Вы находитесь на странице: 1из 18

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 1

BAB I PENDAHULUAN 2

A. Tinjauan Pustaka...........................................................................................2
B. Rumusan Masalah.........................................................................................9
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................9
BAB II CARA KERJA PRAKTIKUM 11

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 12

A. Latar Belakang Kasus.................................................................................12


B. Tahapan Pre-Interaksi.................................................................................12
BAB IV PENUTUP 17

A. Kesimpulan.................................................................................................17
B. Saran............................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA 18

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Tinjauan Pustaka
Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan,
emosi, keahlian dan lain-lain melalui penggunaan simbol seperti kata-
kata, gambar-gambar, angka-angka, dan lain lain (Barelson dan Stainer,
1964). Terdapat beberapa komponen dalam komunikasi seperti :

a. Komunikator/pengirim pesan
b. Komunikan/ penerima pesan, yaitu orang yang menerima berita atau
lambang
c. Pesan, yaitu berita yang disampaikan oleh pengirim pesan melalui
lambing, pembicara, gerakkan atau sikap
d. Media, yaitusarana atau saluran dari komunikasi. Dapat berupa media
cetak, audio, visual, atau audio visual
e. Umpan balik, yaitu reaksi komunikan sebagai sebagai dampak atau
pengaruh dari pesan yang disampaikan, baik secara langsung maupun
tidak langsung

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan


secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan
salah satu bagian kegiatan dari asuhan keperawatan yang harus dilakukan
oleh seorang konselor adalah pengkajian.

Tujuan dari pengkajian adalah untuk mendapatkan data dasar dari


kondisi pasien. Data dasar ini meliputi identitas pasien, riwayat kesehatan
dan juga diagnosa keperawatan. Data dasar dari pasien didapatkan dari
wawancara, observasi/pengamatan, pemeriksaan fisik, tes diagnosa,
dokumentasi/rekam medik pasien.

2
Wawancara adalah pola komunikasi yang mempuyai tujuan yang
spesifik yaitu : untuk mendapatkan data tentang identitas pasien, riwayat
kesehatan, kebutuhan kesehatan pasien dan pola hidup pasien.

Informasi yang didapat dari wawancara mencakup 4 aspek :

1. Fisik, untuk menggambarkan fungsi secara normal dan perubahan fisik


dari klien.
2. Psikologis, mencakup dua hal yaitu emosi (mood, persepsi, body image,
konsep diri, aktifitas seksual) dan intelektual (penampilan intelektual,
kemampuan penyelesaian masalah, tingkat pendidikan, pola komunikasi,
rentang perhatian).
3. Sosial, mengenai lingkungan klien, budaya, etnik, dan pola sosial)
4. Spiritual, mengenail nilai, kepercayaan, dan praktek keagamaan.

Ciri-ciri komunikasi terapeutik ( arwani, 2003: 54)


1. Ikhlas ( genuness)
Semua perasaan negatif yang dimiliki oleh pasien baru bisa
diterima dan pendekatan individu dengan verabal maupun nonverbal
akan memberikan bantuan kepada pasien untuk mengkomunikasikan
kondisinya secara tepat
2. Empati ( emphty)
Merupakan sikap jujur dalam menerima kondisi pasien. Objektif
dalam memberikan penilian pada mkondisi pasien yang tidak berlebihan.
3. Hangat ( warmth).
Kehangatan dan sikap permisif yang diberikan diharapkan pasien
dapat memberikan dan mewujudkan ide-idenya tanpa rasa takut,
sehingga pasien bisa mengekspresikan perasaannya yang lebih mendalam
4. Kejujuran
Kejujuran sangat penting karena tanpa adanya kejujuraan mustahil
terbina hubungan saling percaya. Seseorang akan menaruh rasa peracaya
pada lawan bicara yang terbuka dan mempunyai respon yabg tida dibuat-
buat, sebaliknya dia akan berhati-hatipada lawan bicara yang terlalu
halus sehingga sering menyembunyikan isi hatinya yang sebenarnya

3
dengan kata-kata atau sikap yang tidak jujur. ( rahmat, j. 1996 dlam
sryani 2005)
5. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif.
Konselor harus menggunakan kata-kata yang mudah dipahami oleh
klien dan tidak berbelit-belit.
6. Bersikap positif.
Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan
leawat komunikasi sehingga membina hubungan saling percaya.
7. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien.
Konselor harus mampu melihat permasalahan yang sedang
dihadapi dari sudut pandang klien. Untuk konselor harus mampu
memahami dan memiliki kemampuan mendegarkan dengan baik dan
penuh perhatian.

Teknik Komunikasi Terapeutik


Teknik komunikasi terapeutik merupakan cara untuk membina
hubungan yang terapeutik dimana terjadi penyampaian informasi dan
pertukaran perasaan dan pikiran dengan maksud untuk mempengaruhi orang
lain (Stuart & sundeen,1995).
1. Mendengar aktif,
Mendengar mempunyai arti: konsentrasi aktif .dan persepsi terhadap pesan
orang lain yang menggunakan semua indra, Liendberg et al, cit Nurjanah
(2001)
2. Mendengar pasif, mendengar pasif adalah kegiatan mendengar dengan
kegiatan non verbal untuk klien. Misalnya dengan kontak mata,
menganggukkan kepala dan juga keikutsertaan secara verbal
3. Penerimaan, yang dimaksud menerima adalah mendukung dan menerima
informasi dengan tingkah laku yang menunjukkan ketertarikan dan tidak
menilai. Penerimaan bukan berarti persetujuan. Menunjukkan penerimaan
berarti kesediaan mendengar tanpa menunjukkan keraguan atau
ketidaksetujuan
4. Klarifikasi, klarifikasi sama dengan validasi yaitu menanyakan kepada
klien apa yang tidak dimengerti perawat terhadap situasi yang ada.
Klarifikasi dilakukan apabula pesan yang disampaikan oleh klien belum

4
jelas bagi perawat dan perawat mencoba memahami situasi yang
digambarkan oleh klien.
5. Fokusing, fokusing adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan untuk
membatasi area diskusi sehingga percakapan menjadi lebih spesifik dan
dimengerti, Stuart & Sundeen, cit Nurjanah (2001).
6. Observasi, yaitu kegiatan mengamati klien/orang lain. Observasi
dilakukan apabila terdapat konflik antara verbal dan non verbal klien dan
saat tingkah laku verbal dan non verbal nyata dan tidak biasa ada pada
klien, Stuart & Sundeen, cit Nurjanah (2001). Observasi dilakukan
sedemikian rupa sehingga klien tidak menjadi malu atau marah.
7. Menawarkan informasi, menyediakan tambahan informasi dengan tujuan
untuk mendapatkan respon lebih lanjut. Beberapa keuntungan dari
menawarkan informasi adalah akan memfasilitasi komunikasi, mendorong
pendidikan kesehatan, dan memfasilitasi klien untuk mengambil
keputusan, Stuart & Sundeen, cit, Nurjanah, (2001). Penahanan informasi
pada saat klien membutuhkan akan mengakibatkan klien tidak percaya.
Hal yang tidak boleh dilakukan adalah menasehati klien pada saat
memberikan informasi
8. Diam (memelihara ketenangan), diam dilakukan dengan tujuan
mengorganisir pemikiran, memproses informasi, menunjukkan bahwa
perawat bersedia untuk menunggu respon. Kediaman ini akan bermanfaat
pada saat klien mengalami kesulitan untuk membagi persepsinya dengan
perawat. Diam tidak dapat dilakukan dalam waktu yang lama karena akan
mengakibatkan klien menjadi khawatir. Diam dapat juga diartikan sebagai
mengerti, atau marah. Diam disini juga menunjukkan kesediaan seseorang
untuk menanti orang lain agar punya kesempatan berpikir, meskipun
begitu diam yang tidak tepat menyebabkan orang lain merasa cemas.
9. Assertive, Assertive adalah kemampuan dengan secara meyakinkan dan
nyaman mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap
menghargai hak orang lain, Nurjanah, 2001.
10. Menyimpulkan; Membawa poin-poin penting dari diskusi untuk
meningkatkan pemahaman. Memberi kesempatan untuk mengklarifikasi

5
komunikasi agar sama denga ide dalam pikiran, Varcarolis, cit, Nurjanah,
2001.
11. Giving recognition (memberiakn pengakkuan/penghargaan); Memberi
penghargan merupakan tehnik untuk memberikan pengakkuan dan
menandakan kesadaran, Schultz & Videbeck, cit, Nurjanah, 2001.
12. Offering Sel (menawarakan diri); Menawarkan diri adalah menyediakan
diri anda tanpa respon bersyarat atau respon yang diharapkan, Schultz &
Videbeck.cit. Nurjanah, 2001
13. Offering general leads (memberikan petunjuk umum); Mendukung klien
untuk meneruskan, Schultz & Videbeck cit, Nurjanah, 2001
14. Giving broad opening (memberikan pertanyaan terbuka): Mendorong
klien untuk menyeleksi topik yang akan dibicarakan. Kegiatan ini bernilai
terapeuitik apabila klien menunjukkan penerimaan dan nilai dari inisiatif
klien dan menjadi non terapeuitk apabila perawatan mendominasi interaksi
dan menolak res[pon klien, Stuart % Sundeen, cit, Nurjanah, 2001
15. Placing the time in time/sequence (penempatan urutan/waktu); Melakukan
klarifikasi antara waktu dan kejadian atau antara satu kejadian dengan
kejadian lain. Teknik bernilai terapeutik apabila perawat dapat
mengeksplorasi klien dan memahami masalah yang penting. Tehnik ini
menjadi tidak terapeutik bila perawat memberikannasehat, meyakinkan
atau tidak mengakui klien.
16. Encourage deskripition of perception (mendukung deskripsi dari
persepsi); Meminta kepada klien mengungkapkan secara verbal apa yang
dirasakan atau diterima, Schulz & Videbeck, cit, Nurjanah, 2001
17. Encourage Comparison (mendukung perbandingan); Menanyakan kepada
klien mengenai persamaan atau perbedaan
18. Restating (mengulang, yaitu pengulangan pikiran utama yang
diekspresiakn klien, Stuart & Sundeen, Cit Nurjanah, 2001.
19. Reflekting (Refleksi): Digunakan pada saat klien menanyakan pada
perawat tentang peneliaian atau kesetujuannya. Tehnik ini akan membantu
perawat untuk tetap memelihara pendekatan yang tidak menilai, Boyd &
Nihart, cit, Nurjanah
20. Eksploring (Eksporasi); Mempelajari suatu topik lebih mendalam
21. Presenting reality (menghadikan realitas/kenyataan); Menyediakan
informasi dengan perilaku yang tidak menilai

6
22. Voucing doubt (menunjukkan keraguan); Menyelipkan persepsi perawat
mengenai realitas. Tehnik ini digunakan dengan sangat berhati-hati dan
hanya pada saat perawat merasa yakin tentang suatu yang detil. Ini
digunakan pada saat perawat ingin memberi petunjuk pada klien mengenai
penjelasan lain.
23. Seeking consensual validation; Pencarian pengertian mengenai
komunikasi baik oleh perawat maupun klien. Membantu klien lebih jelas
terhadap apa yang mereka pikirkan.
24. Verbalizing the implied: Memverbalisasikan kata-kata yang klien
tunjukkan atau anjuran.
25. Encouraging evaluation (mendukung evaluasi): Perawat membantu klien
mempertimbangkan orang dan kejadian kedalam nilai dirinya
26. Attempting to translate into feeling (usaha menerjemahkan perasaan);
Membantu klien untuk mengidentifikasi perasaan berhubungan dengan
kejadian atau pernyataan
27. Suggesting collaborating (menganjurkan kolaborasi): Penekanan kegiatan
kerja dengan klien tidak menekan melakukan sesuatu untuk klien.
Mendukung pandangan bahwa terdapat kemungkinan perubahan melalui
kolaborasi.
28. Encouragingformulation of plan of action (mendukng terbentuknya
rencana tindakan): Memberikan kesempatan pada klien untuk
mengantisipasi alternative dari tindakan untuk masa yang akan datang.
29. Estabilising guidelines (menyediakan petunjuk); Statemen yang
menunjukkan peran, tujuan dan batasan untuk interaksi. Hal ini akan
menolong klien untuk mengetahui apa yang dia harapkan dari dirinya.
30. Open- ended comments (komentar terbuka-tertutup): Komentar secara
umum untuk menentukan arah dari interaksi yang seharusnya dilakukan.
Hal ini akan mengijinkan klien untuk memutuskan apa topik/materi yang
paling relevan dan mendukung klien untuk meneruskan interaksi.
31. Reducing distant (penurunan jarak); Menurunkan jarak fisik antara
perawat dank lien. Hal ini menunjukkan komunikasi non verbal dimana
perawat ingin terlibat dengan klien.
32. Humor; Dugan (1989) menyebutkan humor sebagai hal yang penting
dalam komunikasi verbal dikarenakan: tertawa mengurangi keteganan dan

7
rasa sakit akibat stress, serat meningkatkan keberhasilan asuhan
keperawatan .

Fase Komunikasi Terapeutik


a. Persiapan ( pre-interaksi )
Melakukan persiapan dengan membaca status klien. Perawat
diharapkan tidak mempunyai prasangka buruk terhadap klien, karena akan
mengganggu dalam membina hubungan saling percaya dengan klien. Jika
klien belum bersedia untuk berkomunikasi, perawat tidak boleh memaksa,
atau memberi kesempatan kapan klien sanggup. Pengaturan posisi duduk
dan teknik yang akan digunakan dalam wawancara harus disusun
sedemikian rupa guna memperlancar wawancara.
b. Pembukaan atau perkenalan ( orinetsi)
Langkah pertama perawat dalam mengawali wawancara adalah
dengan memperkenalkan diri : nama, status, tujuan wawancara, waktu
yang diperlukan dan faktor-faktor yang menjadi pokok pembicaraan.
Diharpkan klien berperan serta dengan penuh dalam kontrak, naumn pada
kondisi tertentu misalnya klien dengan gangguan realita maka kontrak
dilakukan sepihak dan perwat perlu mengulang kontrak jika kontrak
relaitas pasien meningkat.
c. Isi / tahap kerja
1. Fokus wawancara adalah klien
2. Mendengarkan dengan penuh perhatian.
3. Menanyakan keluhan yang paling dirasakan oleh klien
4. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh klien
5. Gunakan pertanyaan terbuka dan tertutup tepat pada waktunya
6. Bila perlu diam, untuk memberikan kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaannya
7. Jika situasi memungkinkan kita dapat memberikan sentuhan terapeutik,
yang bertujuan untuk memberikan dorongan spiritual, merasa
diperhatikan
d. Terminasi
Perawat mempersiapkan untuk penutupan wawancara. Untuk itu
klien harus mengetahui kapan wawancara akan berakhir dan tujuan dari
wawancara pada awal perkenalan, sehingga diharapkan pada akhir

8
wawancara perawat dan klien mampu menilai keberhasilan dan dapat
mengambil kesimpulan bersama. Jika diperlukan, perawat perlu membuat
perjanjian lagi untuk pertemuan berikutnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud komunikasi terapeutik ?
2. Apa yang dimaksud fase pre interaksi?
3. Apa tujuan dari komunikasi terapeutik ?
4. Apa saja yang harus dilakukan seorang konselor pada fase pre interaksi?

C. Tujuan Penulisan
1. Agar mahasiswa dapat melakukan tugas tugas pada tahap pre interaksi
2. Untuk mengetahui pengertian dari komunikasi terapeutik terutama tahap
pre interaksi
3. Untuk mengetahui tujuan dari komunikasi terapeutik
4. Untuk mengetahui tahapan tahapan yang harus dilakukan oleh konselor
pada fase pre interaksi

9
10
BAB II

CARA KERJA PRAKTIKUM

1. Mahasiswa memahami petunjuk yang telah diberikan


2. Mahasiswa berkumpul sesuai dengan kelompok yang telah ditentukan
3. Mahasiswa berdiskusi mengenai kasus yang telah diangkat sesuai dengan
tema yang telah ditentukan
4. Mahasiswa mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya
5. Masing masing mahasiswa menyimak hasil presentasi yang dipaparkan

11
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Kasus


Nyonya jeni susanti (27) adalah seorang karyawai sebuah bank swasta
di DIY, dia didiagnosa dokter menderita endometriosis stadium 4. dan sudah
di vonis mandul karena dia sudah tidak bisa menstruasi (menepouse dini).
Pada awalnya nyonya jeni menderita penyakit kista ovarium, akan tetapi
kista tersebut pecah dan kemudian berkembang menjadi jaringan ganas di
luar rahim atau biasa disebut endometriosis. saat ini sudah mencapai
stadium 4.
Sebenanya tidak ada jenis pengobatan yang dapat menjamin
kesembuhan dari penyakit ini. saat ini dokter hanya memberi terapi
endometriosis, dengan memberikan obat yang berfungsi untuk
menghentikan hormone sex khususnya esterogen. Sehingga pada usia 27
tahun, nyonya jeni sudah tidak mengalami menstruasi (menopause). Selain
terapi hormone dokter juga memberikan obat pereda nyeri dan obat lain
untuk mengendalikan pertumbuhan jaringan, setelah sebelumnya nyonya
jeny sudah menjalani operasi pengangkatan jaringan di ovarium dan paru
parunya.
Kini kondisi nyonya jeni sebenarnya sudah lebih baik, karena
pertumbuhan jaringan sudah dapat dikendalikan. Akan tetapi nyonya jeni
kehilangan semangat hidup nya dan kehilangan masa depanya karena di usia
yang baru 27 tahun dan belum menikah dia sudah didapati menepouse dan
tidak akan bisa memiliki keturunan.

12
B. Tahapan Pre-Interaksi
Tahapan pre-interaksi ini merupakan tahap dimana seorang
konselor belum bertemu dengan klien. Dalam tahapan ini ada beberapa hal
yang harus dilakukan oleh seorang konselor agar proses konselingnya
dengan klien dapat berjalan dengan baik dan lancer. Adapun tahapn
tersebut yaitu :

1. Mengumpulkan data tentang klien


Data klien sangatlah penting bagi seorang konselor, sebab data
dapat membantu konselor dalam menentukan solusi kedepannya
sehingga dapat menunjang keberhasilan dari tujuan konseling tersebut.
Nama : Jeni Susanti
Umur : 27 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Suku : Jawa
Pekerjaan : Karyawati
Pendidikan : SI - Ekonomi
Riwayat sakit : Endometriosis/ kista ovarium
Status pernikahan : Belum menikah
P:0 G:0 A:0
Alamat : Blado, Potorono, Banguntapan
E-mail/ phone : 081321069964
Agama : Islam
Pendidikan : Rp. 2.000.000,-

2. Mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan diri


a. Kelebihan diri : saya cenderung sabar dan seorang pendengar yang
baik. Ini merupakan nilai plus bagi seorang konselor, karena
memang menjadi seorang konselor membutuhkan kesabaran yang
tinggi apalagi jika klien adalah seseorang yang emosional.
b. Kekurangan diri : kadang ingin cepat terminasi, egois (inginnya
klien mengikuti saya)
c. Perasaan : bukan tipe orang yang mudah berubah moodnya, tipe
orang yang stabil dalam menghadapi masalah
d. Fantasi : jika pasien marah saya akan mencoba menenangkan
dengan nada yang lebih rendah sambil memikirkan solusi dari
permasalahan.

13
e. Ketakutan: saya takut jika klien saya lebih pintar, menguji saya,
menggunakan bahasa asing, dan pasien merajuk tidak mau diajak
bicara

3. Menciptakan lingkungan yang nyaman


Lingkungan yang nyaman disini bukan hanya lingkungan fisik saja,
tetapi juga mencakup lingkungan psikologis klien. Jadi disini seorang
konselor harus mampu membawa klien kedalam suasana hati yang
nyaman, tenang dan relax. Untuk itu ada beberapa hal yang dapat
dilakukan konselor untuk menciptakan lingkungan yang nyaman seperti :
a. Menjaga kerahasiaan klien
b. Tidak membatasi gerak klien
c. Melakukan diskusi dengan santai
d. Tidak menggunakan bahasa yang tidak dimengerti oleh klien
e. Berempati atau seolah-olah merasakan hal yang sama dengan klien
f. Mencari lingkungan yang nyaman dan santai seperti di taman,

4. Membuat rencana pertemuan dengan klien


a. Mencari waktu yang kosong untuk bertemu dengan klien
b. Membuat janji hari dan waktu yang bisa digunakan untuk bertemu
dengan klien
c. Memberikan nomor yang bisa dihubungi apabila klien secara tiba-
tiba mempuyai urusan pribadi dan ingin membatalkan pertemuan
sehingga bisa merencanakan pertemuan baru dihari dan waktu lain
d. Mendata jadwal konselor yang bertugas dan yang menerima klien di
papan yang terlihat agar klien dapat dengan mudah mencarinya

5. Evaluasi diri terkait kelebihan dan kekurangan


a. Menyiapkan diri tentang apa yang akan diucapkan kepada klien,
seperti membuat teks percakapan
b. Mempersiapkan diri tentang langkah yang akan diambil apabila,
klien diam, marah, menolak, dan marah seperti mencoba
menenangkan dan menggunakan nada yang lebih rendah untuk
menyakinkan bisa menggunakan teori atau pengalaman orang lain
agar klien mau menerima
c. Memngingat kembali/mencari refrensi baru yang berkaitan dengan
masalah klien, sehingga kita dapat menambah pengetahuan

14
d. Untuk tingkat kecemasan: jangan menunjukan pada klien tingkat
cemas, berusaha agar tetap tenang sambil berpikir mencari jalan
keluar

6. Penetapan hubungan /interaksi


a. Pertemuan pertama lebih memperkenalkan diri agar lebih terbuka
dengan sesame klien
b. Konselor membuka masalah sebagai awala
c. Pertemiuan kedua mendalami masalah (kasus), pemberian motivasi,
penguat, dan mulai memberi pengaruh
d. Tekan kembali masalah dan jalan keluarnya usahakan klien mau
mengikuti saran konselor
e. Terminasi pemberian kesimpulan pengehetian interaksi

7. Rencana interaksi
Dalam rencana interaksi ini, antara klien dan konselor harus
membuat rambu-rambu aturan ataukesepakatan pertemuan dan kontrak
konseling agar proses komunikasi terapeutik selanjutnya bisa berjalan
dengan lancar dan efektif. Hal pertama yang harus dipertimbangkan
dalam pembuatan rencanainteraksi adalah :

a. Kontrak klien dan konselor


Kontrak klien dan konselor bisa berisi tentang aturan
berjalannya konseling. Missal : kpnselor hanya menerima klien
dengan kunjungan langsung tanpa ada layanan hotline, hanya bisa
berkunjung dijam kerja dan tidak menerima komunikasi lewat media.
Membuat nama panggilan antara klien dan konselor agar lebih
nyaman, pengaturan jam kerja dan jam istirahat dan lain sebagainya.
b. Prosedur berjalannya konselor
Prosedur berjalannya konselor harus diketahui atau disepakati
oleh klien dan konselor. Adapun prosedur tersebut misalnya :
konseling dilakukan tiga kali dalam seminggu, setiap sesi
dilaksanakan maksimal 2 jam dengan tatap muka secara langsung,
harus saling terbuka dan berkata sejujurnya agar dapat diperoleh
informasi yang benar dan lain sebagainya.
c. Cara berkomunikasi

15
Konseling dilakukan secara langsung dengan tatap muka,
dilaksanakan ditempat yang disetujui antara klien dengan konselor,
komunikasi harus dengan topik yang tetap artinya topik tidak melebar
dan membahas hal lain diluar topik.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Jadi, dalam komunikasi terapeutik harus memperhatikan sikap dan
tehnik komunikasi terapeutik agar komunikasi tersebut dapat memberikan
dampak terapeutik. seperti pada tahap pre-interaksi yang harus
memperhatikan beberapa langkah agar komunikasi dapat berjalan dengan
lancer. Langkah-langkah tersebut ialah :
a. Mengumpulkan data tentang klien
b. Mengeksplorasi perasaan, fantasi, dan ketakutan diri
c. Menciptakan lingkungan yang nyaman
d. Membuat rencana pertemuan dengan klien
e. Evauasi diri terkait kelebihan dan kekurangan
f. Penetapan hubungan/ interaksi dan

16
g. Rencana interaksi

B. Saran
Alangkah lebih baiknya saat melaksanakan tahap pre-interaksi ini,
kita sudah mengetahui tahapan tahapan dan berbagai hal yang harus
diperhatikan mengenai tahap pre-interaksi tersebut. Sehingga dalam
pelaksanaan tahap pre-interaksi tidak ada hal atau kompenen yang
terlewatkan. Selain itu, konselor harus lebih bisa mengeksplorasi
kemampuan diri agar lebih memahami kekurangan dan kelebihan dari diri
konselor sendiri dan dapat dicari solusinya.

DAFTAR PUSTAKA

Modul Praktikum Komunikasi Terapeutik STIKes Surya Global Yogyakarta

Murad, Jeanette.2013.Dasar-Dasar Konseling.Jakarta.Universitas Indonesia

Oktaria, gina.2017.komunikasi terapetik perawat dalam prosespenyembuhan pasien


psikosis di UPT.Bina LarasProvinsi Riau. http://media.neliti.com. Diakses
tanggal 2 Oktober 2018 jam 20.00 WIB.

17
18

Вам также может понравиться