Вы находитесь на странице: 1из 26

Fisiologi Hepatik dan Anestesia

Kunci Konsep :

 Arteri hepatik menyuplai 45% sampai 50% keperluan oksigen pada organ hati portal
vena hepatik menyuplai sisanya dari 50% sampai 55%
 Seluruh faktor pembekuan – kecuali untuk faktor VIII dan faktor von Willebrand –
semua di produksi dari organ hati. Vitamin K adalah cofactor yang penting pada
penggabungan prothombin ( Faktor II) dan faktor VIII, IX, dan X.
 Banyak sekali macam dari tes “Fungsi Organ Hati” seperti pengukuran pada serum
transaminase. Serum transaminase lebih merefleksikani integritas hepatocellular
lebih dari fungsi hepatik itu sendiri. Pengujian fungsi hepatik sintetis meliputi
pemeriksaan serum albumin, prothrombin time (PT, atau internasional normalize
ratio), koleterol, dan pseudocholinesterase.
 Angka albumin yang kurang dari 2.5 g/dL secara umum dapat terindikasikan sebagai
penyakit liver kronis, stress akut, atau juga malnutrisi yang parah. Meningkatnya
jumlah albumin pada urin (Sindrom Nephrotic) atau gastrointestial tract (kehilangan
protein enteropati) juga dapat memproduksi hypoalbuminemia.
 Prothrombin time, dimana normalnya berkisar antara 11 sampai 14 sec, bergantung
pada nilai kontrol, mengukur aktifitas dari fibrinogen, prothrombin, dan faktor V,
VIII, dan X.
 respon neuroendokrin pada operasi dan trauma, ditandai oleh tingginya level dari
catecholamines, glucagon, dan cortisol, mobilisasi penumpukan karbohidrat dan hasil
protein pada hyperglycema dan imbangan dari nitrogen negatif
Saat hasil dari tes liver tersebut tinggi pada pasca operasi, hal tersebut secara umum
terjadi karena penyakit liver itu sendiri atau dari prosedur pembedahan.

I. Anatomi Fungsional

Liver adalah organ terberat yang terdapat pada tubuh. Berbobot sekitar 1.500 g pada
orang dewasa. Liver i pishkan oleh falciform ligamen pada sisi kanan dan kiri lobus anatomi.
Lobus bagian kanan yang berukuran lebih besar memiliki 2 bagian lobus tambahan yang
lebih kecil pada bagian bawah-belakang, lobus candate dan kuadrat. Sebaliknya, bedah
anatomi membedakan liver berdasarkan penyuplaian darah. Jadi, lobus bgian kanan dan kiri

Fisiology Hepatik dan Anesthesia 1


pada surgical di bagi oleh poin percabangan duanya yang terdapat pada hepatik arteri dan
portal vena hepatik. Falciform ligamen sendiri di pisahkan dari lobus surgical seelah kiri ke
dalam medial dan segmen pada rusuk. Anatomi surgical membaginya hingga total berjumlah
8 segmen.

Liver tersusun dari 50.000 sampai 100.000 diskrit unit anatomik yang bernama
lobules. Setiap lobule menyusun plat-plat pada hepatocytesdan tersusun secara silindris di
sekitar pembulu darah centrilobular 4 sampai 5 bagian pada portal, tersusun dari
arterioleshepatik, portal venules, empedu canaliculi, lymphtics, dan saraf, yang mengelilingi
tiap lobule. Berbeda dengan lobule, acinus, unit fungsional pada liver, di pisahkan oleh
bidang portal di bagian tengah, dan terdapat pembulu darah centrilobular pada bagian
luarnya. Sell yang terletak paling dekat dengan bidang portal (Zona 1) merupakan sell yang
teroksidasi dengan cukup baik. Sedangkan sell yang terledak berdekatan dengan pembulu
darah centrilobular (Zona 3) adalah sell yang teroksidasi dengan kurang dan merupakan yang
paling rentan dengan cedera.

Darah dari arterioles hepatikdan portal veula bercampur dalam saluran sinusiodal
yang terdapat di antara plat sell dan bertindak sebagai kapilari. Saluran tersebut tersusun oleh
sell endothelial dan makrofag yang di kenal sebagai sell kupffer. sell kupffer mampu
menghilangkan bakteria endotoxin, virus, protein, dan benda partikular dari dara. Ruang
Disse terletak di ruang antara kapiler sinusidal dan hepatocytes. Pengaliran vena dari pusat
pembulu dara hepatik berpadu untuk membentuk pembulu darah hepatik (Kanan, tengah,

Fisiology Hepatik dan Anesthesia 2


kiri), yang dimana terdapat ruang kosong di dalam pembulu balik besar bawah biasanya
teralirkan oleh set pembuluh darahnya sendiri.

Bile canaliculi berpangkal di antara hepatocytes di dalam tiap plat dan dan saling
menggabung menjadi satu untuk membentuk saluran bile. Luas saluran limpatik juga
membentuk bagian dalam plat dan juga sebagai komunikasi dengan ruang dise.

Liver juga di suplai oleh saluran saraf symphatis , serabut parasymphateic (kanan dan
kiri Vagus), dan serabut dari bagian kanan saraf frenik. beberapa saaraf autonomik synapse
pertama dalam celiac plexus, dimana yang lain mencapai liver secara langsung via saraf
splanchinick dan cabang vagal sebelum membentuk hepatic plexus. Secara mayoritas, serabut
sensori aferen beredar dengan serabut symphateik.

II. Aliran Darah Hepatik

Aliran darah hepatik dapat di nyatatakan normal apabila berkisar di antara 25% sampai 30%
dari output cardiac dan ini di suplai oleh arteri hepatik dan pembulu darah portal. arteri hepatik
mensuplai sekitar 45% sampa 50% kebutuhan oksigen pada liver. Dan pembulu darah portal
mensuplai sisanya yaitu 50% sampai 55%. Aliran hepatis arterial nampaknya bergantung pada
kondisi metabolisme(Autoregulation), dimana aliran melalui pembulu darah portal bergantung pada
aliran darah menuju sistem gastrointestinal dan limpa. Sejalan dengan hal tersebut, meskipun sedikit
terbatas, mekanisme tersebut tetaplah masih dan ada, seperti dua hal, artileri hepatik atau hasil
aliran pembulu darah portal sebagai sebuah keseimbangan pada peningkatan yang lain.

Arteri hepatik memiliki α1 reseptor adrenergik nasokonstriksi yang sama baiknya seperti β2

adrenergik, dopaminergik, (D1), dan reseptor cholinergik vasodilator. Pembulu darah portal hanya

Fisiology Hepatik dan Anesthesia 3


memiliki α1-adrenergik dan dopaminergik (D1) reseptor. Hasil dari aktifasi simpatetik pada

vasokonstriksi pada arteri hipatik dan pembulu mesentrik, penurunan tekanan darah hepatik,
stimulasi vasolidates β-adrenergik pada arteri hepatik. Β-blockers mengurangi tekanan darah, dan
juga mengurangi tekanan pada portal.

III.1 Fungsi penampung

Tekanan pembulu darah portal secara normal berkisar antara 7 sampai 10 mm Hg,
namun resistensi rendah dari sinusoid hepatik memungkinkan relativitas tekanan darah yang
tinggi/ luas melalui pembulu darah portal. Perubahan kecil yang terjadi kondisi vena hepatik
dan tekanan pada vena hepatik dapat berdampak pada perubahan yang besar pada volume
darah hepatik, dan memungkinkan liver untuk bertindak sebagai penampung darah.
Penurunan pada tekanan vena hepatik sebagai akibat selama pendarahan, mobilisasi darah
dari vena hepatik dan sinusoid ke dalam sirkulasi sentral pembulu darah dan memperbanyak
volume sirkulasi darah. Resiko Blood-loss pada saat pembedahan liver dapat di kurangi
dengan menurunkan tekanan sentral pada vena. Demikianlah cara untuk mengurangi tekanan
pada vena hepatik dan volume darah hepatik . Pada pasien dengan kongestif gagal hati,
peningkatan pada tekanan darah vena sentral tertransmisikan pada pembulu darah hepatik dan
menyebabkan penyumbatan pada hati yang tentu berdampak buruk pada fungsi organ hati.

III.2 Fungsi Metabolik

Melimpahnya jalur enzimatik pada liver memungkinkan untuk menjadikannya kunci


pada metabolisme karbohidrat, lemak, protein, dan substansi lainnya. Produk akhir dari
pencernaan karbohidrat adalah glukosa, fruktosa, dan galaktosa. Dengan pengecualian pada
jumlah fruktosa yang terkonveksi oleh liver untuk laktosa, konversi hepatik fruktosa dan
galaktosa ke dalam glukosa mampu membuat metabolisme glukosa menjadi jalur akhir yang
umumnya paling terkarbohidrat. Semua sell menggunakan glukosa untuk memproduksi
energi pada susunan adenosine triphosphogluconate, yang dimana menyediakan energi dan
asam lemak sintesis. Kebanyakan glukosa menyerap makanan yang secara normal tersimpan
sebagai glikogen, dimana hanya liver dan otot saja yang mampu menyimpan dalam jumlah
yang signifikan. Saat kapasitas penyimpanan glukogen berlebih, glikogen yang berlebih

Fisiology Hepatik dan Anesthesia 4


tersebut di konversikan menjadi lemak. Insulin meningkatkan sintesitas glikogen, epinerfin,
dan glukagon meningkatkan glikogenesi. Karena rata-rata konsumsi glukosa adalah 150g/hari
dan glikogen akan kembali kosong setelah 24 jam masa puasa. Setelah periode puasa,
glukoneogenesis, de novo sintesis dari glukosa, sangat penting umtuk penyediaan suplai
glukosa yang tidak terputus pada seluruh organ.

Liver dan ginjal sangat unik dalam hal kapasitas untuk membentuk glukosa dari
laktat, pyruvate, asam amino (kebanyakan alanine), dan gliserol (dari metabolisme lemak).
Glukogeogenesis hepatik sangat penting dalam menjaga konsentrasi glukosa pada darah yang
normal. Glucocorticoids, catecholamines, glucagon, dan hormon tiroid secara luar biasa
meningkatkan gluconeogenesis, seangkan insulin menghalangi peningkatan tersebut. Saat
penyimpanan penuh dengan karbohidrat. Liver mengkonversi protein dan karbohidrat
berlebih menjadi lemak. Asam berlemak yang terbentuk dapat di gunakan secara langsung
sebagai energi atau atau tersimpan di jaringan adipose atau hati untuk cadangan konsumsi.
Secara dekat semua sell menggunakan asam lemak yang berasal dari lemak yang tertelan atau

Fisiology Hepatik dan Anesthesia 5


sintesis dari perantara metabolisme karbohidrat dan protein sebagai sumber energi-hanya sel
darah merah dan renall medula saja yang terbatas dalam menggunakn glukosa. Neuron secara
normal hanya menggunakan glukosa., namun, setelah beberapa hari dalam masa lapar,
mereka dapat berganti pada keton tubuh, gangguan pada asam lemak telah di sintesis oleh
liver menjadi sumber energi.

Untuk oksidasi asam lemak, mereka mengubahnya ke dalam acetylcoenzyme A


(acetyl-Co A, ) dimana oksidasi melalui siklus asam sitrat untuk memproduksi ATP. Liver
sangat mampu untuk untuk menampung kapasitas oksidasi asam lemak dan dapat membentuk
asam acetoacetic (salah satu dari keton tubuh) dari acetyl-CoA yang berlebih. Acetoacetate di
lepaskan oleh hepatocytes yang berfungsi sebagai sumber energi alternatif sel-sel tipe lain
dengan mengubahnya menjadi acetyl-CoA. Insulin menghalangi produksi keton tobuh pada
hati. Acetyl-CoA juga di gunakan liver untuk memproduksi kolesterol dan phospholipids,
yang dimana sangat penting dalam peningkatan membran selular di seluruh tubuh.liver
berperan kritis dalam metabolisme protein. Tanpa fungsi tersebut, kematian hanya akan
terjadi dalam beberapa hari. Langkah-langkah dalam metabolisme protein meliputi: (1)
Deaminasi asam amin, (2) formasi urea (untuk menghilangkan produksi amonia dari
deaminasi), (3) interkonversi antasi asam amino nonesensial , dan (4) formasi plasma protein.
Deaminasi merupakan hal penting umtuk konversi asam amino berlebih menjadi karbohidrat
dan lemak. Proses enzymatic , secara umum transaminasi, mengubah asam amino menjadi
asam keto dan memproduksi ammonia sebagai produknya.

Ammonia tersusun dari deaminasi ( terproduksi dari bakteri kolonik terserap melalui
usus) yang sangat high toxic untuk jaringan. Melalui langkah-langkah enzymatic, liver
menggabungkan 2 molekul amonia dengan CO2 untuk menciptakan urea. Urea yang telah
jadi siap untuk di difusikan keluar dari liver untuk kemuadian dapat di sekresikan oleh ginjal.

Sekitar semua plasma protein, dengan pengecualian yang cukup penting


immunoglobulins, yang di produksi oleh liver. Disini termasuk, albumin α1-antitrypsin dan
protease/elastases lain dan faktor pengentalan. Albumin bertanggung jawab untuk merawat
tekanan onkotik plasma normal dan sebagai pengikat dan pengirim protein untuk asam lemak
dan hormon serta obat-obatan dalam jumlah yang besar. Perubahan pada konentrasi albumin
dapat berdampak pada konsentrasi pharmacologically aktif, tidak terikat dengan pecahan
obat-obatan.

Fisiology Hepatik dan Anesthesia 6


2. Semua faktor pembekuan/pengentalan, dengan pengecualian pada faktor VIII dan
faktor von Willebrand, di produksi oleh liver. Sell endothelial vaskular menggabung pada
faktor VIII, level dimana biasanya merujuk pada penyakit liver kronis. Vitamin K adalah
cofaktor yang di perlukan dalam perpaduan dari prothrombin (faktor II) dan faktor VII, IX,
dan X. Liver juga memproduksi plasma cholinesterase (pseudo cholinesterase) , sebuah
enzim yang menghidrolis ester., termasuk beberapa anesthetik dan beberaparelaksan
otot.protein penting lainnya di susun oleh liver termasuk protease inhibitor (antithrombin
III, α2-antiplasmin, dan α1-antitripsyn), transportasi protein, (transferrin, haptoglobin, dan
ceruloplasmin ), pelengkap, α1-asam glycoprotein, C-protein reaktif, dan serum amyloid A.

III.3 Metabolisme Obat

Banyak substansi eksogen, termasuk obat obatan, melalui biotransformasi hepatik,


dan prioduk akhir dari reaksi ini biasanya tidak aktif atau di ubah menjadi substansi yang
dapat larut dalam air yang siap untuk di sekresikan dalam empedu atau urin. Biotransformasi
hepatik biasanya di kategorikan menjadi satu atau dua reaksi. Reaksi fase 1 kelompok reaktif
kimiawi yang telah melalui penggabungan fungsi oksidasi atau sistem enzim cytochrome P-
450, menunjukan hasil pada oksidasi, penurunan, deaminasi, sulfoxidasi, dealkylation, atau

Fisiology Hepatik dan Anesthesia 7


methylation. Barbiturasi dan benzodiazepines tidak teraktifkan oleh reaksi I. Reaksi fase II,
dimana memungkinkan dan tidak memungkinkan mengikuti reaksi fase I. melibatkan
konjugasi substansi dengan glucoronide, sulfat, taurin, dan glycine. Senyawa yang
terkonjugasi dapat siap tereliminasi dari empedu atau urin.

Beberapa sistem enzim, seperti cytochrome P-450, dapat di induksikan oleh beberapa
obat obatan, seperti ethanol, barbiturates, ketamin, dan mungkin juga benzodiazepines. Hal
tersebuat dapat memiliki hasil efek meningkatnya toleransi pada obat-obatan. Sebaliknya,
beberapa agen, seperti cimetidine dan chloramhenicol dapat memperpanjang efek dari obat-
obatan lain dengan menghalangi kerja enzim enzim. Beberapa obat, termasuk lidocaine,
morphine, verapamil, labetalol, dan propranolol memiliki nilai yang tinggi ekstraksi hepatic
pada sirkulasi. Dan metabolismenya yang tinggi masih bergantung pada angka aliran darah
hepatik. Sebagai hasilnya, penurunan pada pembersihan metabolisme biasanya merefleksikan
penurunan aliran darah hepatik daripada disfungsi hepatocellular.

Liver memainkan peran yang cukup mayor dalam hormon, vitamin, dan metabolisme
mineral. Hal ini merupakan tempat yang penting untuk konversi thyroxine (T4) ke dalam
triiodothyronine yang lenih aktif (T3), dan degradasi hormon thyroid terutama hepatik. Liver
juga merupakan bagian yang mayor umtuk degradasi pada insulin, hormon-hormon steroid
(estrogen, aldosterone, dan cortisol ), glucagon, dan hormon antidiuretik.Hepatosit adalah
bagian penyimpanan yang penting untuk vitamin A, B12, E, D, dan K. produksi hepatik
transferrin dan haptoglobin merupakan hal yang penting karena protein tersebut termasuk
dalam iron hemostasis, dimana seruloplasmin merupakan hal penting dalam copper
regulation.

III.4 Pembentukan Limpe

Limphe memegang peranan yang penting dalam penyerapan lemak dak eksresi
bilirubin. Kolesterol dan banyak lagi obat-obatan. Hepatocytes secara berkelanjutan
mensekresi garam pada limpa, kolesterol, phospholipids, konjugasi bilirubin, dan substansi
lain pada limpa canaliculi.

Pembuluh pada limphe dari hepatik lobuli bergabung dan akhirnya membentuk
saluran hepatik kiri dan kanan. saluran tersebut, pada saatnya, akan bergabung untuk
membentuk saluran hepatik, dimana bersamaan dengan saluran cystic dari kantong empedu

Fisiology Hepatik dan Anesthesia 8


hingga menjadi sebuah saluran limpa. Saluran empedu berperan sebagai tadah untuk limpa.
Asam limpa terbentuk oleh hepatocytes dari kolesterol yang esensial untuk mengemulsi
komponen tak larut pada limpa dan memfasilitasi penyerapan lemak pada usus. Kerusakan
pada formasi atau sekresi garam pada limpa dapat mengganggu penyerapan lemak, dan
lemak-vitamin yang mudah larut (A,D,E, dan K). karena normalnya tampungan untuk
vitamin K sangatlah terbatas, dan sebiah defisiensi akan mampu mengembangkan hal ini
dalam beberapa hari. Defisiensi vitamin K termanifestasikan sebagai coagulopathy yang
bertujuan untuk formasi protombin yang rusak dan faktor VII, IX, dan X.

Bilirubin merupakan pruduk akhir dari metabolisme hemoglobin terbentuk dari


degradasi heme ring pada sell Kupffer. Kemudian bilirubin di lepaskan pada darah dan siap
untuk mengikat pada albumin. Serapan hepatik bilirubin dari sirkulasi bersifat passive,
namun mengikat penangkap protein intraselular di dalam hepatocytes., dengan glucuronide,
dan secara aktif terekskresi pada limpa canaliculi.

IV.1 Tes Fungsi Liver

Pada umumnya pelaksanaan tes liver tidaklah sensitif dan spesifik. Tidak ada satupun
tes yang mengevaluasi fungsi hepatik secara keseluruhan., merefleksi setidaknya satu aspek
fungsi hepatik dan harus terinterpretasikan pada konjugasi dengan tes lainnya dan assessment
pada pasien.

Banyak sekali tes “fungsi liver” yang ada, contohnya seperti pengukuran serum
transaminase, reflek integritas hepato selular lebih dari fungsi hepatik. Tes liver yang
mengukur fungsi hepatik sintetik termasuk juga serum albumin, prothombin time (PT, atau
international normalized ratio [INR]), kolesterol dan pseudo cholinesterase, dan lagi,
besarnya fungsi penyimpanan liver, cirrhosis mungkin saja menghadirkan sedikit
abnormalotas laboratory atau tidak sama sekali.

Keabnormalan liver kerap di bagi menjadi gangguan parenchymal atau gangguaan


obstruktif berdasarkan dari tes labotatory.. gangguang obstrucktif lebih banyak berdampak
pada substansi ekskresi biliari, dan gangguan parenchymal mengakibatkan pada generalisasi
disfungsi hepatocellular.

Fisiology Hepatik dan Anesthesia 9


IV.1.1 Serum Bilirubin

Konsentrasi normalbilirubin pada total, susunan konjugasi (langsung), sifat larut


dalam air, dan tak konjugasi (tidak langsung), susunan lipid yang dapat larut, adalah kurang
dari 1.5 mg/dL (>25 mmol/L) dan merefleksi keseimbangan antara produksi bilirubin dan
ekskresi. Penyakit kuning secara klinis dapat menjangkit saat total bilirubin melebihi 3
mg/dL.Di dominasi oleh konjugasi hyperbilirubinemia (>50%) terkait dengan peningkatan
urobilinogen urinari dan mungkin juga merefleksi pada disfungsi hepatoselular, bawaan (
Dubin-Johnson atau Rotor sindrom) atau di peroleh dari cholestasis intrahepatik, atau
obstruksi extrahepatik biliari. Hyperbilirubinemia secara garis besar tidak terkonjugasi
mungkin dapat terlihat dengan hemolysis atau congeniatal (Gilbert atau Crigler-Najjar
syndrome) atau di perolehi kerusakan pada konjugasi bilirubin. Bilirubin yang tidak
terkonjugasi adalah neurotoxic, dan pada tingkatan yang tinggi dapat memproduksi
encephalopathy.

IV.1.2 Serum Aminotransferases (Transaminase)

Terdapat enzim yang di lepaskan dalam sirkulasi guna sebagai hasil dari hepatoselular
yang luka atau mati. Dua aminotransferase secara umum dapat di ukur: aspartate
aminotransferase (AST) juga di kenal sebagai serum glutamic-axaloacetic transaminase
(SGOT), dan alanine aminotransaminase (ALT), dan juga di kenal dengan serum glutamic
pyruvic-transferase (SGPT).

IV.1.3 Serum Alkaline Phoshatase

Alkalin phoshpatase di produksi oleh liver, tulang, mangkuk kecil ginjal, dan
plasenta dan terekskresi ke dalam empeduserum aktif alkalin phosphatase yang normal
adalah 25-85 IU/L; anak –anak dan remaja memiliki angka level yang lebih tinggi guna
merefleksi pertumbuhan yang aktif. Kebanyakan enzim sirkulasi berasal dari tulang.: namun,
dengan obstruksi biliari banyak alka;in phosphatase hepatik tersintesis dan di lepas pada
sirkulasi.

Fisiology Hepatik dan Anesthesia 10


IV.1.4 Serum Albumin

Konsentrasi serum albumin yang normal berkisar antara 3.5-5.5 g/dL. Hal tersebut di
karenakan paruh-hidupnya berkisar antara 2-3 minggu, konsentrasi albumihn dapat bermula
normal dengan penyakit liver yanng akut. Stress akut, atau malnutrisi yang parah.
Peningkatan kadar kehilangan labumin yang tinggi pada urin (sindrom nefrotik) atau
gastrointestinaltract (hilanya protein eteropathy) juga dapat memproduksi hypoalbuminemia.

IV.1.5 Amonia Darah

Peningkatan level amonia darah yang signifikan biasanya merefleksikan gangguan


pada sintesishepatik urea.lever normal keseluruhan amonia darah adalah 47-65 mmol/L (80-
110 mg/dL. Peningkatan biasanya di tandai reflek kerusakan hepatoselular yang parah dan
mungkin dapat menyebabkan enchelophalophaty.

Fisiology Hepatik dan Anesthesia 11


IV.1.6 Prothrombin Time

PT, yang dimana ambang normalnya berkisar antara 11 – 14 sec, bergantung pada
nilai kontrol, mengukuran aktifitas pada fibrinogen, prothrombin, dan faktor V, VII, dan
Xfaktor usia yang terbilang relatif pendek pada faktor VII (4 – 6 jam) membuat PT sangat
berguna dalam mengevaluasi hepatik sintetik pada pasien dengan penyakit liver kronis.
Perpanjangan terbaik pada PT lebih dari 3 – 4 sec dari kontrol, dapat di pertimbangkan
sebagai sebuah hal yang signifikan dan umumnya sesuai dengan INR >1.5. Karena hanya
20% sampai 30% faktor aktifitas normal yang di butuhkan untuk pembekuan yang normal,
perpanjangan pada PT pada umumnya mereflek pada penyakit liver yang parah atau
kekurangan vitamin K.

IV.1.7 Point-of-Care Viscoelastic Coagulation Monitoring

Teknologi ini memfasilitasi dengan pengukuran status pembekuan dan penggunaan


thromboelastography (TEG©) yang bersifat “real time”,rotasi Thromboelastometry
(ROTEM©), atau analisis Sonoclot© untuk mengukur pembekuan global via properti
viscoelastik pada darah. Gambaran yang jelas di sediakan untuk efek ketidak imbangan
antara procoagulant dan sistem anticoagulant dan profibrinolytic dan sistem
antifibrinolyticdan dan sebagai resultan penggumpalan kekuatan tensil, memungkinkan

Fisiology Hepatik dan Anesthesia 12


managemen terapi hemostatik secara presisi. Penilaian pada informasi gumpalan, daya tahan/
kekuatan dari gumpalan tersebut, dan dampak pada analisis dapat di observasi. Dan adanya
perluasan coagulasi intravaskular dapat di evaluasi. Seperti juga yang dapat pada efek heparin
atau aktifitas heparinoid.sebagai tambahan, fungsi trombosit juga dapat di ukur, termasuk
inhibisi trombosit.

V. Efek Anethesia pada Fungsi Hepatik

Aliran darah biasanya menurun pada saat dan selama anesthesia regional dan genera,
dan banyak faktor yang bertanggung jawab pada hal terbutm, termasuk efek langsung dan
efek tidak langsung dari agen anesthesi itu sendiri, tipe ventilasi yang bekerja, dan type
pembedahan yang sedang di jalankan.

Penurunan pada output cardiac mampu mengurangi aliran darah hepatik melalui
aktivasi reflek symphatheic, yaitu vasoconstricts arterial dan pembulu darah splanchnic
vasculature.

Efek hemodynamic pada ventilasi dapat juga memberikan hasil yang signifikan pada
aliran darah hepatik. Mengkontrol ventilasi tekanan-positif dengaan tekanan udara tinggi dan
rata untuk mengurangi kesempatan pembulu darah krmbali ke jantung dan mengurangi output
cardiac; pun mekanisme juga mampu untuk mengkompromikan tekanan darah hepatik. Bekas

Fisiology Hepatik dan Anesthesia 13


tersebut dapat meningkatkan tekanan darah hepatik, dimana di kemudiannya dapat
mengurangi tekanan darah dan meningkatkan sympathetic tone. Positive end expiratory
pressure (PEEP) menekankan lebih jauh pada efek ini.

Prosedur pembedahan yang berdekatan dengan liver dapat menurunkan tekanan darah
hepatik hingga 60%. meskipun mekanismenya masih kuran cukup jelas, namun mereka lebih
suka untuk memasukkan aktivasi sympathetic , rfleksi lokal, dan pegkompresasian pembuluh
langsung pada portal dan sirkulasi hepatik.

β-Adrenergic blockers, α1- Adrenergic agonistists, H2-receptor blockers vasopressin


mengurangi aliran darah hepatik. Infusi dopamin dengan dosis rendah memiliki kemungkinan
untuk meningkatakan aliran darah pada liver.

V.1 Fungsi Metabolisme

Efek dari agen anesthesi agen pada perantara metabolisme hepatik memasukan
karbohidrat, lemak, dan protein yang secara lemah di batasi. tekanan endocrine merespon
pada kedua pada masa puasa dan trauma pembedahan yang secara umum terobservasi.
tekanan neuroendochrine yang merespon pada pembedahan dan trauma di kategorikan level
kenaikan sirkulasi dari catecholamines, glucagon, dan cartsol, dan hasil dari mobilasi
penyimpanan karbohidrat dan protein, menyebabkan hyperglycemia dan keseimbangan
nitrogen negatif (Catabolisme). Tekanan neuroendoktrin merespon pada setidaknya
pembagian yang buntu oleh regional anesthesia (?)deep anesthesia general, dan/atau blokade
pharmacologikal sistem simpathetik, dengan anesthesia regional yang memiliki efek paling
beranfaat pada katabolisme. Semua opioid dapat berpotensi untuk kejang pada sfingter Oddi
dan meningkatkan tekanan biliari. Naloxone dan glukagon, kemungkinan dapat meredakan
kejang akibat induksi opioid. prosedur tertutup yang dekat pada liver secara frekuensi
menghasilkan kenaikan yang sedang pada dehydrogenase dan konsentrasi transminase tanpa
perlu memperhatikan agen anesthesi atau teknik pekerjaan. Saat hasil dari tes fungsi liver
meningkat saat pasca operasi, penyebab umum dari hal tersebut adalah dari pokok penyakit
liver tersebut atau prosedur pembedahannya. persistent abnormalitas pada pengujian liver
memungkinkan indikasi dari hapatitis viral (umumnya terelasi dengan transfusi), sepsis,
reaksi idiosyncratic obat, atau juga komplikasi pada pembedahan. penyakit kuning pada masa
pascaoperasi dapat di sebabkan dari banyak faktor, namun penyebab yang paling umum

Fisiology Hepatik dan Anesthesia 14


adalah berlebihnya produksi bilirium karena resorpsi yang besar pada hematona atau sel
darah merah yang rusak karena transfusi.meskipun demikian, penyebab lain juga harus di
pertimbangkan dengan serius. diagnosa yang enar membutuhkan observasi yang sangat hati-
hati pada fungsi hati pra-operasi, intra operasi, dan pasca operasi., seperti transfusi hipotensi
berkelanjutan atau hipoxemia, dan exposure obat obatan. pada saat agen anesthesi
menggunakan volatil yang minimal, pun apabila ada, efek yang berlawanan dengan
hepatocytes.

VI. Anesthesia pada Pasien dengan Penyakit Liver

Kunci Konsep

1.Karena Resiko morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada peroperatif, maka penderita
hepatitis akut seharusnya melakukan operasi elektif sampai dengan reda gajala hepatitisnya
dibuktikan pemeriksaan fungsi liver

2. Isofluran dan sevofluran merupakan agen inhalasi pilihan karena mampu mempertahankan
hepatic flow dn delivery oksigen

Fisiology Hepatik dan Anesthesia 15


3. Pada pasien dengan hepatitis kronis , tes laboratoris mungkin menunjukkan peningkatan
ringan kadar aminotransferase dan sering berkorelasi dengan penyakit liver yang berat.

4.Kurang lebih 10% dari pasien yang menderita sirosis hepatis mengalami Peritonitis
bakterial spontan Ataupun hepatoceluular carcinoma.

5. Perdarahan masiv dari varises esofagus merupakan faktor mayor morbiditas dan mortaltas
karena efeknya pada kardiovaskuler berupa kehilangan darah akibat pedarahan akut dan
hepatic encephalopathy akibat penyerapan produk akhir nitrogen akibat pemecahan darah.

6. Perubahan kardiovaskuler pada pasien sirosis hepatis biasanya merupakan kondisi


hiperdinamik. Cardiac myopathy sering sulit untuk diketahui dari awal.

7. Efek sirosis hepatis pada resistensi kapiler paru mungkin berdampak pada hipoksemia
kronis.

8. Hepatorenal syndrome adalah penurunan fungsi renal pada pasien sirosis hepatis yang
ditandai oliguria progresif , azotemia, ascites.

9.Faktor yang mempresipitasi hepatic encephalopathy antara lain perdarahan gastrointestinal,


infeksi. hipokalemi akibat mual muntah atau diuresis

10. Pengembalian cairan cairan intravena yang agresif dioerlukan untuk mencagah hipotensi
dan gagal ginal

Prevalensi penyakit liver meningkat pada Amerika Serikat. Chirrosis, sebagai


terminal pathology dalam mayoritas penyakit liver, memiliki populasi insiden sebesar 5%
dalam beberapi seri autopsi. hal tersebut merupakan penyebab kematian pria pada dekade ke
4 dan 5 dalam hidup, dan peringkat mortal meningkat. 10% dari pasien dengan penyakit liver
menjalani prosedur operatif selama 2 tahun terakhir pada hidup mereka. Liver memiliki fugsi
penyimpanan yag luar biasa, dan manifestasi klinikal daripenyakit hepatik biasanya absen
sampai kerusakan ekstensif dapat terjadi. Saat pasien dengan reserve hepatik yang datang
pada ruang operasi, efek dari anastesia dan prosedur pembedahan dapat menyebabkan
dekompensasi hepatik yang lebih jauh, yang menuntun pada kegagalan hepatik yang nyata.

Fisiology Hepatik dan Anesthesia 16


VI.1 Koagulasi pada Penyakit Liver

Pada penyakit liver kronis, penyebab dari terlalu banyaknya pendarahan terutama
yang melibatkan thrombocytopenia parah, disfungsi endothelial , hypertensi portal, gagal
ginjal, dan sepsis.meskipun begitu, perubahan hemostatic yang terjadi dengan penyakit liver
dapat menyebabkan hypercoagulation dan thrombosis, seperti peningkatan resko pendarahan.
kerusakan gumpalan kemungkinan dapat di tinggikan dengan fibrinolytic yang tidak
seimbang.

Penyakit liver kronis terkarakterisasi dengan faktor coagulatiom yang terganggu, hasil
pada prolongation prothrombine time (PT) dan internasional normalize ratio (INR). faktor
anticoagulant (protein C, anti trombin, jaringan faktor jalur inhibitor ) juga mengurangi dan
kemungkinan menyeimbangkan tiap efek sepanjang PT. hal ini juga memungkinkan
pengonfirmasian penilaian generasi thrombin dalam endolethial-produced thrombomodulin
yang ada. Produktrombin yang memadai membutuhkan jumlah trombosit fungsional yang
memadai pula. Jika jumlah hitungan trombosit adalah >60.000/µL, coagulasi mungkin akan
normal pada pasen dengan sirosis yang parah.

Pasien dengan sirosis biasanya memiliki hyperfibrinolysis. namun, ada sebuah


keseimbangan yg halus antara aktifator inaktifator. yang mengatur konversi plasminogen
pada plasmin, dan, oleh karena itu, tes laboratorium individual mungkin tidak akan memberi
gambaran nyata keadaan fibrinolysis. Thromboelastoghrafi (TEG), rotasi

Fisiology Hepatik dan Anesthesia 17


thromboloelastrometry (ROTEM), dan sonoclot, teknologi-teknologi merupakan metode
yang optimal untuk mendemonstrasikan keadaan global coagulasi siste, pada waktu yang
spesifik pada waktu dan pada pasien dengan penyakit liver.

VI.2 Hepatitis Akut

Hepatitis akut biasanya merupakan hasil dari infeksi viral, reaksi obat-obatan, atau
eksposur pada hepatotoxin. Sakit tersebut merepresentasikan kerusakan pada derajat variabel
necrosis. manifestasi klinis bergantung pada hasil pada reaksi inflimantory, dan, lebih
penting, derajat necrosis. reaksi inflamantasi ringan mungkin hanya akan memberikan elevasi
asymptomanic biasa pada serum transaminase, namun hasil necrosis hepatik yang masif
sebagai kegagalan fulminan hepatik akut.

VI.1.1 Hepatitis Viral

Hepatitis viral umumnya ada pada hepatitis A, hepatitis B, atau infeksi viral hepatitis
C. Setidaknya dua virus hepatitis lainnya juga telah di identifikasi: Hepatitis D (virus delta)
dan hepatitis E (enteric non-A, non-B). Hepatitis tipe A dan E tertransmisi oleh rute fecal-
oral; sedang hepatitis tipe B dan C tertransmisi secara perkutan dan kontak dengan cairan
tubuh. Hepatitis D merupakan type yang unik karena dapat bertransmisi dengan kedua rute
diatas dan membutuhkan adanya virus hepatitis B untuk membuat lebih infektif. virus lain
juga mampu meng menyebabkan hepatitis, termasuk Epstein-Bar, herpes simplex,
cytomegalovirus, dan virus coxsackie.

Pasien dengan hepatitis viral seringkali memiliki masa mild prodromal illness
(kelelahan, perasaan tidak enak, demam, mual, dan muntah) delama 1 sampai 2 minggu dan
ada juga yg di sertai dengan penyakit kuning dan tidak. penyakit kuning secara tipikal
bertahan dari 2 hingga 12 minggu, namun untuk penyembuhan total, seperti yang telah di
buktikan pada pengukuran oleh serum transaminase biasanya memakan waktu hingga 4
bulan. Karena overlap pada manifestasi klinik tes serologikal penting untuk menentukan agen
viral causative. pada perkuliahan klinis cenderung lrbih rumit dan lama dengan virus hepatitis
B dan C di bandingkan dengan jenis virus hepatitis lainnya. Kolestasis dapat menjadi
manifestasi mayor.jarang sekali, kegagalan fulminan hepatik (nekrosis hepatik masif) dapat

Fisiology Hepatik dan Anesthesia 18


berkembang. Insinen dari hepatitis aktif kronis adalah 3% sampai 10 % pada saat terinfeksi
virus hepatitis B dan paling sedikit 50% infeksi tersebut di ikuti denganvirus hepatitis C.
Presentase pasien yang kecil (terutama pasien dengan penekasan kekebalan dan pasien
dengan resimen hemodialis jangka panjang) menjadi pembawa infeksi menular tanpa gejala
dan sampai 30 %pasien ini tetap menular dengan hepatitis B (anti HbsAg) bertahan pada
darah mereka.Sebagian besar pasien dengan infeksi hepatitis C kronis tampaknya memiliki
sirkulasi partikel virus yang sangat rendah, inttermitent, atau tidak ada dan karena itu tidak
terlalu banya menginfeksi. Sekitar 0.5% sampai 19% pasien yang terinfeksi hepatitis
pembawa peyakit menular tanpa gejala, dan infektivitas berkolerasi dengan deteksi
viralhepatitis RNA pada tepi darah. pebawa infeksius semacam itu menimbulkan bahaya
kesehatan utama bagi personil pada ruang operasi. Selain tindakan pencegahan universal
“untuk menghindari kontak langsung dengan darah dan sekresi (Sarung tangan, masker,
pelindung mata, dan bukan jarum suntik ) imunisasi pada petugas kesehatan sangat efektif
terhadap infeksi hepatitis B. Dan vaksin untuk virus hepatitis C tampaknya belum tersedia.
Selain itu, tidak seperti infeksi hepatitis B, infeksi hepatitis C tampaknya tidak memberi
kekebalan pada ekposur selanjutnya. Profilaksis pasca eksposure dengan globulin
hyperimmune sangat efektif untuk hepatitis B, namun bukan untk hepatitis C

VI.1.2 Hepatitis yang Diinduksi Oleh Obat

hepatitis yang di induksi oleh obat daritoksidasi obat atau metabolit dosis secara
langsung, tergantung pada dosisnya, reaksi obat istimewa, atau kombinasi dari kedua
penyebab ini. perkuliahan klinis kerap membuat membuat pembelajaran dengan yang serupa
fengan virus hepatitis, dan haltersebut membuat diagnosa menjadi susah. hepatitis alkoholik
mungkin adalah bentuk yang paling umum dari hepatitis yang di induksi oleh obat, namun
etiologi mungkin tidak terlihat dari sejarah. konsumsi alkohol secara kronis dan berlebihan
juga menyebabkab hepato-megaly dari infiltrasi lemak hati. yang merefleksikan oksidasi
asam lemak yang terganggu, peningkatan serapandan esterifikasi asam lemak, dan sintesis
dan sekresi lipoprotein yang berkurang. Konsumsi asetaminofen 25 g atau lebih biasanya
menghasilkan hepa totoksisitas fatal fulmilan. Beberapa obar, seperti chlororomazine dan
kontrasepsi oral, dapat menybabkan reaksi tipe cholestatic.

Fisiology Hepatik dan Anesthesia 19


Hepatitis Kronis

Hepatitis kronis didefinisikan sebagai inflamasi persisten hepar selama lebih dari 6
bulan.ditandai dengan peningkatan serum aminotransferase. Pasien bisa digolongkan menjadi
3 bagian yaitu Kronik persisten hepatitis, Kronik lobular hepatitis, dan kronik aktif hepatitis.

Pasien dengan kronik aktif hepatitis mengalami inflamasi dengan perusakan arsitektur liver.
Pada umumnya merupakan sequele dari infeksi hepatitis B atau hepatitis C. Pasien biasanya
akan mengeluhkan fatigue (kelelahan) yang bersifat kronis , jaundice yang berulang

Manajemen anestesi pada hepatitis kronis

Pasien yang menderita kronik aktif hepatitis harus diasumsikan telah menjadi sirosis.
Sirosis hepatis meupakan suatu kondisi serius dan berkembang progresif ke arah kegagalan
fungsi liver.Distorsi dari arsitektur normal hati menutup aliran vena portal dan memicu
adanya hipertensi portal. Sedangkan gangguan pada fungsi sintesis dan metabolik akan
berakibat pada gangguan multisystem.Tanda dan gejala klinis seringkali kurang berkorelasi
dengan tingkat keparahan penyakit. Jaundicedan ascites paling banyak dijumpai pada
penderita hepatitis kronis. Sirosis berkaitan dengan terjadinya 3 komplikasi mayor yaitu 1)
Perdarahan vakibat varice esofagus. 2) ascites dan hepatorenal syndrome 3) Hepatic
encephalopathy.

Konsiderasi Pre opreatif

Keberhasilan manajemen anestesi pada pasien sirosis tergantung pada pengenalan dan
pengendalian komplikasinya

Fisiology Hepatik dan Anesthesia 20


Manifestasi Gastrointestinal

Hipertensi Portal memicu terjadinya kolateral venal portosistemik. 4 tempat yang


biasanya terdampak anntara lain : Vena gastro esofagus, Vena Hemoroidal , periumbilikal
dan retroperitoneal.

Perdarahan akibat loss pada varices esofagus harus ditatalaksana (koreksi) dan
perdarahan harus dihentikan dengan metode surgikal maupun non surgikal. Pada metode non
surgikal bisa digunakan vasopresin , somatostatin dan propanolol. Tindakan surgikal antara
lain pemasangan SB tube atau bis menggunakan percutaneous trans jugular intrahepatik
portosystemic shunt.

Fisiology Hepatik dan Anesthesia 21


Manifestasi hematologik

Pada kasus sirosis didapatkan Anemia dan trombositopenia. Penyebab anemia bersifat
multifaktorial. dalam hal ini bisa disebabkan oleh kehilangan darah akut, peningkatan
destruksi sel darah merah , supresi bone marrow dan defisiensi nutrisi. Splenomegali
merupakan penyebab trombositopenia dan lekopenia. sedangkan defisiensi faktor koagulasi
terjadi akibat kegagalan fungs sintesis dari liver. Hal ini memicu adanya fibrinolisis dan
kondisi ini perlu dikoreksi sebelum dilakukan tindakan bedah. Terapi yang diberkan adalah
pemberian Fresh frozen plasma atau Cryoprecipitate. Pemberian transfusi Trombosit
dipertimbangkan jika hitung trombosit kurang dari 75.000 /mcL

Manifestasi Sirkulasi

Pada pasien sirosis didapatkan kondisi hiperdinamik dan bisa terjadi cirrhotic cardiac
myopathy. pada kondisi ini didapatkan penuruna respon kontraktil kardiak , down regulasi
pada reseptor Beta adrenergik. Disarankan pemeriksaan echocardiography.

Hepato renal Syndrome

Efek dari sirosis epatis pada paru adalah terjadinya chronic hypoxemia hal ini
menyebakan terjadinya shunting dan peningkatan Aa gradient.

Fisiology Hepatik dan Anesthesia 22


Porto Pulmonary Hypertension

Pulmonary vaccular remodelling mungkin terjadi pada pasien dengan chronic liver disese. Porto
pulmonary hpertensi dideskripsikan sebagai peningkatan tekanan pulmoner akibat gangguan aliran
sistem portal. Hipertensi portopulmoner ditandai dengan mean Pulmonary artery pressure >
25mmHg , PVR > 240 dyn.

POPH diklasifikasikan menjadi mild , moderate dan severe POPH.

Fisiology Hepatik dan Anesthesia 23


Manifestasi Respirasi

Pada pasien dengan sirosis sering didapatkan hyperventilasi. Faktor yang berpengaruh antara lain :

Chronic hypoxemia

L to R shunting

Penurunan ekspansi paru akibat naiknya diafragma yang dipicu oleh ascites.

Disarankan untuk pemeriksaan analisa gas darah dan chest radiography. Parasentesis
direkomendasikan pada kasus masive ascites dan pulmonary compromised. Namun harus dilakukan
dengan hati hati untuk mencegah kolaps kardiovaskuler.

Fisiology Hepatik dan Anesthesia 24


Daftar Pustaka

Mikhail , Morgan. 2013.Clinical Anesthesiology . Chapter 32 -33 Hepatic Physiology and anesthesia -
Anesthesia for Patient with Liver disease page 707 – 720.New York.Mc Graw Hill Publish.

Fisiology Hepatik dan Anesthesia 25


Fisiology Hepatik dan Anesthesia 26

Вам также может понравиться