Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
net/publication/325143483
CITATION READS
1 424
1 author:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Putu Diah Sastri Pitanatri on 15 May 2018.
Editor:
I Wayan Mertha
Putu Diah Sastri Pitanatri
Editor:
I Wayan Mertha
Putu Diah Sastri Pitanatri
Editor
I Wayan Mertha
Putu Diah Sastri Pitanatri
Pracetak
Slamat Trisila
Foto Sampul
Agus Darmika
Penerbit
Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua-Bali
Jl. Dharmawangsa, Benoa, Kuta Selatan,
Kabupaten Badung, Bali 82262
E-mail: jurnal.stpbali@gmail.com
ISBN 978-602-51521-1-5
ii
KATA SAMBUTAN
iii
KATA PENGANTAR
iv
WASANA KATA
HOMESTAY
Mozaik Pariwisata Berbasis Kerakyatan
v
banyak diteliti oleh para peneliti di bidang pariwisata baik di dalam
maupun di luar negeri (Siwar, 2013; Kayat, 2003, 2009, 2010, 2013;
Jamaludin, et al. 2012; Pakshir & Nair, 2011; Harris, 2009; Peaty,
2009;; Mohamad Nor, et al. 2012).
Sebagai bagian dari bentuk praktis konsep CBT, homestay
mengambil peranan yang begitu esensial bagi pemberdayaan
masyarakat. Berbagai kajian terkait homestay pun telah terbit dan
dipublikasikan dalam artikel-artikel ilmiah. Dalam publikasi
tersebut modusnya membahas mengenai partisipasi masyarakat
dalam pengelolaan homestay (Wall & Long, 1996; Hussin & Mat Som,
2008; Yong, 2010; Hatton, 1999; Kayat & Mohd Nor, 2005; Peaty,
2009) dimana sampai tulisan ini diterbitkan, terdapat pendekatan
yang sangat kurang terhadap penilaian kepuasan wisatawan yang
berkunjung. Padahal, hal ini salah satu menjadi elemen terpenting
bagi wisatawan. JIka terdapat peningkatan kepuasan wisatawan
maka returnee bahkan wisatawan yang bersedia membantu menjadi
“endorser” homestay tersebut dapat dengan mudah diperoleh.
Senada dengan kurangnya publikasi terkait kepuasan
wisatawan di homestay, dikotomi juga terjadi saat masyarakat lokal
yang tidak berbekal pemahaman atau konsep dasar pariwisata
membuka homestay. Implikasinya tentu saja diskursus antara
kepentingan individu dengan program pemerintah. Pembangunan
yang bersifat sporadis tanpa pola-pola yang jelas justru dapat
mengurangi elemen keberlanjutan dari homestay tersebut. Apalagi
dengan minimnya pemahaman masyarakat di beberapa destinasi
penciptaan pengalaman “indah” bagi wisatawan, mengakibatkan
tidak semua wisatawan merasa puas saat menginap di homestay.
Meskipun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa per
kembangan homestay di Indonesia pada masing-masing destinasi
menjadi begitu unik dan one of a kind yang menjadikan destinasi
tersebut berbeda dari homestay yang ada di destinasi lainnya. Hal
inilah yang menjadikan homestay di Indonesia kemudian kami
ibaratkan sebagai mozaik. Mozaik yang berupa kepingan-kepingan
kecil dari beberapa destinasi inilah yang buku ini rangkai, sehingga
dapat dinikmati secara utuh, dalam sebuah gambar yang indah.
Artikel dalam tulisan ini berupaya untuk memersatukan kepingan
kecil tersebut.
Secara garis besar buku ini terdiri dari 4 bagian yang
merangkum ke 26 artikel yakni 1) homestay dalam keunggulan
vi
kompetitif 2) homestay dan tata kelola 3) homestay dalam peluang
dan tantangan dan 4) homestay dalam ragam perspektif. Masing-
masing bagian memberi pemahaman yang berbeda baik dari sisi
akademis maupun praktis yang disertakan dengan beragam studi
kasus.
Dari semua tulisan yang terkumpul dalam buku ini, tersirat
sebuah simpulan umum bahwa terdapat interdependensi yang
kuat antara pariwisata berbasis kerakyatan dengan pengembangan
homestay di suatu destinasi. Tidak dapat dipungkiri besarnya
keterlibatan masyarakat setempat sangat berpengaruh pada
keberhasilan pemanfaatan homestay sebagai penunjang akomodasi
di destinasi. Melalui homestay yang dikelola sendiri oleh masyarakat
maka ide-ide segar bagi pengembangan homestay maupun
pengembangan peran serta masyarakat dalam pengembangan
destinasi menjadi lebih mudah untuk dilaksanakan. Oleh sebab itu
pelatihan dan peningkatan kapasistas serta kapabilitas masyarakat
dalam pengelolaan homestay harus terus dilakukan.
Daftar Pustaka
ASEAN Homestay Standard. 2016. Jakarta: ASEAN Secretariat.
Hatton, M. J. (1999). Community-Based Tourism in the Asia Pacific.
Canada: Canadian Cataloguing in Publication Data, pp. 38-41
Hui, T. K., Wan, D., & Ho, A. (2007). Tourists’ satisfaction,
recommendation and revisiting Singapore. Tourism
management, 28, (4): 965-975.
Hussin, R. & Mat Som, A. P. (2008). Ecotourism, Conservation
Programme and Local Community Participation: Conflict of
Interests in Sukau Village of Sabah. Sosiohumanika: Jurnal
Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, 1, (1): 115-140.
Jamaluddin, M., Othman, N., & Awang, A. R. (2012). Community Based
Homestay Programme: A Personal Experience. Procedia-Social
and Behavioral Sciences, 42, 451-459.
Kayat, K. (2003). Exploring factors influencing individual participation
in community-based tourism: the case of Kampung Relau
Homestay Program, Malaysia. Asia Pacific Journal of Tourism
Research, 7, (2): 19-27.
Kayat, K. (2009) Community based tourism in developing countries.
Paper dipresentasikan di International Seminar on Community
Based Tourism, Shah Alam, Malaysia, 4-5 August.
vii
Kayat, K. (2007). Adapting Quality in Homestay Hospitality, In Azilah
K. & Shaharuddin T. (Eds.). Readings on Tourism and Hospitality
(Volume II), Sintok: Universiti Utara Malaysia Press.
Kayat, K. (2013). Community-Based homestay Programmes in
Langkawi: Are they successful? Proceedings of the 3rd Regional
Conference on Tourism Research, 29- 31 Oct, 2013, Langkawi,
Malaysia. pp, 905-913.
Mohamad Nor, S., Awang, K. W., Ismail, N. W, & Radam, A. (2012).
Preliminary study on sustainable community development
through the homestay programme. In Zainal, A., Radzi, S.
M., Hashim, R., Chik, C. T, & Abu, R. (Eds). Current issues in
Hospitality and Tourism Research and Innovations. Boca Raton:
CRC Press.
Pakshir, L., & Nair, V. (2011). Sustainability of Homestay as a form
of Community-Based Tourism (CBT): A case study o the rural
community in Bavanat-Iran. TEAM Journal of Hospitality and
Tourism, 8, (1): 5-18.
Peaty, D. (2009). Community-Based Tourism in the Indian Himalaya:
Homestays and Lodges. Journal of Ritsumeikan Social Sciences
and Humanities, 2, 25-44.
Kozak, M. (2001). Comparative assesment of tourist satisfaction with
destinations across two nationalities. Tourism Management, 22,
(4): 391-401.
Kozak, M., & Rimmington, M. (2000). Tourist satisfaction with Mallorca,
Spain, as an off- season holiday destination. Journal of Travel
Research, 38, 260–269.
Peaty, D. (2009). Community-Based Tourism in the Indian Himalaya:
Homestays and Lodges. Journal of Ritsumeikan Social Sciences
and Humanities, 2, 25-44.
Ross, G. F. (1993). Destination evaluation and vacation preferences.
Annals of Tourism Research, 20, 477-489.
Siwar, C. (2013). The role of homestays in community based tourism
development in Malaysia. Paper dipresentasikan di Conference
on Innovating Community Based Tourism (CBT) in Asean,
Bangkok, 30-31 May, 2013.
Wall, G. & Long, V. (1996). Balinese Homestays: an indigenous response
to tourism opportunities. In R. Butler & T. Hinch (Eds.). Tourism
and Indigenus Peoples, (pp. 27-48). London: International
Thomson Business Press.
viii
DAFTAR ISI
ix
7. Keunggulan Daya Saing Homestay di Desa Ubud
• NLK. Sri Sulistyawati, Dewa Ketut Sujatha, NLG. Sri
Sadjuni ................................................................................ 103
x
10.Laporan Keuangan Homestay yang Efektif dan Efisien di
Kawasan Wisata Ubud
• IGN Agung Wiryanata, Chistina Susanti ....................... 247
xi
4. Kajian Persepsi Pemilik Homestay terhadap Laporan
Keuangan di Ubud
• Ni Luh Riska Yusmarisa ................................................... 361
xii
ESENSI DALAM EKSISTENSI:
SHARING ECONOMY PADA
PENGELOLAAN HOMESTAY TIGA
DESTINASI PRIORITAS DI INDONESIA
Putu Diah Sastri Pitanatri
S
1. Pendahuluan
ejak dijadikan sebagai salah satu program prioritas dari
Kementerian Pariwisata, homestay di Indonesia saat ini
memperoleh “panggungnya”. Homestay yang dulunya
hanya menjadi incaran para backpacker kini justru ‘naik kelas’
menjadi preferensi menginap wisatawan yang ingin mendapatkan
pengalaman budaya; living like locals do.
Hal ini tidak dipungkiri merupakan implikasi dari per
geseran wisatawan yang datang ke suatu destinasi berikut
dengan beragam preferensi yang mereka miliki. Sebagai contoh,
dominasi wisatawan yang datang ke Indonesia pada tahun 80-an
didominiasi oleh mereka yang berusia diatas 40 tahun yang rata-
rata merupakan kaum jutawan. Perjalanan wisata yang dilakukan
oleh kaum jet-set ini berimplikasi terhadap pembanguan hotel-hotel
megah di Indonesia, khususnya Bali untuk mampu mengakomodir
wisatawan tipe ini. Sementara itu, dominasi usia yang saat ini
berkembang justru berada pada rentang usia 20-35 tahun atau
lazim disebut millenials.
Berbeda dengan generasi pendahulunya yang cenderung
konservatif, tipelogi generasi ini justru sangat progresif. Generasi
ini cenderung lebih adaptif sehingga tidak takut untuk mencoba
sesuatu yang baru. Selain tipologinya yang juga senang bertualang,
pesatnya perkembangan teknologi dan transportasi menjadikan
bepergian ke suatu destinasi menjadi jauh lebih mudah juga
merupakan pendorong millenials untuk berpergian. Perkembangan
ini kemudian didukung dengan lahirnya HomeAway (2005) dan
AirBnB (2008) yang menjadikan menginap di rumah penduduk
lokal menjadi tren berwisata.
37
Melihat tren tersebut, pemerintah melalui Kementerian
Pariwisata pada tahun 2017 meluncurkan program prioritas
dimana, homestay menjadi bagian integral dalam kebijakan tersebut.
Dalam mendukung program, pemerintah mencanangkan 100.000
homestay di akhir tahun 2019 seperti yang tampak pada Tabel 2.1
dibawah ini.
Tabel 2.1
Target Pembangunan Rumah/Pondok Wisata
Target Pembangunan Rumah
No Destinasi Wisata Per Tahun (Unit)
2017 2018 2019
1 Tanjung Lesung 1.200 1.800 3.000
2 Tanjung Kelayang 700 1.050 1.750
3 Danau Toba 1.200 1.800 3.000
4 Kota Tua dan Kep. Seribu 1.200 1.800 3.000
5 Bromo Tengger Semeru 1.200 1.800 3.000
6 Mandalika 2.200 3.300 5.500
7 Morotai 700 1.050 1.750
8 Wakatobi 700 1.050 1.750
9 Borobudur 2.200 3.300 5.500
10 Morotai 700 1.050 1.750
11 Labuan Bajo 700 1.050 1.750
12 Destinasi Lainnya 8000 12.000 20.000
TOTAL 20.000 30.000 50.000
2. Kajian Literatur
Konsep homestay yang berkembang di negara-negara maju di
dunia sebenarnya berbeda dari apa yang tumbuh dan berkembang
dengan konsep yang ada di Indonesia. Terminologi homestay itu
sendiri pun beragam yang hingga saaat ini belum ada definisi
mutlak untuk menjabarkan apa itu homestay.
Di Australia misalnya, konsep homestay merupakan konsep
tinggal dengan “host” dimana guest-nya rata-rata merupakan
mahasiswa yang sedang menempuh pembelajaran di negara
tersebut. Istilah ini muncul mengingat banyaknya orang tua
mahasiswa yang merasa khawatir anaknya tidak ada yang
memperhatikan saat sedang menempuh studi. Oleh sebab itu, orang
tua biasanya melalui pihak sekolah/universitas menitipkan anak
mereka di rumah-rumah penduduk tentunya dengan harga yang
relatif lebih murah jika dibandingkan dengan menyewa flat atau
apartemen. Konsep ini kemudian berkembang dengan peruntukan
yang berbeda, seperti yang tampak pada Tabel 2.2 di bawah ini.
Tabel 2.2
Konsep Homestay dari Beberapa Negara
Negara Destinasi Konsep Homestay
Australia North of Melbourne Mid North -Farmstay
Coast of New South Wales -Student Homestay
Hannam Vale, Emerald City,
Jepang Tokyo, Fukuoka, Yokohama, -Home Visit
Nagoya, Otsu, Okayama, Kyoto, -Educational
Kobe, Kumamoyo, Kurashiki, Homestay
Hiroshima, Miyazaki, Chiba, Nara
Osaka, Narita,
Korea Selatan Seoul -Educational
Homestay
3. Pembahasan
3.1 Peran Wanita dalam Pengembangan Homestay di Kawasan
Bromo Tengger Semeru
Sebagai salah satu destinasi prioritas, Bromo Tengger Semeru
(BTS) cukup banyak mendapat sorotan, baik dari wisatawan
domestik maupun wisatawan mancanegara. Salah satu aktivitas
wajib bagi wisatawan adalah melihat sunrise karena yang meng
haruskan mereka untuk melakukan pendakian. Tidak jarang
wisatawan harus menginap di rumah-rumah penduduk lokal
sehingga jarak yang ditempuh tidak terlalu jauh serta tidak harus
berangkat tengah malam untuk menikmati indahnya matahari
terbit.
Kegiatan yang “memaksa” wisatawan untuk menginap ini
merupakan peluang bisnis yang dimanfaatkan masyarakat lokal
dengan menyewakan kamar-kamar tidak terpakai di rumahnya.
Tabel 2.3
Jenis usaha dan kesempatan kerja di kawasan BTS
1) Pemandu pendakian (porter)
Belk, R. 2014b. “You are what you can access: Sharing and
collaborative consumption online.” Journal of Business
Research, 67(8), 1596-1600.
Botsman, R., & Rogers, R. 2010b. What’s mine is yours: The rise of
collaborative consumption. New York: Harper Collins.
Divertone. 2017. Enam Pelukis Asing yang Membuat Bali Jadi Daya
Tarik Dunia. https://www.divertone.com/enam-pelukis-
asing-yang-membuat-bali-jadi-daya-tarik-dunia/. Diakses 20
Februari 2018
Putra, I Gede Eka Darma dan Putu Diah Sastri Pitanatri. 2017.
Resiprokalitas Wanita dan Pengembangan Homestay Di
Kawasan Bromo Tengger Semeru. Repository Seminar
Nasional Dan Call For Paper: Inovasi Dan Pengembangan
Pariwisata Kreatif Sebagai Penggiat Ekonomi Masyarakat
Indonesia. 54-61