Вы находитесь на странице: 1из 15

REFERAT

Sindrom Antifosfolipid

Disusun Oleh:

Widys G Simanjutak 18010006

Pembimbing
dr. Gopas M Simanjuntak, Sp.PD

Kepanitraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam


Rumah Sakit Umum Balige
Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan refarat ini yang berjudul Sindrom Antifosfolipid sebagai
syarat menyelesaikan kepaniteraan klinik Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum HKBP
Balige periode 1 Oktober 2018-21 Desember 2018.

Secara khusus kami ucapkan terima kasih kepada dr. Gopas M Simanjuntak, Sp.PD yang telah
bersedia membimbing , mengarahkan dan meluangkan waktunya kepada kami untuk memberi
masukan serta saran hingga tulisan ini selesai

Sebagai penulis saya sadar bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan, sehingga saya mohon
kritik dan saran untuk perbaikan makalah ini selanjutnya, semoga tulisa ini dapat bermanfaat
dan menjadi bekal ilmu untuk kemajuan pendidikan kedokteran

Balige, 01 Desember 2018


Hormat Kami
BAB I

PENDAHULUAN

Sindrom antibodi antifosfolipid (Antiphospholipid antibody syndrom) disingkat APS


didefiniskan sebagai penyakit trombofilia autoimun yang idtandai dengan adanya 1.antibodi
antifosfolipid (antibodi antikardiolipin dan/atau antikoagulan lupus yang menetap (persisten)
serta 2.kejadian berulang trombosis venaarteri, keguguran atau trombositopenia. Sindrom
antibodi antifosfolipid merupakan penyakit autoimun trombofilia yang didapat, ditandai
dengan adanya autoantibodi yang membentuk fosfolipid dan protein pengikat fosfolipid.
Sindrom ini pertama kali diusulkan oleh Hughes dan Harris antara tahun 1983-1986, sehingga
disebut juga sebagai sindrom Hughes.1 APS merupakan kelainan otoimun yang belum
diketahui penyebabnya2.

Setelah dilakukan penelitian selama 25 tahun diketahui sejumlah antibodi yang dapat
beraksi negatif terhadap fosfolipid yang diketahui jelas dan antibodi antikardiolipin. Keduanya
dapat menimbulkan sindrom antibodi antifosfolipid. Klasifikasi Pada “The 11th International
Congress on Antiphospholipid Antibodies” di Sydney, 2004, telah diusulkan klasifikasi sebagai
berikut3: APS sebagai penyakit tunggal., APS yang berhubungan dengan penyakit lain termasuk
SLE, APS katastrofa. Secara definitif, sindrom antifosfolipid dapat ditegakkan dengan
ditemukannya minimal 1 kriteria klinik, dan 1 kriteria laboratorik. Pengobatan digolongkan
dalam 4 kelompok: 1) Profilaksis, trombosis pembuluh darah kecil; 2) Pencegahan trombosis
lanjutan pada pembuluh darah sedang dan besar; 3) Pengobatan mikroangiopati trombotik akut
dan 4) Penangan kehamilan yang berhubungan dengan antibodi antifosfolipid
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Sindrom Antifosfolipid


Sindrom antibodi antifosfolipid (Antiphospholipid antibody syndrom) disingkat
APS didefiniskan sebagai penyakit trombofilia autoimun yang idtandai dengan adanya
1.antibodi antifosfolipid (antibodi antikardiolipin dan/atau antikoagulan lupus0 yang
menetap (persisten) serta 2.kejadian berulang trombosis venaarteri, keguguran atau
trombositopenia1.
2.2 Epidemiologi Sindrom Antifosfolipid
Frekuensi pasien APS terkini pada populasi umum tidak diketahui, tetapi 1-5%
individu sehat mempunyai antibodi aPL dan antibodi aCL serta cenderung meningkat
pada usia lanjut. Dari sekitar 30-40% pasien SLE dengan antibodi aPL, 10% menderita
APS. Dari hasil penelitian terhadap 100 pasien dengan trombosis vena dan tanpa
riwayat SLE, ternyata ditemukan 24% antibodi aCL positif dan 15% lupus
anticoagulant (LA) positif.1
2.3 Etiologi Sindrom Antifosfolipid
APS merupakan kelainan otoimun yang belum diketahui penyebabnya. Pencarian
sejumlah pemicu yang mungkin telah membuka spektrum lebar (a wide array) yang
berhubungan dengan penyakit-penyakit rematik atau otoimun, infeksi, dan obat-obatan
yang berhubungan dengan lupus anticoagulant (la) atau acl antibodies.2
2.4 Klasifikasi Sindrom Antifosfolipid
Pada “The 11th International Congress on Antiphospholipid Antibodies” di Sydney, 2004,
telah diusulkan klasifikasi sebagai berikut3:
 APS sebagai penyakit tunggal.
 APS yang berhubungan dengan penyakit lain termasuk SLE.
 APS katastrofa
Sebelumnya, pada “The 8th International Congress on Antiphospolipid Antibodies” di
Sapporo, 1998, APS diklasifikasikan menjadi :
 APS primer, jika tidak ada SLE atau kelainan autoimun lain.
 APS sekunder, jika dijumpai SLE
2.5 Patofisiologi Sindrom Antifosfolipid1,

Antibodi antifosfolipid (aPLA) didefiniskan sebagai imunoglobulin yang


bereaksi dengan dinding sel bagian luar yag komponen utamanya adalah fofolipid.
Antibodi antifosfolipid ini mempunyai aktivasi prokoagulan terhadap protein C,
annexin V dan trombosit, dan menghambat fibrinolisis. Fosfolipid koagulan disebut
juga sebagai antifosfolipid (aPL), yang secara struktual hampir menyerupai
komplemen. Secara alamiah/fisiologis, aPL yang dibentuk oleh tubuh adalah β2-
glikoprotein I (β2GPI). (β2GPI) akan berikatan dengan fosfolipid yang bermuatan
negatif dan menghambat aktivitas kontak kaskade koagulasi dan konversi protrombin-
trombin. β2- glikoprotein 1 berfungsi sebagai antikoagulan plasma natural, sehingga
adanya antibodi terhadap protein ini dapat merangsang terjadinya trombosis karena
fungsinya sebagai pengontrol aktivasi fosfolipid prokoagulan (PL) yang mengandung
enzim fosfolipaseA2 (PLA2). β2GPI merupakan enzim yang terikat oleh
apolipoprotein-H (apo-H) sebagai penghambat enzim PLA2. Selain dari β2GPI, secara
alamiah tubuh juga membentuk annexin V atau “placental anticoagulant protein I” yang
disebut juga sebagai “placental aPL”, yang sangat kuat menghambat enzim PLA2,
terutama pada kehamilan dan kematian sel (apoptosis). Penghambat PLA2 yang secara
patologis terbentuk dikenal sebagai inhibitor lupus yang antikoagulan Lupus (LA) yang
terdiri dari 2 subgrup, yaitu: LA tromboplastin sensitif yang menghambat kompleks
VIIa, III, PL dan Ca2+, mengakibatkan pemanjangan masa protrombin (PT) dan LA
tromboplastin non-sensitif yang menghambat kompleks VIIa, IXa, PL, Ca2+. Aktivasi
komplemen melalui perlekatan aPL ke permukaan endotel dapat menimbulkan
kerusakan endotel dan merangsang trombosis yang berperan dalam terjadinya kematian
janin.
Mekanisme–mekanisme yang berperan dalam terjadinya Trombosis
(hypercoagulable state) pada sindroma antifosfolipid adalah:
1. Interaksi antara sel endothelial-aPL:
 Antikardiolipin antibodi dan β2-glikoprotein antibodi akan
meningkatkan aktivasi dan adesi trombosit ke endotel.
 Adanya kerusakan atau aktivasi endotel vaskuler yang akan
meningkatkan ekspresi molekul adesi. Ditemukan adanya antibodi
antiendotelial, aPL menginduksi adhesi monosit pada sel-sel endotelial,
peningkatan ekspresi dari tissue faktor pada permukaan monosit.
2. Interaksi dari aPL-trombosit
 Aktivasi trombosit
 Merangsang produksi trombosit
3. Interaksi antara aPL dengan sistem koagulasi:
 Penghambatan aktivasi dari protein C melalui kompleks
trombomodulin-trombin
 Penghambatan aktivasi dari protein C melalui jalur kofaktor potein S.
 Interaksi antara aPL dengan substrat dari protein C aktif seperti faktor
Va dan VIIa
 Interaksi antara aPL dengan annexin V, anticoagulant shieid
 Inhibisi aktivasi protein C, protein S dan factor-faktor koagulasi lain.
Pada penderita dengan antibodi antifosfolipid dapat ditemukan juga
antibodi terhadap heparin/heparan sulfat, protrombin, platelet-
activating factor, tissue-type plasminogen activator, protein S, annexin
(2, IV dan V), tromboplastin, oxidized low density lipoprotein,
trombomodulin, kininogen, factor VII, VIIa dan XII. Antibodi terhadap
oxidized low density lipoprotein merupakan faktor yang berperan dalam
terjadinya aterosklerosis.
4. Antibodi terhadap heparan/heparan sulfat pada tempat ikatan dengan
antitrombin III dapat mengaktivasi koagulasi dengan cara menghambat
pembentukan kompleks heparin antitrombin-trombin.
5. Aktivasi komplemen melalui perlekatan aPL ke permukaan endotel dapat
menimbulkan kerusakan endotel dan merangsang trombosis yang berperan
dalam terjadinya kematian fetus.

2.6 Manifestasi Klinis Sindrom Antifosfolipid


Aspek klinis pada sindrom antifosfolipid dapat berupa aspek klinis seluler dan sistem.
Aspek klinis seluler adalah sebagai berikut:1
 Anemia hemolitik
 Apoptosis trofoblastik, sehingga terjadi penurunan homon hCG
 Leukopenia

Aspel klinis sistem dapat berupa perdarahan dan trombosis. Perdarahan disebabkan
oleh trombositopenia, PT memanjang (tomboplastin sensitif-fosfolipid inefisien), aPTT
memanjang (Defisiensi FXIc dan/atau tromboplastin sensitif-fosfolipid inefisien) dan
hipoprotrombinemia didapat.

Sementara trombosis disebabkan oleh: apoptosis endotelial, sehingga terjadi pelepasan


mikopartikel endotelial dan material adhesi, tombosit teraktivasi, sehingga terjadi
sticky platetlet syndrome, keadaan hiperkoaguulabilitas dan keadaan trombofilik.

Tanda dan Gejala

a. Mata: Penglihatan kabur atau ganda, gangguan penglihatan (melihat kilatan


cahaya), kehilangan penglihatan (sebagaian lapangan pandang, total)
b. Kardiorespirasi: nyeri dada, menjalar ke lengan, napas pendek
c. Gastrointestinal: nyeri perut, kembung, muntah
d. Pembuluh darah perifer: Nyeri atau pembengkakan tungkai, klaudikasio,
ulserasi jari/tungkai, nyeri jari tangan/kaki yang dicetuskan oleh dingin.
e. Muskoloskeletal: nyeri tulang, nyeri sendi
f. Kulit: purpura dan/atau ptekie, ruam livedo retikularis temporer atau menetap,
jari-jari tangan/kaki kehitam-hitaman atau terlihat pucat.
g. Neurologi dan psikiatri: pingsan, kejang, nyeri kepala (migran), parestesi,
paralisis, ascending weakness, tremor, gerakana abnomal, hilangnya memoru,
masalah dalam pendidikan
h. Endokrin: rasa lemah, fatigue, artralgia, nyeri abdomen
i. Urogenital: hematui, edema perifer
j. Riwayat kehamilan: keguuran berulang, kelahian prematur, pertumbuhan janin
terhambat

Pemeriksaan Fisik

a. Pembuluh darah perifer


Palpasi tulang atau sendi: nyeri tekan
Nyeri saat sendi digerakkan, tanpa artritis (nekrosis avaskular)
Pembengkakan tungkai (trombosis vena dalam)
Penurunan pengisian kapiler, denyut nadi dan perfusi (trombosis
arterial/vasopasm)
Gangren (trombosis arteri atau infark)
b. Paru: Respiratory distress, takipnea (emboli pulmoner, hipertensi pulmoner)
c. Ginjal: Hipertesni (tombosis arteri renalis, lesi pembuluh darah intrarenal),
Hematuria (trombosis vena renalis)
d. Jantung: Murmur pada katup aorta atau mitral (endokarditis), nyeri dada
e. Gastrointestinal: nyei tekan pada abdomen, hepatomegali
f. Mata: oklusi arteri retina, trombosis vena retinaa
g. Kulit: livedo retikularis, lesi purpura, memar, ulserasi, splinter hemorrhages
(perdarahan dibawah kuku) peringual atau subngual
h. Kelainan sistem saraf pusat atau perifer: stoke, TIA

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan antibodi antifosfolipid


b. Identifikasi trombosis intrarenal, arteri renalis atau vena renalis
 Analisis urin dipstik unutk hemoglobin atau protein
 Pemeriksaan urin: adanya sel darah merah
 Urin 24 jam untuk pemeriksaan protein dan klirend kreatinin
c. Identifikasi trombositopenia persisten atau anemia hemolitik.
 Pemeriksaan darah perifer lengkap
 LDH, bilirubin, haptoglobin
 Tes coombs direk/indirek
 Analisis urin dipstik untuk hemoglobulin
 Antibodi antiplatelet (unutk mengevaluasi adanya hubungan dengan
purpura trombositopenik autoimun)
Pemeriksaan Radiologis
a. Untuk kejadian trombotik (mis. Trombosis vena dalam)
 USG Doppler
 Venografi
b. Untuk kejadian trombotik arterial (mis. Oklusi/iskemia pembuluh darah
serebal)
 CT
 MRI
2.7 Penegakkan Diagnosa Sindrom Antifosfolipid

Sindrom antifosfolipid haruslah memenuhi kriteria yang diputuskan oleh para


ahli pada simposium internasional ke-8 tentang antibodi antifosfolipid, 10 Oktober
1998 di Sapporo, Jepang, dan telah diperbaharui pada tahun 2006, yaitu4,5:
I. Kriteria klinik
Mengalami 1 atau lebih episode trombosis vena, arterial atau pembuluh darah
kecil pada jaringan atau organ tubuh dan/atau mordibitas kehamilan
1. Trombosis: dibuktikan dengan pemeriksaan imaging atau histopatologi.
(terbukti secaa klinis adanya trombosis pada pembuluh darah besar atau
kecil. Trombosis vena lebih banyak ditemukan daripada kejadian tombosis
pada aterial. Pemeriksaan serial radiologi didapat trombosis pada 59%
pembuluh vena, 28% pada arterial, dan 13% pada keduanya)
2. Morbiditas pada kehamilan: Satu kali atau lebih kematian janin dengan
morfologi normal pada usia kehamilan 10 minggu atau Satu atau lebih terjadi
persalinan prematur pada usia 34 minggu atau kurang karena preeklamsia
berat /eklamsia atau insufisiensi plasenta atau Tiga atau lebih kematian janin
(<10 mingu)/abortus habitualis, tanpa adanya kelainan kromosom ayah dan
ibu atau kelainan anatomi uterus ibu atau kelainan hormonal.
II. Kriteria laboratorik
Memiliki titer antiphospholipid antibodies (aPL) yang tinggi secara menetap,
pada 2 atau lebih pemeriksaan yang berbeda dalam jangka waktu minimal 12
minggu dan tidak lebih dari 5 tahun sebelum terjadi manifestasi klinis,
terdeteksi menuut guideline the Internasional Society on Trombosis and
Hemostasis
1. Antibodi antikardiolipin (ACA) baik dalam bentuk isotipe IgG dan atau
IgM antibodi pada serum atau plasma, berada dalam titer medium atau
tinggi (.40 GPL/MPL atau .99 persentil, dengan ELISA)
2. Adanya aktivasi Lupus antikoagulan lupus (LA) pada plasma
3. Antibodi β2-glikoprotein I (β2-GPI) dalam bentuk isotipe igG atau igM
pada serum atau plasma (dengan titer s99%)
Secara definitif, sindrom antifosfolipid dapat ditegakkan dengan ditemukannya
minimal 1 kriteria klinik, dan 1 kriteria laboratorik. Jika telah terbukti adanya kaitan
yang erat antara antibodi antifosfolipid dan keguguran yang berulang, maka pengobatan
saat ini yang dianjurkan selain mengobati penyebabnya adalah dengan pemberian asam
asetosalisilat atau aspirin dosis rendah 81 mg. Pada kasus yang berat dapat dilakukan
kombinasi dengan suntikan heparin

2.8 Penatalaksanaan Sindrom Antifosfolipid

Pengobatan digolongkan dalam 4 kelompok: 1) Profilaksis, trombosis


pembuluh darah kecil; 2) Pencegahan trombosis lanjutan pada pembuluh darah sedang
dan besar; 3) Pengobatan mikroangiopati trombotik akut dan 4) Penangan kehamilan
yang berhubungan dengan antibodi antifosfolipid1

Nama Dosis
Aspirin 1-2 mg/kg/hari
Tiklopidin 250 mg, 2 kali sehari
Dipiridamol 75-400 mg/hari, 3 atauu 4 kali sehari
Heparin Dosis inisial: 40-170 U/kg/IV
Infus pemeliharaan; 18 U/kg/jam IV
Atau
Dosis inisial: 50 U/kg/jam IV, diikuti dengan
infus 15-25 U/kg/jam, dosis ditingkatkan 5
U/kg/jam berdasarkan hasil PT
Enoksaparin Profilaksis: 30 mg subkutan, setiap 12 jam
Terapi 1 mg/kg, subkutan setaip 12 jam
Warfarin 5-15 mg/hari, dosis dinaikkan berdasarkan
INR yang ingin dicapai
1. Trombosis Primer
Tabel Thromboprophylaxis Primer

Tindakan umum untuk semua pasien Penilaian dan manajemen faktor risiko
antiphospholipid-positif kardiovaskular
Dalam situasi berisiko tinggi
(puerperium, operasi, imobilisasi
berkepanjangan), gunakan dosis biasa
LMWH untuk thromboprophylaxis
Pasien non-SLE antiphospholipid- Aspirin dosis rendah (75-100 mg / hari)
positif (APS obstetrik dan pada mereka dengan profil aPL berisiko
asimptomatik) tinggi, terutama dengan faktor risiko
trombotik lainnya
Pasien dengan SLE dan aPL positif Hydroxychloroquine (200–400mg /
hari)+ aspirin dosis rendah (75-100mg /
hari)
Kongres Internasional ke-13 tentang Anti-Phosfolipid merekomendasikan evaluasi
dan kontrol ketat terhadap faktor risiko kardiovaskular sebagai bagian dari profilaksis
primer pada APS. Meskipun hipertensi telah dikaitkan dengan trombosis pada pasien
aPL-positif, hipertrigliseridemia, lipoprotein densitas rendah rendah. tingkat, dan
obesitas sentral adalah faktor risiko kardiovaskular yang paling umum yang terkait
dengan APS primer. Pengendalian faktor risiko kardiovaskular penting untuk
membantu mencegah ke endotelium vaskular pada pasien dengan APS.6
2. Thromboprophylaxis Sekunder
Jika kejadian awal adalah tromboemboli vena, dianjurkan bahwa terapi warfarin
intensitas menengah dan menargetkan nilai rasio normalisasi internasional (INR)
dari 2,0 hingga 3,0 akan dimulai , dengan bridging heparin.
APS dengan tromboemboli vena Terapi antikoagulan oral tidak terbatas
pada INR target 2,0-3,0
APS dengan tromboemboli arteri erapi antikoagulan oral tidak terbatas
pada target INR> 3.0 atau gabungan
terapi antiaggregant-antikoagulan (INR
2.0-3.0)
Pasien dengan trombosis vena atau Perawatan seperti rekomendasi biasa
arteri yang tidak memenuhi kriteria untuk arteri atau vena
untuk APS trombosis APS ¼ sindrom
antiphospholipid; INR ¼ rasio
normalisasi internasional.
Si
Antikoagulan baru: Antikoagulan oral baru (NOACs), dabigatran penghambat
thrombin langsung dan penghambat langsung anti-faktor XA Rivaroxaban, apixaban
dan edoxaban dalam APS masih belum jelas dan sebagai besar didasarkan pada
laporan kasus dan seri kasus. Sebuah tinjauan sistematis bau-baru ini menunjukkan
bahawa sekitar 20% pasien dengan APS pada NOACs mengembangkan kejadian
vaskular selama periode tindak lanjut rata-rata 12 bulan, sedangkan sepertiga pasien
mengalami kejadian berulang selama 2 tahun masa tindak lanjut.
Pilihan Terapi Alternatif dan Tambahan untuk Skenario Klinis Spesifik pada
Sindrom Antiphospholipid
Diketahui adanya alergi warfarin, Perawatan dengan, atau penambahan,
intoleransi warfarin, atau kontrol NOAC: inhibitor thromb dabigatran
antikoagulan yang buruk pada langsung atau antifaktor langsung inhibitor
warfarin meskipun target Xa rivaroxaban, apixaban, oredoxaban
terapeutik
Trombositopenia yang diinduksi Perawatan dengan fondaparinux atau
heparin argatroban
APS refrakter meskipun Pertimbangkan memulai terapi statin
antikoagulasi cukup Pertimbangkan untuk menambahkan terapi
rituximab
Pertimbangkan untuk menambahkan
glukokortikosteroid dan IVIG+pengganti
plasma
CAPS Antikoagulan
heparin+glukokortikosteroid+IVIG dan /
atau pengganti plasma mengurangi
mortalitas
Eculizumab mengurangi angka kematian
Obstetric APS Heparin (unfractionated atau
LMWH)+aspirin dosis rendah (75-100 mg /
hari)
Pasien pada warfarin harus dialihkan ke
heparin (unfractionated atau LMWH) segera
pada konfirmasi kehamilan untuk
menghindari teratogenisitas
Tromboprofilaksis diperpanjang (hingga 6
minggu setelah melahirkan) untuk pasien
berisiko tinggi
Antikoagulasi tak terbatas untuk pasien APS
dengan kejadian trombotik sebelumnya

Pengobatan pada ibu hamil dengan riwayat kehamilan yang buruk7

Keadaan Klinis Rekomendasi


Lebih dari 1 Kehilangan janin atau Profilaksis LMWH 0,5/kg/hari
3, tidak ada trombosis, APLA tetapi +Aspirin dosis rendah 75 mg/hari
tidak ada SLE selama kehamilan dan 6-12 minggu
pasca persalinan
Lebih dari 1 Kehilangan janin atau Profilaksis LMWH 0,5mg/kg/hari+
3, tidak ada trombosis, APLA Aspirin dosis rendah 75mg/hari selama
dengan SLE kehamilan dan 6-12 minggu pasca
persalinan+Prednisolon+
Hidroksichooquine
Sebelum trombosis, APLA tetapi LMWH 1,5mg/kg/hari atau LMWH
tidak ada SLE 1mg/kg/2 kali sehari+ Aspirin dosis
rendah 75mg/hari selama kehamilan
dan 6-12 minggu pascapersalinan;
Warfarin setelah 12 minggu
Sebelum trombosis, APLA dengan LMWH 1,5mg/kg/hari atau LMWH
SLE 1mg/kg/2 kali sehari+ Aspirin dosis
rendah 75mg/hari selama kehamilan
dan 6-12 minggu pascapersalin+
Prednisolon+ Hidroksichooquine;
Warfarin setelah 12 minggu
Hanya antibodi positif, tidak ada Aspirin dosis rendah 75mg/hari selama
trombosis, tidak ada SLE kehamilan
BAB III

KESIMPULAN

Anti Phospholipid Syndrome (APS), merupakan penyakit autoimun yang


ditandai dengan adanya antibodi antiphospholipid dan mengalami gejala trombosis
(darah di pembuluh darah vena/arteri mudah membeku) atau mengalami keguguran
berulang. Antibodi adalah protein yang dihasilkan oleh sistem pertahanan tubuh untuk
melawan benda asing yang menyerang tubuh, misalnya bakteri atau virus. Pada
penyakit autoimun, kerja sistem pertahanan tubuh menjadi kacau sehingga sel atau
komponen tubuh sendiri dianggap sebagai benda asing. Pada APS, tubuh menghasilkan
Anti Phospholipid Antibody yaitu antibodi yang menyerang phospholipid yaitu asam
lemak yang merupakan bagian dari jaringan lemak tubuh. Beberapa jenis protein yang
berperan dalam proses pembekuan darah, ternyata menjadi target yang diserang oleh
antibodi phospholipid. Akibatnya, darah mudah membeku. Selain itu, antibodi
phospholipid juga dapat menyerang protein yang terdapat sel endotel, yaitu sel-sel yang
melapisi permukaan dinding pembuluh darah. Akibatnya permukaan pembuluh darah
rusak dan memicu pembentukan bekuan darah. Antibodi phospholipid juga merangsang
penggumpalan sel-sel pembekuan darah atau disebut Trombosis. Trombosis dapat
terjadi pada pembuluh darah vena maupun pembuluh darah arteri. Trombosis dapat
menyebabkan kerusakan pada organ yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.
Kerusakan dapat terjadi pada satu organ atau pada keadaan yang parah kerusakan dapat
terjadi pada beberapa organ dan mengakibatkan kematian. Penderita APS, dapat
mengalami keguguran berulang karena darah pembawa nutrisi untuk janin terhambat,
tidak dapat masuk ke dalam rahim. Keguguran dapat terjadi pada awal kehamilan atau
pada usia kehamilan 3 bulan. Pengobatan digolongkan dalam 4 kelompok: 1)
Profilaksis, trombosis pembuluh darah kecil; 2) Pencegahan trombosis lanjutan pada
pembuluh darah sedang dan besar; 3) Pengobatan mikroangiopati trombotik akut dan
4) Penangan kehamilan yang berhubungan dengan antibodi antifosfolipid.
DAFTAR PUSTAKA

1. Effendy S. Sindrom Antifosfolipid Antibodi Aspek Hematologi dan Penatalaksanaan.


In: Sudoyo A, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2015. p. 1345.

2. Yulaikah S. EVIDENCE BASED OF ANTIPHOSPHOLIPID SYNDROME ( APS ).

3. W Branch D. Summary of the 11th International Congress on antiphospholipid


autoantibodies, Australia, November 2004. Vol. 66, Journal of reproductive
immunology. 2005. 85-90 p.

4. Ward CM. Antiphospholipid Antibody Syndrome ( APS ). Northern Blood Research


Centre Royal North Shore Hospital. Bangkok; 2017. 2 p.

5. Palomo I, Segovia F, Ortega C, Pierangeli S. Review Antiphospholipid syndrome : a


comprehensive review of a complex and multisystemic disease. 2014;(July).

6. Therapeutics T. Antiphospholipid Syndrome. 2017;69(18).

7. Londhey V. Antiphospholipid Syndrome.

Вам также может понравиться