Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Hasil riset Gallup itu menunjukkan hanya 8% karyawan di Indonesia yang benar-
benar memiliki level engagement yang tinggi, komitmen dan motivasi kuat
dengan pekerjaannya. Sisanya, atau 92 % hanya melakukan pekerjaannya
dengan gitu-gitu saja : berangkat, tugas selesai, pulang, lalu terima gaji di akhir
bulan.
Di dunia, hasilnya juga relatif sama, hanya sekitar 13% yang punya high
engagement level dengan pekerjaannya.
Kenapa bisa begitu? Kenapa mayoritas karyawan di Indonesia dan dunia tidak
memiliki motivasi yang begitu kuat terhadap pekerjaanya? Ada tiga faktor kunci
yang bisa menjelaskan fakta kelam ini.
Sejatinya ada beragam faktor yang bisa menjelaskan kenapa seorang karyawan
tidak begitu termotivasi dengan pekerjaannya.
Hampir selalu faktor rendahnya gaji merupakan faktor yang membuat motivasi
karyawan meleleh.
Beban kerjanya banyak. Berangkat kerja pagi, pulang petang, macet di jalanan.
Sudah begitu, gajinya hanya pas-pasan untuk hidup. *Sakitnya tuh disini* *sambil
tunjuk silit*
Saya juga sering melakukan survei kepuasan karyawan untuk berbagai klien,
dan faktor salary ini selalu yang mendapatkan skor paling rendah.
Berdasar temuan riset, siklusnya adalah seperti ini : gaji mak nyus > lalu mampu
attract dan retain great employees > kemudian produktivitas kerja meningkat >
lalu kinerja bisnis melambung > sehingga profit naik > akibatnya gaji makin mak
nyus.
Siklus yang sebaliknya berwarna muram : gajinya ya gitu deh > motivasi kerja
karyawan menurun > kreativitas dan produktivitas menurun > lalu kinerja bisnis
nyungsep > lalu profit stagnan > akibatnya gaji ikut-ukutan stagnan > capek deh.
Disini kita mungkin layak mengenang kembali kalimat klasik yang bunyinya
seperti ini : if you pay peanuts, you will only get monkeys. Dan monkeys tak akan
pernah bisa membuat bisnismu berjaya.
Saat otaknya dipotret dengan alat MRI, karyawan yang pekerjaannya monoton
dan repetitif maka sel sarafnya benar-benar terlihat seperti mati. Layu dalam
makna yang sebenar-benarnya.
Itulah kenapa seseorang yang melakukan pekerjaan repetitif dan monoton, acap
merasa otaknya menjadi mandul dan jumud. Mungkin memang karena sel-sel
otaknya layu, tidak bisa mekar dan redup atau tidak fresh.
Sense of progress. Ini adalah kata kunci yang amat menetukan level motivasi
seseorang. Hanya dengan sense of progress, orang masih tetap bisa memiliki
harapan dan motivasi.
Sebaliknya, saat sense of progress itu lenyap, maka harapan seseorang juga
pelan-pelan pudar. Dan saat harapan telah benar-benar hilang, sesungguhnya
jalan ceritamu juga sudah usai. Tak ada motivasi lagi untuk melanjutkan sejarah
kehidupan.
Itulah yang terjadi dengan kamandekan karir atau tidak adanya sistem dan
jenjang karir yang jelas. Tak ada lagi sense of progress atau pergerakan karir
yang melentingkan harapan dan motivasi.
Namun kalaupun gaji Anda masih rendah atau karir Anda mentok, jangan pernah
mengeluh. Sebab mengeluh tidak akan pernah memberimu jalan keluar.
Mengeluh hanya akan membuatmu makin tenggelam dalam lorong
ketidakberdayaan.