Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB I
PENDAHULUAN
Mata merupakan organ penting yang dimiliki oleh manusia dan makhluk
hidup lainnya sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, berfungsi sebagai
indra penglihatan yang dapat memberikan informasi secara visual. Mata dapat
dan sensitif seperti retina, pupil serta pembuluh darah. Kerusakan atau gangguan
menurunnya informasi yang diterima bagi pemiliknya serta daya saing sumber
daya manusia itu sendiri, sementara saat ini sumber daya manusia merupakan
atas yang memiliki keterbatasan atau gangguan fungsi penglihatan adalah sekitar
glaukoma dapat mencapai taraf yang sangat parah yaitu kebutaan permanen.
Kebutaan permanen pada glaukoma dapat menyerang secara tiba-tiba tanpa ada
dan degenerasi papil saraf optik serta defek lapang pandangan yang khas.
sekunder dan glaukoma kongenital. Glaukoma primer dibagi menjadi dua yaitu
glaukoma primer sudut terbuka dan glaukoma primer sudut tertutup ( Ilyas dkk,
1981). Selain itu, glaukoma dengan kebutaan total disebut dengan glaukoma
absolut.
diperkirakan sebanyak 3,2 juta orang telah mengalami kebutaan akibat glaukoma
Jakarta Urban Eye Health Study tahun 2008 adalah 2,53%. Menurut Riset
Kesehatan Dasar 2007 responden yang pernah didiagnosis glaukoma oleh tenaga
kesehatan sebesar 0,46%, dengan persentase tertinggi ditempati oleh Provinsi DKI
Jakarta dan yang terendah adalah Provinsi Riau. Provinsi Jawa Timur berada
dalam jajaran sepuluh besar yang tertinggi secara nasional dengan persentase
dikatakan cukup besar, sehingga dapat diduga bahwa masih banyak penderita
kesehatan mata ini harus menjadi perhatian yang serius bagi pemerintah dan
instansi-instansi yang terkait, untuk itu guna menunjang penanganan yang baik
Di Surabaya salah satu penyedia layanan kesehatan mata yang besar dan
merupakan pusat rujukan dari rumah sakit lain adalah Rumah Sakit Mata Undaan
Surabaya. Rumah Sakit Mata Undaan Surabaya bertempat di jalan Undaan Kulon
lengkap, tenaga medis dirumah sakit ini juga memiliki kualitas yang baik serta
berkompeten. Salah satu tujuan dari rumah sakit ini adalah turut serta mengurangi
angka kebutaan (situs resmi Rumah Sakit Mata Undaan Surabaya). Berdasarkan
kelompok seminat glaukoma antara bulan Juli 2013 sampai bulan Juni 2014,
Rumah Sakit Mata Undaan Surabaya memiliki jumlah pasien glaukoma sekitar
2.148 pasien (Kementerian Kesehatan RI, 2015). Menurut data yang dimiliki
bagian rekam medis Rumah Sakit Mata Undaan Surabaya angka kejadian
glaukoma cukup besar dan terus meningkat setiap tahun. Tahun 2013 jumlah
pasien glaukoma di instalasi rawat jalan Rumah Sakit Mata Undaan Surabaya
sekitar 2.342, tahun 2014 meningkat menjadi 3.254 dan pada tahun 2015
kebutaan pada pasien baru dengan glaukoma primer di poliklinik penyakit mata
yang dipilih adalah umur, jenis kelamin, tekanan intraokuler, jenis glaukoma,
terhadap kebutaan pada pasien baru penderita glaukoma primer adalah tekanan
pembiayaan, sementara faktor lain seperti umur, jenis kelamin tidak berpengaruh
secara statistik. Iriyanti (2012) melakukan penelitian dengan judul “Faktor Risiko
Surabaya” menggunakan uji Chi-square. Faktor yang diambil adalah usia, jenis
kelamin, riwayat penyakit sistemik (diabetes dan hipertensi), trauma mata, riwayat
operasi mata, riwayat katarak, kelainan refraksi (miopi dan hipermetropi). Faktor
kelamin, hipertensi, katarak, dan miopi. Penelitian lain tentang glaukoma banyak
variabel prediktor (X) yang bersifat kontinu atau kategorik. Regresi logistik
nominal juga termasuk bagian dari regresi logistik multinomial (Hosmer, et.al,
2000).
antara faktor resiko terhadap klasifikasi penyakit glaukoma di Rumah Sakit Mata
variabel respon yaitu klasifikasi penyakit glaukoma yang terdiri dari empat
glaukoma absolut. Masing-masing jenis glaukoma ini tidak berstrata dan saling
independen.
1.3 Tujuan
antara lain:
1.4 Manfaat
dapat lebih adaptif dalam menerapkan teori statistika yang telah didapat di
4. Bagi instansi terkait yaitu Universitas Airlangga dan Rumah Sakit Mata
yang ada.
Batasan masalah dalam skripsi ini adalah data yang digunakan terbatas
pada pasien penderita glaukoma di Rumah Sakit Mata Undaan tahun 2014 sampai
2016.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Rumah Sakit Mata Undaan Surabaya pertama kali dibuka untuk umum
pada tanggal 29 April 1933 dibawah pimpinan dr. A Deutman sebagai direktur
sampai tahun 1942. Setelah itu karena keadaan yang tidak mendukung semua
kegiatan dihentikan dan kembali dibuka dibawah pimpinan dr. IH. Go seorang
dibantu oleh rekannya yaitu dr. J. Ten Doesschate seorang dokter wanita dari
Belanda yang datang pada 1947. Oleh karena diberhentikannya bantuan dana
pemerintah pada tahun 1950, maka pengelolaan rumah sakit diambil alih
nama baru dari perhimpunan yang lama. Pada tahun 1968 dr. J. Ten Doesschatt
kembali ke Belanda, sejak itu pengelolaan Rumah Sakit Mata Undaan Surabaya
seluruhnya dilakukan oleh putra Indonesia di bawah pimpinan dr. Moh. Basuki,
SpM. Pada saat itu Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga sudah mulai
dengan membuka klinik subspesialisasi yang didukung oleh tujuh belas dokter
spesialis mata yang berpengalaman dan ahli di bidangnya. Pada tahun 2013,
dari Komite Asosiasi Rumah Sakit (KARS) Indonesia, ini membuat Rumah Sakit
Sakit Mata Undaan Surabaya telah melakukan peremajaan secara fasilitas gedung,
peralatan medis, dan non-medis serta peningkatan mutu SDM. Klinik subspesialis
dan penunjang diagnostik canggih, ruang rawat inap VIP, kelas I, kelas II, dan
ruang pemeriksaan pasca operasi serta ruang rawat inap kelas 3 selain itu
dilengkapi dengan lobby, ruang tunggu yang luas dan nyaman, apotek, optik, dan
mini cafetaria. Rumah Sakit Mata Undaan Surabaya buka 24 jam untuk melayani
Utama Masyarakat dalam Pelayanan Kesehatan Mata" dan mempunyai misi yaitu
sebagai berikut :
kesehatan mata.
yaitu :
efektivitas kerja
2.2 Glaukoma
demikian tinggi atau tidak normal, sehingga mengakibatkan kerusakan pada saraf
optik dan mengakibatkan gangguan pada sebagian atau seluruh lapang pandang
2015, glaukoma merupakan penyakit mata dimana terjadi kerusakan saraf optik
yang diikuti gangguan pada lapang pandangan yang khas. Kondisi ini utamanya
disebabkan oleh tekanan bola mata yang meninggi yang biasanya disebabkan oleh
kerusakan saraf optik, antara lain gangguan suplai darah ke serat saraf optik dan
kelemahan atau masalah saraf optiknya sendiri. Gambar 2.1 berikut merupakan
sekunder dan glaukoma kongenital, sementara itu glaukoma dengan kebutaan total
primer sudut tertutup (primary angle closure glaucoma) dan glaukoma primer
sudut terbuka (primary open angle glaucoma). Glaukoma primer sudut terbuka
penyebabnya. Glaukoma primer terbagi menjadi dua yaitu glaukoma primer sudut
tertutup atau glaukoma sudut sempit dan glaukoma primer sudut terbuka yang
dengan sudut bilik mata depan yang tertutup, bersifat bilateral dan herediter.
Penutupan sudut dapat terjadi dengan hambatan pupil dan tanpa hambatan pupil.
Pada glaukoma primer sudut tertutup dengan hambatan pupil ditemukan keadaan
sudut bilik mata depan yang tertutup disertai hambatan pupil, penderita dengan
hambatan pupil yang potensial memiliki mata normal kecuali bagian bilik mata
depan yang dangkal dan jalan masuk aqueous ke bilik mata depan yang sempit
(Ilyas,1981).
Apabila usia bertambah tua maka lensa akan bertambah cembung sehingga
bilik mata depan akan bertambah dangkal. Posisi lensa yang ke depan akan
mendorong iris ke depan, oleh karena itu diperlukan tekanan yang lebih tinggi
untuk mendorong cairan mata melalui celah iris lensa. Glaukoma primer sudut
tertutup tanpa hambatan pupil adalah glaukoma primer yang ditandai dengan
sudut bilik mata depan yang tertutup, tanpa disertai dengan hambatan pupil. Pada
umumnya sudut bilik mata depan sudah sempit sejak semula (bersifat herediter),
trabekulum (Ilyas dkk, 2003). Selain itu terdapat dua macam glaukoma primer
sudut tertutup lainnya, yaitu sudut tertutup akut dan sudut tertutup kronik.
(normal) dan glaukoma miopia atau pigmen. Glaukoma sudut terbuka kronik
dengan sudut bilik mata depan yang terbuka. Umumnya glaukoma ini ditemukan
pada usia 40 tahun, namun dapat juga ditemukan pada usia muda. Diduga
glaukoma ini diturunkan secara dominan atau resesif pada kira-kira 50% penderita
dan secara genetik penderitanya adalah homozigot. Pada penderita sudut terbuka
kronik (simpleks) 99% hambatan terdapat pada jaring trabekulum dan kanal
topikal ataupun sistemik, pada pasien glaukoma steroid akan terjadi peninggian
tekanan bola mata dengan keadaan mata yang terlihat dari luar putih atau normal.
maka pengobatan glaukoma steroid masih diperlukan sama seperti pada glaukoma
ditemukan penggaungan papil saraf optik dan kelainan lapang pandangan yang
khas glaukoma tetapi disertai tekanan bola mata yang tidak tinggi atau normal,
optik mata yang dapat mengakibatkan kematian dari sel-sel saraf optik yang
gonioskopi ditemukan pigmentasi yang nyata dan padat pada jaring trabekulum
diderita sebelumnya atau pada saat itu, yang termasuk dalam glaukoma sekunder
glaukoma afakia.
mekanik seperti letak lensa dan kelainan kimiawi seperti fakolitik atau fakotoksik.
timbul akibat terhalangnya pengaliran aqueous humor dari bilik mata belakang ke
bilik mata depan, hambatan yang timbul dapat bersifat total ataupun relatif.
neovaskuler ini menuju ke sudut bilik mata depan dan berakhir pada trabekulum.
Keadaan ini dapat diakibatkan oleh beberapa hal misalnya kelainan pembuluh
oleh karena terdapatnya hambatan siliar (ciliary block), hambatan ini terjadi
karena adanya penempelan lensa dengan badan siliar atau badan kaca dengan
mendesak ke segala arah, keadaan ini akan menyebabkan pendangkalan bilik mata
depan. Yang terakhir adalah glaukoma afakia, glaukoma afakia adalah glaukoma
membran kongenital yang menutupi sudut bilik mata depan pada saat
cairan bilik mata. Gejala glaukoma kongenital biasanya sudah dapat terlihat pada
dimana tajam penglihatan sudah menjadi nol, dapat disertai keadaan seperti
injeksi siliar, edema kornea, bilik mata depan yang dangkal, pupil lebar, iris
ektropion, penggaungan dan atrofi papil saraf optik yang total, rubeosis iris dan
keratopati bula. Keadaan ini dapat disertai rasa sakit pada mata yang mula-mula
hilang timbul tetapi akhirnya dapat terus menerus. Tekanan bola mata sangat
1. Usia
Semakin tua maka resiko terserang glaukoma semakin besar, ini berkaitan
jaringan, lamanya terpapar resiko lain dan durasi sakit (Ismandari, 2010).
resiko glaukoma akan meningkat diatas usia 40 tahun, ini disebabkan seiring
bertambahnya usia terjadi peningkatan ketebalan lensa yang mendorong iris, maka
kedalaman bilik mata berkurang dan sudut iridokrnealis menjadi lebih sempit.
Usia juga terkait dengan insufisiensi vaskular, karena dalam proses penuaan
terjadi penurunan perfusi cerebral dan perfusi okular (Agarwal et al, 2009).
glaukoma.
2. Insufisiensi vaskular
hipertensi, hipotensi, migraine, dan gangguan vaskular perifer. Hal ini dikaitkan
dengan suplai darah terhadap saraf optik yang mengakibatkan lebih rentan
3. Tekanan Intraokuler
semakin tinggi tekanan intraokuler maka semakin besar juga resiko kebutaannya.
Suatu percobaan dapat memiliki lebih dari dua peluang kemungkinan yang
terjadi. Jika terdapat n percobaan yang identik independen dan dalam setiap
kejadian ke- 𝑖 yang terjadi dalam setiap percobaan. Dalam hal ini harus
( ) (2.1)
dengan dan
(Agresti, 2007)
( ) ( ) ( ) ( ) (2.2)
polychotomus (berskala nominal dengan lebih dari dua kategori) dengan variabel
Misal metode yang digunakan adalah regresi logistik nominal yang memiliki
nominal dengan variabel respon terdiri dari kategori yang memuat variabel
( )
( ) * +
( )
(2.3)
( )
( ) * +
( )
(2.4)
( )
( ) * +
( )
(2.5)
( )
( ) ( )
( )
( ) ( ) (2.6)
( )
( ) ( )
( ) ( ) ( )
( ) ( ) ( ) ( ) (2.7)
( ) ( ) ( ) ( )
(2.8)
( )
( ) ( ) ( )
( )
( )
( ) ( ) ( ) ( ) (2.9)
( )
( ) ( ) ( ) ( )
dengan ( )
pengamatan 𝑖 adalah ( ) ( )
( ) ∏ [ ( ) ( ) ( ) ]
∏ ∏ ( ) (2.11)
( ) ∑ { ( ) ( ) ( )}
∑ , ( ) ( ) ( ∑ ) ( )-
∑ , ( ) ( ) ( )
(∑ 𝑖) ( )-
∑ { ( )} (2.12)
( )
adalah ( )
, sehingga diperoleh
( )
( )
∑ ( ( )) (2.13)
dengan dan
Newton-Raphson.
Guna pengujian parameter maka digunakan uji serentak dan uji parsial
atau individu. Terlebih dahulu dilakukan uji serentak untuk mengetahui variabel-
variabel yang signifikan, kemudian dilanjutkan dengan uji secara parsial atau
individu.
1. Uji Serentak
Statistik uji yang digunakan adalah statistik uji G atau Likelihood Ratio Test
(LRT), yaitu
( ) ( ) ( )
*∏ + (2.15)
( ) ( ) ( )
dengan
2. Uji Individu
(2.16)
dengan ,p
̂
(2.17)
(̂ )
model yang diperoleh sesuai atau tidak. Statistik uji yang digunakan adalah
H0 : model regresi logistik sesuai (tidak ada perbedaan yang nyata antara hasil
H1 : model regresi logistik tidak sesuai (ada perbedaan yang nyata antara hasil
Statistik deviance
( ) ( ) ( )
∑ { ̂ ̂ ̂ } (2.19)
( ) ( ) ( )
variabel respon dan variabel prediktor. Jika OR > 1 menunjukkan bahwa nilai
peluang sukses yang lebih tinggi untuk nilai yang dijadikan referensi (jika
variabel berskala kontinu maka untuk tingkat yang lebih tinggi), sedangkan jika
nilai OR < 1, maka nilai peluang sukses yang lebih kecil untuk nilai yang
dijadikan referensi (jika variabel berskala kontinu maka untuk tigkat yang lebih
tinggi). Nilai yang semakin jauh dari 1 menunjukkan hubungan yang kuat.
Sebagai contoh, model regresi logistik nominal dengan variabel respon ( ) yang
terdiri dari tiga kategori 1, 2 dan 3 dan dua variabel prediktor ( ) yaitu dan .
Jika variabel prediktor berskala kategori yang terdiri dari 2 kategori, yaitu 0
dan 1, sedangkan variabel prediktor kontinu, maka rumus Odds Rasio variabel
( ) ( )
( )
( ) ( )
(2.20)
( )
University oleh periset Barbara F. Ryan, Thomas A. Ryan, Jr., dan Brian L. Joiner
pada tahun 1972. Minitab dapat menangani berbagai analisis statistik, seperti
statistical process control, analisis data kualitatif, analisis time series, analisis
file worksheet dan file project, didukung pula dengan toolbar lain yang
lengkap.
BAB III
METODE PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder mengenai
pasien penderita glaukoma antara tahun 2014 sampai 2016 yang diperoleh dari
data rekam medis Rumah Sakit Mata Undaan Surabaya. Data diambil pada bulan
Mei 2016, data yang diambil adalah sekitar 330 data pasien penderita glaukoma.
didiagnosa
2 = Ya
2 = Ya
26
kanan 2 = Tinggi
2 = Tinggi
Rumah Sakit Mata Undaan Surabaya pada tahun 2014 sampai tahun 2016 yang
sudah diketahui berjumlah 1881. Sampel yang digunakan adalah pasien penderita
glaukoma, penentuan jumlah sampel yang akan diambil dilakukan dengan cara
sampel dari populasi yang telah diketahui jumlahnya. Menurut Slovin, rumus
(3.1)
dengan
330, selanjutnya sampel ini dipilih secara sembarang dari kumpulan rekam medis
pasien glaukoma yang ada. Dari 330 data tersebut diperoleh data glaukoma primer
43, sedangkan untuk glaukoma kongenital tidak ada sama sekali yang terpilih.
Data yang diambil meliputi identitas pasien penderita dan faktor-faktor resiko
diperkirakan oleh dokter dalam catatan rekam medis pasien. Diagnosa awal yang
glaukoma.
Minitab.
2. Selanjutkan klik Stat pilih menu yang pertama yaitu Basic Statistics dan
3. Untuk melihat diagram maka klik Graph dan pilih diagram jenis apa yang
akan digunakan.
diagram tersebut.
Minitab.
2. Melakukan analisis dengan cara klik Stat pilih menu Regression, kemudian
(2.12) dan (2.13), dalam hal ini digunakan hasil output Minitab untuk
statistik uji Likelihood Ratio Test (LRT) sesuai persamaan (2.15), dalam
output Minitab untuk menentukan hasil uji serentak yang dilihat adalah
melihat nilai Chi-square dan P-value pada output Minitab, kemudian buat
BAB IV
Undaan Surabaya
Data yang diambil pada penelitian ini adalah sekitar 330 sampel, sekitar
168 pasien glaukoma berjenis kelamin perempuan dan 162 lainnya berjenis
Tabel 4.1 Deskripsi Jenis Klasifikasi Glaukoma Tahun 2014 sampai Mei 2016
Klasifikasi Glaukoma Frekuensi (n) Persentase (%)
Sekunder 68 20,61%
Absolut 43 13,03%
terbanyak adalah glaukoma primer yaitu sebanyak 219 sampel (66,36%) dan yang
pasien glaukoma di Rumah Sakit Mata Undaan Surabaya pada tahun 2014 sampai
tahun 2016 berdasarkan variabel usia, secara keseluruhan pasien rata-rata berusia
56 tahun. Usia pasien glaukoma yang paling muda adalah 11 tahun sedangkan
yang paling tua adalah sekitar 95 tahun. Deskripsi usia pasien glaukoma
31
berdasarkan usia yang dibagi menjadi dua yaitu diatas 40 tahun dan dibawah 40
Berdasarkan Gambar 4.1 diketahui dari 330 sampel pasien glaukoma, 287
pasien atau sekitar 87% berusia diatas 40 tahun dan sisanya yaitu sekitar 43 pasien
atau 13% berusia dibawah 40 tahun. Deskripsi sampel ditinjau dari dugaan adanya
sedangkan 266 pasien glaukoma lainnya atau sekitar 80,6% tidak memiliki
Gambar 4.3 menunjukkan bahwa dari sampel yang diperoleh terdapat 116
sedangkan 214 pasien glaukoma lainnya atau sekitar 64,8% tidak memiliki
penyakit hipertensi. Secara keseluruhan sampel yang diamati lebih dari 50%
Gambar 4.4 menunjukkan bahwa dari sampel yang diperoleh terdapat 246
pasien glaukoma atau sekitar 74,5% memiliki tekanan intraokuler yang cukup
tinggi pada mata kanan, sedangkan 84 pasien glaukoma lainnya atau sekitar
25,5% memiliki tekanan intraokuler yang normal pada mata kanan. Secara
keseluruhan sampel yang diamati lebih dari 50% pasien glaukoma memiliki
tekanan intraokuler yang tinggi pada mata kanan. Deskripsi sampel berdasarkan
kondisi tekanan intraokuler kiri dijelaskan dalam diagram lingkaran pada Gambar
4.5 berikut.
Gambar 4.5 menunjukkan bahwa dari sampel yang diperoleh terdapat 231
pasien glaukoma atau sekitar 70% memiliki tekanan intraokuler yang cukup tinggi
pada mata kiri, sedangkan 99 pasien glaukoma lainnya atau sekitar 30% memiliki
tekanan intraokuler yang normal pada mata kiri. Secara keseluruhan sampel yang
diamati lebih dari 50% pasien glaukoma memiliki tekanan intraokuler yang tinggi
glaukoma primer lainnya tidak menderita diabetes. Pada glaukoma sekunder atau
glaukoma absolut atau Y kategori 3 jumlah pasien yang diduga menderita diabetes
4.8 berikut.
pasien glaukoma primer lainnya diduga tidak memiliki penyakit hipertensi. Pada
atau Y kategori 1 yang memiliki tekanan intraokuler yang tinggi pada mata
intraokuler yang normal pada mata kanan. Pada glaukoma sekunder atau Y
kategori 2 sebanyak 42 pasien memiliki tekanan intraokuler yang tinggi pada mata
tekanan intraokuler yang tinggi pada mata kanan. Deskripsi variabel tekanan
atau Y kategori 1 yang memiliki tekanan intraokuler yang tinggi pada mata kiri,
normal pada mata kiri. Pada glaukoma sekunder atau Y kategori 2 sebanyak 38
pasien memiliki tekanan intraokuler yang tinggi pada mata kiri, untuk glaukoma
Nominal
Data yang digunakan dalam skripsi ini merupakan data rekam medis
pasien glaukoma di Rumah Sakit Mata Undaan Surabaya yang berjumlah 330
sampel. Pengestimasian model atau insample menggunakan 264 data rekam medis
yang tersisa. Data rekam medis pasien glaukoma di Rumah Sakit Mata Undaan
Dalam hal ini digunakan bantuan software Minitab. Berdasarkan hasil output
Logit 1
( )
( ) [ ]
( )
Logit 2
( )
( ) [ ]
( )
hipotesis sesuai persamaan (2.14) dan menggunakan statistik uji Likelihood Ratio
Test (LRT) sesuai persamaan (2.15). Diperoleh nilai G untuk statistik uji
Likelihood Ratio Test (LRT) sebesar 41,929 dan nilai p-value sebesar 0,000
(Lampiran 3). Berdasarkan nilai p-value yang lebih kecil dari nilai α disimpulkan
bahwa H0 ditolak yang berarti bahwa ada variabel prediktor yang secara nyata
menggunakan statistik uji Wald sesuai persamaan (2.17). Hasil uji parameter
Tabel 4.2 Uji Individu Model Regresi Logistik Nominal dengan Data Insample
Logit 1 (1/3)
Usia( ) -0,62 0,532 0,99
3 variabel prediktor yang signifikan, hal ini dilihat dari nilai p-value yang kurang
dari nilai α yang ditelah ditetapkan yaitu sebesar 5% (0,05). Variabel prediktor
yang signifikan adalah variabel diabetes dan tekanan intraokuler kanan pada
kanan signifikan pada fungsi logit 2. Selanjutnya dilakukan uji kesesuaian model
dengan hipotesis sesuai persamaan (2.18) dan menggunakan statistik uji Deviance
sebesar 320,976 dan nilai p-value sebesar 0,990 lebih besar dari nilai α yang telah
terima H0. Kesimpulan yang dapat diambil adalah model regresi logistik nominal
sesuai (tidak ada perbedaan antara hasil observasi dengan kemungkinan hasil
prediksi model).
glaukoma pada klasifikasi tertentu untuk data insample. Misalkan sampel pasien
tidak memiliki penyakit hipertensi, tekanan intraokuler pada mata kanan tinggi,
dan tekanan intraokuler pada mata kiri juga tinggi, maka peluang pasien tersebut
( )
(4.3)
tekanan intraokuler pada mata kanan tinggi, dan tekanan intraokuler pada mata
kiri juga tinggi adalah sebesar 0,151. Peluang pasien tersebut menderita penyakit
( )
(4.4)
tekanan intraokuler pada mata kanan tinggi, dan tekanan intraokuler pada mata
kiri juga tinggi adalah sebesar 0,755. Peluang pasien tersebut menderita penyakit
( )
(4.5)
tekanan intraokuler pada mata kanan tinggi, dan tekanan intraokuler pada mata
menderita klasifikasi penyakit glaukoma tertentu, maka dapat diketahui dari nilai
nilai Odds Rasio (OR) masing-masing variabel prediktor yang signifikan pada
fungsi logit 1 yaitu variabel diabetes dan tekanan intraokuler kanan. Pada variabel
( ) ( )
( ) ( )
(4.6)
glaukoma yang memiliki penyakit diabetes adalah 8,24 kali lebih besar daripada
( ) ( )
( )
(4.7)
( )
peluang pasien glaukoma yang memiliki tekanan intraokuler tinggi pada mata
kanan adalah 0,14 kali lebih rendah daripada peluang pasien yang memiliki
( ) ( )
( )
(4.8)
( )
glaukoma yang memiliki penyakit diabetes adalah 7,95 kali lebih besar daripada
( ) ( )
( )
(4.9)
( )
glaukoma yang memiliki penyakit hipertensi adalah 0,29 kali lebih rendah
( ) ( )
( )
(4.10)
( )
peluang pasien glaukoma yang memiliki tekanan intraokuler tinggi pada mata
kanan adalah 0,27 kali lebih rendah daripada peluang pasien yang memiliki
tekanan intraokuler normal pada mata kanan menderita penyakit glaukoma primer
(4.12)
= 68,181818%
sama dengan hasil yang diperoleh dari output R dalam Lampiran 5. Berdasarkan
% (4.12)
= 100% - 45,454545%
= 54,545455%
sama dengan hasil yang diperoleh dari output R yang terlampir dalam Lampiran 6.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
dan intraokuler kiri yang tinggi. Khusus pada glaukoma absolut jumlah
49
sebesar 54,55 %.
5.2 Saran
dan hipertensi.
2. Melakukan penelitian dan pengkajian lebih dalam terkait faktor lain yang
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal, R., Gupta, S.K., Agarwal, P., et.al, Current Consects in the
phathopysiology of glaucoma, Indian J. Ophthalmol 2009 ; 57: 257-266
Cocran, W.G., 1977, Sampling Techniques, Third edition, John Wiley & Sons,
Inc., Harvard University, Massachusetts
Ilyas, S., Tanzil, M., Salamun. dan Azhar, Z., 1981, Sari Ilmu Penyakit Mata,
Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta
Ilyas, S., 1999, Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia,
Jakarta
Ilyas, S., 2001, Glaukoma (Tekanan Bola Mata Tinggi),Edisi II, Universitas
Indonesia, Jakarta
Ilyas, S., Saman, R.R., Widodo, P.S., Simarmata, M., Taim, H., dan Mailangkay,
H.H.B., 2002, Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa
Kedokteran, Sagung Seto, Jakarta
Ilyas, S., 2007, Glaukoma (Tekanan Bola Mata Tinggi),Edisi III, CV. Sagung
Seto, Jakarta
51
Iriyanti, I., 2012, Faktor Resiko yang Berhubungan Dengan Kejadian Glaukoma
Di Rumah Sakit Mata Undaan Surabaya, Skripsi, Universitas Airlangga,
Surabaya
Ismandari, F., 2010, Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kebutaan Pada
Pasien Baru Dengan Glaukoma Primer Di Poliklinik Penyakit Mata
RSUPN DR Mangun Kusumo Jakarta Januari 2007- Oktober 2009,
Thesis, Universitas Indonesia, Depok
Radjamin, T., 1993, Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa
Kedokteran, Airlangga University Press, Surabaya
Ryan, T. A., Joiner B.L., Ryan, B.F ., 1994, MinitabTM,. John Wiley & Sons, Inc.,
New Jersey
Vaughan, D., Asbury, T., 1996, Oftalmologi Umum, Alih bahasa : Waliban,
Widya Medika, Jakarta
Nama : Darwati
NIM : 081211831049
Universitas : Airlangga
Tujuan Penelitian :
logistik nominal.
Step Log-Likelihood
0 -221,159
1 -201,718
2 -200,249
3 -200,195
4 -200,195
5 -200,195
Response Information
Factor Information
Odds 95% CI
Predictor Coef SE Coef Z P Ratio Lower Upper
Logit 1: (2/3)
Constant 3,90639 1,22006 3,20 0,001
X1 -0,0330188 0,0171436 -1,93 0,054 0,97 0,94 1,00
X2
2 2,10860 0,840994 2,51 0,012 8,24 1,58 42,82
X3
2 -0,456402 0,497115 -0,92 0,359 0,63 0,24 1,68
X4
2 -1,95245 0,688487 -2,84 0,005 0,14 0,04 0,55
X5
2 -0,456490 0,482259 -0,95 0,344 0,63 0,25 1,63
Logit 2: (1/3)
Constant 3,08736 1,08157 2,85 0,004
X1 -0,0088865 0,0142237 -0,62 0,532 0,99 0,96 1,02
X2
2 2,07276 0,779116 2,66 0,008 7,95 1,73 36,59
X3
2 -1,23388 0,404667 -3,05 0,002 0,29 0,13 0,64
X4
2 -1,30085 0,641149 -2,03 0,042 0,27 0,08 0,96
X5
2 0,571393 0,405883 1,41 0,159 1,77 0,80 3,92
Log-Likelihood = -200,195
Test that all slopes are zero: G = 41,929, DF = 10, P-Value = 0,000
Goodness-of-Fit Tests
Method Chi-Square DF P
Pearson 402,666 382 0,224
Deviance 320,976 382 0,990
APPER<-function(Dataset)
data<-as.matrix(Dataset)
y<-data[,1]
x1<-data[,2]
x2<-data[,3]
x3<-data[,4]
x4<-data[,5]
x5<-data[,6]
n<-length(y)
g1<-rep(0,n)
g2<-rep(0,n)
eg1<-rep(0,n)
eg2<-rep(0,n)
p1<-rep(0,n)
p2<-rep(0,n)
p3<-rep(0,n)
for(i in 1:n)
if(x2[i]==1) kx2g1<-0
else kx2g1<-2.10860
if(x3[i]==1) kx3g1<-0
else kx3g1<--0.456402
if(x4[i]==1) kx4g1<-0
else kx4g1<--1.95245
if(x5[i]==1) kx5g1<-0
else kx5g1<--0.456490
kx1g1<--0.0330188*(x1[i])
g1[i]<-((3.90639)+kx1g1+kx2g1+kx3g1+kx4g1+kx5g1)
eg1[i]<-exp(g1[i])
if(x2[i]==1) kx2g2<-0
else kx2g2<-2.07276
if(x3[i]==1) kx3g2<-0
else kx3g2<--1.23388
if(x4[i]==1) kx4g2<-0
else kx4g2<--1.30085
if(x5[i]==1) kx5g2<-0
else kx5g2<-0.571393
kx1g2<--0.0088865*(x1[i])
g2[i]<-((3.08736)+kx1g2+kx2g2+kx3g2+kx4g2+kx5g2)
eg2[i]<-exp(g2[i])
p1[i]<- ((eg2[i])/(1+eg1[i]+eg2[i]))
p2[i]<- ((eg1[i])/(1+eg1[i]+eg2[i]))
p3[i]<- ((1)/(1+eg1[i]+eg2[i]))
M<-cbind(p1,p2,p3)
Pred<-rep(0,n)
a<-rep(0,n)
Maks<-rep(0,n)
Hasil<-rep(0,n)
s<-0
t<-0
for (i in 1:n)
Maks[i]<-max(M[i,])
for (j in 1:3)
if (M[i,j]==Maks[i]) Hasil[i]<-j
Pred[i]<-Hasil[i]
if (y[i]==Hasil[i])
a[i]<-"Valid"
s<-s+1
else
a[i]<-"Tidak Valid"
t<-t+1
cat(i,"\t",y[i],"\t",p1[i],"\t",p2[i],"\t",p3[i],"\t",Pred[i],"\t",a[i],"\n")