Вы находитесь на странице: 1из 26

5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Pengetahuan


2.1.1 Definisi Pengetahuan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pengetahuan adalah sesuatu
yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran (Pranoto, 2007). Menurut
Budiman (2014 : 3) pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus
menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya
pemahaman-pemahaman baru.
Pengetahuan atau knowlegde merupakan hasil dari tahu, yang terjadi saat
orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Sebagian besar
pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan
pedoman dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Berdasarkan
pengalaman dan penelitian diperoleh bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan
(Maulana, 2009 : 194).
Menurut Notoatmodjo (2012 : 138) pengetahuan merupakan hasil dari tahu,
ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Pengetahuan atau ranah kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang
(overt behaviour) :
Berdasarkan dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pengetahuan yang dapat membentuk dan mempengaruhi perilaku seseorang.
2.1.1.1 Tingkat pengetahuan domain kognitif
Pengetahuan yang tercakup dan domain kognitif mempunyai enam tingkatan
(Budiman dan Riyanto, 2013 : 4) :
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari

5
6

atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan
tingkat yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa rang tahu
tentang apa yang dipelajari antara lain dapat menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.Contoh: dapat menyebutkan
tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita.
2) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi
harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat
menjelaskan mengapa harus makan-makanan yang bergizi.
3) Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi ini
dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks attau situasi yang lain.
Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-
perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus
pemecahan masalah (problem solving cycle) didalam pemecahan masalah
kesehatan dari kasus yang diberikan.
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini
dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan
(membuat bagan), membedakan memisahkan, mengelompokkan, dan
sebagainya.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
7

formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, merencanakan,


meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori
atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang sudah ada. Misalnya,dapat membandingkan antara
anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat menanggapi
terjadinya diare di suatu tempat, dapat menafsirkan sebab-sebab mengapa
ibu-ibu tidak mau ikut Keluarga Berencana (KB) dan sebagainya.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.
Dari beberapa pengertian tentang pengetahuan di atas dapat saya simpulkan
bahwa pengetahuan adalah suatu pembentukan pola pikir dari yang tidak tahu
menjadi tahu yang berhubungan dengan proses pembelajaran dan mempunyai 6
tingkatan domain kognitif yaitu tahu (know), memahami (comprehension),
aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), evaluasi
(evaluation).

2.1.2 Jenis Pengetahuan


Pemahaman masyarakat mengenai pengetahuan dalam konteks kesehatan
sangat beraneka ragam.Pengetahuan merupakan bagian perilaku kesehatan. Jenis
pengetahuan di antaranya sebagai berikut (Budiman dan Riyanto 2014 : 4) :
2.1.2.1 Pengetahuan inplisit
Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk
pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat nyata, seperti
keyakinan pribadi, perspektif, dan prinsip. Pengetahuan seseorang biasanya sulit
untuk ditransfer ke orang lain baik secara tertulis ataupun lisan. Pengetahuan
implisit sering kali berisi kebiasaan dan budaya bahkan bisa tidak disadari. Contoh
8

sederhana seseorang mengetahui tentang bahaya merokok bagi kesehatan, namun


ternyata dia merokok.
2.1.2.2 Pengetahuan eksplisit
Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang telah didokumentasikan atau
disimpan dalam wujud nyata, bisa dalam wujud perilaku kesehatan. Pengetahuan
nyata dideskripsikan dalam tindakan-tindakan yang berhubungan dengan
kesehatan. Contoh sederhana seseorang yang telah mengetahui tentang bahaya
merokok bagi kesehatan dan ternyata dia tidak merokok.

2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan


Menurut Putri (2016 : 28) faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
adalah :
2.1.3.1 Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah (baik formal maupun nonformal),
berlangsung seumur hidup. Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap
dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Dengan pendidikan tinggi, maka
seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain
maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin
banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan.
2.1.3.2 Informasi/media massa
Informasi adalah “that of which one is apprised or told: intelligence, news”
(Oxford English Dictionary). Kamus lain menyatakan bahwa informasi adalah
sesuatu yang dapat diketahui, namun ada pula yang menekankan informasi
sebagai transfer pengetahuan. Selain itu, informasi juga dapat didefinisikan
sebagai suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan,
memanipulasi, mengumumkan, menganalisis, dan menyebarkan informasi dengan
tujuan tertentu (Undang-Undang Teknologi Informasi).
Adanya perbedaan definisi informasi pada hakikatnya dikarenakan sifatnya
yang tidak dapat diuraikan (intangible), sedangkan informasi tersebut dapat
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, yang diperoleh dari data dan pengamatan
9

terhadap dunia sekitar kita, serta diteruskan melalui komunikasi. Informasi


mencakup data, teks, gambar, suara, kode, program komputer, dan basis data.
Contohnya: seseorang mendapatkan informasi dari media cetak bahwa penyakit
demam berdarah disebabkan oleh vektor nyamuk Dengue. Penyebaran penyakit
demam berdarah terjadi melalui lingkungan tidak sehat dengan indikator banyak
genangan air yang menjadi perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegepty.Informasi
yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun nonformal dapat memberikan
pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan
atau peningkatan pengetahuan. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal
memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal
tersebut.
2.1.3.3 Sosial, budaya dan ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran
apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian, seseorang akan
bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang
juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan
tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan memengaruhi pengetahuan
seseorang.
2.1.3.4 Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik
lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap
proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan
tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang
akan direspons sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
2.1.3.5 Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa
lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan akan memberikan
pengetahuan dan keterampilan profesional, serta dapat mengembangkan
kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan
10

menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang
kerjanya.
2.1.3.6 Usia
Usia memengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang, semakin
bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya
sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Dua sikap
tradisional mengenai jalannya perkembangan selama hidup adalah sebagai
berikut:
1) Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai
dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah
pengetahuannya.
2) Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua
karena telah mengalami kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat
diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia.
Khususnya pada beberapa kemampuan yang lain, seperti kosa kata dan
pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat ternyata IQ seseorang akan
menurun cukup cepat sejalan dengan bertambahnya usia.

2.1.4 Cara Memperoleh Pengetahuan


Menurut Notoatmodjo (2007 : 122) dari berbagai macam cara yang telah
digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat
dikelompokkan menjadi dua yakni: cara tradisional atau non ilmiah dan cara
modern atau yang disebut dengan cara ilmiah.
2.1.4.1 Cara tradisional atau non ilmiah
Cara tradisional terdiri dari empat cara yaitu :
1) Trial and error
Cara ini digunakan orang sebelum ada kebudayaan, bahkan mungkin
sebelum adanya peradaban. Pada waktu itu bila seseorang menghadapi
persoalan atau masalah, upaya yang dilakukan hanya dengan menggunakan
kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan
tersebut tidak berhasil maka di coba kemungkinan yang lain sampai berhasil.
11

Oleh karena itu cara ini disebut dengan metode trial (coba) dan error (gagal
atau salah atau metode coba salah adalah coba-coba).
2) Kekuasaan atau otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan dan tradisi
yang dilakukan oleh orang, penalaran, dan tradisi-tradisi yang dilakukan itu
baik atu tidak. Kebiasaan ini tidak hanya terjadi pada masyarakat tradisional
saja, melainkan juga terjadi pada masyarakat modern. Kebiasaan-kebiasaan
ini seolah-olah diterima dari sumbernya sebagai kebenaran yang
mutlak.Sumber pengetahuan ini dapat berupa pemimpin-pemimpin
masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang
pemerintahan dan sebagainya.
3) Berdasarkan pengalaman pribadi
Adapun pepatah mengatakan “pengalaman adalah guru terbaik”. Pepatah ini
mengandung maksud bahwa pengalaman itu merupakan sumber
pengetahuan atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan.
4) Jalan pikiran
Sejalan perkembangan kebudayaan umat kebudayaan umat manusia cara
berpikir umat manusiapun ikut berkembang. Dari sini manusia telah mampu
menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuan. Dengan kata
lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menjalankan
jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi. Induksi dan deduksi
pada dasarnya adalah cara melahirkan pemikiran secara tidak langsung
melalui pernyataan-pernyataan yag dikemukakan.
5) Cara modern atau cara ilmiah
Cara baru memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis
dan ilmiah yang disebut metode ilmiah. Kemudian metode berpikir induktif
bahwa dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan mengadakan
observasi langsung, membuat cacatan terhadap semua fakta sehubungan
dengan objek yang diamati.
12

2.1.5 Pengukuran Tingkat Pengetahuan


Menurut Notoatmodjo (2007 : 125) pengukuran pengetahuan dapat
dilakukan dengan wawancara atau kuesioner yang menanyakan tentang isi materi
yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Skala ini menggunakan
data kuantitatif yang berbentuk angka-angka yang menggunakan alternatif
jawaban serta menggunakan peningkatan yaitu kolom menunjukan nilai tertentu.
Penilaian tingkat kepatuhan dalam penelitian ini dengan memberikan
kuesioner sebagai alat ukur yang berisi 2 item pernyataan tentang pengetahuan
perawat dalam pelaksanaan identifikasi pasien yang diukur dari subjek penelitian
responden dengan rentang nilai Benar = 1, Salah = 0.
Untuk mengukur pengetahuan berdasarkan rumus sebagai berikut:

𝑆𝑝
𝑁= × 100%
𝑆𝑚
Keterangan :
N : Nilai pengetahuan
Sm : Skor tertinggi maksimal
Sp : Skor yang didapat
Kategori tingkat pengetahuan pada masing-masing tingkatan pengetahuan
dapat dinilai berdasar persentase sebagai berikut (Budiman, 2013: 11) :
1) Tingkat pengetahuan kategori Baik >75%.
2) Tingkat pengetahuan kategori Cukup 56-74%.
3) Tingkat pengetahuan kategori Kurang < 55%.

2.2 Konsep Dasar Kepatuhan


2.2.1 Definisi Kepatuhan
Menurut Pranoto (2007 : 47) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
mendefinisikan patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah, sedangkan
kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin.
Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan suatu aturan dan
perilaku yang disarankan. Kepatuhan adalah menuruti suatu perintah atau suatu
aturan. Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan perawatan,
13

pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh perawat, dokter atau tenaga
kesehatan lainnya (Bart, 2004).
Kepatuhan perawat adalah perilaku perawat sebagai seorang yang
professional terhadap suatu anjuran, prosedur atau aturan yang harus dilakukan
atau ditaati (Niven, 2012). Sebagai contoh kepatuhan (ketaatan) sebagai tingkat
kesesuaian perilaku penderita melaksanakan cara pengobatan yang disarankan
oleh dokter atau orang lain.
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli tentang kepatuhan dapat peneliti
simpulkan bahwa kepatuhan adalah suatu pemikiran atau perasaan seseorang yang
menimbulkan respon untuk melaksanakan suatu perintah tentang anjuran, ajaran
atau aturan bernilai positif.

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan


Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan menurut Niven (2012 : 4),
antara lain:
2.2.2.1 Faktor internal
1) Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang (overt behavior). Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya
bersifat langgeng, sebelum orang mengadopsi perilaku baru tersebut
terjadi proses yang berurutan yakni : (1) Awareness (kesadaran) : yakni
orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih
dahulu; (2) Interest : yakni orang mulai tertarik kepada stimulus; (3)
Evaluation : menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut
bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi; (4)
Trial : orang telah mulai mencoba perilaku baru; (5) Adoption : subjek
telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya
terhadap stimulus.
14

2) Sikap
Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang
terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak
(favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak
(unfavorable) pada objek tersebut. Sikap merupakan semacam kesiapan
untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara - cara tertentu. Dapat
dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksudkan merupakan kecenderungan
potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan
pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respons. Sikap merupakan
reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu
stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya
kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-
hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.
Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi
terbuka atau tingkah laku yang terbuka.
3) Kemampuan
Kemampun adalah bakat seseorang untuk melakukan tugas fisik atau
mental. Kemampuan seseorang pada umumnya stabil. Kemampuan
merupakan faktor yang dapat membedakan karyawan yang berkinerja
tinggi dan yang berkinerja rendah. Kemampuan individu mempengaruhi
karateristik pekerjaan, perilaku, tanggung jawab, pendidikan dan memiliki
hubungan secara nyata terhadap kinerja pekerjaan. Manajer harus berusaha
menyesuaikan kemampuan dan keterampilan seseorang dengan kebutuhan
pekerjaan. Proses penyesuaian ini penting karena tidak ada kepemimpinan,
motivasi, atau sumber daya organisasi yang dapat mengatasi kekurangan
kemampuan dan keterampilan meskipun beberapa keterampilan dapat
diperbaiki melalui latihan atau pelatihan.
4) Motivasi
Motivasi mempunyai arti dorongan, berasal dari bahasa latin “movere”,
yang berarti mendorong atau menggerakkan. Motivasi inilah yang
mendorong seseorang untuk berperilaku, beraktifitas dalam pencapaian
tujuan. Karena itu motivasi diartikan sebagai kekuatan yang terdapat
15

dalam diri organisme yang mendorong untuk berbuat atau merupakan


driving force. Motif sebagai pendorong pada umumnya tidak berdiri
sendiri, tetapi saling kait mengait dengan faktor-faktor lain, hal-hal yang
dapat mempengaruhi motif disebut motivasi. Apabila orang ingin
mengetahui mengapa orang berbuat atau berperilaku ke arah sesuatu
seperti yang dikerjakan, maka orang tersebut akan terkait dengan motivasi
atau perilaku yang termotivasi (motivated behavior).
2.2.2.2 Faktor eksternal
1) Karakter organisasi
Keadaan dari organisasi dan struktur organisasi ditentukan oleh filosofi
dari manajer organisasi tersebut. Keadaan organisasi dan struktur
organisasi akan memotivasi atau gagal memotivasi perawat profesional
untuk berpartisipasi pada tingkatan yang konsisten sesuai dengan tujuan.
Karakteristik organisasi meliputi komitmen organisasi dan hubungan
antara teman sekerja dan supervisor yang akan berpengaruh terhadap
kepuasan kerja dan perilaku individu.
2) Karakter kelompok
Kelompok adalah unit komunitas yang terdiri dari dua orang atau lebih
yang memiliki suatu kesatuan tujuan dan pemikiran serta integritas antar
anggota yang kuat. Karakteristik kelompok adalah : (1) adanya interaksi;
(2) adanya struktur; (3) kebersamaan; (4) adanya tujuan; (5) ada suasana
kelompok; (6) dan adanya dinamika interdependensi. Anggota kelompok
melaksanakan peran tugas, peran pembentukan, pemeliharaan kelompok,
dan peran individu. Anggota melaksana-kan hal ini melalui hubungan
interpersonal. Tekanan dari kelompok sangat mempengaruhi hubungan
interpersonal dan tingkat kepatuhan individu karena individu terpaksa
mengalah dan mengikuti perilaku mayoritas kelompok meskipun
sebenarnya individu tersebut tidak menyetujuinya.
3) Karakteristik pekerjaan
Karakteristik pekerjaan akan memberikan motivasi bagi karyawan untuk
lebih bekerja dengan giat dan untuk menumbuhkan semangat kerja yang
lebih produktif karena karakteristik pekerjaan adalah proses membuat
16

pekerjaan akan lebih berarti, menarik dan menantang sehingga dapat


mencegah seseorang dari kebosanan dan aktivitas pekerjaan yang monoton
sehingga pekerjaan terlihat lebih bervariasi. Karakteristik pekerjaan adalah
sifat yang berbeda antara jenis pekerjaan yang satu dengan yang lainnya
yang bersifat khusus dan merupakan inti pekerjaan yang berisikan sifat-
sifat tugas yang ada di dalam semua pekerjaan serta dirasakan oleh para
pekerja sehingga mempengaruhi sikap atau perilaku terhadap
pekerjaannya.
Niven (2010 : 4)

2.2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan


Menurut Niven (2010) faktor yang mempengaruhi ketidak patuhan dapat
digolongkan menjadi 4 bagian antara lain:
2.2.3.1 Pemahaman tentang intruksi
Tak seorangpun dapat mematuhi intruksi jika ia salah paham tentang
intruksi yang diberikan kepadanya.
2.2.3.2 Kualitas interaksi
Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien merupakan
bagaian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan. Meningkatkan
interaksi profesional kesehatan dengan pasien adalah suatu hal penting untuk
memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh informasi tentang
diagnosis. Pasien membutuhkan penjelasan tentang kondisinya dan
bagaimana pengobatannya, dapat membantu meningkatkan kepercayaan
pasien.
2.2.3.3 Isolasi sosial dan keluarga
Modifikasi faktor lingkungan dan sosial dengan membangun dukungan
sosial dari keluarga dan teman-teman, kelompok-kelompok pendukung
dapat dibentuk untuk membantu kepatuhan terhadap kepatuhan.
2.2.3.4 Keyakinan, sikap dan kepribadian
Keyakinan, sikap dan kepribadian telah membuat suatu usulan bahwa model
keyakinan kesehatan berguna untuk memperkirakan adanya ketidakpatuhan.
17

2.2.4 Tingkat Kepatuhan


Menurut Niven (2012 : 190) ada beberapa tingkat kepatuhan yaitu :
2.2.4.1 Sangat Patuh
Seseorang dikatakan sangan patuh apabila melakukan tugas atau tanggung
jawab secara secara berulang-ulang dan mandiri mandiri tanpa ada dorongan
atau paksaan dari luar atau orang lain sehingga mampu memberikan dampak
yang baik.
2.2.4.2 Patuh
Seseorang dikatakan patuh apabila mampu melakukan tugas atau tanggung
jawab secara mandiri dengan dorongan orang lain atau tanpa ada dorongan
dari luar atau orang lain sehingga mampu memberikan dampak yang baik.
2.2.4.3 Tidak Patuh
Seseorang dikatakan tidak patuh apabila tidak mampu dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawab sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku.
2.2.4.4 Sangat tidak patuh
Seseorang dikatakan sangat tidak patuh yaitu tidak mampu melaksanakan
tugas atau tanggung jawab yang diberikan dalam kehidupan sehari-hari.

2.2.5 Pengukuran Tingkat Kepatuhan.


Penilaian tingkat kepatuhan dilakukan dengan lembar observasi sebagai
alat ukur, yang digunakan terdiri dari 9 aspek yang dinilai tentang prosedur
identifikasi pasien. Penilaian dalam checklist berdasarkan tingkat kemampuan
perawat dalam menerapkan identifikasi pasien dengan jawaban “tidak” mendapat
skor 0 dan jawaban “iya” mendapat skor 1. Hasil ukuran dari lembar observasi ini
akan dihitung total dari semua responden dan mencari nilai rata-rata untuk
mengetahui apakah perawat dikatakan patuh atau tidak dalam mengidentifikasi
pasien (Rahmaningrum, 2016 : 31). Menurut Arikunto (2011 : 12) cara mengukur
kepatuhan bentuk persentase digunakan rumus sebagai berikut :
𝑥
P = = x 100%
𝑁

Keterangan:
P : Nilai kepatuhan
x : Jumlah jawaban yang benar
18

N: Jumlah pertanyaan
100% Nilai konstanta
Kategori tingkat kepatuhan dengan scoring sebagai berikut :
1) Sangat patuh (76 - 100%)
2) Patuh (56 - 75%)
3) Tidak patuh (<26% - 55%)
4) Sangat tidak patuh (<26%)

2.3 Konsep Dasar Identifikasi Pasien


2.3.1 Definisi Identifikasi Pasien
Identifikasi merupakan penerapan atau penentu atau ciri – ciri atau
keterangan lengkap seseorang (Hamzah, 2008). Pasien adalah setiap orang yang
melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan
kesehatan yang diperlukan, secara langsung atau tidak langsung di rumah sakit
(Keputusan Direktur RSU Adella Slawi, 2012).
Identifikasi pasien adalah suatu proses pemberian tanda atau pembeda yang
mencakup nomor rekam medis dan identitas pasien dengan tujuan agar dapat
membedakan antara pasien satu dengan pasien yang lainnya guna ketepatan
pemberian pelayanan, pengobatan dan tindakan atau prosedur kepada pasien
(Keputusan Direktur RSU Adella Slawi, 2012).
Identifikasi pasien adalah suatu upaya atau usaha yang dilakukan dalam
sebuah pelayanan kesehatan sebagai suatu proses yang bersifat konsisten,
prosedur yang memiliki kebijakan atau telah disepakati, diaplikasikan
sepenuhnya, diikuti dan dipantau untuk mendapatkan data yang akan digunakan
dalam meningkatkan proses identifikasi.
Dengan kata lain menurut peneliti, identifikasi adalah suatu upaya untuk
mengetahui identitas seseorang, karena dengan identitas tersebut kita dapat
mengenal seseorang sehingga dapat membedakan orang yang satu dengan yang
lainnya.
19

2.3.2 Maksud dan Tujuan Identifikasi Pasien


Identifikasi pasien menjadi salah satu bagian dari enam Sasaran
Keselamatan Pasien (SKP) yang sangat penting dalam keberhasilan serta dalam
mencegah masalah-masalah yang timbul akibat kesalahan tindakan, pemberian
obat, dan pelayanan yang diberikan (Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Identifikasi, 2011).
Maksud dan tujuan sasaran keselamatan identifikasi yaitu :
2.3.2.1 Mengidentifikasi sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau
pengobatan;
2.3.2.2 Membedakan antara pasien satu dengan pasien yang lainnya,sehingga
mempermudah dalam proses pemberian pelayanan kesehatan kepada
pasien yang datang berobat dan mencegah kesalahan dan kekeliruan dalam
proses pemberian pelayanan, pengobatan tindakan atau prosedur.
2.3.2.3 Mencegah kesalahan atau kekeliruan pemberian pelayanan di unit rawat
jalan, rawat darurat, dan ruang operasi.
2.3.2.4 Mencegah kesalahan atau kekeliruan sebelum pemberian obat, darah, atau
produk darah.
2.3.2.5 Mencegah kesalahan atau kekeliruan sebelum mengambil darah dan
spesimen lain untuk pemeriksaan klinik.
2.3.2.6 Mengarahkan pelaksanaan identifikasi pasien yang konsisten pada semua
situasi dan lokasi.

2.3.3 Elemen Identifikasi Pasien


Dalam Pedoman Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit ketepatan
identifikasi pasien terdapat beberapa elemen, antara lain (KemenKes, 2015) :
2.3.3.1 Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh
menggunakan nomor kamar/lokasi pasien.
2.3.3.2 Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
2.3.3.3 Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis.
2.3.3.4 Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan
tindakan/prosedur.
20

2.3.3.5 Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang


konsisten pada semua situasi dan lokasi.

2.3.4 Cara Identifikasi Pasien


2.3.4.1 Kebijakan dan/atau prosedur, cara untuk mengidentifikasi pasien
(Keputusan Direktur RSU Adella Slawi, 2012) :
1) Sistem penamaan pasien
Sistem penamaan dalam pengidentifikasi pasien adalah tata cara penulisan
nama seseorang yang bertujuan untuk membedakan satu pasien dengan pasien lain
dan untuk memudahkan dalam pengindekan data base pasien sebagai Indeks
Utama Pasien (IUP) secara komputeriasi. Sehingga mempermudah/memperlancar
dalam memberikan pelayanan medis kepada pasien yang datang berobat ke rumah
sakit.
Prinsip utama yang harus ditaati oleh petugas identifikasi khususnya petugas
admission adalah :
(1) Nama pasien sendiri terdiri dari satu suku kata atau lebih.
(2) Penulisan nama sesuai dengan KTP/SIM/PAPSOR yang masih berlaku.
(3) Untuk keseragaman penulisan nama pasien digunakan ejaan baru yang
disempurnakan dengan menggunakan huruf cetak/kapital.
(4) Tidak diperkenankan adanya pencantuman title/jabatan/gelar
(5) Perkataan Tuan, Saudara, Bapak, tidak dicantumkan dalam penulisan nama
pasien.
(6) Apabila pasien berkewarganegaraan asing maka penulisan namanya harus
disesuaikan dengan paspor yang berlaku di Indonesia
(7) Bila seorang bayi baru lahir hingga saat pulang belum mempunyai nama,
maka penulisan namanya adalah Bayi Ny. Xxx (nama ibu bayi).
(8) Tulisan harus jelas dapat terbaca oleh orang lain dan tidak ada penghapusan
Tip Ex jika terjadi kesalahan pembetulannya diberi paraf dan tulisan yang
diubah masih dapat dibaca.
(9) Penulisan nama menggunakan nama asli pasien bukan nama samaran atau
panggilan.
Adapun cara penulisannya adalah sebagai berikut :
21

1) Cara Penulisan Nama Pasien :


(1) Nama pada KTP/SIM : PANDHU BAGUS SAMIAJI
(2) Nama pada Kartu pasien : PANDHU BAGUS SAMIAJI
(3) Nama data dasar pasien : PANDHU BAGUS SAMIAJI
(4) Nama pada Gelang pasien : PANDHU BAGUS SAMIAJI
2) Cara Penulisan Nama Pasien Bayi :
(1) Nama ibu : ROSITA DEWI
(2) Nama pada bayi : By.Ny.ROSITA DEWI
(3) Nama data dasar pasien : By.Ny.ROSITA DEWI
(4) Nama pada gelang bayi : By.Ny.ROSITA DEWI
Apabila pada kunjungan selanjutnya bayi telah memiliki nama, maka nama
yang digunakan adalah namanya saat ini. Maka hanya petugas admission yang
berwenang dapat merubah nama bayi sesuai dengan namanya sekarang.
2) Sistem pemberian nomor rekam medis
Pengidentifikasian pasien dengan menggunakan sistem penomoran yaitu tata
cara penulisan nomor rekam medis yang diberikan kepada pasien yang datang
berobat sebagai bagian dari identitas pribadi pasien yang bersangkutan. Pemberian
nomor /numbering sistem pada pasien yang masuk rumah sakit baik rawat jalan,
rawat darurat dengan cara unit numbering system, yaitu (setiap pasien hanya
memiliki satu nomor rekam medis selama berobat/dirawat), yang bertujuan agar
nomor rekam medis yang dipergunakan tidak terjadi penggandaan. Ketentuan
pada sistem penomoran meliputi :
(1) Pada pasien yang berobat jalan maupun rawat inap diberikan satu nomor
rekam medis.
(2) Nomor dokumen rekam medis terdiri atas 6 (enam) digit mulai dari 00 00 00
sd. 99 99 99.
(3) Sebagai kendali nomor yang akan digunakan dibuatkan buku bank nomor.
Untuk Bayi baru lahir mempunyai nomor rekam medis tersendiri yang
bertujuan agar tidak terjadi kesalahan pada penomoran, ketentuannya adalah bayi
baru lahir mempunyai nomor rekam medis tersendiri tidak disamakan dengan
nomor rekam medis ibunya.
22

2.3.5 Kebijakan Identifikasi Pasien


Menurut Permenkes No.1691 tahun 2011 tentang keselamatan pasien,
kebijakan identifikasi pasien adalah dengan menggunakan cara, yaitu :
2.3.5.1 Saat memasang gelang harus dijelaskan manfaat gelang pasien, bahaya
untuk pasien yang menolak, melepas, menutupi gelang dan lain-lain.
Minta pasien untuk mengingatkan petugas bila akan melakukan tindakan
atau memberi obat/pengobatan tidak mengkonfirmasi nama dan mengecek
ke gelang.
2.3.5.2 Petugas melakukan identifikasi pasien minimal dua dari identitas pasien.
2.3.5.3 Cara Identifikasi : verbal (menanyakan/ mengkonfirmasi nama pasien) dan
visual (melihat gelang pasien dua identitas, cocokkan identitas pada rekam
medik pasien).
2.3.5.4 Semua pasien harus diidentifikasi secara benar sebelum dilakukan
pemberian obat, tranfusi/ produk darah, pengobatan, prosedur/ tindakan,
diambil sample darah, urin atau cairan tubuh lainnya.
2.3.5.5 Pasien rawat jalan tak harus memakai gelang identitas kecuali telah
ditetapkan lain oleh rumah sakit,misalnya ruang haemodialisa, endoskopi.
2.3.5.6 Pasien dengan nama sama harus diberi tanda “HATI-HATI PASIEN
DENGAN NAMA SAMA” pada rekam medik dan semua formulir
permintaan penunjang.
Identifikasi pasien tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi
pasien. Identifikasi pasien juga dilakukan pada pasien koma atau tidak sadar,
pasien dengan gangguan jiwa, dan pasien yang tanpa identitas (Permenkes
No.1691 tahun 2011). Kebijakan identifikasi tersebut juga dilakukan di lokasi
berbeda dalam rumah sakit seperti pelayanan rawat jalan, Unit Gawat Darurat,
kamar bersalin, dan kamar operasi.

2.3.6 Pemberian Gelang Identitas Pasien


Dengan adanya pemberian gelang pasien maka akan memudahkan dan
mencegah terjadinya kesalahan pada petugas pemberi pelayanan. Gelang pasien
juga harus memiliki berbagai warna yang disesuaikan dengan jenis kelamin dan
kondisi derajat kesehatan pasien. Setiap petugas rumah sakit harus memahami
23

maksud warna gelang tersebut, guna mencegah terjadinya angka Kejadian Tidak
Diharapkan. Kriteria pada gelang pasien tersebut meliputi :
1) Gelang warna pink untuk pasien perempuan.
2) Gelang warna biru untuk pasien laki – laki.
3) Gelang warna merah untuk pasien mempunyai riwayat alergi.
4) Gelang warna kuning untuk pasien mempunyai resiko jatuh.
5) Gelang warna ungu untuk pasien DNR (Do Not Resusitation)
Hal – hal yang harus diperhatikan petugas saat pemasangan gelang identitas:
1) Jelaskan manfaat gelang pasien.
2) Jelaskan bahaya untuk pasien yang menolak, melepas, menutupi gelang.
3) Meminta pasien untuk mengingatkan petugas bila akan melakukan tindakan
atau memberi obat, memberikan pengobatan tidak mengkonfirmasi nama
dan mengecek gelang identifikasi.
Adapun prosedur tetap dalam pemberian identitas pada gelang pasien
sebagai berikut :
1) Gelang pasien dipakai pada tangan kiri pasien
2) Pada gelang pasien tertulis nama lengkap pasien
3) Pada gelang pasien tertulis nomor rekam medis pasien
4) Pada gelang pasien tertulis tanggal lahir pasien dan umur
5) Pada gelang pasien tertulis alamat pasien
6) Pada gelang pasien tertulis dokter penanggung jawab pasien
7) Pada gelang pasien tertulis nomor registrasi.
Contoh gelang identitas pasien :
1) Pasien dengan jenis kelamin laki-laki

Gambar 2.1 Gelang Pasien Laki-laki

2) Pasien bayi baru lahir

Gambar 2.2 Gelang Bayi


24

3) Pasien dengan resiko

Gambar 2.3 Gelang Resiko

2.3.7 Manfaat dan Bahaya Jika Menolak Menggunakan Gelang Identitas


Untuk mengantisipasi dan mencegah hal yang tidak diharapkan pada pasien
maka petugas khususnya yang merawat pasien perlu menjelaskan manfaat dan
bahaya jika pasien menolak menggunakan gelang dan perlu juga dibuat peraturan
rumah sakit yang mewajibkan setiap pasien yang dirawat harus menggunakan
gelang identitas. Penjelasan manfaat dan bahaya jika pasien menolak
menggunakan gelang sebagai berikut :
2.3.7.1 Manfaat pemasangan gelang identitas, meliputi :
1) Petugas dapat mengidentifikasi pasien dengan mudah sebelum
memberikan pelayanan, pengobatan atau tindakan.
2) Petugas mampu menemukenali pasien dengan pasien yang beresiko
jatuh dan mempunyai indikasi alergi obat, yang dilihat dari warna
gelang.
3) Mencegah terjadinya kesalahan dan kekeliruan pada saat pemberian
pelayanan,pengobatan dan tindakan.
2.3.7.2 Bahaya jika pasien menolak menggunakan gelang identitas :
1) Petugas mengalami kesulitan dalam proses indentifikasi.
2) Petugas maupun pasien mempunyai resiko besar terjadinya kesalahan
dalam pemberian pelayanan.
3) Dapat menimbulkan peningkatkan angka Kejadian Tidak Diharapkan
di rumah sakit.
25

2.3.8 Prosedur Identifikasi Pasien Khusus


2.3.8.1 Prosedur identifikasi neonatus
1) Neonatus harus menggunakan dua gelang identitas setiap saat (detail
yang sama pada dua anggota gerak yang berbeda yaitu anggota gerak
atas dan anggota gerak bawah).
2) Gelang pasien neonatus berisi identifikasi ibu yang melahirkan pasien
jika nama pasien belum teregistrasi.
3) Setelah nama neonatus teregistrasi, identifikasi mengenai ibu pasien
dapat diganti dengan identifikasi pasien tersebut.
4) Gelang identifikasi warna pink untuk bayi perempuan dan warna biru
untuk laki – laki.
2.3.8.2 Prosedur identifikasi pasien anak
1) Gelang identifikasi anak berisi nama pasien, nomor rekam medis,
tanggal lahir dan nama orang tua atau wali pasien.
2) Gelang identifikasi untuk bayi perempuan pink dan biru untuk laki –
laki.
2.3.8.3 Prosedur identifikasi pasien dengan alergi
1) Pasien harus dipastikan memilik riwayat alergi atau tidak sebelum
dirawat inap.
2) Gelang identifikasi alergi berwarna merah dikenakan disalah satu
pergelangan tangan dan harus dicatumkan nama alergen dengan jelas.
3) Data alergi harus terdokumentasi di rekam medis pasien.
4) Satu gelang alergi dapat memuat maksimal 3 ( tiga ) identifikasi alergi
pasien, jika lebih dari tiga alergi dapat ditambahkan gelang identifikasi
alergi baru sesuai dengan kelipatan tiga.
5) Jika ditemukan alergi baru, gelang identifikasi alergi baru harus
dikenakan.
2.3.8.4 Prosedur identifikasi pasien dengan resiko jatuh
1) Pasien dengan resiko jatuh adalah pasien dengan agitasi, agresi,
delirium yang belum membaik, geriatri dan pasien lain dengan
kebutuhan kekang.
26

2) Gelang identifikasi pasien dengan resiko jatuh berwarna kuning yang


dikenakan di salah satu pergelangan tangan dengan mencantumkan
nama pasien, jenis kelamin, nomor rekam medis, dan tanggal lahir.
3) Pasien agitasi, agresi dan kebutuhan kekang yang beresiko
membahayakan dirinya dan merusak gelang yang dikenakan
dipergelangan tangan dapat dikenakan di pergelangan kaki dan apabila
pasien sudah membaik dan tenang, gelang tidak perlu dipindahkan.

2.3.9 Akibat Kesalahan Identifiaksi Pasien


Kesalahan identifikasi pasien adalah adanya ketidak cocokan antara pasien
yang terkait dengan identifikasi pasien yang akan mendapatkan pelayanan atau
keperawatan. Kesalahan identifikasi pasien memiliki potensi untuk menimbulkan
kejadian adverse event atau Kejadia Tidak Diharapkan, near miss atau Kejadian
Nyaris Cidera, Kejadian Potensi Cidera dan Kejadain Tidak Cidera.
20

2.4 Penelitian Terkait


1) Yenita Diah Rahmaningrum (2016)
Judul:
Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Kepatuhan Perawat Dalam Pelaksanaan Identifikasi Pasien Di Bangsal Rawat Inap RS PKU
Muhammadiyah Bantul.
Tabel 2.1 Penelitian Terkait yang berjudul Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Kepatuhan Perawat Dalam Pelaksanaan Identifikasi
Pasien Di Bangsal Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Bantul
Uji Statistik Yang
Populasi Penelitian Variabel Penelitian Metode Hasil Penelitian
Digunakan
Populasi dalam Variabel independen : Penelitian ini merupakan 93,3% perawat memiliki Deskriptif Analitik
Pengetahuan perawat dalam penelitian deskriptif pengetahuan tinggi
penelitian ini adalah
peklaksanaan identifikasi analitik dengan desain tentang identifikasi pasien
perawat yang bekerja pasien di bangsal rawat inap cross sectional. Sampel dan 71,7% perawat tidak
RS PKU Muhammadiyah penelitian dari 60 orang patuh terhadap
di bangsal rawat inap
Bantul. dengan metode pelaksanaan identifikasi
rumah sakit PKU pengambilan sampel pasien. Korelasi hasil uji
Variabel dependen : menggunakan accidental fisher exact test nilai p =
Muhammadiyah
Kepatuhan perawat dalam sampling. Metode analisis 0,570
Bantul berjumlah 70 peklaksanaan identifikasi data yang digunakan fisher
pasien di bangsal rawat inap axax tes.
orang.
RS PKU Muhammadiyah
Bantul.

27
21

2) Anggriani Bantu, Mulyadi, Hendro Bidjuni (2014)


Judul:
Hubungan Pengetahuan Perawat Dengan Penerapan Identifity Patient Correcly di RSUP Ratatotok Buyat Kabupaten Minahasa Tenggara
Tabel 2.2 Penelitian Terkait Yang Berjudul Hubungan Pengetahuan Perawat Dengan Penerapan Identifity Patient Correcly di RSUP
Ratatotok Buyat Kabupaten Minahasa Tenggara
Uji Statistik Yang
Populasi Penelitian Variabel Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
Diberikan
Sampel dalam Variabel independen : Penelitian ini adalah Berdasarkan hasil Deskriptif Analitik
Pengetahuan perawat deskriptif analitik penelitian jumlah perawat
penelitian ini berjumlah
dalam identify patient di dengan pendekatan yang berpengetahuan baik
48 orang perawat yang RSUP Ratatotok Buyat cross sectional. tentang identify patient
Kabupaten Minahasa Penelitian correctly lebih banyak
diambil dengan
Tenggara. dilaksanakan pada yaitu dengan berjumlah 36
menggunakan teknik Variabel dependen : bulan Agustus 2014 orang perawat (75,0%),
Penerapan perawat dalam di RSUP Ratatotok dibandingkan dengan
Total sampling dan
identify patient di RSUP Buyat Kabupaten perawat yang
sesuai dengan kriteria Ratatotok Buyat Minahasa Tenggara berpengetahuan kurang
Kabupaten Minahasa dengan 48 sampel. tentangidentify patient
inklusi dan eksklusi
Tenggara. correctly yaitu berjumlah
yang telah di tentukan. . 12 orang perawat (25.0%).
Hasil penelitian ini sejalan
dengan teori yang di
kemukakan oleh
Notoatmodjo.

28
29

2.5 Kerangka Konsep


Kerangka konsep adalah formulasi atau simplikasi dari kerangka teori atau
teori-teori yang mendukung penelitian tersebut. Kerangka konsep terdiri dari
variabel-variabel serta hubungan variabel yang satu denan yang lain. Dengan
adanya kerangka konsep akan mengarahkan kita untuk menganalisis hasil
penelitian (Notoadmodjo, 2010: 100).
Berdasarkan teori dari dua variabel yang akan diteliti, maka kerangka
konsep dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Variabel Dependent

Kepatuhan Perawat Dalam


Variabel Independent
Pelaksanaan Standar Prosedur
Identifikasi Pasien Sesuai (SOP) :
Pengetahuan Perawat tentang
Identifikasi Pasien yang 1. Perawat memperkenalkan diri.
meliputi: 2. Memastikan gelang identitas
1. Definisi identifikasi pasien terpasang pada pasien
2. Maksud dan tujuan 3. Memberikan informed concent
dilakukannya identifikasi sebelum melakukan tindakan
pasien 4. Melakukan identifikasi pasien
3. Elemen identifikasi pasien pada saat :
4. Akibat kesalahan identifikasi 1) Sebelum memberikan obat.
pasien. 2) Sebelum memberikan transfuse.
3) Sebelum mengambil darah.
4) Sebelum memberikan prosedur
tindakan.

Keterangan:
: Diteliti
: Tidak Diteliti
: Mempengaruhi
: Hubungan

Bagan 2.1 Kerangka konseptual hubungan tingkat pengetahuan dengan


kepatuhan perawat dalam pelaksanaan identifikasi pasien di bangsal
rawat inap RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
30

2.6 Hipotesis
Hipotesis penelitian adalah suatu asumsi pernyataan tentang hubungan
antara dua atau lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab pertanyaan dalam
penelitian (Nursalam, 2011).
Menurut (Arikunto, 2010) ada dua jenis hipotesis yang digunakan dalam
penelitian, yaitu: Hipotesis Nol (H0) sering juga disebut hipotesis statistik, karena
biasanya dipakai dalam penelitian yang bersifat statistik, yaitu diuji dengan
perhitungan statistik. Hipotesis Nol menyatakan tidak adanya perbedaan antara
dua variabel, atau tidak adanya pengaruh variabel X terhadap variabel Y.
Hipotesis Kerja (H1) menyatakan adanya hubungan antara variabel X dan Y, atau
adanya perbedaan antara dua variabel.
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian, yang
kebenarannya harus diuji secara empiris antara dua variabel. Variabel tersebut
adalah variabel bebas, yakni variabel penyebab, serta variabel terikat yakni
variabel akibat (Supriyanto, 2011:90)
Rumusan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
H0 : Tidak ada hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan perawat
dalam pelaksanaan identifikasi pasien di bangsal rawat inap RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya.

Вам также может понравиться