Вы находитесь на странице: 1из 4

Keterkaitan Antara Krisis Moneter Tahun 1998 dengan Inflasi

1. Kenaikan harga yang terjadi pada krisis moneter tahun 1998 menunjukkan adanya inflasi

Inflasi dalam tahun 1998 diperkirakan akan mencapai tingkat yang tertinggi sejak tahun
1970. Perkiraan ini berdasarkan pencapaian inflasi sebesar 35,07 persen selama periode Januari
- Mei 1998. Angka inflasi yang relatif tinggi tercatat sebesar 33,3 persen pada tahun 1974.
Berdasarkan tingkat inflasi dan bobotnya maka kelompok bahan makanan merupakan
penyumbang inflasi terbesar selama lima bulan terakhir ini. Dalam kelompok ini tercatat
beberapa jenis komoditi yang memberikan sumbangan besar terhadap inflasi, seperti bawang
merah, tomat sayur, ikan segar, telur ayam ras, beras, dan minyak goreng. Namun demikian
kenaikan harga dalam kelompok ini memperlihatkan kecenderungan yang semakin menurun.
Kenaikan harga yang terjadi pada kelompok transportasi dan komunikasi kasi sebesar
17,25 persen pada bulan Mei 1998 diperkirakan dapat mendorong laju inflasi yang relatif tinggi
pada bulan mendatang. Kenaikan biaya transportasi ini merupakan akibat langsung dari
kenaikan harga bahan bakar minyak.
Januari Februari Maret April Mei

Umum 6,88 12,76 5,49 4,70 5,24

Bahan makanan 10,15 16,07 5,42 6,80 3,90

Makanan jadi, minuman,


5,14 15,95 7,15 7,68 4,00
rokok dan tembakau

Perumahan 3,64 10,03 3,50 2,29 4,14

Sandang 12,56 15,62 12,50 4,34 4,53

Kesehatan 8,79 19,93 4,63 5,29 2,40

Pendidikan, rekreasi, dan


3,72 8,42 2,18 1,50 1,41
olahraga

Transportasi dan
5,84 5,81 1,59 4,94 17,25
komunikasi

Tabel
Inflasi menurut kelompok barang tahun 1
Perkembangan Besaran Moneter,Maret 1998 - Mei 1998 (miliar Rp.)
catatan : perhitungan inflasi ini merupakan indeks harga gabungan 44 kota.
Sumber : Biro Pusat Statistik

2. Banyaknya uang yang beredar pada krisis moneter yang mengakibatkan nilai mata uang
rupiah menurun merupakan penyebab inflasi
Sebelum krisis moneter sampai pada puncaknya, perbankan terlalu banyak memberikan pinjaman
kepada individu maupun para pengusaha. Sehingga, uang yang beredar di masyarakat terlalu besar.
Selain itu, kepercayaan masyarakat terhadap perbankan mulai memudar. Hal itu dikarenakan di saat
perekonomian di Indonesia sedang bergejolak, informasi mengenai tentang kondisi perbankan
kurang transparan. Sehingga, masyarakat khawatir tentang tabungan yang mereka simpan di bank.
Mereka pun berbondong – bondong dalam menarik tabungan dari bank sebanyak – banyaknya. Di
saat uang rupiah terlalu banyak di masyarakat, maka nilai uang rupiah menjadi menurun. Di saat nilai
uang menurun, harga – harga pun mengalami kenaikan.

3. Kenaikan harga atau inflasi pada masa krisis moneter mencapai 77,63% yang tergolong
inflasi berat

Ditinjau dalam jangka panjang sejak kemerdekaan, upaya Pemerintah Indonesia


menjaga kestabilan mata uang telah menuju kearah yang lebih baik. Prof. M. Sadli, 2005,
mengungkapkan “Inflasi di Indonesia tinggi sekali di zaman Presiden Sukarno, karena
kebijakan fiskal dan moneter sama sekali tidak prudent (“kalau perlu uang, cetak saja”). Di
zaman Suharto pemerintah berusaha menekan inflasi akan tetapi tidak bisa di bawah 10%
setahun rata-rata, antara lain oleh karena Bank Indonesia masih punya misi ganda, antara lain
sebagai agent of development, yang bisa mengucurkan kredit likuiditas tanpa batas. Pada tahun
1990-an, Pemerintahan Soeharto juga sebenarnya telah mampu menjaga tingkat inflasi dengan
rata-rata di bawah 10%. Hanya saja ketika memasuki masa krisis moneter Indonesia (dan Asia)
1997 Inflasi kembali meningkat menjadi 11,10% dan kemudian melompat menjadi 77,63%
pada tahun 1998, di mana saat itu nilai tukar rupiah juga anjlok dari Rp 2.909,- per dolar AS
(1997) menjadi Rp 10.014,- per dolar AS (1998).
Pemerintah (pasca reformasi) sepertinya telah berusaha keras menjaga tingkat inflasi,
namun berbagai tekanan dari dalam dan luar negeri pasca reformasi (1997) masih sangat tinggi
mempengaruhi pergerakan perekonomian Indonesia. Inflasi yang terjadi di Indonesia masih
cukup tinggi apabila dibandingkan dengan tingkat inflasi Malaysia dan Thailand yang berkisar
2%, bahkan Singapura yang berada di bawah 1%. Bila sektor-sektor riil dalam negeri tidak
dibangkitkan maka upaya di sektor moneter menjaga kestabilan makro ekonomi dalam jangka
panjang hanya akan menjadi hal yang sia-sia.
Perkembangan yang berulang menimpa perekonomian kita mencapai puncaknya dengan
“tiga angka” pada masa 100 Menteri dan memberikan gambaran klasik dengan berlakunya teori
kuantitas uang. Pada masa orde baru, inflasi memasuki alam baru akibat langkah-langkah
positif yang diambil pemerintah untuk mengatasinya. Defisit APBN yang dulunya merupakan
sumber utama kenaikan uang dalam peredaran dapat dialihkan menjadi surplus, walaupun
anggaran domestik dari APBN merupakan arus inflasioner yang besar (Oppusunggu, HMT,
1985).
Sejak akhir tahun 1980-an, tingkat inflasi rata-rata per tahun di Indonesia mulai tinggi
lagi walaupun beelum pernah mencapai sampai diatas 10,0%. Selama periode 1993 – 1995 laju
inflasi sebagai berikut : 9,8% (1993), 9,2% (1994), 8,6% (1995). Angka ini tertinggi di antara
negara-negara ASEAN, misalnya Malaysia: 3,6% (1993), 3,7% (1994), 3,2% (1995).
Laju inflasi selama periode 1997 – 2002 sebagai berikut : 11,1% (1997),, 77,6% (1998), 2,0%
(1999). Laju inflasi selama tahun 1998/1999 mencapai 45,9%. Meningkatnya tekanan harga
terutama berasal dari sisi penawaran sebagai akibat depresiasi rupiah yang sangat tajam pada
tahun 1997/1998. tiga tahun terakhir laju inflasi : 9,3% (2000), 12,5% (2001) dan turun
10,0% (2002). Kondisi moneter yang stabil menyeabkan tingkat inflasi IHK selama tahun
2002 cenderung menurun hingga 10,03%.(Laporan Tahunan BI, 1997/1998, 1999 – 2002)
4. Kebijakan yang diambil pemerintah terkait dengan kebijakan untuk
pengendalian inflasi
Beberapa langkah yang ditempuh pemerintah sehubungan dengan pemulihan ekonomi pasca
krisis moneter 1998, antara lain :

1. Kebijakan dibidang ekonomi, bersifat makro dan mikro. Dikatakan bersifat makro
mencakup langkah-langkah : pemberian bantuan dana talangan kepada lembaga perbankan
dalam rangka mengimbangi tingkat kecukupan modal, dan mempertahankan bank-bank yang
masih dapat diselamatkan. Kebijakan yang bersifat struktural, antara lain : fisikal, moneter,
pengelolaan, dan melakukan restrukturisasi utang luar negeri.

2. Kebijakan dibidang pembaharuan aturan hukum (reformasi hukum), dilakukan melalui


penggantian dan atau pembaharuan aturan hukum yang telah ada, terutama UU yang
mempunyai hubungan langsung dengan pembangunan ekonomi kerakyataan, seperti : UU
Perseroan Terbatas, PMA/PMDN, UU Perbankan, Niaga, HAKI, dsb.
Sumber
http://ryanarin.blogspot.co.id/2013/05/peranan-pemerintah-dalam-mengatasi_16.html
http://evatriyulia.blogspot.co.id/2012/10/v-behaviorurldefaultvmlo_31.html
http://teguhsutondo.blogspot.co.id/2011/05/kliping-inflasi-indonesia-tahun-1998.html
http://hitlerpatiar.blogspot.co.id/2015/04/analisis-kasus-krisis-moneter-1998-di.html

Вам также может понравиться