Вы находитесь на странице: 1из 5

Pembahasan bella TB sementara ka us hehehe

Pasien ini juga merupakan pasien TB on therapy yang sudah berjalan selama 1
bulan. Diagnosis TB pada anak didasarkan pada anamnesis , pemeriksaan fisik serta
laboratorium . Pada pasien ini didapatkan keluhan pasien saat sebelum terdiagnosis TB
adalah batuk yang lama . Batuk pasien ± 3 minggu dan ibu pasien mengatakan badan
pasien sering terasa demam namun tidak terlalu tinggi . Demam pasien ± 1 bulan dan
disertai dengan keringat malam. Sejak merasa demam pasien menjadi tidak nafsu
makan dan berat badan pasien tidak turun namun berat badan pasien tidak pernah
naik selama 1,5 bulan .
Menurut pasien, gejala-gejala ini dirasakan karena awalnya pasien tinggal satu
rumah bersama nenek pasien. Nenek pasien awalnya hanya batuk-batuk lama dan
tidak pernah menutup mulutnya saat batuk. Akhirnya diperiksa dan ternyata terkena
TB Paru . 1 bulan sebelum pasien masuk ke rumah sakit tepatnya tanggal 13-11-2018
pasien datang berobat ke praktek dokter spesialis anak dan pasien di diagnosa sakit
TB dengan skoring TB dan di dapatkan : Riwayat kontak dengan pasien TB dengan
skore 3 , batuk lama dengan skore 1 , panas berulang dengan skore 1 , pada
pemeriksaan kelenjar getah bening ditemukan kelenjar di cervical dengan skore 1 ,
pada pasien tidak ditemukan adanya nyeri tulang atau sendi sehingga skore 0 , pasien
juga sempat gizi kurang dengan skore 1 namun sekarang pasien sudah gizi normal ,
mantoux test dan foto thorax dengan skore 1 . Sehingga dapat disimpulkan pada
pemeriksaan pasien di dokter spesialis anak pada tanggal 13 -11 -2018 pasien
terdiagnosa dengan TB paru . Saat ini pasien mendapatkan terapi OAT lini petama
dan jalan pengobatan bulan pertama , hal tersebut sudah sesuai dengan prosedur
pengobatan TB pada anak .
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien Tampak sakit sedang, dengan
kesadaran compos mentis dan status gizi baik. Pada pemeriksaan tanda vital
didapatkan Suhu 37,6oC (Subfebris). Pada pemeriksaan status generalis tidak
ditemukan ada kelainan. Pada pemeriksaan Laboratorium hematologi didapatkan
nilai leukosit meningkat yaitu 10,62 ribu/uL. Lalu dari hasil foto rontgen Thorax PA
pada tanggal 14 /11/2018 didapatkan bercak infiltrat pada lobus dengan kesan suspek
bronkopnemonia dan TB Paru .
Pada pasien ini gejala dimulai dengan demam yang tidak terlalu tinggi yang
disertai dengan keringat malam yang dirasakan lebih dari 2 minggu. Demam tersebut
kemudian diikuti dengan batuk berdahak. Batuk berdahak tersebut kamudian disertai
dengan darah. Dari kumpulan gejala tersebut berdasarkan tabel skoring menurut
IDAI yang digunakan untuk mendiagnosis TB, didapatkan skor 8 yaitu skor >6 tapi
secara klinis dicurigai TB maka dapat didiagnosis TB anak dan perlu diberikan OAT.
Sesuai dengan teori skoring TB anak yaitu Anak dengan skor 6 yang diperoleh dari
kontak dengan pasien BTA positif dan hasil uji tuberkulin positif, tetapi TANPA gejala klinis,
maka dilakukan observasi atau diberi INH profilaksis tergantung dari umur anak tersebut.
Foto toraks bukan merupakan alat diagnostik utama pada TB anak. Anak dengan skor 5 yang
terdiri dari kontak BTA positif dan 2 gejala klinis lain, pada fasyankes yang tidak tersedia uji
tuberkulin, maka dapat didiagnosis, diterapi dan dipantau sebagai TB anak. Pemantauan
dilakukan selama 2 bulan terapi awal, apabila terdapat perbaikan klinis, maka terapi OAT
dilanjutkan sampai selesai. Semua bayi dengan reaksi cepat (<2 minggu) saat imunisasi BCG
dicurigai telah terinfeksi TB dan harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak, jika
dijumpai skrofuloderma pasien dapat langsung didiagnosis TB.
Untuk daerah dengan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang terbatas (uji
tuberkulin dan atau foto toraks belum tersedia) maka evaluasi dengan sistem skoring tetap
dilakukan, dan dapat didiagnosis TB dengan syarat skor ≥ 6 dari total skor 13.Pada anak yang
pada evaluasi bulan ke-2 tidak menunjukkan perbaikan klinis sebaiknya diperiksa lebih lanjut
adanya kemungkinan faktor penyebab lain misalnya kesalahan diagnosis, adanya penyakit
penyerta, gizi buruk, TB MDR maupun masalah dengan kepatuhan berobat dari pasien.
Apabila fasilitas tidak memungkinkan, pasien dirujuk ke RS. Yang dimaksud dengan
perbaikan klinis adalah perbaikan gejala awal yang ditemukan pada anak tersebut pada saat
diagnosis. Dari hasil anamnesis diketahui bahwa pasien sempat tinggal satu rumah dengn
nenek pasien yang ternyata yang sudah batuk-batuk lama lebih dari 1 bulan dimana adanya
kecurigaan riwayat kontak dengan pasien TB. Pasien mulai Batuk lama lebih dari tiga minggu
serta demam lebih dari dua minggu yang dikeluhkan pasien Pasien dan nenek pasien juga
menyadari adanya penurunan berat dan sulitnya naik berat badan . Sesuai dengan teori bahwa
anamnesis yang dapat ditemukan pada TB paru adalah berat badan turun tanpa sebab yang
jelas atau berat badan tidak naik dengan adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah
diberikan upaya perbaikan gizi yang baik, demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa
sebab yang jelas (bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam
umumnya tidak tinggi, keringat malam , batuk lama ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting
(tidak pernah reda atau intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah
dapat disingkirkan, nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh
(failure to thrive). Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain. Diare persisten/menetap (>2
minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare.
Sehingga anamnesis menunjang untuk menegakan diagnosis TB paru.
Ada beberapa tahapan untuk menegakkan diagnosa TB anak, antara lain
adalah anamnesis, pemeriksaan fisik, foto toraks, pemeriksaan BTA dan respon
terhadap OAT. Pemeriksaan BTA yang merupakan gold standard untuk
menegakkan diagnosa pada TB membutuhkan waktu yang lama sehingga dengan
menggunakan sistem skoring pasien anak dapat segera diberikan terapi yang sesuai.

Pada pasien dengan kecurigaan TB maka akan dilakukan pemeriksaan foto


toraks. Gambaran foto toraks yang khas pada pasien adalah TB gambaran bercak
infiltrat yang paling sering ditemukan pada bagian apex paru. Sesuai dengan teori
bahwa pada TB ditemukan adanya bercak infiltrat di apex paru lobus sinistra
sehingga memberikan kesan TB paru sinistra dan mendukung untuk menegakan
diagnosis TB paru
Berdasarkan dari hasil pemeriksaan terhadap pasien menurut skoring, maka
OAT diberikan dalam bentuk kombinasi minimal 3 obat untuk mencegah terjadinya
resistensi obat dan membunuh bakteri TB. Pada pasien ini diberikan terapi kombinasi
obat Isoniazid dengan dosis maksimal yaitu 1x300 mg per hari, Rifampisin 10
mg/kgBB/hari sehingga diberikan 1x450 mg per hari dan Pirazinamid yang diberikan
dosis 2x500 mg per hari. Serta diberikan asupan gizi yang adekuat untuk mendukung
penyembuhan dari proses infeksi yang membutuhkan pengobatan yang lama serta
kepatuhan dalam meminum obat

Вам также может понравиться