Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
ANALISIS KASUS
Teori Kasus
Diagnosis KAD: Pemeriksaan Fisik:
1. Peningkatan kadar serum glukosa
(>250 mg/dL) Sensorium: Apatis
2. Peningkatan kadar serum keton
(≥3.0 mmol/L) 1. Tanda Vital
3. pH serum < 7.3 dan atau Tekanan darah: 70/40 mmHg
4. Kadar serum bikarbonat < 18 Denyut Nadi: 140 x/menit
mEq/L (18 mmol/L) Pernafasan: 50 x/menit
Temperatur: 38,2oC
Pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan:
1. Tanda-tanda vital: 2. Status Generalisata
Takikardi Mulut: mukosa kering
Hipotensi Thorax: Inpeksi: Pernafasan
Takipneu kussmaul
Hipotermia Abdomen: Turgor menurun
Febris (jika disebabkan infeksi) Ekstremitas: Akral dingin,
furunkel (+) di inguinal sinistra
2.Tanda-tanda umum:
Kulit kering Laboratorium:
Napas kussmaul 1. Darah
Selaput lendir kering
Leukosit : 15.980/ul
Penurunan turgor kulit
GDS : 638 mg/dL
Penurunan refleks
Ureum Darah : 144 mg/dL
Mual muntah
Kreatinin Darah : 4,11 mg/dL
Nyeri perut
Natrium : 123 mmol/l
2. Urin
3. Tanda Khusus
Glukosa : positif 4 (4+)
Nafas keton (bau aseton)
Protein : positif 2 (2+)
Koma
Blood : positif 2 (2+)
Diagnosis Shock Sepsis: Keton : positif 2 (2+)
Kriteria penegakan diagnosis sepsis
terbaru menggunakan SOFA score, yang
disederhanakan menjadi qSOFA (quick
SOFA).
qSOFA dinyatakan positif jika terdapat
minimal 2 dari kriteria klinis berikut:
1. Kecepatan Pernafasan ≥ 22 x/i
2. Perubahan Status Mental
(GCS<15)
3. TDS ≤ 100 mmHg
Sepsis dapat ditegakkan jika disertai
adanya bukti infeksi.
Pada kasus ini penegakan diagnosis KAD belum sepenuhnya sesuai dengan teori, hal
ini karena penegakan diagnosis yang dilakukan hanya berdasarkan kadar glukosa serum dan
keton urin. Pada kasus ini seharusnya dilakukan pemeriksaan kadar keton serum dan kadar
pH serum untuk memastikan terjadinya asidosis metabolik.
Berdasarkan penelitian, kadar keton serum lebih sensitif dibandingkan kadar keton
urin, hal ini disebabkan jenis keton yang terkandung dalam serum, yaitu β-hydroxybutyrate,
merupakan keton primer yang terbentuk dalam ketogenesis, serta merupakan sinyal pertama
terjadinya KAD, sehingga kadar nya di awal terjadinya KAD lebih tinggi di serum
dibandingkan acetoacetat dan acetone, yang merupakan parameter keton dalam urin.
Selain itu, pengukuran keton serum lebih menguntungkan dibandingkan keton urin,
mengingat bahwa pada pasien-pasien KAD cenderung terjadi dehidrasi, sehingga terjadi
penurunan urin output yang akan menyulitkan pengambilan sampel dan menunda diagnosis
dan pemberian terapi yang tepat.
Penelitian terakhir juga membuktikan bahwa perbedaan pH arteri dan vena tidak
cukup besar dalam mengubah manajemen klinis KAD, sehingga dapat digunakan pengukuran
pH dan bikarbonat serum dari sampel darah vena yang lebih mudah dan praktis dibandingkan
pengambilan darah arteri.
Beberapa penelitian juga menunjukkan KAD dapat terjadi pada kondisi dengan kadar
glukosa serum yang normal, seperti pada wanita hamil dan orang-orang yang mengkonsumsi
sodium glucose co-transporter 2 inhibitors, hal ini menyebabkan beberapa guideline lebih
menekankan pengukuran kadar keton serum dan pH darah dalam penegakan diagnosis KAD
dibandingkan kadar glukosa serum.
Pada pasien ini dapat ditemukan tanda-tanda sepsis yang memenuhi kriteria qSOFA
dalam penegakan diagnosis sepsis disertai adanya bukti infeksi, namun tidak terdapat nya
penggunaan vasopressor untuk mempertahankan MAP > 65 membuat kriteria diagnosis
shock sepsis tidak terpenuhi.
2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?
Teori Kasus
Prinsip penatalaksanaan KAD: Tata laksana yang diberikan pada kasus
ini:
1.Atasi dehidrasi dengan bolus larutan
kristaloid isotonik (NaCl 0.9%) dengan Terapi di IGD:
kecepatan 15-20 ml/kg/jam (1-1,5 L/jam) O2 3L/menit via nasal kanul
dalam 1-2 jam pertama diikuti dengan IVFD NaCl 0.9% loading 2L
larutan salin hipotonis (NaCl 0.45%) Inj. PCT 500 mg
dengan kecepatan 4-14 ml/kg/jam (jika Inj. Insulin 20 U
natrium serum sudah normal)
Terapi di ICU
2. Atasi hiperglikemi dengan memulai O2 3-4 lpm via nasal kanul
terapi insulin setelah 1-2 jam terapi cairan, IVFD NaCl 0.9% 30 tpm
dengan syarat kadar K>3.3 mEq/L (jika
Inj. Meropenem 500 mg/8 jam
K<3.3 mEq/L, berikan Kalium 20-30
Inj. Metronidazole 500 mg/8 jam
mEq/jam/IV sampai kadar K≥3.3 mEq/L).
Inj. Omeprazole 1 amp/12 jam
Terapi insulin dapat dimulai dengan bolus Inj. Pamol 500 mg/ 8 jam
insulin reguler 0.1U/kg diikuti kontinu Regulasi insulin sliding scale/ 4
insulin IV 0.1 U/kg/jam. Bolus dapat jam
diulang jika penurunan kadar glukosa KSR 3x1 tab
serum < 10%.
Pada dasarnya prinsip penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat, namun terdapat
beberapa hal yang perlu diperbaiki dalam terapi lanjutan, misalnya dalam hal terapi cairan
maintenance. Penggantian cairan isotonis NaCl 0.9 % ke cairan hipotonis NaCl 0.45 %
merupakan salah satu cara untuk menghindari terjadinya keadaan hyperchloremic acidosis
yang dapat menyebabkan kekeliruan dalam mendiagnosis persistent ketoacidosis. Selain itu,
pemberian terapi pengganti kalium sebaiknya dilakukan melalui pemberian intravena sambil
memperhatikan kadar serum kalium secara berkala.
Pada kasus ini prinsip utama penatalaksanaan shock sepsis sebenarnya kurang tepat,
yaitu dengan mengontrol sumber infeksi disertai dengan pemberian vasopressor yang
merupakan kunci utama dari penegakan diagnosis sepsis. Meskipun pada dasarnya kondisi
akhir pasien menjadi lebih baik setelah diberi terapi cairan kristaloid dan antibiotik empiris,
namun hal ini mungkin akan menyebabkan terjadinya keadaan yang berulang apabila sumber
infeksi tidak segera ditangani sampai tuntas.
3. Bagaimana prognosis pada kasus pasien ini?
Pada dasarnya pemahaman yang baik dalam patofisiologi KAD disertai monitoring
ketat dan koreksi elektrolit akan menurunkan tingkat mortality rate pasien KAD. Selama 20
tahun terakhir tingkat mortalitas pasien KAD menurun dari 7.96% menjadi 0.67%. Penyebab
mortalitas tersering pada pediatri dan remaja adalah edema serebri, sedangkan pada populasi
dewasa penyebab mortalitas mencakup hipokalemia, adult respiratory distress syndrome, dan
terdapatnya komorbid seperti pneumonia, acute myocardial infarction, dan sepsis. Kehadiran
koma mendalam pada saat diagnosis, hipotermia, dan oliguria merupakan tanda-tanda
prognosis buruk. Pada kasus ini, prognosis pasien baik karena penanganan yang sudah sesuai
dengan prinsip tatalaksana KAD.