Вы находитесь на странице: 1из 12

TINJAUAN TEORI

1. Pengertian Atresia Ani

Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus,
rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002)

Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna.
Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak
berhubungan langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM)

Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus
(Donna L. Wong, 520 : 2003).

Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan.
Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang
badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak
adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh,
hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang
mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani.
Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus
imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk
membuat saluran seperti keadaan normalnya.

Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:

1. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus


2. Membran anus yang menetap
3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam-macam jarak
dari peritoneum
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung
2. Etiologi

Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur

2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan

3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum


bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai
keenam usia kehamilan.

3. Patofisiologi

Atresia ani atau anus imperforate dapat disebabkan karena :

1) Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit
karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik

2) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur

3) Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada


kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan

4) Berkaitan dengan sindrom down

5) Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan

Terdapat tiga macam letak

 Tinggi (supralevator) → rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborektalis) dengan


jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm. Letak upralevator
biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital
 Intermediate → rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya
 Rendah → rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung
rectum paling jauh 1 cm.
Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina/perineum
Pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius

4. Manifestasi Klinis

1) Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.

2) Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.

3) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.

4) Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula).

5) Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.

6) Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.

7) Perut kembung.

5. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :

a. Asidosis hiperkioremia.

b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.

c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).

d. Komplikasi jangka panjang.

- Eversi mukosa anal


- Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)

e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.

f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)

g. Prolaps mukosa anorektal.

h. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan infeksi)

6. Klasifikasi

Klasifikasi atresia ani :

1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat
keluar.

2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.

3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.

4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum

7. Penatalaksanaan Medis

a. Pembedahan

Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan kelainan.
Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan dilakukan
kolostomi beberapa lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur
penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan
pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada
otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat
badan dan bertambah baik status nutrisnya. Gangguan ringan diatas dengan menarik kantong
rectal melalui afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada harus tutup kelainan
membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal membran tersebut
dilubangi 3degan hemostratau skapel

b. Pengobatan

1) Aksisi membran anal (membuat anus buatan)

2) Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan korksi
sekaligus (pembuat anus permanen.

8. Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum
dilakukan pada gangguan ini.

b) Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.

c) Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan adanya


kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah udara sampai
keujung kantong rectal.

d) Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.

e) Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut sampai
melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm Derek
tersebut dianggap defek tingkat tinggi.

f) Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan

a. Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut.
b. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan gambaran
ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus
impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.

c. Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan
kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda radio-opak
dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ATRESIA ANI

1. Pengkajian

1) Biodata klien

2) Riwayat keperawatan

a. Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang

b. Riwayat kesehatan masa lalu

3) Riwayat psikologis

Koping keluarga dalam menghadapi masalah

4) Riwayat tumbuh kembang

a. BB lahir abnormal

b. Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang pernah
mengalami trauma saat sakit

c. Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal

d. Sakit kehamilan tidak keluar mekonium


2. Diagnosa Keperawatan

Dx Pre Operasi

1) Konstipasi berhubungan dengan aganglion.

2) Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah.

3) Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan prosedur
perawatan.

Dx Post Operasi

1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari kolostomi.

2) Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.

3. Rencana Keperawatan

a. Diagnosa Pre Operasi

Dx. 1 Konstipasi berhubungan dengan aganglion

Tujuan : Klien mampu mempertahankan pola eliminasi BAB dengan teratur.

Kriteria Hasil :

 Penurunan distensi abdomen.


 Meningkatnya kenyamanan.

Intervensi :

1. Lakukan enema atau irigasi rectal sesuai order


R/ Evaluasi bowel meningkatkan kenyaman pada anak.

2. Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam

R/ Meyakinkan berfungsinya usus

3. Ukur lingkar abdomen

R/ Pengukuran lingkar abdomen membantu mendeteksi terjadinya distensi

Dx. 2 Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake,


muntah

Tujuan : Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan

Kriteria Hasil :

 Output urin 1-2 ml/kg/jam


 Capillary refill 3-5 detik
 Turgor kulit baik
 Membrane mukosa lembab

Intervensi :

1. Monitor intake – output cairan.


R/ Dapat mengidentifikasi status cairan klien
2. Lakukan pemasangan infus dan berikan cairan IV.
R/ Mencegah dehidrasi
3. Pantau TTV
R/ Mengetahui kehilangan cairan melalui suhu tubuh yang tinggi

Dx 3 Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan
prosedur perawatan.

Tujuan : Kecemasan orang tua dapat berkurang


Kriteria Hasil :

 Klien tidak lemas

Intervensi :

1. Jelaskan dengan istilah yang dimengerti oleh orang tua tentang anatomi dan fisiologi
saluran pencernaan normal. Gunakan alay, media dan gambar.
R/ Agar orang tua mengerti kondisi klien
2. Beri jadwal studi diagnosa pada orang tua
R/ Pengetahuan tersebut diharapkan dapat membantu menurunkan kecemasan

3. Beri informasi pada orang tua tentang operasi kolostomi

R/ Membantu mengurangi kecemasan klien

b. Diagnosa Post Operasi

Dx 1 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari


kolostomi.

Tujuan : Klien tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan kulit lebih lanjut.

Intervensi :

1. Gunakan kantong kolostomi yang baik

2. Kosongkan kantong ortomi setelah terisi ¼ atau 1/3 kantong

3. Lakukan perawatan luka sesuai order dokter

Dx 2 Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.

Tujuan : Orang tua dapat meningkatkan pengetahuannya tentang perawatan di rumah.

Intervensi :
1. Ajarkan pada orang tua tentang pentingnya pemberian makan tinggi kalori tinggi
protein.

2. Ajarkan orang tua tentang perawatan kolostomi.

4. Evaluasi

Pre Operasi Post operasi


1. Tidak terjadi konstipasi 1. Kerusakan integritas kulit tidak
terjadi
2. Defisit volume cairan tidak
terjadi 2. Klien memiliki pengetahuan
perawatan di rumah
3. Lemas berkurang
TUGAS INDIVIDU : KEPERAWATAN ANAK

ANUS IMPERFORATA
PADA
ANAK

DI SUSUN OLEH :

ASNIAR 912312910105.048
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AVICENNA

PRODI D III KEPERAWATAN

2014

Вам также может понравиться