Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Kelompok 4
Ahmad Saefulloh
Raska Triyani
Riska Nurjanah
Riswana
Rostiyah
Sani Kadaruslan
Syifa Nadhilah
Ucu Diniati
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami definisi atresia ani.
2. Mahasiswa mampu memahami etiologi
3. Mahasiswa mampu mngetahui patofisiologi atresia ani
4. Mahasisawa mampu mengetahui manifestasi klinis dari atresia ani.
5. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan yang digunakan untuk
mendiagnosa atresia ani.
6. Mahasiswa mampu memahami dan mempraktekan penatalaksanaan pada
pasien dengan atresia ani.
7. Mahasiswa mampu memahami komplikasi pada penyakit ini.
8. Mahasiswa mampu mengetahui diagnose yang sering muncul pada kasus
atresia ani
9. Mahasiswa mampu mengetahui serta dapat mengaplikasikan intervensi
keperawatan pada kasus atresia ani
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian Atresia Ani
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate
meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz, 2002).
Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak
sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk
anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum (Purwanto, 2001)
Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau
saluran anus (Donna L. Wong, 2003: 205).
Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau
makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya
atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut
juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya
berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan
sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu.
Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani
yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus
imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi
untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya
Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
1. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus
2. Membran anus yang menetap
3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam macam
jarak dari peritoneum
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung
Klasifikasi
Klasifikasi atresia ani :
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak
dapat keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan
anus.
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum.(Wong, Whaley. 1985)
2.2 Etiologi
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir
tanpa lubang dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus,
rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu
keempat sampai keenam usia kehamilan.
2.3 Patofisiologi
Terjadinya anus imperforata karena kelainan congenital dimana saat proses
perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus dan rectum.
Dalam perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang berkembang jadi kloaka
yang juga akan berkembang jadi genitor urinary dan struktur anoretal.
Atresia ani ini terjadi karena tidak sempurnanya migrasi dan perkembangan
kolon antara 12 minggu atau tiga bulan selama perkembangan janin. Kegagalan
tersebut terjadi karena abnormalitas pada daerah uterus dan vagina, atau juga pada
proses obstruksi. Anus imperforate ini terjadi karena tidak adanya pembukaan usus
besar yang keluar anus sehingga menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstuksi dan adanya 'fistula. Obstuksi
ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala
akibatnya Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan
diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya feses mengalir kearah
traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan
terbentuk fistula antara rectum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan
fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki- laki
biasanya letak tinggi, umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate
(rektovesika) pada letak rendah fistula menuju ke urethra (rektourethralis)
Pathway
2.4 Manifestasi Klinis
1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
4. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada
fistula).
5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
7. Perut kembung (Betz, 2002).
2.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :
1. Asidosis hiperkioremia.
2. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
3. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
4. Komplikasi jangka panjang.
5. Eversi mukosa anal
6. Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
7. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
8. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
9. Prolaps mukosa anorektal.
10. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)n
(Ngastiyah, 1997 : 248)
Diagnosa preoperasi:
1. Konstipasi berhubungan dengan aganglion.
2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat, muntah.
3. Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit
dan prosedur perawatan.
Diagnosa postoperasi:
1. Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan/ insisi luka.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari
kolostomi.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme sekunder
terhadap luka kolostomi.
4. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan kolostomi.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.
L. FOKUS INTERVENSI
b. Meningkatnya kenyamanan.
Intervensi:
muntah.
Kriteria hasil:
Intervensi:
a. Pantau TTV.
Kriteria hasil:
Klien tidak lemas.
Intervensi:
a. Jelaskan dengan istilah yang dimengerti oleh orang tua tentang anatomi dan
Kriteria hasil:
Intervensi:
kolostomi.
Kriteria hasil:
a. Penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi:
b. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian lembut dan longgar pada area
stoma.
luka kolostomi.
Kriteria hasil:
b. TTV normal.
c. Leukosit normal.
Intervensi:
b. Pantau TTV.
Kriteria hasil:
a. BAB normal.
Intervensi:
c. Anjurkan orang tua klien untuk memberi minum banyak dan mengandung
Kriteria hasil:
Intervensi:
perawat.