Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PAROTITIS
DISUSUN OLEH:
2
PAROTITIS
Definisi
Parotitis merupakan penyakit infeksi pada kelenjar parotis akibat virus. Penyakit
ini merupakan penyebab edema kelenjar parotis yang paling sering. Kejadian parotis
saat ini berkurang karena adanya vaksinasi. Insidens parotitis tertinggi pada
anak-anak berusia 4-6 tahun. Onset penyakit ini diawali dengan adanya rasa nyeri dan
bengkak pada daerah sekitar kelenjar parotis. Masa inkubasi berkisar antara 2 hingga
3 minggu. Gejala lainnya berupa demam, malaise. mialgia, serta sakit kepala.
Penyakit Parotitis (gondongan) adalah suatu penyakit menular dimana sesorang
terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis)
di antara telinga dan rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian
atas atau pipi bagian bawah. Penyakit gondongan tersebar di seluruh dunia dan dapat
timbul secara endemik atau epidemik, Gangguan ini cenderung menyerang
anak-anak dibawah usia 15 tahun. Ada dua macam klasifikasi dari parotitis, yaitu
sebagai berikut :
a) Parotitis kambuhan
b) Parotitis akut
Tanda yang nampak dari parotitis akut ini adalah rasa sakit yang tiba-tiba,
kemerahan dan pembengkakan pada daerah parotis. Tanda-tanda parotitis akut
ini dapat timbul sebagai akibat pasca-bedah yang dilakukan pada penderita
terbelakang mental dan penderita usia lanjut. Hal mengenai pasca-bedah ini
khususnya apabila penggunaan anastesi umum lama dan ada gangguan hidrasi.
Etiologi
3
Virus yang paling umum yang menyebabkan parotitis akut adalah mumps. Mumps
merupakan virus RNA rantai tunggal genus Rubulavirus subfamily Paramyxovirinae
dan family Paramyxoviridae. Virus mumps mempunyai 2 glikoprotein yaitu
hamaglutinin-neuramidase dan perpaduan protein. Virus ini juga memiliki dua
komponen yang sanggup memfiksasi, yaitu : antigen S atau yang dapat larut (soluble)
yang berasal dari nukleokapsid dan antigen V yang berasal dari hemaglutinin
permukaan. Vaksinasi rutin dilakukan setiap kali insidens mumps. Mumps akan
sembuh dengan sendirinya dalam 10 hari. Bakteri parotitis akut yang paling sering
disebabkan oleh infeksi bakteri Staphylococcus Aureus tetapi bisa juga disebabkan
oleh bakteri commensal. Parotitis ekstrapulmonary tuberculosis. Mikrobakterium ini
menyebabkan tuberkulosis dan dapat juga menyebabkan infeksi parotis. Infeksi
tersebut menyebabkan pembesaran tetapi nyeri sedang pada kelanjar parotis. Diagnosis
dibuat melalui penemuan tipe radiografi dada, kultur, diagnosis histologi setelah
kelenjar diangkat. Ketika didiagnosis dan dirawat dengan pengobatan anti tuberkular,
kelenjar mungkin kembali normal dalam1 -3 bulan.
4
Penyebab autoimun diketahui sebagai parotitis kronis autoimun. Sindrom
Sjogren’s meruapakan inflamasi kronis pada kelenjar saliva bisa menjadi sebuah
penyakit autoimun yang dikenal sebagai Sindrom Sjogren’s. Penyakit ini paling umum
muncul pada orang berumur 40-60 tahun, tetapi bisa juga menyerang anak kecil. Pada
sindrom Sjogren’s, prevalensi parotitis perempuan : laki-laki berkisar 9 : 1. Sindrom ini
sering bermanifestasi dengan kekeringan berlebihan pada mata, mulut, hidung, vagtna
dan kulit. Blokade atau penyumbatan dari saluran parotis utama, satu dari cabangnya,
sering menyebabkan parotitis akut, inflamasi selanjutnya terhadap super infeksi
bakteri. Penyumbatan bisa terjadi akibat dari batu saliva, sumbatan mucus, atau jarang
dari tumor ganas. Batu saliva atau bisa dikenal dengan sialolithiasis atau kalkulus
saluran saliva merupakan bentukan dari kalsium tetapi tidak mengindikasikan
kelainan kalsium. Batu saliva pada kelenjar parotis lebih sering terbentuk di hilum
atau di dalam parenkim. Gejala yang dirasakan pasien adalah terdapat bengkak yang
hilang timbul disertai dengan rasa nyeri. Dapat teraba batu pada kelenjar yang
terlibat Batu saliva didiagnosa melalui X-Ray, CT Scan atau USG.
Patofisiologi
Parotitis tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara endemic atau
epidemik. Gangguan ini cenderung menyerang anak-anak yang berumur 2-12 tahun.
Parotitis sangat jarang ditemukan pada anak yang berumur kurang dari dua tahun, hal
tersebut karena umumnya mereka masih memiliki atau dilindungi oleh antibody yang
baik. Anak yang pernah menderita parotitis akan memiliki kekebalan seumur
hidupnya. Penularan atau penyebaran virus dapat ditularkan melalui kontak langsung,
percikan ludah, bahan muntah, mungkin dengan urine. Virus tersebut masuk tubuh
bisa melalui hidung atau mulut. Biasanya kelenjar yang terkena adalah kelenjar
parotis. Infeksi akut oleh virus mumps pada kelenjar parotis dibuktikan dengan
adanya kenaikan titer Ig-M dan Ig-G secara bermakna dari serum akut dan serum
konvalesens. Semakin banyak penumpukan virus di dalam tubuh sehingga terjadi
proliferasi di parotis atau epitel traktus respiratorius kemudian terjadi viremia (ikutnya
virus ke dalam aliran darah) dan selanjutnya virus berdiam di jaringan kelenjar atau
saraf yang kemudian akan menginfeksi glandula parotid. Keadaan ini disebut
parotitis.
5
Masa inkubasi 15 sampai 21 hari kemudian virus bereplikasi di dalam traktus
respiratorius di dalam traktus respiratorius atas dan nodus limfatikus servikalis, dari
sini virus menyebar melalui aliran darah ke organ-organ lain, termasuk selaput otak,
gonad, pankreas, payudara, thyroidea, jantung, hati, ginjal dan saraf otak. Bila testis
terkena maka terdapat pendarahan kecil dan nekrosis sel epitel tubuli seminiferus.
Pada pancreas kadang terdapat degenerasi dan nekrosis jaringan. Adenitis kelenjar
liur manifestasi viremia awal. Viruria biasanya terjadi dan disertai oleh gangguan
ginjal. Perjalanan penyakit klasik dimulai dengan demam, sakit kepala, anoreksia dan
malaise. Dalam 24 jam anak mengeluh sakit telinga yang bertambah dengan gerakan
mengunyah, esok harinya tampak glandula parotis yang membesar dan cepat
bertambah besar, mencapai ukuran maksimal dalam 1-3 hari, biasanya demam
menghilang 1-6 hari dan suhu menjadi normal sebelum hilangnya pembengkakan
kelenjar.bagian bawah daun telinga terangkat keatas dan keluar oleh pembengkakan
glandula parotis. Pembengkakan dapat disertai nyeri hebat, nyeri mulai berkurang
setelah tercapai pembengkakan maksimal berlangsung selama 6-10 hari. Biasanya
satu glandula parotis membesar kemudian diikuti yang lainnya dalam beberapa hari.
Adakalanya kanan dan kiri membesar bersamaaan parotis unilateral ditemukan
kira-kira 25%.
Manifestasi Klinis
Masa tunas (masa inkubasi) penyakit gondong sekitar 12-24 hari dengan
rata-rata 17-18 hari. Adapun tanda dan gejala yang timbul setelah terinfeksi dan
berkembangnya masa tunas dapat digambarkan sebagai berikut:
1) Pada tahap awal (1-2 hari) penderita gondong mengalami gejala, demam
(suhu badan 38,5-40oC), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan nafsu makan,
nyeri rahang bagian belakang saat mengunyah dan adakalanya disertai kaku
rahang (sulit membuka mulut)
6
2) Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis) yang
diawali dengan pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian kedua
kelenjar mengalami pembengkakan
Pemeriksaan Diagnostik
a) Darah rutin
b) Amilase serum
c) Pemeriksaan serologis
7
Uji ini menerlukan dua spesimen serum, satu serum dengan onset cepat
dan serum yang satunya di ambil pada hari ketiga. Jika perbedaan titer
spesimen 4 kali selama infeksi akut, maka kemungkinannya parotitis.
d) Pemeriksaan Virologi
Isolasi virus jarang sekali digunakan untuk diagnosis. Isolasi virus dilakukan
dengan biakan virus yang terdapat dalam saliva, urin, likuor serebrospinal atau
darah. Biakan dinyatakan positif jika terdapat hemardsorpsi dalam biakan yang
diberi cairan fosfat-NaCl dan tidak ada pada biakan yang diberi serum
hiperimun.
8
Penatalaksanaan
Pasien dengan parotitis harus ditangani dengan kompres hangat, sialagog seperti
tetesan lemon, dan pijatan parotis eksterna. Cairan intravena mungkin diperlukan
untuk mencegah dehidrasi karena terbatasnya asupan oral. Jika respons suboptimal
atau pasien sakit dan mengalami dehidrasi, maka antibiotik intravena mungkin lebih
sesuai.
Penderita baru dapat dirawat jalan bila tidak ada komplikasi (keadaan umum
cukup baik).
2) Penderita dengan demam tinggi, keadaan umum lemah, nyeri kepala hebat,
gejala saraf perlu rawat inap diruang isolasi.
b) Analgetik-antipiretik
3) Terapi komplikasi
A) Encephalitis
B) Orkhitis
9
a) Istrahat yang cukup
b) Pemberian analgetik
4) Pankreatitis
Pencegahan
Pencegahan adalah solusi terbaik supaya terhindar dari penyakit ini. Cara
pencegahan terbaik untuk parotitis adalah dengan imunisasi rutin rekomendasi IDAI
(Ikatan Dokter Anak Indonesia) 2011. Vaksin ini merupakan kombinasi dengan
vaksin measles (campak) dan rubella (campak Jerman). Diberikan sebanyak 2 kali,
yaitu pada usia 15 bulan dan kemudian usia 5–6 tahun. Penecegahan bisa dilakukan
secara pasif dan aktif. Berikut adalah perbedaan pencegahan secara pasif dan aktif.
10
Komplikasi
Hampir semua anak yang menderita gondongan akan pulih total tanpa
penyulit, tetapi kadang gejalanya kembali memburuk setelah sekitar 2 minggu.
Keadaan seperti ini dapat menimbulkan komplikasi, dimana virus dapat menyerang
organ selain kelenjar liur. Hal tersebut mungkin terjadi terutama jika infeksi terjadi
setelah masa pubertas. Dibawah ini adalah komplikasi yang dapat terjadi akibat
penanganan atau pengobatan yang kurang dini :
c) Orkitis : Peradangan pada salah satu atau kedua testis. Setelah sembuh, testis
yang terkena mungkin akan menciut. Jarang terjadi kerusakan testis yang
permanen Sehingga kemandulan dapat terjadi pada masa setelah puber
dengan gejala demam tinggi mendadak, menggigil mual, nyeri perut bagian
bawah, gejala sistemik, dan sakit pada testis.
11
sehingga leukosit akan meleppaskan sitokin pro inflamatorik yang
menyebabkan terjadinya inflamasi lokal dam edema pada pankreas
g) Nefritis : Kadang kelainan fungsi ginjal terjadi pada setiap penderita dan
viruria terdeteksi pada 75%. Frekuensi keterlibatan ginjal pada anak-anak
belum diketahui. Nefritis yang mematikan, terjadi 10-14 hari sesudah
parotitis. Nefritis ringan dapat terjadi namun jarang. Dapat sembuh
sempurna tanpa meninggalkan kelainan pada ginjal.
12
DAFTAR PUSTAKA
13
16. Mansjoer A. Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta:
MediaAesculapius UI; 2009. H. 418-19
14