Вы находитесь на странице: 1из 40

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

Disusun Oleh :

NAMA : SALAMAH
NPM : 161401D222
KELAS: 3A

AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR
TAHUN 2019
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Makalah keperawatan jiwa ini telah disetujui untuk memenuhi tugas keperawatan jiwa Akademi
Keperawatan Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur

Sampit, 25 Januari 2019

Dosen pengampu

Ns. Kusnadi Jaya, M.kep


NIP:1979111220001210002
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia yang
telah diberikan kepada kami, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“keperawatan jiwa” tepat pada waktunya.
Makalah ini sengaja disusun guna melengkapi tugas salah satu mata kuliah yakni mata
kuliah “keperawatan jiwa” serta agar selanjutnya makalah ini dapat menjadi pedoman atau dapat
dipelajari dengan mudah oleh mahasiswa, dan dapat lebih mempermudah pembaca dalam
memahami tentang keperawatan jiwa..

Waalaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Sampit, September 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.............................................................................................................I
Daftar Isi .......................................................................................................................II

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................2
C. Tujuan masalah......................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian keperawatan kesehatan jiwa......................................................3
B. Manusia............................................................................................................4
C. Lingkungan......................................................................................................4
D. Keperawatan...................................................................................................5
E. Prinsip-prinsip keperawatan kesehatan jiwa.............................................11
F. Macam-macam diagnosa keperawatan jiwa..............................................12
G. Penatalaksanaan keperawatan jiwa............................................................11

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan....................................................................................................14
B. Saran
Daftar Pustaka ........................................................................................................15
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Keperawatan sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian


integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, yang
berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual yang komprehensif, ditujukan pada individu,
keluarga, dan masyarakat, baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan
manusia. Keperawatan diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan
pengetahuan serta kurangnya kemauan individu dan kelompok dalam melaksanakan kegiatan
sehari-hari secara mandiri.

Keperawatan merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang respon


manusia terhadap penyakit, pengobatan dan perubahan lingkungan yang dapat menimbulkan
suatu fenomena. Fenomena tersebut dapat diatasi perawat dengan mengaplikasikan berbagai
konsep model dan teori keperawatan yang dimilikinya. Selain itu dengan mengaplikasikan
teori dan konsep model keperawatan, perawat dapat mengetahui apa tindakan keperawatan
yang harus dilakukan dan alasan mengapa tindakan keperawatan tersebut dilakukan.

Aplikasi teori dan konsep model keperawatan dapat diterapkan diberbagai cabang ilmu
keperawatan, baik di keperawatan dasar, keperawatan klinik, maupun keperawatan komunitas. Di
keperawatan jiwa sendiri salah satu teori dan konsep model keperawatan yang dapat diterapkan
Gangguan jiwa, ilussi, halusinasi, terapi kognitif, terapi keluarga, model
keperawatan jiwa, pakar keperawatan jiwa, asuhan gangguan keperawatan
jiwa, terapi aktifitas kelompok, diagnosa keperawatan, psikopat, diagnosa,
trauma.

C. RUMUSAN MASALAH

1. Mengetahui pengertian keperawatan jiwa


2. Mengetahui perkembangan keperawatan jiwa
3. Mengerti asuhan keperawatan jiwa

C. TUJUAN MASALAH

Diharapkan mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tentang


keperawatan dalam klien pada gangguan jiwa
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

1.1PENGERTIAN KESEHATAN JIWA

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sehat adalah dalam keadaan bugar
danaman
seluruh tubuh dan bagian-bagiannya. Bugar dan nyaman adalah relatif,
karena bersifat
subjektif sesuai orang yang mendefinisikan dan merasakan. Bagi seorang kuli
bangunan, kaki
kejatuhan batu, tergencet, dan berdarah-darah adalah hal biasa, karena
hanya dengan sedikit
dibersihkannya, kemudian disobekkan pakaian kumalnya, lalu dibungkus,
kemudian dapat
melanjutkan pekerjaan lagi. Namun, bagi sebagian orang, sakit kepala sedikit
harus berobat
ke luar negeri. Seluruh komponen tubuh juga relatif, apakah karena adanya
panu, kudis, atau
kurap pada kulit, seseorang disebut tidak sehat? Padahal komponen tubuh
manusia bukan
hanya fisik, melainkan juga psikologis dan lingkungan sosial bahkan spiritual.
Jiwa yang sehat sulit didefinisikan dengan tepat. Meskipun demikian, ada
beberapa
indikator untuk menilai kesehatan jiwa. Karl Menninger mendefinisikan orang
yang
sehat jiwanya adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk
menyesuaikan diri pada
lingkungan, serta berintegrasi dan berinteraksi dengan baik, tepat, dan
bahagia. Michael Kirk
Patrick mendefinisikan orang yang sehat jiwa adalah orang yang bebas dari
gejala gangguan
psikis, serta dapat berfungsi optimal sesuai apa yang ada padanya. Clausen
mengatakan
bahwa orang yang sehat jiwa adalah orang yang dapat mencegah gangguan
mental akibat
berbagai stresor, serta dipengaruhi oleh besar kecilnya stresor, intensitas,
makna, budaya,
kepercayaan, agama, dan sebagainya.
World Health Organization (WHO) pada tahun 2008 menjelaskan kriteria orang
yang
sehat jiwanya adalah orang yang dapat melakukan hal berikut.
1. Menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan, meskipun kenyataan
itu buruk.
2. Merasa bebas secara relatif dari ketegangan dan kecemasan.
3. Memperoleh kepuasan dari usahanya atau perjuangan hidupnya.
4. Merasa lebih puas untuk memberi dari pada menerima.

SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN


KESEHATAN JIWA
Zaman Mesir Kuno
Pada zaman ini, gangguan jiwa dianggap disebabkan karena adanya roh jahat
yang bersarang
di otak. Oleh karena itu, cara menyembuhkannya dengan membuat lubang
pada tengkorak
kepala untuk mengeluarkan roh jahat yang bersarang di otak tersebut.
Hal ini terbukti dengan ditemukannya lubang di kepala pada orang yang
pernah
mengalami gangguan jiwa. Selain itu, ditemukan pada tulisan Mesir Kuno
tentang siapa saja
yang pernah kena roh jahat dan telah dilubangi kepalanya.
Tahun-tahun berikutnya, pasien yang mengalami gangguan jiwa diobati
dengan
dibakar, dipukuli, atau dimasukkan dalam air dingin dengan cara diajak jalan
melewati
sebuah jembatan lalu diceburkan dalam air dingin dengan maksud agar
terkejut, yakni
semacam syok terapi dengan harapan agar gangguannya menghilang.
Hasil pengamatan berikutnya diketahui ternyata orang yang menderita
skizofrenia
tidak ada yang mengalami epilepsi (kejang atau hiperplasia). Padahal penderita
epilepsi
setelah kejangnya hilang dapat pulih kembali. Oleh karenanya, pada orang
skizofrenia
dicoba dibuat hiperplasia dengan membuat terapi koma insulin dan terapi
kejang listrik
(elektro convulsif theraphy).
Zaman Yunani (Hypocrates)
Pada zaman ini, gangguan jiwa sudah dianggap suatu penyakit. Upaya
pengobatannya
dilakukan oleh dokter dan orang yang berdoa untuk mengeluarkan roh jahat.
Pada waktu
itu, orang sakit jiwa yang miskin dikumpulkan dan dimasukkan dalam rumah
sakit jiwa.
Jadi, rumah sakit jiwa lebih banyak digunakan sebagai tempat penampungan
orang gangguan
jiwa yang miskin, sehingga keadaannya sangat kotor dan jorok. Sementara
orang kaya yang
mangalami gangguan jiwa dirawat di rumah sendiri.
Pada tahun 1841, Dorothea Line Dick melihat keadaan perawatan gangguan
jiwa. Ia
tersentuh hatinya, sehingga berusaha memperbaiki pelayanan kesehatan jiwa.
Bersamaan
dengan itu, Herophillus dan Erasistratus memikirkan apa yang sebenarnya
ada dalam otak,
sehingga ia mempelajari anatomi otak pada binatang. Khale kurang puas
hanya mempelajari
otak, sehingga ia berusaha mempelajari seluruh sistem tubuh hewan
(Notosoedirjo, 2001).
Zaman Vesalius
Vesalius tidak yakin hanya dengan mempelajari anatomi hewan saja, sehingga
ia ingin
mempelajari otak dan sistem tubuh manusia. Namun, membelah kepala
manusia untuk
dipelajari merupakan hal yang mustahil, apalagi mempelajari seluruh sistem
tubuh manusia.
Akhirnya, ia berusaha mencuri mayat manusia untuk dipelajari. Sayangnya
kegiatannya
tersebut diketahui masyarakat, sehingga ia ditangkap, diadili, dan diancam
hukuman
mati (pancung). Namun, ia bisa membuktikan bahwa kegiatannya itu untuk
kepentingan
keilmuan, maka akhirnya ia dibebaskan. Versailus bahkan mendapat
penghargaan karena bisa
menunjukkan adanya perbedaan antara manusia dan binatang. Sejak saat itu
dapat diterima
bahwa gangguan jiwa adalah suatu penyakit. Namun kenyatannya, pelayanan
di rumah sakit
jiwa tidak pernah berubah. Orang yang mengalami gangguan jiwa dirantai,
karena petugasnya khawatir dengan keadaan pasien.
Revolusi Prancis I
Phillipe Pinel, seorang direktur di RS Bicetri Prancis, berusaha memanfaatkan
Revolusi Prancis
untuk membebaskan belenggu pada pasien gangguan jiwa. Revolusi Prancis
ini dikenal dengan
revolusi humanisme dengan semboyan utamanya “Liberty, Equality,
Fraternity”. Ia meminta
kepada walikota agar melepaskan belenggu untuk pasien gangguan jiwa. Pada
awalnya,
walikota menolak. Namun, Pinel menggunakan alasan revolusi, yaitu “Jika
tidak, kita harus
siap diterkam binatang buas yang berwajah manusia”. Perjuangan ini
diteruskan oleh muridmurid Pinel sampai Revolusi II.
Revolusi Kesehatan Jiwa II
Dengan diterima gangguan jiwa sebagai suatu penyakit, maka terjadilah
perubahan orientasi
pada organo biologis. Pada saat ini, Qubius menuntut agar gangguan jiwa
masuk dalam bidang
kedokteran. Oleh karena itu, ganguan jiwa dituntut mengikuti paradigma
natural sciences,
yaitu ada taksonomi (penggolongan penyakit) dan nosologi (ada tanda/gejala
penyakit).
Akhirnya, Emil Craepelee mampu membuat penggolongan dari tanda-tanda
gangguan jiwa.
Sejak saat itu, kesehatan jiwa terus berkembang dengan berbagai tokoh dan
spesfikasinya
masing-masing.
Revolusi Kesehatan Jiwa III
Pola perkembangan pada Revolusi Kesehatan Jiwa II masih berorientasi pada
berbasis rumah
sakit (hospital base), maka pada perkembangan berikutnya dikembangkanlah
basis komunitas
(community base) dengan adanya upaya pusat kesehatan mental komunitas
(community mental
health centre) yang dipelopori oleh J.F. Kennedy. Pada saat inilah disebut
revolusi kesehatan
jiwa III.
GANGGUAN JIWA
Pengertian Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa menurut PPDGJ III adalah sindrom pola perilaku seseorang
yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau
hendaya (impairment) di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari
manusia, yaitu fungsi psikologik, perilaku, biologik gangguan itu tidak hanya
terletak di dalam hubungan antara orang itu tetapi juga dengan masyarakat
(Maslim, 2002; Maramis, 2010).

Gangguan jiwa merupakan deskripsi sindrom dengan variasi penyebab.


Banyak yang belum diketahui dengan pasti dan perjalanan penyakit tidak
selalu bersifat kronis. Pada umumnya ditandai adanya penyimpangan yang
fundamental, karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta adanya afek yang
tidak wajar atau tumpul (Maslim, 2002).

Sumber Penyebab Gangguan Jiwa Manusia bereaksi secara keseluruhan—


somato-psiko-sosial. Dalam mencari penyebab gangguan jiwa, unsur ini harus
diperhatikan. Gejala gangguan jiwa yang menonjol adalah unsur psikisnya,
tetapi yang sakit dan menderita tetap sebagai manusia seutuhnya (Maramis,
2010).
1. Faktor somatik (somatogenik), yakni akibat gangguan pada neuroanatomi,
neurofisiologi, dan neurokimia, termasuk tingkat kematangan dan
perkembangan organik, serta faktor pranatal dan perinatal.
2. Faktor psikologik (psikogenik), yang terkait dengan interaksi ibu dan anak,
peranan ayah, persaingan antarsaudara kandung, hubungan dalam keluarga,
pekerjaan, permintaan masyarakat. Selain itu, faktor intelegensi, tingkat
perkembangan emosi, konsep diri, dan pola adaptasi juga akan memengaruhi
kemampuan untuk menghadapi masalah. Apabila keadaan ini kurang baik,
maka dapat mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu, dan rasa bersalah
yang berlebihan.
3. Faktor sosial budaya, yang meliputi faktor kestabilan keluarga, pola
mengasuh anak, tingkat ekonomi, perumahan, dan masalah kelompok
minoritas yang meliputi prasangka, fasilitas kesehatan, dan kesejahteraan
yang tidak memadai, serta pengaruh rasial dan keagamaan.

Klasifikasi Gangguan Jiwa


Klasifikasi diagnosis gangguan jiwa telah mengalami berbagai penyempurnaan.
Pada tahun 1960-an, World Health Organization (WHO) memulai menyusun
klasifikasi diagnosis seperti tercantum pada International Classification of
Disease (ICD). Klasifikasi ini masih terus disempurnakan, yang saat ini telah
sampai pada edisi ke sepuluh (ICD X). Asosiasi dokter
psikiatri Amerika juga telah mengembangkan sistem klasifikasi berdasarkan
diagnosis dan manual statistik dari gangguan jiwa (Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorder—DSM). Saat ini, klasifikasi DSM telah sampai pada
edisi DSM-IV-TR yang diterbitkan tahun 2000. Indonesia menggunakan
pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ), yang saat ini
telah sampai pada PPDGJ III (Maslim, 2002; Cochran, 2010; Elder, 2012;
Katona, 2012).
Sistem klasifikasi pada ICD dan DSM menggunakan sistem kategori. ICD
menggunakan sistem aksis tunggal (uniaksis), yang mencoba menstandarkan
diagnosis menggunakan definisi deskriptif dari berbagai sindroma, serta
memberikan pertimbangan untuk diagnosis banding. Kriteria diagnosis pada
DSM menggunakan sistem multiaksis, yang menggambarkan berbagai gejala
yang harus ada agar diagnosis dapat ditegakkan (Katona,
2012). Multiaksis tersebut meliputi hal sebagai berikut.
1. Aksis 1 : sindroma klinis dan kondisi lain yang mungkin menjadi fokus
2. Aksis 2 : gangguan kepribadian dan retardasi mental.
3. Aksis 3 : kondisi medis secara umum.
4. Aksis 4 : masalah lingkungan dan psikososial.
5. Aksis 5 : penilaian fungsi secara global.
Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia (PPDGJ)
pada
awalnya disusun berdasarkan berbagai klasifikasi pada DSM, tetapi pada
PPDGJ III ini disusun berdasarkan ICD X. Secara singkat, klasifikasi PPDGJ III
meliputi hal berikut.
1. F00 – F09 : gangguan mental organik (termasuk gangguan mental
simtomatik).
2. F10 – F19 : gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat
psikoaktif.
3. F20 – F29 : skizofrenia, gangguan skizotipal, dan gangguan waham.
4. F30 – F39 : gangguan suasana perasaan (mood/afektif).
5. F40 – F48 : gangguan neurotik, gangguan somatoform, dan gangguan
terkait stres.
6. F50 – F59 : sindroma perilaku yang berhubungan dengan gangguan
fisiologis dan faktor fisik.
7. F60 – F69 : gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa.
8. F70 – F79 : retardasi mental.
9. F80 – F89 : gangguan perkembangan psikologis.
10. F90 – F98 : gangguan perilaku dan emosional dengan onset biasanya pada
anak dan remaja.

Secara umum, klasifikasi gangguan jiwa menurut hasil Riset Kesehatan Dasar
tahun 2013 dibagi menjadi dua bagian, yaitu (1) gangguan jiwa
berat/kelompok psikosa dan (2) gangguan jiwa ringan meliputi semua
gangguan mental emosional yang berupa kecemasan, panik, gangguan alam
perasaan, dan sebagainya. Untuk skizofrenia masuk dalam kelompok
gangguan jiwa berat.
Klasifikasi diagnosis keperawatan pada pasien gangguan jiwa dapat
ditegakkan
berdasarkan kriteria NANDA (North American Nursing Diagnosis Association)
ataupun NIC (Nursing Intervention Classification) NOC (Nursing Outcame
Criteria). Untuk di Indonesia menggunakan hasil penelitian terhadap berbagai
masalah keperawatan yang paling sering terjadi di rumah sakit jiwa. Pada
penelitian tahun 2000, didapatkan tujuh masalah keperawatan utama yang
paling sering terjadi di rumah sakit jiwa di Indonesia, yaitu:
1. perilaku kekerasan;
2. halusinasi;
3. menarik diri;
4. waham;
5. bunuh diri;
6. defisit perawatan diri (berpakaian/berhias, kebersihan diri, makan, aktivitas
sehari-hari,
buang air);
7. harga diri rendah.

Hasil penelitian terakhir, yaitu tahun 2005, didapatkan sepuluh diagnosis


keperawatan
terbanyak yang paling sering ditemukan di rumah sakit jiwa di Indonesia
adalah sebagai berikut:

1. Perilaku kekerasan.
2. Risiko perilaku kekerasan (pada diri sendiri, orang lain, lingkungan, verbal).
3. Gangguan persepsi sensori: halusinasi (pendengaran, penglihatan,
pengecap, peraba, penciuman).
4. Gangguan proses pikir.
5. Kerusakan komunikasi verbal.
6. Risiko bunuh diri.
7. Isolasi sosial.
8. Kerusakan interaksi sosial.
9. Defisit perawatan diri (mandi, berhias, makan, eliminasi).
10. Harga diri rendah kronis.

Dari seluruh klasifikasi diagnosis keperawatan yang paling sering ditemukan


di rumah sakit jiwa ini, telah dibuat standar rencana tindakan yang dapat
digunakan acuan perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan
kesehatan jiwa.

Pengertian keperawatan jiwa

a. Menurut American Nurses Associations (ANA)


Keperawatan jiwa adalah area khusus dalam praktek keperawatan yang
menggunakan ilmu tingkah laku manusia sebagai dasar dan menggunakan
diri sendiri secara teraupetik dalam meningkatkan, mempertahankan,
memulihkan kesehatan mental klien dan kesehatan mental masyarakat
dimana klien berada (American Nurses Associations).
b. Menurut WHO
Kes. Jiwa bukan hanya suatu keadaan tdk ganguan jiwa, melainkan
mengandung berbagai karakteristik yg adalah perawatan langsung,
komunikasi dan management, bersifat positif yg menggambarkan keselarasan
dan keseimbangan kejiwaan yg mencerminkan kedewasaan kepribadian yg
bersangkutan.
c. Menurut UU KES. JIWA NO 03 THN 1966
Kondisi yg memungkinkan perkembangan fisik, intelektual emosional
secara optimal dari seseorang dan perkebangan ini selaras dgn orang lain.

Keperawatan jiwa adalah pelayanan keperawatan profesional didasarkan


pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus
kehidupan dengan respons psiko-sosial yang maladaptif yang disebabkan oleh
gangguan bio-psiko-sosial, dengan menggunakan diri sendiri dan terapi
keperawatan jiwa ( komunikasi terapeutik dan terapi modalitas keperawatan
kesehatan jiwa ) melalui pendekatan proses keperawatan untuk
meningkatkan, mencegah, mempertahankan dan memulihkan masalah
kesehatan jiwa klien (individu, keluarga, kelompok komunitas ).
Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berusaha untuk
meningkatkan dan mempertahankan perilaku sehingga klien dapat berfungsi
utuh sebagai manusia.
Prinsip keperawatan jiwa terdiri dari empat komponen yaitu manusia,
lingkungan, kesehatan dan keperawatan.

B. Manusia

Fungsi seseorang sebagai makhluk holistik yaitu bertindak, berinteraksi


dan bereaksi dengan lingkungan secara keseluruhan. Setiap individu
mempunyai kebutuhan dasar yang sama dan penting. Setiap individu
mempunyai harga diri dan martabat. Tujuan individu adalah untuk tumbuh,
sehat, mandiri dan tercapai aktualisasi diri. Setiap individu mempunyai
kemampuan untuk berubah dan keinginan untuk mengejar tujuan personal.
Setiap individu mempunyai kapasitas koping yang bervariasi. Setiap individu
mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputuasan. Semua
perilaku individu bermakna dimana perilaku tersebut meliputi persepsi,
pikiran, perasaan dan tindakan.

C. Lingkungan

Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam


dirinya dan lingkungan luar, baik keluarga, kelompok, komunitas. Dalam
berhubungan dengan lingkungan, manusia harus mengembangkan strategi
koping yang efektif agar dapat beradaptasi. Hubungan interpersonal yang
dikembangkan dapat menghasilkan perubahan diri individu.

 Kesehatan

Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang


menunjukkan salah satu segi kualitas hidup manusia, oleh karena itu, setiap
individu mempunyai hak untuk memperoleh kesehatan yang sama melalui
perawatan yang adekuat.
D. Keperawatan

Dalam keperawatan jiwa, perawat memandang manusia secara holistik dan


menggunakan diri sendiri secara terapeutik. Metodologi dalam keperawatan
jiwa adalah menggunakan diri sendiri secara terapeutik dan interaksinya
interpersonal dengan menyadari diri sendiri, lingkungan, dan interaksinya
dengan lingkungan. Kesadaran ini merupakan dasar untuk perubahan. Klien
bertambah sadar akan diri dan situasinya, sehingga lebih akurat
mengidentifikasi kebutuhan dan masalah serta memilih cara yang sehat untuk
mengatasinya. Perawat memberi stimulus yang konstruktif sehingga akhirnya
klien belajar cara penanganan masalah yang merupakan modal dasar dalam
menghadapi berbagai masalah.
Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Pemberian asuhan keperawatan
merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerja sama antara
perawat dengan klien, dan masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan
yang optimal ( Carpenito, 1989 dikutip oleh Keliat,1991).
Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses terapeutik
tersebut, yaitu proses keperawatan. Penggunaan proses keperawatan
membantu perawat dalam melakukan praktik keperawatan, menyelesaikan
masalah keperawatan klien, atau memenuhi kebutuhan klien secara ilmiah,
logis, sistematis, dan terorganisasi. Pada dasarnya, proses keperawatan
merupakan salah satu teknik penyelesaian masalah (Problem solving). Proses
keperawatan bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan sesuai
dengan kebutuhan dan masalah klien sehingga mutu pelayanan keperawatan
menjadi optimal. Kebutuhan dan masalah klien dapat diidentifikasi,
diprioritaskan untuk dipenuhi, serta diselesaikan. Dengan menggunakan
proses keperawatan, perawat dapat terhindar dari tindakan keperawatan yang
bersifat rutin, intuisis, dan tidak unik bagi individu klien. Proses keperawatan
mempunyai ciri dinamis, siklik, saling bergantung, luwes, dan terbuka. Setiap
tahap dapat diperbaharui jika keadaan klien klien berubah.
Tahap demi tahap merupakan siklus dan saling bergantung. Diagnosis
keperawatan tidak mungkin dapat dirumuskan jika data pengkajian belum
ada. Proses keperawatan merupakan sarana / wahana kerja sama perawat
dan klien. Umumnya, pada tahap awal peran perawat lebih besar dari peran
klien, namun pada proses sampai akhir diharapkan sebaliknya peran klien
lebih besar daripada perawat sehingga kemandirian klien dapat tercapai.
Kemandirian klien merawat diri dapat pula digunakan sebagai kriteria
kebutuhan terpenuhi dan / atau masalah teratasi.
Manfaat Proses Keperawatan Bagi Perawat.

a. Peningkatan otonomi, percaya diri dalam memberikan asuhan keperawatan.


b. Tersedia pola pikir/ kerja yang logis, ilmiah, sistematis, dan terorganisasi.
c. Pendokumentasian dalam proses keperawatan memperlihatkan bahwa
perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat.
d. Peningkatan kepuasan kerja.
e. Sarana/wahana desimasi IPTEK keperawatan.
f. Pengembangan karier, melalui pola pikir penelitian.
Bagi Klien :
a. Asuhan yang diterima bermutu dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
b. Partisipasi meningkat dalam menuju perawatan mandiri (independen care).
c. Terhindar dari malpraktik.

Keperawatan Jiwa merupakan suatu bidang spesialisasi praktik


keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan
penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya. Praktik
keperawatan jiwa terjadi dalam konteks sosial dan lingkungan. Perawat jiwa
menggunakan pengetahuan dari ilmu-ilmu psikososial, biofisik, teori-teori
kepribadian dan perilaku manusia untuk menurunkan suatu kerangka kerja
teoritik yang menjadi landasan praktik keperawatan.
Kesehatan jiwa merupakan kondisi yang memfasilitasi secara optimal dan
selaras dengan orang lain, sehingga tercapai kemampuan menyesuaikan diri
dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat dan lingkungan, keharmonisan
fungsi jiwa, yaitu sanggup menghadapi problem yang biasa terjadi dan merasa
bahagia. Sehat secara utuh mencakup aspek fisik, mental, sosial, dan pribadi
yang dapat dijelaskan sebagi berikut.Kesehatan fisik, yaitu proses fungsi fisik
dan fungsi fisiologis, kepadanan, dan efisiensinya.
Indikator sehat fisik yang paling minimal adalah tidak ada disfungsi, dengan
indikator lain (mis. tekanan darah, kadar kolesterol, denyut nadi dan jantung,
dan kadar karbon monoksida) biasa digunakan untuk menilai berbagai derajat
kesehatan.Kesehatan mental/psikologis/jiwa, yaitu secara primer tentang
perasaan sejahtera secara subjektif, suatu penilaian diri tentang perasaan
seseorang, mencakup area seperti konsep diri tentang kemampuan seseorang,
kebugaran dan energi, perasaan sejahtera, dan kemampuan pengendalian diri
internal, indikator mengenai keadaan sehat mental/psikologis/jiwa yang
minimal adalah tidak merasa tertekan/ depresi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kesehatan jiwa adalah bagian integral dari
kesehatan dan merupakan kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik,
dan sosial individu secara optimal, dan selaras dengan perkembangan dengan
orang lain.

Kesehatan sosial, yaitu aktivitas sosial seseorang. Kemampuan seseorang


untuk menyelesaikan tugas, berperan, dan belajar berbagai keterampilan
untuk berfungsi secara adaptif di dalam masyarakat. Indikator mengenai
status sehat sosial yang minimal adalah kemampuan untuk melaksanakan
tugas dan keterampilan dasar yang sesuai dengan peran seseorang.
Kesehatan pribadi adalah suatu keadaan yang melampaui berfungsinya
secara efektif dan adekuat dari ketiga aspek tersebut di atas, menekankan
pada kemungkinan kemampuan, sumber daya, bakat dan talenta internal
seseorang, yang mungkin tidak dapat/ akan ditampilkan dalam suasana
kehidupan sehari-hari yang biasa.
Menurut pedoman asuhan keperawatan jiwa rumah sakit umum atau
pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) sehat pribadi berarti bahwa di
dalam diri seseorang terdapat potensi dan kemampuan untuk memenuhi dan
menyelesaikan dimensi lain dari dirinya, hal yang tidak bersifat instrumental,
dan yang memungkinkan perkembangan optimal seseorang. Indikator minimal
dari kesehatan pribadi adalah ada minat yang nyata terhadap aktivitas dan
pengalaman yang memungkinkan seseorang untuk menembus keadaan
“status quo”.
Psikiatri dan kesehatan jiwa Indonesia menggunakan pendekatan elektik-
holistik yang melihat manusia dan perilakunya baik dalam keadaan sehat
maupun sakit, sebagai kesatuan yang utuh dari unsur-unsur organo-biologis
(bio-sistem), psiko edukatif/ psikodinamik (psiko-sistem), dan sosio-kultural
(sosio-sistem).
Pendekatan ini berarti bahwa kita harus dapat melihat kondisi manusia
dan perilakunya, baik dalam kondisi sehat maupun sakit, secara terinci
“detail” dalam ketiga aspek tersebut di atas (ekletik), tetapi menyadari bahwa
ketiga aspek tersebut saling berkaitan dan merupakan satu kesatuan yang
utuh sebagai satu sistem (holistik).
Jadi jelas dengan pendekatan ini kita memperhatikan faktor psikologis dan
sosial atau psikososial di samping faktor biologis di dalam melaksanakan
upaya kesehatan.
Proses keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan jiwa merupakan
tantangan yang unik karena masalah kesehaan jiwa mungkin tidak dapat
dilihat langsung, saperti pada masalah kesehatan fisik yang memperlihatkan
bermacam gejala dan disebabkan berbagai hal. Kejadian masa lalu yang sama
dengan kejadian saat ini, tetapi mungkin muncul gejala yang berbeda dan
kontradiksi. Kemampuan mereka untuk berperan dalam menyelesaikan
masalah juga bervariasi. Hubungan saling percaya antara perawat dan klien
merupakan dasar utama dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien
gangguan jiwa. Hal ini penting karena peran perawat dalam asuhan
keperawatan jiwa adalah membantu klien untuk dapat menyelesaikan
masalah sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Klien mungkin
menghindar atau menolak berperan serta dan perawat mungkin cenderung
membiarkan, khususnya terhadap klien yang tidak menimbulkan keributan
dan tidak membahayakan.
Hal itu harus dihindari karena :

 Belajar menyelesaikan masalah akan lebih efektif jika klien ikut


berperan serta.

 Dengan menyertakan klien maka pemulihan kemampuan klien dalam

 mengendalikan kehidupannya lebih mungkin tercapai.

 Dengan berperan serta maka klien belajar bertanggung jawab terhadap


pelakunya.

Peran dan Fungsi Perawat Jiwa Defenisi dan Uraian Keperawatan Jiwa
Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya meningkatkan
dan mempertahankan perilaku pasien yang berperan pada fungsi yang
terintegrasi. Sistem pasien atau klien dapat berupa individu, keluarga,
kelompok, organisasi atau komunitas. ANA mendefiniskan keperawatan
kesehatan jiwa sebagai Suatu bidang spesialisasi praktik keperawatan yang
menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan pengunaan diri yang
bermanfaat sebagai kiatnya. Praktik kontemporer keperawatan jiwa terjadi
dalam konteks sosial dan lingkungan.
Peran keperawatan jiwa profesional berkembang secara kompleks dari elemen
historis aslinya. Peran tersebut kini mencakup dimensi kompetensi klinis,
advokasi pasien-keluarga, tanggung jawab fiskal, kolaborasi antardisiplin,
akuntabilitas sosial, dan parameter legal-etik.
Center for Mental Health Services secara resmi mengakui keperawatan
kesehatan jiwa sebagai salah satu dari lima inti disiplin kesehatan jiwa.
Perawat jiwa menggunakan pengetahuan dari ilmu psikososial, biofisik,, teori
kepribadian, dan perilaku manusia untuk mendapatkan suatu kerangka
berpikir teoritis yang mendasari praktik keperawatan.
Berikut ini adalah dua tingkat praktik keperawatan klinis kesehatan jiwa yang
telah diidentifikasi.
1. Psychiatric-mental health registered nurse (RN)
adalah perawat terdaftar berlisensi yang menunjukkan keterampilan klinis
dalam keperawatan kesehatan jiwa melebihi keterampilan perawat baru di
lapangan. Sertifikasi adalah proses formal untuk mengakui bidang keahlian
klinis perawat.
2. AdvancedAdvanced practice registered nurse ini psychiatric-mental health
(APRN-PMH) adalah perawat terdaftar berlisensi yang minimal berpendidikan
tingkat master, memiliki pengetahuan mendalam tentang teori keperawatan
jiwa, membimbing praktik klinis, dan memiliki kompetensi keterampilan
keperawatan jiwa lanjutan. Perawat kesehatan jiwa pada praktik lanjutan
dipersiapkan untuk memiliki gelar master dan doktor dalam bidang
keperawatan atau bidang lain yang berhubungan.
3. RentangRentang Asuhan Tatanan Tradisional
Untuk perawat jiwa meliputi fasilitas psikiatri, pusat kesehatan jiwa
masyarakat, unit psikitari di rumah sakit umum, fasilitas residential, dan
praktik pribadi. Namun, dengan adanya reformasi perawatan kesehatan,
timbul suatu tatanan alternatif sepanjang rentang asuhan bagi perawat jiwa.
Banyak rumah sakit secara spesifik berubah bentuk menjadi sistem klinis
terintegrasi yang memberikan asuhan rawat inap, hospitalisasi parsial atau
terapi harian, perawatan residetial, perawatan di rumah, dan asuhan rawat
jalan.
Tatanan terapi di komunitas saat ini berkembang menjadi foster care atau
group home, hospice, lembaga kesehatan rumah, asosiasi perawat kunjungan,
unit kedaruratan, shelter, nursing home, klinik perawatan utama, sekolah,
penjara, industri, fasilitas managed care, dan organisasi pemeliharaan
kesehatan.
Tiga domain praktik keperawatan jiwa kontemporer meliputi :
(1) Aktivitas asuhan langsung
(2) Aktivitas komunikasi
(3) Aktivitas penatalaksanaan

Fungsi penyuluhan, koordinasi, delegasi, dan kolaborasi pada peran perawat


ditunjukkan dalam domain praktik yang tumpang tindih ini.Berbagai aktivitas
perawat jiwa dalam tiap-tiap domain dijelaskan lebih lanjut. Aktivitas tersebut
tetap mencerminkan sifat dan lingkup terbaru dari asuhan yang kompeten
oleh perawat jiwa walaupun tidak semua perawat berperan serta pada semua
aktivitas.
Selain itu, perawat jiwa mampu melakukan hal-hal berikut ini:

1. Membuat pengkajian kesehatan biopsikososial yang peka terhadap


budaya.

2. Merancang dan mengimplementasikan rencana tindakan untuk pasien


dan keluarga yang mengalami masalah kesehatan kompleks dan kondisi
yang dapat menimbulkan sakit.

3. Berperan serta dalam aktivitas manajemen kasus, seperti


mengorganisasi, mengakses, menegosiasi, mengordinasi, dan
mengintegrasikan pelayanan perbaikan bagi individu dan keluarga.

4. Memberikan pedoman perawatan kesehatan kepada individu,


keluarga,dan kelompok untuk menggunakan sumber kesehatan jiwa
yang tersedia di komunitas termasuk pemberian perawatan,
lembaga,teknologi,dan sistem sosial yang paling tepat.
5. Meningkatkan dan memelihara kesehatan jiwa serta mengatasi
pengaruh gangguan jiwa melalui penyuluhan dan konseling.

6. Memberikan asuhan kepada pasien penyakit fisik yang mengalami


masalah psiokologis dan pasien gangguan jiwa yang mengalami masalah
fisik.

7. MengelolaMengelola dan mengordinasi sistem asuhan yang


mengintegrasikan kebutuhan pasien, keluarga,staf, dan pembuat
kebijakan.

E. PRINSIP-PRINSIP KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA

 Roles and functions of psychiatric nurse : competent care (Peran dan fungsi
keperawatan jiwa : yang kompeten).

 Therapeutic Nurse patient relationship (hubungan yang terapeutik antara


perawat dengan klien).

 Conceptual models of psychiatric nursing (konsep model keperawatan jiwa).

 Stress adaptation model of psychiatric nursing (model stress dan adaptasi


dalam keperawatan jiwa).

 Biological context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan biologis


dalam keperawatan jiwa).

 Psychological context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan


psikologis dalam keperawatan jiwa).

 Sociocultural context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan sosial


budaya dalam keperawatan jiwa).

 Environmental context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan


lingkungan dalam keperawatan jiwa).

 Legal ethical context of psychiatric nursing care (keadaan-keadaan legal etika


dalam keperawatan jiwa).
 Implementing the nursing process : standards of care (penatalaksanaan
proses keperawatan : dengan standar- standar perawatan).

 Actualizing the Psychiatric Nursing Role : Professional Performance


Standards (aktualisasi peran keperawatan jiwa: melalui penampilan standar-
standar professional)

F.MACAM-MACAM DIAGNOSA KEPERAWATAN JIWA

1. Resiko perilaku kekerasan

2. Isolasi

3. Harga diri rendah

4. Halusinasi

5. Defisit perawatan diri

G. PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN JIWA

a. Risiko Perilaku Kekerasan

Pasien

SP Ip
1. Mengidentifikasi penyebab PK

2. Mengidentifikasi tanda dan gejala PK

3. Mengidentifikasiasi mengontrol PK

4. Melatih pasien cara kontrol PK fisik I (nafas dalam).

5. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwalkegiatan harian.

SP IIp

1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

2. Melatih pasien cara kontrol PK fisik II (memukulbantal / kasur / konver


si energi).

3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwalkegiatan harian.

SP IIIp

1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.


2. Melatih pasien cara kontrol PK secara verbal(meminta, menolak dan men
gungkapkan marahsecara baik).

3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwalkegiatan harian.

SP IVp

1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

2. Melatih pasien cara kontrol PK secara spiritual(berdoa, berwudhu, sholat

3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwalkegiatan harian.

Keluarga
SP I k

1. Mendiskusikan masalah yang dirasakankeluarga dalam merawat pasien.

2. Menjelaskan pengertian PK, tanda dangejala, serta proses terjadinya PK.

3. Menjelaskan cara merawat pasiendengan PK.

SP II k
1. Melatihatih keluarga melakukan caramerawat langsung kepada pasien PK.

SP III k

1. Membantu keluarga membuat jadualaktivitas di rumah termasuk minu


m obat (discharge planning ).

2. Menjelaskan telahpulang.

IsolasiSosial
Pasien
SP I p

1. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien

2. Mengidentifikasi keuntungan berinteraksi denganorang lain.Mengidentifi


kasi kerugian tidak berinteraksi denganorang lain.

3. Melatih pasien berkenalan dengan satu orang.

4. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwalkegiatan harian.

SP II p
1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

2. Melatih pasien berkenalan dengan dua orang ataulebih.Membimbing pasie


n memasukkan dalam jadwalkegiatan harian.

SP III p

1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

2. Melatih pasien berinteraksi dalam kelompok.Membimbing pasien memasuk


kan dalam jadwalkegiatan harian.

Keluarga
SP I k

1. Mendiskusikan masalah yang dirasakankeluarga dalam merawat pasie

2. Menjelaskan pengertian, tanda dangejala isolasi sosial yang dialami pasi


enbeserta proses terjadinya

3. Menjelaskan cara-cara merawat pasienisolasi sosial

SP II k
1. Melatih keluarga mempraktekkan caramerawat pasien dengan isolasi sos

2. Melatih keluarga melakukan caramerawat langsung kepada pasien isolasis


osial

SP III

1. Membantu keluarga membuat jadualaktivitas di rumah termasuk minu


mobat (discharge planning )

2. Menjelaskan pasien setelahpulang

Harga DiriRendah
Pasien
SP I p

1. Mengidenfikasi kemampuan dan aspek positif yangdimiliki pasien

Keluarga
SP I k

1. Mendiskusikan masalah yang dirasakankeluarga dalam merawat pasie

2. Menjelaskan pengertian, tanda dangejala harga diri rendah yang dialami


pasien beserta proses terjadinya
3. dilatih sesuai dengan kemampuan pasien

4. Melatih pasien kegiatan yang dipilih sesuaikemampuan

5. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwalkegiatan harian.

SP II p

1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

2. Melatih kegiatan kedua (atau selanjutnya) yangdipilih sesuai kemampua

3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwalkegiatan harian.

4. Menjelaskan cara-cara merawat pasienharga diri rendah

SP II k

1. Melatih keluarga mempraktekkan caramerawat pasien dengan harga diri


rendah
2. Melatih keluarga melakukan caramerawat langsung kepada pasien harg
adiri rendah

SP III k

1. Membantu keluarga membuat jadualaktivitas di rumah termasuk minu


mobat (discharge planning )

2. Menjelaskan

3. pasien setelahpulang

Halusinasi
Pasien
SP I p

1. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien

2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien

3. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien

4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien


5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkanhalusinasi

6. Mengidentifikasi respons pasien terhadaphalusinasi

7. Melatih pasien cara kontrol halusinasi denganmenghardik

8. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwalkegiatan harian.

SP II p

1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

2. Melatih pasien cara kontrol halusinasidengan berbincang dengan orang lai


n

3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwalkegiatan harian.

SP III p

1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

2. Melatih pasien cara kontrol halusinasidengan kegiatan (yang biasa dilak


ukan pasien).
3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwalkegiatan harian.

Keluarga
SP I k

1. Mendiskusikan masalah yang dirasakankeluarga dalam merawat pasie

2. Menjelaskan pengertian, tanda dangejala halusinasi, dan jenis halusinas


iyang dialami pasien beserta prosesterjadinya

3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien halusinasi

SP II k

1. Melatih keluarga mempraktekkan caramerawat pasien dengan halusinas


i

2. Melatih keluarga melakukan caramerawat langsung kepada pasienhalusi


nasi

SP III k

1. Membantu keluarga membuat jadualaktivitas di rumah termasuk minu


mobat (discharge planning)
2. Menjelaskan pasien

SP IV p

1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

2. Menjelaskan cara kontrol halusinasi dengan teratur minum obat (prinsip 5


benar minum obat).

3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwalkegiatan harian.

DefisitPerawatanDiri
Pasien
SP I p

1. Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri

2. Melatih pasien cara menjaga kebersihan diri

3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwalkegiatan harian.

SP IIp

1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.


2. Menjelaskansien cara makan yang baik

3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwalkegiatan harian.

SP III p

1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

2. Menjelaskan cara eliminasi yang baik

3. Melatih cara eliminasi yang baik.

4. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwalkegiatan harian.

SP IV p

1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

2. Menjelaskan cara berdandan

3. Melatih pasien cara berdandan


4. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal

Keluarga
SP I k

1. Mendiskusikan masalah yang dirasakankeluarga dalam merawat pasien

2. Menjelaskan pengertian, tanda dangejala defisit perawatan diri, dan jenisd


efisit perawatan diri yang dialami pasienbeserta proses terjadinya

3. Menjelaskan cara-cara merawat pasiendefisit perawatan diri

SP II k

1. Melatihtih keluarga melakukan caramerawat langsung kepada pasien defisi


tperawatan diri

SP III k

1. Membanturge planning )

2. Menjelaskan

3. pasien setelahpulang
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keperawatan sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, yang
berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual yang komprehensif, ditujukan pada
individu, keluarga, dan masyarakat, baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh
siklus kehidupan manusia. Keperawatan diberikan karena adanya kelemahan fisik
dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemauan individu dan
kelompok dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari secara mandiri.

Gangguan jiwa, ilussi, halusinasi, terapi kognitif, terapi keluarga,


model keperawatan jiwa, pakar keperawatan jiwa, asuhan gangguan
keperawatan jiwa, terapi aktifitas kelompok, diagnosa keperawatan,
psikopat, diagnosa, trauma

B. Saran
Sebagai mahasiswa perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan harus lebih memperhatikan faktor penyebab maupun
faktor pencetus dari penyakit yang diderita klien, dan memberikan
pendidikan kesehatan agar masalah yang menyebabkan klien
dirawat dapat diatasi sehingga tidak terjadi perawatan yang
berulang.

Вам также может понравиться