Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah penyakit paru yang ditandai
oleh hambatan aliran udara persisten yang biasanya bersifat progresif, dan
berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik pada saluran pernafasan dan
parenkim paru terhadap partikel atau gas berbahaya. Eksaserbasi dan komorbid
Hambatan aliran udara kronik pada PPOK disebabkan oleh gabungan dari
small airways. Begitu juga dengan kerusakan parenkim yang disebabkan oleh proses
inflamasi menyebabkan hilangnya hubungan antara alveolar dengan small airways dan
emfisema dapat saja bervariasi pada pasien PPOK dengan derajat obstruksi aliran udara
yang sama. Bronkitis kronik adalah kondisi klinik yang ditandai dengan produksi
mukus dan batuk persisten selama 3 bulan dalam satu tahun dan sudah terjadi dalam
dua tahun berturut-turut. Dulu bronkitis kronik dianggap sebagai element kunci dalam
patogenesis PPOK, namun kini diketahui bahwa peningkatan resistensi aliran udara
pada PPOK bisa disebabkan oleh perubahan patologic pada small airways.4
3
2.2 Klasifikasi Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Penatalaksanaan oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) edisi 2011 PPOK
terbagi atas:
(GOLD) 2017, PPOK dibagi atas 4 derajat berdasarkan keparahan hambatan aliran
udara:1
4
d. PPOK Sangat Berat: VEP1<30% disertai gagal napas kronis
utama kematian. Hal ini diprediksikan akan menjadi penyebab utama ketiga kematian
di seluruh dunia pada tahun 2020 karena peningkatan tingkat merokok dan perubahan
demografis di banyak negara. Lebih dari 3 juta kematian akibat PPOK atau 6% dari
angka kematian.1 Berdasarkan data American Lung Association tahun 2013, PPOK
merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak di United Stated setelah kanker dan
penyakit jantung.2
Jumlah penderita PPOK untuk wilayah Asia diperkirakan sekitar 56,6 juta
dengan prevalensi 6,3%. Di China angka kasus mencapai 38,16 juta jiwa, sedangkan
di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta jiwa pasien dengan prevalensi 5,6%. Angka
ini bisa saja meningkat seiring semakin banyaknya jumlah perokok karena 90%
kematian akibat PPOK juga mengalami peningkatan, hal ini dihubungkan dengan
berdasarkan The Tobacco Atlas pada tahun 2014 Indonesia merupakan negara ke-
empat dengan konsumsi tertinggi secara global. Data ini tidak hanya berdasarkan
dikonsumsi perhari.6
5
peningkatan dari tahun ke tahun. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
menunjukkan prevalensi perokok tahun 2007, 2010 dan 2013 berturut-turut sebesar
Berdasarkan data dari studi PLATINO, sebuah penelitian yang dilakukan pada lima
negara di Amerika Latin (Brasil, Meksiko, Uruguay, Chili, dan Venezuela) didapatkan
prevalensi PPOK sebesar 14,3%, dengan laki-laki banding perempuan sebesar 18,9%
banding 11,3%. Pada studi BOLD, penelitian yang sama dilakukan pada 12 negara
perempuan adalah 11,8% dan 8,5%. Data di Indonesia berdasarkan hasil RISKESDAS
2013 prevalensi PPOK sebesar 3,7%. Angka kejadian PPOK meningkat dengan
bertambahnya usia dan lebih tinggi pada laki-laki (4,2%) dibandingkan perempuan
(3,3%).9 Prevalensi eksaserbasi pasien PPOK di RSCM pada tahun 2010 sampai
6
a. Merokok
Sejak tahun 1964 rokok sudah dikenal menjadi faktor resiko mayor untuk
mortalitas dari penyakit bronkitis kronik dan emfisema. Penelitian juga sudah
merokok. Hal ini yang menyebabkan tingginya prevalensi PPOK pada pria
dibandingkan wanita. Resiko PPOK pada perokok bergantung dari dosis rokok
yang dihisap, usia mulai merokok, jumlah batang rokok pertahun dan lamanya
Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB) yaitu perkalian jumlah
rata-rata batang rokok yang dihisap dalam sehari dikalikan lama merokok
dalam tahun (ringan = 0-200, sedang = 200-600, dan berat > 600.5
seperti metacholine dan histamin, merupakan salah satu kriteria asma. Namun,
banyak pasien dengan PPOK juga mengalami hal yang sama. Banyaknya
kejadian overlap yang terjadi pada pasien asma dan PPOK pada hal peningkatan
respon jalan nafas, hambatan aliran udara dan gejala yang dihasilkan
dan emfisema merupakan variasi dari satu penyakit dasar, yaitu penyakit yang
British menyatakan asma dan PPOK merupakan dua penyakit yang berbeda.
Asma merupakan kejadian alergi dan PPOK dihasilkan dari kerusakan dan
inflamasi yang di akibatkan oleh rokok. Hal perlu di ingat, bahwa sudah ada
7
penelitian yang menemukan bahwa terdapat gen ADAM33 dan MMP12 yang
pertambangan emas, debu kapas tekstil sudah dilaporkan menjadi faktor resiko
untuk PPOK. Walaupun efek dari bahan-bahan tersebut tidak lebih berbahaya
d. Polusi udara
Polusi didalam ruangan berupa kayu, serbuk gergaji, batu bara, dan minyak
polusi sulfat atau gas buang kendaraan. Polusi diluar ruangan berupa asap
kendaraan dan pembakaran pabrik merupakan salah satu faktor resiko penyebab
PPOK.5
masyarakat yang tinggal didaerah urban dibandingkan daerah rural yang bisa
berhubungan dengan polusi udara. Namun, sama dengan eksposur daerah kerja,
polusi udara memiliki pengaruh yang tidak lebih besar dibandingkan dengan
asap rokok.5
e. Stres oksidatif
8
Paru selalu terpajan oleh oksidan endogen dan eksogen. Oksidan endogen
berasal dari sel fagosit dan tipe sel lainya sedangkan oksidan eksogen dari
polutan dan asap rokok. Sel paru dilindungi oleh oxydative chalenge yang
oksidan dan antioksidan akan menimbulkan stres oksidatif. Stres oksidatif akan
Paparan asap rokok pada anak menyebabkan turunnya pertumbuhan paru. Pada
saat kehamilan, paparan asap rokok juga menyebabkan penurunan fungsi paru
pada saat lahir. Walaupun paparan asap rokok diikuti dengan penurunan fungsi
intravena.5
9
2.5 Patologi, Patogenesis dan Patofisiologi Penyakit Paru Obstruktif Kronis
a. Patologi
peningkatan jumlah dari sel inflamasi spesifik di tiap-tiap bagian paru dan
gambaran paru normal dan paru PPOK bisa dilihat pada gambar dibawah ini.
b. Patogenesis
Inflamasi yang terjadi di jalur pernafasan pada pasien PPOK timbul akibat
respon terhadap iritan kronik seperti asap rokok. Mekanisme ini masih belum
dipahami sepenuhnya. Bisa saja pasien menderita PPOK namun tidak pernah
10
i. Stres oksidatif
meningkat di sputum dan sirkulasi sistemik pada pasien dengan PPOK. Stres
merokok dan partikel lain, dan dihasilkan oleh sel inflamasi seperti makrofag
dan neutrophil. Hal ini bisa diperburuk dengan rendahnya anti-oksidan pada
pasien PPOK sebagai hasil dari turunnya faktor transkripsi yang dikenal
sebagai Nrf2.1
dengan protease. Beberapa protease yang dihasilkan dari sel inflamasi dan sel
epithelial meningkat pada pasien PPOK. Salah satu protease yang sangat
jumlah CD8+ (cytotoxic) limfosit Tc1 yang hanya terjadi pada pasien PPOK
yang merokok. Sel ini, bersama dengan neutrophil dan makrofag, menghasilkan
mediator inflamasi dan enzim yang berinteraksi dengan sel yang ada di saluran
faktor kemotaktik bagi sel inflamasi, mempercepat proses inflamasi dan meng-
11
induce perubahan structural.1
mendasar. Yaitu sel inflamasi dan mediator inflamasi yang berakibat dengan
bedanya efek fisiologi, gejala dan respon terhadap terapi. Beberapa pasien
PPOK memiliki aspek inflamasi yang sama dengan asma, disertai dengan
peningkatan eosinophil.1
c. Patofisiologi1
Saat ini sudah diketahui bagaimana proses dasar yang terjadi pada PPOK
Derajat inflamasi, fibrosis dan eksudat pada small airways berhubungan dengan
bekerja pada saluran pernafasan perifer dan menurunkan jumlah udara yang
12
terperangkap, dan akan memperbaiki gejala dan kapasitas olahraga.
Penurunan ventilasi disebabkan oleh penurunan drive respirasi. Hal ini akan
yang merupakan gejala yang khas dari bronchitis kronik. Namun tidak semua
pasien terjadi hipersekresi mucus. Hal ini diakibatkan oleh peningkatan jumlah
sel goblet dan hipertrofi kelenjar submucosal yang merupakan respon untuk
iritasi saluran pernafasan kronik oleh asap rokok dan gas berbahaya lainnya.
Hipertensi pulmonal bisa terjadi belakangan pada pasien PPOK dan ini
13
v. Eksaserbasi
Eksaserbasi pada pasien PPOK biasanya dicetuskan oleh infeksi bakteri atau
virus, polutan lingkungan, dan oleh faktor yang tidak diketahui. Pasien dengan
dyspnea.
Saat ini sudah banyak diketahui bahwa pasien dengan PPOK memiliki
berpengaruh pada kelemahan otot skeletal dan kakeksia, dan bisa saja
dan depresi.
14
2.6 Diagnosis Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala ringan
hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan sampai ditemukan
kelainan yang jelas dan tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK dipertimbangkan bila
timbul tanda dan gejala yang secara rinci diterangkan pada tabel berikut:
Pertimbangkan PPOK dan lakukan uji spirometri, jika salah satu indikator ini
ada pada individu di atas usia 40 tahun. Indikator ini bukan merupakan diagnostik pasti,
a. Gambaran Klinis
1. Anamnesis
15
pernapasan
o Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir
2. Pemeriksaan Fisis
Inspeksi
sebanding)
Palpasi
16
Perkusi
Auskultasi
Ekspirasi memanjang
b. Pemeriksaan rutin
1. Faal Paru
VEP1/KVP (%).
17
dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari
20%
b. Uji bronkodilator
4. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain.
18
19
2.7 Tatalaksana Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Berhenti Merokok
rehabilitasi yang akan memperbaiki gejala, kualitas hidup, kualitas fisik dan
20
2. Mengurangi faktor risiko
Terapi farmakologi9
Bronkodilator
Prinsip kerja dari β2 agonis adalah relaksasi otot polos jalan napas dengan
bronkodilator dari short acting β2 agonist biasanya dalam waktu 4-6 jam.
Penggunaan dosis tinggi short acting β2 agonist pro renata pada pasien yang
telah diterapi dengan long acting broncodilator tidak didukung bukti dan tidak
atau lebih. Formoterol dan salmeterol memperbaiki FEV1 dan volume paru,
sesak napas, health related quality of life dan frekuensi eksaserbasi secara
signifikan , tapi tidak mempunyai efek dalam penurunan mortalitas dan fungsi
Indacaterol merupakan Long acting β2 agonist baru dengan waktu kerja 24 jam
dan bekerja secara signifikan memperbaiki FEV1, sesak dan kualitas hidup
21
mencetuskan aritmia. Tremor somatic merupakan masalah pada pasien lansia
Antikolinergik
Obat yang termasuk pada golongan ini adalah ipratropium, oxitropium dan
waktu kerja lebih dari 24 jam. Aksi kerjanya dapat mengurangi eksaserbasi dan
gejala pada prostat tapi tidak ada data yang dapat membuktikan hubungan
Methylxanthine
Contoh obat yang tergolong methylxanthine adalah teofilin. Obat ini dilaporkan
berperan dalam perubahan otot-otot inspirasi. Namun obat ini tidak direkomendasikan
Kortikosteroid
gejala, fungsi paru, kualitas hidup serta mengurangi frekuensi eksaserbasi pada pasien
Phosphodiesterase-4 inhibitor
22
Mekanisme dari obat ini adalah untuk mengurangi inflamasi dengan
efek samping seperti mual, menurunnya nafsu makan, sakit perut, diare, gangguan tidur
Alpha-1 Augmentation therapy: Terapi ini ditujukan bagi pasien usia muda
dengan defisiensi alpha-1 antitripsin herediter berat. Terapi ini sangat mahal,
dan tidak tersedia di hampir semua negara dan tidak direkomendasikan untuk
antitripsin.
mencetuskan eksaserbasi
Rehabilitasi
Konseling nutrisi
23
Edukasi
Terapi Lain
Terapi Oksigen
Ventilatory Support
dan tidak sepenuhnya reversibel seperti gagal napas kronik dan gagal napas akut pada
gagal napas kronik. Gagal napas kronik hasil analisis gas darah PO2 kurang dari 60
mmHg dan PCO2 lebih dari 60 mmHg, dan pH normal. Gagal napas akut pada gagal
napas kronik ditandai oleh sesak napas dengan atau tanpa sianosis, sputum bertambah
dan purulen, demam, dan kesadaran menurun. Terjadi juga infeksi berulang, pada
kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi berulang, pada kondisi kronik ini
imunitas menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah.
Komplikasi yang terberat yaitu kor pulmonal, yang ditandai oleh gelombang P pada
EKG, hematokrit lebih dari 50%, dapat disertai gagal jantung kanan.5
Prognosis PPOK sendiri adalah dilihat dari setelah munculan klinik yang rata-
rata hidup hingga 10 tahun. Terdapat beberapa faktor yang memprediksi survivalnya
jelek pada PPOK : FEV1 rendah, masih merokok, hipoksemia, nutrisi jelek, kor
24
pulmonale, penyakit komorbid dan kapasitas difus rendah. Pasien dengan FEV1 <35%
prediksi mempunyai mortalitas 10% pertahun. Jika pasien tak bisa berjalan 100 m tanpa
harus berhenti oleh karena sesak napas, five years survival hanya 30%. Indeks
prognostik yang multi dimensi adalah BODE INDEX (body mass index, obstructive
25