
dengan kejang demam memiliki tingkat insidensi defisiensi zat besi yang
mencapai dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan anak demam yang tidak
mengalami kejang.
Infeksi virus merupakan penyebab utama demam yang memicu kejang demam.
Salah satu infeksi yang dianggap berisiko adalah infeksi human herpesvirus
(HHV) 6 yang biasanya dialami pada 2 tahun pertama kehidupan. Pada sebuah
studi case-control, pemeriksaan PCR dan titer antibodi menunjukkan 10 dari
55 anak (18 persen) yang mengalami kejang demam pertama menderita infeksi
akut HHV6, di mana tidak ada satupun dari 85 anak dengan demam tanpa
kejang memiliki infeksi serupa. Infeksi virus lain yang cukup umum ditemui
seperti influenza, adenovirus, dan parainfluenza juga diasosiasikan dengan
kejang demam baik sederhana maupun kompleks.3
Kejang fokal selama atau pada periode post-ictal, baik berupa gerakan klonik
maupun kelemahan ekstremitas akan menyingkirkan diagnosis kejang demam
sederhana. Pada kejang demam sederhana biasanya kejang tidak berlangsung
lebih dari 15 menit walau anak bisa tampak mengantuk maupun bingung dalam
rentang lebih dari 15 menit. Kejang demam sederhana biasanya dipicu dengan
suhu tubuh di atas 38 derajat Celsius. Bila kejang timbul pada suhu yang lebih
rendah, patut dipikirkan penyebab lain kejang.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium biasanya tidak dilakukan pada kejang demam
terutama kejang demam simpleks, kecuali untuk menentukan sumber infeksi
penyebab demam. Pemeriksaan pungsi lumbal dapat dilakukan bila terdapat
kecurigaan terhadap meningitis. Pemeriksaan ini biasanya disarankan unutk
bayi berusia <18 bulan karena gejalanya yang kurang spesifik.1
8. Tata Laksana
Pada kebanyakan kasus, kejang demam berlangsung sebentar dan saat pasien
datang menemui petugas kesehatan kejang sudah berhenti. Jika pasien datang
dalam keadaan kejang maka obat yang paling cepat untuk menghentikan
kejang adalah diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kg bolus perlahan dengan
kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal
20 mg.
Diazepam per rektal adalah obat yang praktis, dapat diberikan di rumah oleh
orang tua. Diazepam rektal diberikan dengan dosis 0,5-0,75 mg/kgBB atau 5
mg pada anak dengan BB < 10 kg dan 10 mg untuk anak dengan BB > 10 kg.
Selain itu, pemberian diazepam per rektal dapat dibagi berdasarkan usia yaitu
diazepam 5 mg untuk anak kurang dari 3 tahun dan 7,5 mg untuk anak > 3
tahun. Jika setelah pemberian diazepam per rektal kejang belum berhenti,
pemberian dapat diulang dengan cara dan dosis yang sama dengan interval 5
menit.1
Apabila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap ke- jang,
dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena
dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Jika kejang tetap belum berhenti diberikan
fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan
kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti
dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.
Bila dengan pemberian fenitoin pun kejang belum berhenti maka pasien harus
dirawat di ruang intensif untuk mendapat obat fenitoin atau fenobarbital
intravena. Pada keadaan kejang refrakter dapat diberikan obat seperti
Midazolam, Tiopental, atau propofol. Bila kejang telah berhenti, pemberian
obat selanjutnya disesuaikan dengan jenis kejang demam, baik kejang demam
sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.
Selain itu pemberian diazepam oral dengan dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada
saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%- 60% kasus,
begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu >
38,5oC. Dosis yang cukup tinggi tersebut dapat menimbulkan efek samping
seperti ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 25-39% kasus.
Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin yang diberikan saat pasien demam
tidak bermanfaat dalam mencegah kejang demam1.
Tak hanya pada saat awitan akut, obat kejang dapat diberikan sebagai obat
rumat. Pemberian obat rumat dapat dipertimbangkan bila ada setidaknya salah
satu dari gejala-gejala berikut ini, antara lain:
Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
kejang demam > 4 kali per tahun
Obat antikejang seperti fenobarbital dan asam valproat yang diberikan setiap
hari dianggap efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang.
Berdasarkan penelitian-penelitian bahwa kejang demam tidak berbahaya dan
penggunaan obat dapat menyebabkan efek samp- ing, maka pengobatan rumat
hanya diberikan terhadap sejumlah kasus dan hanya dalam jangka pendek.1
Berikut ini adalah hal yang harus orang tua lakukan bila anak kejang:
Tetap tenang dan tidak panik
Longgarkan bagian pakaian yang ketat terutama di sekitar leher
Bila anak tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.
Bersihkan muntahan atau lendir di mulut dan/atau hidung
Jangan masukkan benda apapun ke dalam mulut walau khawatir lidah
tergigit
Ukur suhu, observasi dan ingat lama serta bentuk kejang.
Tetap menemani pasien selama kejang
Berikan diazepam rektal saat kejang, bila kejang telah berhenti tidak perlu
diberikan
Segera bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung lebih dari
5 menit1
9. Prognosis
Bukti dari penelitian yang dilakukan pada hewan dan manusia menunjukkan
bahwa kejang demam yang berlangsung sebentar biasanya tidak berbahaya.
Walau demikian, apakah kejang demam yang lama dan kejang demam yang
mencapai status epileptikus akan berujung pada epilepsi masih sulit untuk
disimpulkan. Secara umum evaluasi epidemiologi prospektif telah
memberikan sedikit bukti terjadinya epilepsi, walau jika dilihat dalam jangka
panjang terdapat peningkatan kemungkinan terjadinya epilepsi. Di sisi lain,
analisis retrospektif telah menghubungan riwayat kejang demam kompleks
atau yang lebih lama dengan epileptogenesis. Hasil yang inkonsisten ini
menggunakan data yang diperoleh dari studi pada binatang sehingga perlu
penelitian lebih lanjut.1
Tak hanya berulang, beberapa pasien kejang demam juga dapat berkembang
menjadi epilepsi walau mekanisme jelasnya masih belum diketahui hingga saat
ini. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko berkembangnya kejang
demam menjadi epilepsi antara lain:
Kelainan neurologis atau perkembangan yang sudah ada sebelum awitan
kejang demam pertama.
Kejang demam kompleks
Riwayat epilepsi pada orang tua, saudara kandung, maupun kerabat
Sumber: http://www.bcmj.org/articles/management-febrile-seizures
Selain itu dikenal pula istilah Eeneralised epilepsy with Febrile Seizures Plus
(GEFS+). GEFS+ merupakan sebuah sindroma epilepsi. Biasa ditemui dalam
keluarga di mana sejumlah anggotanya dari generasi yang berbeda dengan
bentuk kejang epilepsi yang berbeda serta sindroma epilepsi yang berbeda.
Dalam keluarga juga dapat ditemui riwayat kejang demam.6
Kejang ini biasanya ditemui pada saat anak sakit, biasanya akibat infeksi virus.
GEFS+ biasanya berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh dengan bentuk
kejang tonik-klonik yang berlangsung kurang dari 5 menit. Terkadang kejang
dapat menetap lebih lama dan membutuhkan tata laksana gawat darurat.
Rentang usia normal kejang demam adalah 6 bulan hingga 5 tahun, namun
pasien dengan GEFS+ dapat mengalami kejang demma pada usia di atas 5
tahun hinggaselama masa kanak-kanaknya.