Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Carpal tunnel syndrome adalah kumpulan gejala khas dan tanda-tanda yang
terjadi termasuk kompresi saraf medianus dalam terowongan karpal. Gejala yang
termasuk adalah mati rasa, paresetesia, dan nyeri pada distribusi saraf medianus. Gejala
ini mungkin atau tidak disertai dengan perubahan obyektif dalam sensasi dan kekuatan
struktur medianus yang diinervasi di tangan.3
Sindroma ini dulu juga dikenal sebagai acroparesthesia, median thenar neuritis,
atau partial thenar atrophy. Diagnosis carpal tunnel syndrome berupa adanya nyeri, mati
rasa dan kesemutan yang dapat menjalar hingga pundak dan leher, gangguan ini sering
terjadi di malam hari saat tidur dengan posisi tidur berbaring ke satu sisi. Untuk
mencegah terjadinya carpal tunnel syndrome akibat aktivitas repetitif yang
menimbulkan mati rasa dan nyeri, perlu dilakukan gerakan pergelangan tangan, tangan
dan jari tangan. Selain itu, pengobatan yang efektif bagi penderita carpal tunnel
syndrome dengan menggunakan splint (balut tangan), injeksi kortikosteroid dan
pembedahan.4
3.2 Anatomi
15
jari jempol dan terletak di bagian distal lekukan dalam pergelangan tangan dan berlanjut
ke bagian lengan bawah di regio cubiti sekitar 3 cm.
16
pollicis brevis yang diikuti dengan hilangnya kemampuan sensorik ligametum carpi
transversum yang dipersarafi oleh bagian distal N. Medianus.
3.3 Epidemiologi
Epidemiologi carpal tunnel syndrome di USA 1-3 kasus dari 1000 populasi per
tahun. Insiden mungkin meningkat menjadi 50 per 1000 subyek per tahun dengan
prevalensi rata-rata 50 kasus per 1000 subyek di populasi yang beresiko tinggi.
Berdasarkan mortalitas dan morbiditas, carpal tunnel syndrome tidak lah fatal tetapi
bisa menyebabkan kerusakan saraf medianus yang irreversibel dengan konsekuensi
kehilangan fungsi tangan yang berat dan tidak bisa diterapi lagi. Untuk perbandingan
rasio nya wanita dan laki-laki 10:1. Berdasarkan usia, carpal tunnel syndrome rentan
terjadi pada usia 45-60 tahun. Hanya 10% pasien yang menderita CTS pada umur
dibawah 30 tahun.5
3.4 Etiologi
Terowongan karpal yang sempit selain dilalui oleh saraf medianus juga dilalui
beberapa tendon fleksor. Setiap kondisi yang mengakibatkan semakin padatnya
terowongan ini dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada saraf medianus sehingga
timbul carpal tunnel syndrome.
Pada sebagian kasus, etiologinya tidak diketahui terutama pada penderita lanjut
usia. Beberapa penulis menghubungkan gerakan yang berulang-ulang pada pergelangan
tangan dengan bertambahnya resiko menderita gangguan pada pergelangan tangan
termasuk carpal tunnel syndrome
17
2. Trauma : dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah,
pergelangan tangan. Sprain pada pergelangan tangan. Trauma langsung terhadap
pergelangan tangan.
9. Degeneratif : osteoartritis
10. Iatrogenik : punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk dialisis,
hematoma, komplikasi dan terapi anti koagulan
12. Inflamasi : inflamasi dari membran mukosa yang mengelilingi tendon yang
menyebabkan saraf medianus tertekan.
3.5 Patogenesis
18
Akibatnya aliran darah vena intravaskular melambat. Kongesti yang terjadi akan
mengganggu nutrisi intravaskular lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel.
Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema
epineural. Keadaan ini menyebabkan keluhan nyeri dan bengkak yang terutama timbul
pada malam hari. Pada pagi hari akan terasa berkurang setelah tangan digerak-gerakan
atau diurut. Apabila keadaan ini terus berlanjut maka akan terjadi fibrosis epineural
yang merusak serabut saraf. Lalu saraf menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat
yang mengakibatkan fungsinsaraf medianus terganggu secara menyeluruh.
Pada carpal tunnel syndrome akut biasanya terjadi penekanan yang melebihi
tekanan perfusi kapiler sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik
saraf. Keadaan iskemik ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan intravaskular yang
menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi yang
menyebabkan edema sehingga aliran darah ke saraf terganggu. Akibatnya kerusakan
pada saraf tersebut.
Tekanan langsung pada saraf perifer dapat pula menimbulkan invaginasi nodus
ranvier dan demielinisasi lokal sehingga konduksi saraf terganggu.8
Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja. Gangguan
motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal biasanya berupa parestesia,
hilangnya sensasi atau rasa seperti terkena aliran listrik pada jari dan setengah sisi radial
jari walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh jari-jari. Keluhan paresetesi
biasanya lebih menonjol di malam hari.
Gejala lainnya adalah nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih berat pada
malam hari sehinga sering membangunkan penderita dari tidurnya. Rasa nyeri ini
umumnya agak berkurang bila penderita memijat atau menggerak-gerakan tangannya
atau dengan meletakan tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan
berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya. Bila penyakit
berlanjut, rasa nyeri dapat bertambah berat dengan frekuensi serangan yang semakin
sering bahkan dapat menetap. Kadang-kadang rasa nyeri dapat terus terasa sampai ke
19
lengan atas dan leher, sedangkan parestesia umumnya terbatas di daerah distal
pergelangan tangan.
Dapat pula dijumpai pembengkakan dan kekauan pada jari-jari, tangan, dan
pergelangan tangan terutama di pagi hari. Gejala ini akan berkurang setelah penderita
mulai mempergunakan tangannya. Hipestesia pata dijumpai pada daerah yang impuls
sensoriknya diinervasi oleh nervus medianus.
Pada tahap yang lebih lanjut penderita mengeluh jari-jarinya menjadi kurang
terampil misalnya saat menyulam atau memungut benda-benda kecil. Kelemahan pada
tangan juga dapat dijumpai, sering dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang
dialami penderita sewaktu mencoba memutar tutup botol atau menggenggam. Pada
penderita carpal tunnel syndrome pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot
thenar dan otot-otot lainnya yang diinervasi oleh saraf medianus.7
3.6 Diagnosis
1. Pemeriksaan fisik
a. Flick’s sign
Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakan jari-
jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa.
b. Thenar wasting
Pada inspeksi dan palpasi terdapat atrofi otot-otot thenar.
c. Wrist extension test
Penderita melakukan ekstensi secara maksimal, sebaiknya dilakukan secara
serentak pada kedua tangan sehingga dapat dibandingkan. Bila dalam 60
20
detik timbul gejala-gejala seperti carpal tunnel syndrome, maka tes ini
menyokong.
d. Phalen’s test
Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam waktu 60
detik timbul gejala seperti carpal tunnel syndrome, tes ini menyokong
diagnosis.
e. Torniquet test
Dilakukan pemasangan tourniquet dengan menggunakan tensimeter diatas
siku dengan tekanan sedikit diatas sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala
CTS maka tes ini menyokong.
f. Tinel’s sign
Tes ini mendukung diagnosis bila timbul parestesia atau nyeri pada daerah
distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada terowongan karpal
dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.
g. Pressure test
Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan menggunakan ibu
jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti CTS, tes
ini menyokong
h. Luthy’s sign:
Penderita diminta melingkari bu jari dan jari telunjuk pada botol atau gelas.
Bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya dengan rapat
maka tes ini menyokong diagnosa.
i. Pemeriksaan fungsi otonom
Diperhatikan adakah perbedaan keringat, kulit yang kering atau licin yang
terbatas pada daerah inervasi nervus medianus.
j. Pemeriksaan sensibilitas
Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-point discrimination)
pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes dianggap positif.
21
beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot lumbrikal. EMG bisa
normal pada 31% kasus carpal tunnel syndrome.
b. Kecepatan hantar saraf pada 15-20% kasus bisa normal. Pada yang lainnya
KHS akan menurun dan masa latent distal dapat memanjang, menunjukan
adanya gangguan pada konduksi saraf di pergelangan tangan. Masa laten
sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik.
3. Pemerksaan radilogis
4. Pemeriksaan laboratorium
Bila etiologi dari CTS belum jelas seperti pada usia muda tanpa adanya gerakan
tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti kadar gula
darah, kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap.
3.7 Terapi
Terapi yang ditujukan pada carpal tunnel syndrome adalah terapi terhadap
penyakit yang mendasari keadaan tersebut atau penyakit yang menyebabkan
terjadinya carpal tunnel syndrome. Oleh karena itu sebaiknya terapi dibagi menjadi 2
kelompok, yaitu:10
a. Terapi konservatif
22
karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada lokasi 1 cm ke
arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah medial tendon
musculus palmaris longus. Bila belum berhasil, suntikan dapat diulangi
setelah 2 minggu atau lebih. Tindakan operasi dapat dipertimbangkan
bila hasil terapi belum memuaskan setelah diberi 3 kali suntikan.
b. Terapi operatif
2. Terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasri Carpal Tunnel Syndrome
23
Perbaiki cara memegang atau menggenggam alat benda. Gunakanlah
seluruh tangan dan jari-jari untuk menggenggam sebuah benda, jangan
hanya menggunakan ibu jari dan telunjuk.
3.8 Pencegahan
Salah satu cara menhindari Carpal tunnel syndrome adalah dengan cara jika
melakukan sesuatu yang banyak menimbulkan pergerakan pada pergelangan tangan
dianjurkan untuk berhenti sejenak setiap 15-20 menit dengan melakukan stretching agar
pergelangan tangan tidak terekspos terus-menerus. Menjaga tangan tetap hangat karena
tangan lebih mudah terasa sakit bila dalam suhu dingin. Perbaiki postur tubuh karena
potur tubuh yang salah dapat menyebabkan posisi bahu sedikit kedepan sehingga pada
posisi ini otot leher dan bahu akan memendek dan menekan saraf-saraf leher yang dapat
mempengaruhipergelangan tangan, jari da tangan.11
24
3.9 Komplikasi
3.10 Prognosis
Pada kasus carpal tunnel syndrome ringan maka prognosisnya adalah baik.
Apabila pada kasus yang membutuhkan tindakan operasi, secara umum prognosanya
juga baik tetapi penyembuhan post operatifnya bertahap. Namun pada kasus yang lebih
parah, dapat terjadi gangguan N.Ulnaris yang ireversibel sehingga menyebabkan
gangguan fungsi tangan. Pada beberapa profesi, hal ini dapat mengganggu kualitas
hidup penderita.
Bila setelah operasi tidak mengalami perbaikan, kemungkinan yang terjadi adalah:
3. Terjadi carpal tunnel syndrome yang baru sebagai akibat komplikasi operasi
seperti akibat edema, perlengketan, infeksi, hematom atau jaringan hipertrofik.
25
BAB IV
ANALISIS KASUS
26
KESIMPULAN
Carpal tunnel syndrome adalah keadaan yang sering terjadi karena pergelangan
tangan merupakan salah satu alat gerak yang sering digunakan dan memilki mobilitas
yang tinggi. Penggunaan alat gerak dengan cara yang tidak tepat dan penggunaan yang
berlebihan dapat menimbulkan gejala atau dampak yang mengganggu aktivitas sehari-
hari. Berdasarkan epidemiologinya, wanita, obesitas dan usia sekitar 40-60 tahun
memilki resiko lebih tinggi dibanding yang lainnya. Penyebab adanya sindroma ini yang
aling sering adalah penggunaan yang berlebihan dari sendi pergelangan tangan atau
penggunaan sendi yang tidak baik dan terjadi terus-menerus. Salah satu untuk
menangani gejala tersebut adalah dengan melakukan istirahat terhadap sendi
pergelangan tersebut dan tidak menggunakannya secara berlebihan. Pemberian obat-
obatan penghilang nyeri secara oral dapat juga membantu mengurangi keluhan tersebut
tetapi tidak lah bertahan lama apabila aktivitas dari pergerakan pergelangan tangan tidak
di modifikasi dengan baik.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Dejong RN. The Neurological Examination Revised by AF. Haerer, 5th ed, JB
Lippincott, Philadelphia, 1992; 557-9.
2. Maurice Victor, Allan H. Ropper “ Disease of Spinal Cord, Peripheral Nerve and
Muscle”. Adams and Victors Principle’s of neurology. 7th ed. USA: Mc Graw-
Hill, 2011: 1433-4.
5. De krom NC, Krips child PG, Kesler AD, et al. Carpal Tunnel Syndrome:
prevalence in the general population. J.clin. 2002: 373-6.
7. Adams RD, Victor M, Ropper AH. Principles of Neurology. 6th ed. New york:
Mc Graw-Hill; 2007.p 1358-9.
8. Weimer LH. Nerve and Muscle disease. In: Marshall RS, Mayer SA, ed. On call
neurology. Philadelphia.
9. Dejong RN. The Neurological Examination Revised by AF. Haerer, 5th ed, JB
Lippincott, Philadelphia, 1992; 557-9.
10. Walshe III. Manual of neurology therapeutics. 5th ed. Boston: little Brown and
co; 1995.p 381-2.
28
29