Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TINJAUAN PUSTAKA
Obstetrik Non-obstetrik
3.2.2 Epidemiologi
Menurut data sertifikat kelahiran di Amerika Serikat tahun 2003, plasenta
previa mempersulit hampir 1 diantara 300 pelahiran. Di Parkland hospital,
insiden ditemukan sebesar 1 diantara 390 pada lebih dari 280.000 pelahiran
yang terjadi diantara tahun 1998 dan 2006.8 90% plasenta previ terdiagnosis
pada trimester ke dua. Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan
paritas tinggi dan pada usia diatas 30 tahun. Juga lebih sering terjadi pada
kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal. Uterus bercacat ikut
mempertinggi angka kejadiannya. Pada beberapa rumah sakit umum
pemerintah dilaporkan insedensnya berkisar 1,7% sampai dengan 2,9%.11,12
3.2.4 KLASIFIKASI
Terdapat beberapa kemungkinan dari bentuk plasenta previa yaitu :
1. Plasenta previa total : ostium internum sepenuhnya ditutupi plasenta
2. Plasenta previa parsial : ostium internum sebagian ditutupi plasenta
3. Plasenta previa marginal : tepi plasenta berada pada pinggir ostium internum
4. Plasenta letak rendah : plasenta berimplantasi pada segmen bawah uterus
sedemikian rupa hingga tepi plasenta tidak mencapai ostium internum tetapi
terletak berdekatan dengan ostium tersebut.
5. Vasa previa : pembuluh darah janin berjalan menyeberangi ketuban dan
melewati ostium uteri internum
3.2.5 PATOFISIOLOGI
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan
mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah
rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak
plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang
bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi
segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi disitu sedikit banyak akan
mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta.
Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka
(dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan
terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu ruangan intervilus dari
plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan
pada plasenta previa bagaimanapun pasti akan terjadi (unavoidable bleeding).
Perdarahan pada tempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen
bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot
yang dimiliki sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak
akan tertutup sempurna. Perdarahn akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali
jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta pada mana perdarahan
akan berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen
bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan
mengulang kejadian perdarahan. Demikianlah perdarahan akan berulang tanpa
sesuatu sebab lain (causeless). Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa
nyeri (painless). Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum
perdarahan terjadi lebih awal pada kehamilan oleh karena segmen bawah rahim
terbentuk terlebih dahulu pada bagian terbawah yaitu pada ostium uteri internum.
Sebaliknya pada plasenta previa parsialis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi
pada waktu mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit
tetapi cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Untuk berjaga-jaga
mencegah syok hal tersebut perlu dipertimbangkan. Perdarahan pertama sudah bisa
terjadi pada kehamilan dibawah 30 minggu tetapi lebih separuh kejadiannya pada
umur kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan terletak dekat
dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir ke luar
rahim dan tidak membentuk hematoma retroplasenta yang mempu merusak
plasenta lebih luas dan melepaskan tromboplastin kedalam sirkulasi maternal.
Dengan demikian, sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa.10
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmn bawah rahim yang
tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibanya plasenta
melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta inkreta,
bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus ke buli-
buli dan ke rektum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkretalebih sering
terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah caesar. Segmen bawah rahim
dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otot yang
terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan
pascapersalinan pada plasenta previa misalnya dalam kala tiga karena plasenta
sukar melepas dengan sempurna (retentio placentae), atau setelah uri lepas karena
segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik.10
3.2.7 DIAGNOSIS
Plasenta previa atau solusio plasenta harus selalu dipikirkan saat menghadapi
perempuan dengan perdarahan uterus pada paruh kedua kehamilan. Kemungkinan
plasenta previa tidak boleh disingkirkan hingga pemeriksaan sonografi telah jelas
menunjukan ketiadaan plasenta previa. Diagnosis ini jarang dapat ditegakan secara
pasti dengan pemeriksaan klinis, kecuali jika jari dimasukan melalui serviks dan
plasenta dipalpasi. Pemeriksaan serviks dengan jari seperti demikian tidak
diperbolehkan, kecuali perempuan tersebut berada diruang operasi dengan
persiapan lengkap untuk pelahiran caesar segera, bahkan sentuhan jari yang paling
lembut sekalipun dapat menyebabkan perdarahan hebat. Selain itu, jenis
pemeriksaan ini tidak boleh dilakukan kecuali direncanakan untuk pelahiran karena
dapat menyebabkan perdarahan yang mengharuskan pelahiran segera. Pemeriksaan
persiapan ganda (double set-up) ini jarang diperlukan karena letak plasenta hampir
selalu dapat dipastikan dengan sonografi.8
Penentuan letak plasenta dapat dibuat denganmenggunakan sonografi.
Metode yang paling sederhana, aman, dan akurat untuk menentukan letak plasenta
dilakukan dengan sonografi transabdominal. Akurasi rata-rata pemeriksaan ini
adalah 96%, bahkan pernah dilaporkan hampir 98%. Hasil positif semu umumnya
disebabkan oleh distensi kandung kemih. Karena itu pemeriksaan pada kasus yang
diduga positif harus diulangi setelah kandung kemih dikosongkan. Sumber
kesalahan yang jarang adalah ditemukannya plasenta dalam jumlah besar difundus
uteri tetapi pemeriksa gagal mengenali bahwa plasenta tersebut besar dan meluas
kebawah hingga mencapai ostium uteri internum.8
Penggunaan sonografi transvaginal telah meningkatkan secaranyata
ketepatan diagnostik plasenta previa (gambar 35-13B dan 35-14). Meskipun
tampaknya berbahaya untuk memasukan probe ultrasonografi kedalam vagina pada
kasus yang diduga plasenta previa, teknik ini telah terbukti aman. Sonografi trans
perineal dilaporkan akurat untuk menentukan letak plasenta previa.8
A B
3.2.9 PENATALAKSANAAN
Perempuan dengan plasenta previa dapat digolongan ke salah satu kategori
berikut :
Janin kurang bulan dan tidak terdapat indikasi lain untuk pelahiran
Janin cukup matur
Persalinan telah dimulai
Perdarahan sedemikian hebat sehingga harus dilakukan pelahiran tanpa
memperdulikan usia gestasi8
Tatalaksana pada kasus dengan janin kurang bulan, tetapi tanpa perdarahan
aktif uterus yang menetap terdiri atas pemantauan ketat. Untuk sebagian
perempuan, mungkin dilakukan pemanjangan masa rawat inap. Namun, seorang
perempuan biasanya diijinkan pulang setelah perdarahan berhenti dan janinnya
dinilai sehat. Perempuan tersebut beserta keluarganya harus sepenuhnya
memahami kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi dan siap segera
mengantarakan perempuan tersebut ke rumah sakit. Pada pasien-pasien yang
memenuhi kriteria tertentu, rawat inap untuk plasenta previa tampaknya tidak
memiliki manfaat lebih dibandingkan rawat jalan. Penting diketahui tidak terdapat
perbedaan angka kesakitan ibu ataupun bayi antara pemantauan rawat inap dan
rawat jalan.8
Pelahiran caesar diperlukan pada semua perempuan yang mengalami plasenta
previa. Pada sebagian besar kasus, insisi melintang pada uterus dapat dilakukan.
Namun, karena perdarahan janin dapat terjadi akibat insisi melintang yang
menembus plasenta anterior, insisi vertikal terkadang dilakukan. Akan tetapi bahan
bila insisi mengiris plasenta kesejahteraan ibu dan bayi jarang terganggu.8
Ward menggambarkan teknik bedah alternatif dengan membuat bidang
pemotongan setelah insisi uterus. Operator meraba bagian bawah plasenta menuju
tepi terdekat hingga ketuban teraba dan kemudian dipecahkan. Janin dilahirkan
disebelah plasenta yang utuh. Pendekatan ini belum dievaluasi pada penelitian
terkontrol.8
Karena sifat segmen bawah uterus yang kurang dapat berkontraksi, dapat
terjadi perdarahan tidak terkontrol setelah pengangkatan plasenta. Apabila
perdarahan dari alas plasenta tidak dapat dikendalikan dengan cara konservatif,
metode lain dapat dicoba. Penjahitan tepi-tepi robekan (oversewing) di lokasi
implantasi dengan benang-benang kromik-0 dapat membantu hemostais. Pada
beberapa perempuan ligasi arteri iliaka interna atau arteria uterina bilateral dapat
membantu hemostasis. Cho dan kawan-kawan mendeskripsikan penjahitan terputus
(interupted) dengan benang kromik-0 dengan interval 1 cm hingga menghasilkan
jahitan berbentuk lingakaran di sekitar daerah segmen bawah yang berdarah.
metode ini berhasil mengendalikan perdarahan pada 8 perempuan yang menjalani
tindakan ini. Druzin memaparkan empat kasus yang berhasil dihentikan
perdarahannya menggunakan kasa yang dipadatkan dalam segmen bawah uterus.
Kasa yang dipadatkan tersebut dikeluarkan melalui vagina 12 jam kemudian.
Embolisasi arteri pelvis juga telah mendapat persetujuan untuk dilakukan.8
Jika metode konservatif tersebut gagal, dan perdarahan masif, histerektomi
harus dilakukan. Untuk permpuan dengan plasenta previa yang berimplantasi
dianterior bekas insisi histerektomi terjadi peningkatan risiko plasenta akreta dan
diperlukannya histerektomi.8
3.2.10 KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi utama yang bisa terjadi pada ibu hamil yang
menderita plasenta previa, diantaranya ada yang bisa menimbulkan perdarahan
yang cukup banyak dan fatal.
1. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim terjadi secara ritmik, maka
pelepasan plasenta dari tempat melekatnya di uterus dapat berulang dan
semakin banyak, dan perdarahan yang terjadi itu tidak dapat dicegah
sehingga penderita menjadi anemia bahkan syok.
2. Oleh karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan
sifat segmen ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan
invasinya menerobos ke dalam miometrium bahkan sampai permertium dan
menjadi sebab dari kejadian plasenta akreta atau inkreta akan tetapi dengan
demikian terjadi retensio plasenta dan pada bagian plasenta yang sudah
terlepas timbullah berdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini lebih sering
terjadi pada uterus yang sudah pernah seksio sesarea. Dilaporkan plasenta
akreta terjadi 10% sampai 35% pada pasien yang pernah seksio sesarea satu
kali, naik menjadi 60-65% bila telah seksio sesarea 3 kali.
3. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah
sangat potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang sangat banyak.
Oleh karena itu, harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual
ditempat ini misalnya pada waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada
segmen bawah rahim ataupun waktu mengeluarkan plasenta dengan tangan
pada retensio plasenta. Apabila oleh salah satu sebab terjadi perdarahan
banyak yang tidak terkendali dengan cara-cara yang lebih sederhana seperti
penjahitan segmen bawah rahim, ligasi arteria uterina, ovarika, hipogasrika,
dtau pemasangan tampon, maka pada keadaan yang lebih gawat seperti ini
jalan keluarnya adalah melakukan histerektomi total. Morbiditas dari semua
tindakan ini tentu merupakan komplikasi tidak langsung dari plasenta
previa.
4. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini
memaksa lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala
konsekuensinya.
5. Kelahiran prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkan sebagian oleh
karena tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam
kehamilan belum aterm. Pada kehamilan < 37 minggu dapat dilakukan
amniosintesis untuk mengetahui kematangan paru janin dan pemberian
kortikosteroid untuk mempercepat pematangan paru janin sebagai upaya
antisipasi.
6. Komplikasi lain plasenta previa yang dilaporkan dalam kepustakaan lain
selain masa rawat yang lebih lama, adalah berisiko tinggi untuk solusio
plasenta (Risiko relatif 13,8), seksio sesarea (RR 3,9), kelainan letak janin
(RR 2,8), perdarahan pasca persalinan (RR 1,7), kematian maternal akibat
perdarahan (50%), dan disseminated intravascular coagulation (DIC)
15,9%.10
3.2.11 PROGNOSIS
Penurunan nyata angka kematian ibu akibat plasenta previa berhasil dicapai
pada paruh kedua abad 20. Akan tetapi, plasenta previa merupakan sebab penting
kematian dan kesakitan ibu. Pelahiran kurang bulan akibat plasenta previa
merupakan sebab penting kematian perinatal. Angka kematian neonatus meningkat
tiga kali lipat pada kehamilan yang disertai komplikasi plasenta previa. Sebab
utama kematin neonatus pada kondisi tadi adalah meningkatnya angka kelahiran
kurang bulan. Laporan lain menyatakan risiko kematian neonatus yang relatif
meningkat bahkan pada janin yang dilahirkan aterm sekalipun. Sebab dari risiko ini
tampaknya berkaitan dengan restriksi pertumbuhan janindan keterbatasan asuhan
pranatal. Selain itu telah diteliti hubungan antara peningkatan insiden malformasi
kongenital dan plasenta previa, namun belum terbukti. Penting diketahui, beberapa
peneiti menyesuaikan kontol menurut usia ibu dan karena alasan yang belum
diketahui, anomali janin miningkat 2,5 kali lipat pada kehamilan yang dipersulit
plasenta previa.8
Hubungan antara restriksi pertumbuhan janin dan plasenta previa masih
kurang begitu jelas. Dilaporkan insidennya mendekati 20%. Penelitian lainnya
mendapatkan sebagian besar kaitan antara plasenta previa dengan berat lahir rendah
adalah oleh karena kelahiran kurang bulan, dan hanya sebagian kecil yang
disebabkan oleh gangguan pertumbuhan.8
DAFTAR PUSTAKA