Вы находитесь на странице: 1из 16

ASUHAN KEPERAWATAN ATRESIA ANI

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas


Dosen pengampu Dini Maryani S.kep., Ners., M.kep.
Makalah

Kelompok 4

Ahmad Saefulloh
Raska Triyani
Riska Nurjanah
Riswana
Rostiyah
Sani Kadaruslan
Syifa Nadhilah
Ucu Diniati

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS GALUH CIAMIS
2017-2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Atresia ani adalah tidak terjadinya perforasi membrane yang
memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang
tidak berhubungan langsung dengan rectum (sumber Purwanto, 2001 RSCM)
Atresiani termasuk kelainan kongeniatal yang cukup sering dijumpai,
menunjukkan suatu keadaan tanpa anus atau dengan anus yang tidak sempurna.
Frekuensi seluruh kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-
10000 kelahiran, sedangkan atresiani didapatkan 1 % dari seluruh kelainan
kongenital pada neonatus Frekuensi paling tinggi didapatkan pada ras kaukasia
dan kulit berwarna, sedangkan pada negro bantu frekuensi paling rendah .
Secara embriologis atresiani terjadi akibat gangguan perkembangan pada
minggu 4-6 kehamilan, dimana terjadi gangguan pertumbuhan septum urorectal
yang menyebabkan yang menyebabkan kelainan atresiani letak tinggi, dan
gangguan perkembangan proktodeum dengan lipatan genital yang menyebabkan
letak atreasiani letak rendah. Pada letak tinggi otot levatorani pertumbuhannya
abnormal, sedang otot sefingterani eksterna dan interna dapat tidak ada atau
rudimenter.
Waktu penanganan Atresia ani tergantung pada jenis atresia ani, semakin
tidak ada anus maka penanganan atresi ani semakin cepat dan segera mungkin,
penanganan pasien atresia ani membutuhkan waktu yang lama karena operasi
yang dilakukan untuk pasien atresia ani > 2 kali, operasi pembentukan coloctomi,
PSA dan penutupan colostomi. Sehingga dalam penanganannya membutuhkan
perawatan pra dan post colostomi.
Dalam merawat pasien pra dan post colostomy membutuhkan ketelitian
kebersihan dan kesiapan yang baik karena jika tidak maka akan menimbulkan
komplikasi infeksi yang mengakibatkan penyembuhan menjadi lama bahkan
bertambah parah.
Mengingat begitu besar peran dan fungsi perawat dalam merawat pasien
Atresia ani baik pre dan post operasi. Kelompok merasa tertarik untuk membahas
asuhan keperawatan pada pasien dengan Atresia Ani dengan harapan bahasan ini
akan lebih meningkatkan pengetahuan penulis dan pembaca
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan atresia ani?
2. Bagaimana etiologi atresia ani ?
3. Bagaimana patofisiologi dari atresia ani ?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari atresia ani?
5. Pemeriksaan apa yang digunakan untuk mendiagnosa atresia ani?
6. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien dengan atresia ani?
7. Bagaimana komplikasi pada penyakit ini?
8. Apa diagnose keperawatan dari atresia ani ?
9. Bagaimana intervensi yang harus di lakukan pada atresia ani ?

1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami definisi atresia ani.
2. Mahasiswa mampu memahami etiologi
3. Mahasiswa mampu mngetahui patofisiologi atresia ani
4. Mahasisawa mampu mengetahui manifestasi klinis dari atresia ani.
5. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan yang digunakan untuk
mendiagnosa atresia ani.
6. Mahasiswa mampu memahami dan mempraktekan penatalaksanaan pada
pasien dengan atresia ani.
7. Mahasiswa mampu memahami komplikasi pada penyakit ini.
8. Mahasiswa mampu mengetahui diagnose yang sering muncul pada kasus
atresia ani
9. Mahasiswa mampu mengetahui serta dapat mengaplikasikan intervensi
keperawatan pada kasus atresia ani
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian Atresia Ani
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate
meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz, 2002).
Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak
sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk
anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum (Purwanto, 2001)
Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau
saluran anus (Donna L. Wong, 2003: 205).
Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau
makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya
atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut
juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya
berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan
sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu.
Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani
yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus
imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi
untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya

Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
1. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus
2. Membran anus yang menetap
3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam macam
jarak dari peritoneum
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung
Klasifikasi
Klasifikasi atresia ani :
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak
dapat keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan
anus.
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum.(Wong, Whaley. 1985)

2.2 Etiologi
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir
tanpa lubang dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus,
rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu
keempat sampai keenam usia kehamilan.

2.3 Patofisiologi
Terjadinya anus imperforata karena kelainan congenital dimana saat proses
perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus dan rectum.
Dalam perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang berkembang jadi kloaka
yang juga akan berkembang jadi genitor urinary dan struktur anoretal.
Atresia ani ini terjadi karena tidak sempurnanya migrasi dan perkembangan
kolon antara 12 minggu atau tiga bulan selama perkembangan janin. Kegagalan
tersebut terjadi karena abnormalitas pada daerah uterus dan vagina, atau juga pada
proses obstruksi. Anus imperforate ini terjadi karena tidak adanya pembukaan usus
besar yang keluar anus sehingga menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstuksi dan adanya 'fistula. Obstuksi
ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala
akibatnya Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan
diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya feses mengalir kearah
traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan
terbentuk fistula antara rectum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan
fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki- laki
biasanya letak tinggi, umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate
(rektovesika) pada letak rendah fistula menuju ke urethra (rektourethralis)
Pathway
2.4 Manifestasi Klinis
1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
4. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada
fistula).
5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
7. Perut kembung (Betz, 2002).

2.5 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang
umum dilakukan pada gangguan ini.
2. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel
mekonium.
3. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat
menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada
mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal.
4. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.
5. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum
tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat
jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
6. Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan
a. Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah
tersebut.
b. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir
dan gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus
impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba
di daerah sigmoid, kolon/rectum.
c. Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala
dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada
foto daerah antara benda radio-opak dengan dengan bayangan udara
tertinggi dapat diukur.

2.6 Penatalaksanaan Medis


1. Pembedahan
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan
kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk
kelainan dilakukan kolostomi beberapa lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu
dibuat anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi
berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk
memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang.
Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah
baik status nutrisnya. Gangguan ringan diatas dengan menarik kantong rectal melalui
afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada harus tutup kelainan
membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal membran
tersebut dilubangi dengan hemostr atau skapel.
2. Pengobatan
a. Aksisi membran anal (membuat anus buatan)
b. Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan
dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen).(Staf Pengajar FKUI,
2005).

2.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :
1. Asidosis hiperkioremia.
2. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
3. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
4. Komplikasi jangka panjang.
5. Eversi mukosa anal
6. Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
7. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
8. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
9. Prolaps mukosa anorektal.
10. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)n
(Ngastiyah, 1997 : 248)

2.8 Diagnosa Keperawatan


DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa preoperasi:
1. Konstipasi berhubungan dengan aganglion.
2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat, muntah.
3. Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit
dan prosedur perawatan.
Diagnosa postoperasi:
1. Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan/ insisi luka.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari
kolostomi.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme sekunder
terhadap luka kolostomi.
4. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan kolostomi.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.
L. FOKUS INTERVENSI

Perencanaan keperawatan pada diagnosa preoperasi:

1. Konstipasi berhubungan dengan aganglion.

Tujuan: Klien mampu mempertahankan pola eliminasi BAB dengan teratur.


Kriteria hasil:

a. Penurunan distensi abdomen.

b. Meningkatnya kenyamanan.

Intervensi:

a. Lakukan enema atau irigasi rektal.

b. Kaji bising usus dan abdomen.

c. Ukur lingkar abdomen.

2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake,

muntah.

Tujuan: Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan.

Kriteria hasil:

a. Output urin 1-2 ml/ Kg/ Jam.

b. Capillary refill 3-5 detik.

c. Turgor kulit baik.

d. Membran mukosa lembab.

Intervensi:

a. Pantau TTV.

b. Monitor intake-output cairan.

c. Lakukan pemasangan infus dan berikan cairan IV.

3. Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit

dan prosedur perawatan.

Tujuan: Kecemasan orang tua dapat berkurang.

Kriteria hasil:
Klien tidak lemas.

Intervensi:

a. Jelaskan dengan istilah yang dimengerti oleh orang tua tentang anatomi dan

fisiologi saluran pencernaan normal.

b. Beri jadwal studi diagnosa pada orang tua.

c. Beri informasi pada orang tua tentang operasi kolostomi.

Perencanaan keperawatan pada diagnosa postoperasi:

1. Nyeri berhubungan dengan teruma pembedahan/ insisi luka.

Tujuan: Rasa nyeri teratasi/ berkurang.

Kriteria hasil:

a. Klien tampak tenang dan merasa nyaman.

b. Klien tidak meringis kesakitan.

Intervensi:

a. Kaji skala nyeri.

b. Kaji lokasi, waktu dan intensitas nyeri.

c. Berikan lingkungan yang tenang.

d. Atur posisi klien.

e. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari

kolostomi.

Tujuan: Tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan kulit lebih lanjut.

Kriteria hasil:
a. Penyembuhan luka tepat waktu.

b. Tidak terjadi kerusakan di daerah sekitar anoplasti.

Intervensi:

a. Kaji area stoma.

b. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian lembut dan longgar pada area

stoma.

c. Tanyakan apakah ada keluhan gatal sekitar stoma.

d. Kosongkan kantong kolostomi setelah terisi ¼ atau ⅓ kantong.

e. Lakukan perawatan luka kolostomi.

3. Resiko infeksi berhubungan masuknya mikroorganisme sekunder terhadap

luka kolostomi.

Tujuan: Tidak terjadi infeksi.

Kriteria hasil:

a. Tidak ada tanda-tanda infeksi.

b. TTV normal.

c. Leukosit normal.

Intervensi:

a. Kaji adanya tanda-tanda infeksi.

b. Pantau TTV.

c. Pantau hasil laboratorium.

d. Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium.

e. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.

4. Perubahan eliminasi berhubungan kolostomi.


Tujuan: Gangguan pola eliminasi teratasi.

Kriteria hasil:

a. BAB normal.

b. Frekuensi buang air besar 1-2x/ hari.

Intervensi:

a. Kaji pola dan kebiasaan buang air besar.

b. Kaji faktor penyebab konstipasi/ diare.

c. Anjurkan orang tua klien untuk memberi minum banyak dan mengandung

tinggi serat jika konstipasi.

d. Lakukan perawatan kolostomi.

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.

Tujuan: Pasien dan keluarga memahami perawatan di rumah.

Kriteria hasil:

a. Menunjukkan kemampuan untuk memberikan perawatan kolostomi dirumah.

Intervensi:

a. Ajarkan perawatan kolostomi dan partisipasi dalam perawatan sampai mereka

dapat melakukan perawatan.

b. Ajarkan untuk mengenal tanda-tanda dan gejala yang perlu dilaporkan

perawat.

c. Ajarkan bagaimana memberikan pengamanan pada bayi dan melakukan

dilatasi pada anal secara tepat.

d. Ajarkan cara perawatan luka yang tepat.

e. Latih pasien untuk kebiasaan defekasi.


f. Ajarkan pasien dan keluarga untuk memodifikasi diit (misalnya serat).

Вам также может понравиться

  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Документ7 страниц
    Daftar Isi
    Syifa Nadhilah
    Оценок пока нет
  • BAB I Drop Foot Ec THR PDF
    BAB I Drop Foot Ec THR PDF
    Документ5 страниц
    BAB I Drop Foot Ec THR PDF
    Desrila Indra Sari
    Оценок пока нет
  • Hasil Penelitian
    Hasil Penelitian
    Документ21 страница
    Hasil Penelitian
    Syifa Nadhilah
    Оценок пока нет
  • LP Plasenta Previa
    LP Plasenta Previa
    Документ11 страниц
    LP Plasenta Previa
    Sri Eko
    100% (4)
  • Kecemasan Pasien
    Kecemasan Pasien
    Документ13 страниц
    Kecemasan Pasien
    Asmawatifitrye Junaidi Sorenggana
    Оценок пока нет
  • BAB I Drop Foot Ec THR PDF
    BAB I Drop Foot Ec THR PDF
    Документ5 страниц
    BAB I Drop Foot Ec THR PDF
    Desrila Indra Sari
    Оценок пока нет
  • Katarak: Satuan Acara Penyuluhan (Sap)
    Katarak: Satuan Acara Penyuluhan (Sap)
    Документ8 страниц
    Katarak: Satuan Acara Penyuluhan (Sap)
    Syifa Nadhilah
    Оценок пока нет
  • ..
    ..
    Документ32 страницы
    ..
    Syifa Nadhilah
    Оценок пока нет
  • Katarak: Satuan Acara Penyuluhan (Sap)
    Katarak: Satuan Acara Penyuluhan (Sap)
    Документ8 страниц
    Katarak: Satuan Acara Penyuluhan (Sap)
    Syifa Nadhilah
    Оценок пока нет
  • Leaflet Cuci Tangan Bersih
    Leaflet Cuci Tangan Bersih
    Документ2 страницы
    Leaflet Cuci Tangan Bersih
    Giok
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ7 страниц
    Bab I
    Syifa Nadhilah
    Оценок пока нет
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Документ7 страниц
    Daftar Isi
    Syifa Nadhilah
    Оценок пока нет
  • Laporan Pendahuluan SC Dengan Letak Sungsang
    Laporan Pendahuluan SC Dengan Letak Sungsang
    Документ32 страницы
    Laporan Pendahuluan SC Dengan Letak Sungsang
    SUJANA, S.Kep., Ns
    71% (7)
  • .
    .
    Документ7 страниц
    .
    Syifa Nadhilah
    Оценок пока нет
  • 2175 4585 1 SM
    2175 4585 1 SM
    Документ7 страниц
    2175 4585 1 SM
    Syifa Nadhilah
    Оценок пока нет
  • Katarak: Satuan Acara Penyuluhan (Sap)
    Katarak: Satuan Acara Penyuluhan (Sap)
    Документ8 страниц
    Katarak: Satuan Acara Penyuluhan (Sap)
    Syifa Nadhilah
    Оценок пока нет
  • .
    .
    Документ26 страниц
    .
    Syifa Nadhilah
    Оценок пока нет
  • Kecemasan Pasien
    Kecemasan Pasien
    Документ13 страниц
    Kecemasan Pasien
    Asmawatifitrye Junaidi Sorenggana
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ3 страницы
    Bab I
    Syifa Nadhilah
    Оценок пока нет
  • Preskas Ruang 6
    Preskas Ruang 6
    Документ9 страниц
    Preskas Ruang 6
    Syifa Nadhilah
    Оценок пока нет
  • Katarak: Satuan Acara Penyuluhan (Sap)
    Katarak: Satuan Acara Penyuluhan (Sap)
    Документ8 страниц
    Katarak: Satuan Acara Penyuluhan (Sap)
    Syifa Nadhilah
    Оценок пока нет
  • Fisiologi Sistem Urinarius
    Fisiologi Sistem Urinarius
    Документ16 страниц
    Fisiologi Sistem Urinarius
    Syifa Nadhilah
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ7 страниц
    Bab I
    Syifa Nadhilah
    Оценок пока нет
  • Fisiologi Sistem Urinarius
    Fisiologi Sistem Urinarius
    Документ16 страниц
    Fisiologi Sistem Urinarius
    Syifa Nadhilah
    Оценок пока нет
  • Gastroesofageal Refluks Disease
    Gastroesofageal Refluks Disease
    Документ19 страниц
    Gastroesofageal Refluks Disease
    Syifa Nadhilah
    Оценок пока нет
  • Pengertian Difteri
    Pengertian Difteri
    Документ5 страниц
    Pengertian Difteri
    concoz
    Оценок пока нет
  • Penelitian Kesehatan
    Penelitian Kesehatan
    Документ14 страниц
    Penelitian Kesehatan
    Syifa Nadhilah
    Оценок пока нет
  • Isi Makalah Penelitian Kesehatan
    Isi Makalah Penelitian Kesehatan
    Документ12 страниц
    Isi Makalah Penelitian Kesehatan
    Ade Irma
    Оценок пока нет
  • Departemen Social Masyarakat
    Departemen Social Masyarakat
    Документ5 страниц
    Departemen Social Masyarakat
    Syifa Nadhilah
    Оценок пока нет