Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk salah satunya dilihat
dari kemajemukan agamanya. Adapun agama yang berada di Indonesia yaitu Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha, dan Kong Huchu. Kemajemukan mengenai agama-agama tersebut bukan lah hal asing di kalangan masyarakat Indonesia. Namun persoalan perbedaan agama masih menjadi hal sensitif dan berpotensi menimbulkan konflik. Konflik yang ditimbulkan dapat berupa konflik sosial dan konflik media sosial. Konflik semacam ini mampu teratasi dengan adanya kelonggaran, kelembutan hati, dan kesabaran yang secara umum mengacu pada sikap terbuka dan lapang dada yaitu toleransi (Casram, 2016). Toleransi sendiri harus didukung oleh kerukunan umat bergama dan menghormati kebebasan asasi sebagai manusia. Kerukunan adalah istilah yang memuat makna “baik” dan “damai” secara hakikat merupakan hidup bersama dalam masyarakat dengan “kesatuan hati” dan “bersepakat” untuk tidak menciptakan perselisihan dan pertengkaran (Depdikbud, 1985:850). Maftuh Basuni (2008:79) mengemukakan bahwa yang menjadi pilar kerukunan agama secara nasional adalah sesuatu yang dinamis karena harus dipelihara sepanjang masa. Bukan hanya sekedar terciptanya “rukun-rukunan” melainkan sesuatu kerukunan yang benar-benar otentik (Usman, 2007:58-59). Kerukunan antar umat beragama memiliki makna rukun dan damainya dinamika kehidupan dilihat dari aspek kehidupan dan kerja sama antar umat beragama. Hal ini menjelaskan bahwa kita sebagai manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan hubungan dan interaksi sosial dengan manusia lainnya untuk memenuhi kebutuhuhan hidup dari kebutuhan material sampai kebutuhan spiritual. Di dalam salah satu agama yaitu Islam, menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong sesama manusia dalam hal kebaikan serta dalam berkehidupan sosial umat Islam dibebaskan untuk berhubungan dengan agama, ras, bangsa, dan suku yang berbeda. Salah satu kunci dalam menjaga keutuhan suatu kemajemukan agama adalah dengan menumbuhkan rasa saling menghormati. Saling menghormati satu sama lain didasari oleh empat nilai yaitu nilai kemanusiaan, nasionalisme, historis, dan kesabaran (Digdoyo, 2018:51-52). Pertama, nilai kemanusiaan berarti sesama manusia wajib saling menolong tanpa memandang agama orang tersebut dengan begitu maka akan tercipta rasa aman, damai, dan sejahtera. Kedua, nilai nasionalisme memiliki arti bahwa sebagai rakyat Indonesia kita adalah satu dan bersaudara satu sama lain sehingga perbedaan tidak menjadi penghalang. Ketiga, nilai historis dilihat dari leluhur kita yang sudah menumbuhkan rasa saling menghormati dan menghargai satu dengan yang lain. Keempat, nilai kesabaran menurut Digdoyo (2018:52) hidup di lingkungan dengan masyarakat heterogen dibutuhkan kesabaran. Hal ini dikarenakan setiap individu memiliki kebebasan dan kepentingannya sendiri. Dari sikap kesabaran ini diharapkan dapat membangkitkan kesadaran masyarakat bahwa suatu kebebasan tidak dapat dibatasi melainkan saling mengingatkan dalam beribadah, tidak menghalangi umat dalam beribadah, dan memberikan waktu dan tempat umat yang beribadah. Jika dilihat dari keempat nilai yang sudah dijelaskan sikap saling menghormati diharapkan dapat menumbuhkan rasa toleransi yang tinggi di dalam kehidupan masyarakat tanpa memandang agama orang tersebut. Sudah saatnya kita memahami bahwa setiap individu memiliki haknya untuk menganut dan menjalankan agama yang dipilihnya. Kita hidup dalam keadaan kebebasan bukan lah hal yang harus dibatasi melainkan kebebasan menjadikan kita paham bahwa perbedaan adalah persatuan. Di dalam perbedaan yang ada terlahirlah sikap kerukunan antar masyarakat untuk mewujudkan rasa kerja sama dan tolong menolong sebagaimana manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan satu sama lain dalam melakukan kegiatan.