Вы находитесь на странице: 1из 28

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dukungan Sosial

2.1.1. Pengertian Dukungan Sosial

Dukungan sosial adalah informasi atau umpan balik dari orang

lain yang menunjukkan bahwa seseorang dicintai dan diperhatikan,

dihargai, dan dihormati, dan dilibatkan dalam jaringan komunikasi dan

kewajiban yang timbal balik (King, 2012).

Menurut Apollo & Cahyadi (2012) dukungan sosial adalah

tersedianya hubungan yang bersifat menolong dan mempunyai nilai

khusus bagi individu yang menerimanya.

Dimatteo (2011) mendefinisikan dukungan sosial sebagai

dukungan atau bantuan yang berasal dari orang lain seperti teman,

tetangga, teman kerja dan orang- orang lainnya.

Sarafino (2011) menyebutkan bahwa dukungan soial merupakan

kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diterima

individu dari orang lain, baik perorangan maupun kelompok. Dukungan

sosial berhubungan dengan hal-hal yang bersfat positif secara

psikologis, emosional, dan material yang diberikan kepada seseorang

dalam hubungan antar manusia.

Dukungan sosial sebagai bentuk bantuan dan perlindungan yang

diberikan kepada orang lain, terutama pada individu yang digunakan

untuk peran mediasi dalam koping pasien yang dapat menurunkan

tingkat stres sehingga meningkatkan kualitas hidup (Pinar et al, 2012).

7
8

Menurut Suci (2011) dukungan sosial dapat didefinisikan

sebagai perasaan yang diberikan seseorang sebagai bentuk kepedulian

dengan memberikan bantuan kepada orang lain. Bantuan tersebut dapat

berupa dukungan emosional misalnya pemeliharaan, bantuan

nyata/instrumental misalnya keuangan, informasional misalnya saran

dan petunjuk, atau dukungan interaksi sosial misalnya rasa memiliki.

Dukungan bisa datang dari berbagai sumber, seperti keluarga, teman,

hewan peliharaan, organisasi, rekan kerja, bahkan dari orang-orang

yang belum dikenal sebelumnya. Individu yang memiliki interaksi yang

dekat dengan mereka yang sedang dalam masa penyembuhan akan

lebih cepat sembuh apabila mereka memiliki keluarga yang menolong.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan

sosial adalah dukungan atau bantuan yang berasal dari orang yang

memiliki hubungan sosial akrab dengan individu yang menerima

bantuan. Bentuk dukungan ini dapat berupa infomasi, tingkah laku

tertentu, ataupun materi yang dapat menjadikan individu yang

menerima bantuan merasa disayangi, diperhatikan dan bernilai.

2.1.2. Komponen Dukungan Sosial

Menurut Stanley (2012) dukungan sosial dapat dibagi ke dalam

berbagai komponen yang berbeda-beda. Adapun komponen-komponen

tersebut adalah;

1. Kerekatan Emosional (Emotional Attachment)

Merupakan perasaan akan kedekatan emosional dan rasa aman.

Jenis dukungan sosial semacam ini memungkinkan seseorang


9

memperoleh kerekatan emosional sehingga menimbulkan rasa

aman bagi yang menerima. Sumber dukungan sosial semacam ini

yang paling sering dan umum adalah diperoleh dari pasangan hidup

atau anggota keluarga atau teman dekat atau sanak saudara yang

akrab dan memiliki hubungan yang harmonis.

2. Integrasi sosial (Social Integration)

Merupakan perasaan menjadi bagian dari keluarga, tempat

seseorang berada dan tempat saling berbagi minat dan aktivitas.

Jenis dukungan sosial semacam ini memungkinkan seseorang

untuk memperoleh perasaan memiliki suatu keluarga yang

memungkinkannya untuk membagi minat, perhatian serta

melakukan kegiatan yang sifatnya rekreatif atau secara bersamaan.

Sumber dukungan semacam ini memungkinkan mendapat rasa

aman, nyaman serta memiliki dan dimiliki dalam kelompok.

3. Adanya pengakuan (Reassurance of Worth)

Meliputi pengakuan akan kompetensi dan kemampuan seseorang

dalam keluarga. Pada dukungan sosial jenis ini seseorang akan

mendapat pengakuan atas kemampuan dan keahliannya serta

mendapat penghargaan dari orang lain atau lembaga. Sumber

dukungan semacam ini dapat berasal dari keluarga atau lembaga

atau instansi atau perusahaan atau organisasi dimana seseorang

bekerja.
10

4. Ketergantungan yang dapat diandalkan (Reliable Alliance)

Meliputi kepastian atau jaminan bahwa seseorang dapat

mengharapkan keluarga untuk membantu dalam segala kondisi.

Dalam dukungan sosial jenis ini, seseorang akan mendapatkan

dukungan sosial berupa jaminan bahwa ada orang yang dapat

diandalkan bantuannya ketika seseorang membutuhkan bantuan

tersebut. Jenis dukungan sosial ini pada umunya berasal dari

keluarga.

5. Bimbingan (Guidance)

Dukungan sosial jenis ini adalah adanya hubungan kerja ataupun

hubungan sosial yang dapat memungkinkan seseorang mendapat

informasi, saran, atau nasehat yang diperlukan dalam memenuhi

kebutuhan dan mangatasi permasalahan yang dihadapi. Jenis

dukungan sosial ini bersumber dari guru, alim ulama, pamong

dalam masyarakat, dan juga figur yang dituakan dalam keluarga.

6. Kesempatan untuk mengasuh (Opportunity for Nurturance)

Suatu aspek penting dalam hubungan interpersonal akan perasaan

yang dibutuhkan oleh orang lain. Jenis dukungan sosial ini

memungkinkan seseorang untuk memperoleh perasaan bahwa

orang lain tergantung padanya untuk memperoleh kesejahteraan.

Sumber dukungan sosial ini adalah keturunan (anak-anaknya) dan

pasangan hidup. Aspek hubungan sosial pada pasien Seseorang

yang hubungannya dekat dengan keluarganya akan mempunyai


11

kecenderungan lebih sedikit untuk stres dibandingkan seseorang

yang hubungannya jauh dengan keluarga.

2.1.3. Jenis Dukungan Sosial

Sarason & Pierce, seperti yang dipaparkan oleh Hlebec et al

(2009) mengatakan bahwa terdapat dua jenis dukungan sosial, yaitu;

a. Dukungan Sosial yang Diterima (Received Social Support)

Dukungan yang didapatkan dari orang lain atau dukungan yang

diberlakukan.

b. Dukungan Sosial yang Diharapkan (Perceived Social Support)

Merupakan bagian dari dukungan penilaian yang mengacu pada

persepsi bahwa dukungan sosial tersedia bila diperlukan.

Sarason, seperti yang dipaparkan oleh Kumalasari & Ahyani

(2012) mengatakan bahwa dukungan sosial bukan sekedar memberikan

bantuan, namun yang penting adalah bagaimana persepsi penerima

terhadap makna dari bantuan itu. Hal tersebut erat hubungannya dengan

ketepatan dukungan sosial yang diberikan, dalam artian bahwa orang

yang menerima sangat merasakan manfaat bantuan bagi dirinya, karena

sesuatu yang aktual dan memberikan kepuasan.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa

terdapat dua jenis dukungan sosial yaitu dukungan sosial yang diterima

(received social support) dan dukungan sosial yang diharapakan

(perceived social support). Kedua jenis tersebut sangat diperlukan

karena dengan adanya received dan perceived social support, individu

akan lebih merasakan manfaat dari dukungan sosial tersebut.


12

2.1.4. Aspek Dukungan Sosial

Menurut Friedman (2010) dukungan sosial keluarga

merupakan transaksi interpersonal yang dapat melibatkan satu atau

lebih aspek, yaitu;

a. Dukungan Emosional

Dukungan yang melibatkan empati, ekspresi berasa, kehangatan,

kepedulian dan perhatian terhadap individu sehingga individu

tersebut merasa ada yang memberikan perhatian dan

mendengarkan keluh kesah orang lain.

b. Dukungan Penghargaan

Dukungan yang terjadi lewat penghormatan (penghargaan) positif

untuk orang tersebut, dorongan maju atau persetujuan dengan

gagasan atau perasaan individu dan perbandingan positif orang itu

dengan orang lain yang melibatkan pernyataan setuju dan

penilaian positif terhadap ide-ide, perasaan, penguatan dan

perbandingan sosial yang digunakan untuk dorongan agar maju.

c. Dukungan Instrumental

Bentuk dukungan yang melibatkan bantuan langsung sesuai

dengan kebutuhan individu, misalnya berupa bantuan finansial

atau bantuan yang dapat berwujud barang, pelayanan atau

dukungan keluarga.
13

d. Dukungan Informatif

Bentuk dukungan beruba nasehat, petunjuk-petunjuk, saran atau

umpan balik, pemberian informasi bagaimana cara memecahkan

persoalan sehingga individu mendapat jalan keluar.

Berdasarkan aspek-aspek dukungan sosial di atas dapat

disimpulkam bahwa aspek dukungan sosial meliputi dukungan emosi

yaitu kehangatan, kepedulian dan perhatian terhadap individu

sehingga individu merasa ada yang memberikan perhatian dan

mendengarkan keluh kesah, dukungan penghargaan untuk individu

sehingga ada dorongan maju, penguatan ide-ide yang positif dan

perbandingan sosial yang digunakan untuk dorongan maju, dukungan

instrumental melibatkan bantuan langsung sesuai dengan kebutuhan

individu, dan dukungan informatif berupa nasehat, petunjuk-petunjuk,

saran sehingga individu mendapatkan jalan keluar.

2.1.5. Sumber Dukungan Sosial

Menurut Rook & Dootey (2009) ada 2 sumber dukungan

social, yaitu;

1. Dukungan Sosial Artifisial

Dukungan sosial artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang

ke dalam kebutuhan primer seseorang, misalnya dukungan sosial

akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial.

2. Dukungan Sosial Natural

Dukungan sosial yang natural diterima seseorang melalui interaksi

sosial dalam kehidupannya secara spontan dengan orang yang


14

berada di sekitarnya, misalnya anggota keluarga (anak, istri, suami

dan kerabat), teman dekat atau relasi. Dukungan sosial ini bersifat

non- formal.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa proses yang

terjadi dalam pemberian dan penerimaan dukungan itu dipengaruhi

oleh kemampuan penerima dukungan untuk mempertahankan

dukungan yang diperoleh. Para peneliti menemukan bahwa dukungan

sosial ada kaitannya dengan pengaruh positif bagi seseorang yang

mempunyai sumber personal yang kuat. Kesehatan fisik individu yang

memiliki hubungan dekat dengan orang lain akan lebih cepat sembuh

dibandingkan dengan individu yang terisolasi.

2.1.6. Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Sosial

Menurut stanley (2012) faktor yang mempengaruhi dukungan

sosial adalah sebagai berikut;

1. Kebutuhan Fisik

Kebutuhan fisik dapat mempengaruhi dukungan sosial. Adapun

kebutuhan fisik meliputi sandang, pangan dan papan. Apabila

seseorang tidak tercukupi kebutuhan fisiknya maka seseorang

tersebut kurang mendapat dukungan sosial.

2. Kebutuhan Sosial

Dengan aktualisasi diri yang baik maka seseorang lebih dikenal

oleh masyarakat daripada orang yang tidak pernah bersosialisasi

di masyarakat. Orang yang mempunyai aktualisasi diri yang baik

cenderung selalu ingin mendapatkan pengakuan di dalam


15

kehidupan masyarakat. Untuk itu pengakuan sangat diperlukan

untuk memberikan penghargaan.

3. Kebutuhan psikis

Dalam kebutuhan psikis termasuk rasa ingin tahu, rasa aman,

perasaan religius, tidak mungkin terpenuhi tanpa bantuan orang

lain. Apalagi jika orang tersebut sedang menghadapi masalah

baik ringan maupun berat, maka orang tersebut akan cenderung

mencari dukungan sosial dari orang sekitar sehingga dirinya

merasa dihargai, diperhatikan dan dicintai.

2.1.7. Alat Ukur Dukungan Sosial

1. Multidimensional Scale of Perceived Social Support

Alat penelitian singkat yang dirancang oleh Zimet, dkk (1988)

untuk mengukur persepsi dukungan dari 3 sumber: Keluarga,

Teman, dan Orang terdekat. Skala ini terdiri dari total 12 item,

dengan 4 item untuk setiap subskala.

2. Medical Outcome Study - Social Support (MOS – SS)

Instrumen ini dikembangkan oleh Sherbourne & Steward (1991)

untuk pasien Medical Outcome Study (MOS) pada pasien dengan

kondisi kronis. Kuesioner tersebut sudah dilakukan uji validitas dan

reliabilitas dengan nilai alpha cronbach 0,91, sehingga kuesioner

tersebut dinyatakan reliabel. Skala ini terdiri dari 20 item

pertanyaan yang masing-masing item mempunyai rentang skala

likert antara 0 hingga 4. Rentang skor dari skala ini antara 20-80.

Setiap pertanyaan memiliki skor atau nilai yang kemudian


16

dijumlahkan. Semakin tinggi total nilai dukungan sosial makan

tingkat dukungan sosal yang didapatkan semakin tinggi dan

sebaliknya (Naim, 2010).

2.2. Konsep Kualitas Hidup

2.2.1. Pengertian Kualitas Hidup

Kualitas hidup menunjukkan sejauh mana penilaian individu

terhadap kepuasan dan kebermaknaan kehidupan mereka (Sarafino &

Smith, 2011).

Menurut Taylor, seperti yang dipaparkan oleh Vergi (2013)

mengatakan bahwa kualitas hidup menggambarkan kemampuan

individu untuk memaksimalkan fungsi fisik, sosial, psikologis, dan

pekerjaan yang merupakan indikator kesembuhan atau kemampuan

beradaptasi dalam penyakit kronis.

Dari pemaparan beberapa pendapat tokoh tersebut dapat

disimpulkan bahwa kualitas hidup adalah persepsi individu mengenai

kepuasan, kebermaknaan dan kesejahteraan hidup terhadap tujuan,

harapan, standar, dan keinginan individu. Kualitas hidup sebagai

evaluasi subjektif dan objektif terhadap kesejahteraan fisik, material,

sosial, dan emosional, serta pengembangan dan aktivitas individu

sesuai dengan nilai hidup yang dianut.

2.2.2. Aspek Kualitas Hidup

a. Kesehatan Fisik

Menurut Riyadi, seperti yang dipaparkan oleh Aliyono, dkk

(2012) menjelaskan bahwa kesehatan fisik merupakan keadaan


17

baik, artinya bebas dari sakit pada seluruh badan dan bagian-

bagian lainnya. Kesehatan fisik dapat mempengaruhi kemampuan

individu untuk melakukan aktivitas. Aktivitas yang dilakukan

individu akan memberikan pengalaman-pengalaman baru yang

merupakan modal perkembangan ke tahap selanjutnya. Aspek ini

meliputi aktivitas sehari-hari, ketergantungan pada bahan obat

dan alat bantu medis, energi dan kelelahan, mobilitias, nyeri dan

ketidaknyamanan, tidur dan istirahat, dan kapasitas kerja.

b. Psikologis

Menurut Riyadi, seperti yang dipaparkan oleh Aliyono, dkk

(2012) menjelaskan bahwa keadaan mental mengarah pada

mampu atau tidaknya individu menyesuaikan diri terhadap

berbagai tuntutan perkembangan sesuai dengan kemampuannya,

baik tuntutan dari dalam diri maupun dari luar dirinya. Aspek

psikologis juga terkait dengan aspek fisik, dimana individu dapat

melakukan suatu aktivitas dengan baik bila individu tersebut sehat

secara mental. Aspek ini meliputi citra tubuh dan penampilan,

perasaan negatif, perasaan positif, harga diri, spiritualitas, serta

berpikir, belajar, memori dan konsentrasi.

c. Hubungan Sosial

Merupakan hubungan antara dua individu atau lebih dimana

tingkah laku individu tersebut akan saling mempengaruhi,

mengubah, atau memperbaiki tingkah laku individu lainnya


18

(Aliyono, dkk, 2012). Aspek ini meliputi hubungan personal,

dukungan sosial dan aktivitas seksual.

d. Lingkungan

Lingkungan adalah tempat tinggal individu, termasuk di

dalamnya keadaan, ketersediaan tempat tinggal untuk melakukan

segala aktivitas kehidupan, termasuk di dalamnya adalah sarana

dan prasarana yang dapat menunjang kehidupan (Aliyono, dkk,

2012). Aspek ini meliputi sumber keuangan, kebebasan,

keamanan fisik dan kenyamanan, perawatan kesehatan dan sosial

(aksesibilitas dan kualitas), lingkungan rumah, peluang untuk

memperoleh informasi dan keterampilan baru, partisipasi dan

peluang untuk rekreasi / olahraga, lingkungan fisik (polusi / suara

/ lalu lintas / iklim) dan transportasi.

2.2.3. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup

a. Sosiodemografi

Faktor sosiodemografi meliputi usia, jenis kelamin suku atau etnik,

pendidikan, pekerjaan, dan status pernikahan (Patrick & Erickson

2005 dalam Lase 2011).

b. Medis

Faktor medis meliputi lama mengalami penyakit, stadium penyakit,

dan penatalaksanaan medis yang dijalani. Keparahan penyakit,

penggunaan obat-obatan, dan ancaman kematian juga merupakan

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien

(Awan et al, 2012).


19

c. Depresi

Hasil penelitian Unalan et al (2008) dan Louw et al (2012)

menunjukkan bahwa depresi memiliki korelasi negatif terhadap

kualitas hidup pasien Tuberkulosis paru, artinya semakin tinggi

depresi, semakin rendah kualitas hidup seseorang.

d. Dukungan Sosial

Menurut Juliandari, dkk (2014) Semakin besar dukungan sosial

yang diterima, semakin tinggi pula kualitas hidup yang dimiliki.

e. Tempat Tinggal

Pola penularan penyakit tuberkulosis biasanya menjadi lingkaran

penularan dalam keluarga atau wilayah tinggal. Riwayat kontak

dan tuberkulosis di masa lalu mempunyai pengaruh 4 dan 8 kali

terhadap kejadian tuberkulosis resisten obat (Sarwani, 2012).

f. Tingkat Pendidikan

Penelitian Cruz et al (2011) dan Louw et al (2012) membuktikan

bahwa tingkat pendidikan dapat mempengaruhi kualitas hidup

pasien Tuberkulosis. Individu dengan tingkat pendidikan yang

lebih tinggi memiliki nilai kualitas hidup yang lebih baik daripada

individu dengan tingkat pendidikan yang rendah. Selain itu, usia,

status pekerjaan, dan pendapatan juga dapat menjadi faktor

prediktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien Tuberkulosis

(Adeyeye et al, 2014).

2.2.4. Alat Ukur Kualitas hidup

1. World Health Organization Quality of Life – BREF


20

WHOQOL-BREF adalah instrumen pengukuran kualitas hidup

yang dipakai secara luas untuk berbagai macam penyakit yang

terdiri dari 24 facet yang mencakup 4 domain, yaitu; kesehatan

fisik terdiri dari dua pertanyaan, psikologi terdiri dari enam

pertanyaan, hubungan sosial terdiri dari tiga pertanyaan, dan

lingkungan terdiri dari delapan pertanyaan. WHOQOL – BREF

juga mengukur 2 facet dari kualitas hidup secara umum, yaitu;

kualitas hidup secara keseluruhan dan kesehatan secara umum

(Mauliddah, 2014).

2. European Organization for the Research and Treatment of Cancer

of Life Questionnaire C30 (EORTC QLQ-C30)

EORTC QLQ-C30 adalah instrumen spesifik pengukuran kualitas

hdup yang digunakan untuk pasien kanker. Instrumen ini

meruakan versi terbaru dari sebelumnya yaitu QLQ-C36 yang

dikembangkan pada tahun 1987. Kuesioner ini merupakan hasil

studi lapangan internasional tentang pengaruh kanker terhadap

kualitas hidup, kuesioer ini didesain untuk pengukuran spesifik

kanker, dalam struktur multidimensional, sesuai untuk

administrasi diri dan dapat digunakan pada berbagai budaya.

Terdiri dari 30 pertanyaan, terdapat dua pertanyaan yang

mengarah pada kepuasan status kesehatan dan keadaan kesehatan

secara keseluruhan (status kesehatan global), terdapat 15

pertanyaan tentang keadaan fungsional yang mencakup 5 fungsi,

yaitu fisik, peran, emosional, kognitif dan sosial, dan 13


21

pertanyaan mengenai skala gejala/permasalahan yang dirasakan

(Fayers et al (2007) dalam Aziza (2016)).

2.3. Konsep Tuberkulosis Paru

2.3.1. Pengertian Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis (TBC) adalah suatu penyakit menular yang

sebagian besar disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.

Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara

yang dihirup ke dalam paru, kemudian kuman tersebut dapat menyebar

dari paru ke bagian tubuh lain melalui sistem peredaran darah, sistem

saluran limfa, melalui saluran pernafasan / bronkus atau penyebaran

langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya (Notoatmodjo, 2011).

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang

disebabkan oleh kuman Tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis)

yang ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien

Tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri

tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas (Widoyono, 2008).

TBC adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

aerob gram positif, bakteri asam lemak, bakteri tersebut sering

menyerang paru-paru, meskipun juga dapat ke beberapa organ tubuh

lainnya (Rahajoe NN, 2008).

Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa TBC

adalah penyakit infeksi saluran pernafasan bawah yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis yakni kuman aerob yang dapat hidup

terutama di paru atau organ lain yang mempunyai tekanan parsial


22

oksigen tinggi dan dapat ditularkan melalui droplet dari orang ke orang

dan mengkolonisasi Bronkeolus dan Alveoli.

2.3.2. Penyebab Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang

disebabkan oleh kuman Tuberkulosis/ TBC (Mycobacterium

tuberculosis). Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat

juga mengenai organ tubuh lainnya (Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia (Kemenkes RI), 2011).

Penyebab penyakit TBC paru adalah Mycrobacterium

Tuberkulosis, bakteri ini masuk dalam bentuk batang dan memiliki sifat

tahan terhadap asam atau Batang Tahan Asam (BTA). Penderita TBC

BTA (+) merupakan sumber penularan utama penyakit ini, terutama

pada waktu bersin atau batuk. Penyebaran melalui droplet atau percikan

dahak yang didalamnya terkandung bakteri aktif yang nantinya apabila

terhisap oleh orang lain dapat menularkan TBC melewati saluran

pernapasan. Daya penularan dari seorang penderita di tentukan

banyaknya kuman yang di keluarkan dari parunya. Dalam BTA positif

pada penderita TBC semakin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan

dahak maka semakin infeksius penderita tersebut, begitu pula dengan

sebaliknya. Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan dalam

beberapa jam di udara dengan suhu kamar (Manalu, 2010).

2.3.3. Gejala Tuberkulosis

Gejala klinis pasien TBC menurut Depkes RI (2008), adalah

batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih, dahak bercampur darah,
23

batuk berdarah, sesak napas, badan lemas, nafsu makan menurun,

berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari

satu bulan. Dengan strategi yang baru (DOTS (Directly Observed

Treatment Shortcourse) gejala utamanya adalah batuk berdahak

dan/atau terus-menerus selama tiga minggu atau lebih. Berdasarkan

keluhan tersebut, seseorang sudah dapat ditetapkan sebagai tersangka.

Gejala lainnya adalah gejala tambahan. Dahak penderita harus diperiksa

dengan pemeriksaan mikroskopis (Widoyono, 2008).

2.3.4. Penemuan Pasien Tuberkulosis

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes

RI) (2008), penemuan pasien Tuberkulosis terbagi menjadi;

1. Penemuan Pasien Tuberkulosis pada Orang Dewasa

Strategi penemuan pasien Tuberkulosis dilakukan secara pasif

dengan promosi aktif. Penjaringan tersangka pasien dilakukan di

unit pelayanan kesehatan, didukung dengan penyuluhan secara

aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat untuk

meningkatkan cakupan penemuan tersangka pasien Tuberkulosis.

Pemeriksaan terhadap kontak pasien Tuberkulosis, terutama

mereka yang BTA positif dan pada keluarga anak yang

menunjukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya. Penemuan

secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost-effective.

2. Penemuan Pasien Tuberkulosis pada Anak

Diagnosis Tuberkulosis pada anak sulit sehingga sering terjadi

missdiagnosis baik overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada


24

anak-anak batuk bukan merupakan gejala utama. Pengambilan

dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis Tuberkulosis anak

perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem skor yang dilakukan

dokter dengan parameter; kontak Tuberkulosis, uji tuberkulin, berat

bada/keadaan gizi, demam tanpa sebab jelas, batuk, pembesaran

kelenjar limfe koli, aksila, inguinal, pembengkakan tulang/sendi

panggul, lutut, falang, dan foto thoraks.

2.3.5. Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien Tuberkulosis Paru

1. Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis Paru

Klasifikasi penyakit Tuberkulosis paru berdasarkan pemeriksaan

dahak menurut Depkes RI (2008), dibagi dalam;

a. Tuberkulosis paru BTA positif

1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS

hasilnya BTA positif

2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto

toraks dada menunjukkan gambaran Tuberkulosis.

3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan

kuman Tuberkulosis positif.

4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3

spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya

hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah

pemberian antibiotika non OAT.

b. Tuberkulosis paru BTA negatif


25

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada Tuberkulosis

paru BTA positif. Kriteria diagnostik Tuberkulosis paru BTA

negatif harus meliputi:

1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya negatif.

2) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran

Tuberkulosis.

3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non

OAT.

4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi

pengobatan.

2. Tipe Pasien Tuberkulosis Paru

Klasifikasi pasien Tuberkulosis Paru berdasarkan riwayat

pengobatan sebelumnya menurut Depkes RI (2008) dibagi menjadi

beberapa tipe, yaitu;

a. Baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau

sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

b. Kambuh (Relaps)

Adalah pasien Tuberkulosis yang sebelumnya pernah

mendapatkan pengobatan Tuberkulosis dan telah dinyatakan

sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan

BTA positif (apusan atau kultur).

c. Pengobatan setelah putus berobat (Default)


26

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan

atau lebih dengan BTA positif.

d. Gagal (Failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif

atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih

selama pengobatan.

e. Pindahan (Transfer In)

Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki

register Tuberkulosis lain untuk melanjutkan pengobatannya.

f. Lain-lain

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas.

Kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil

pemeriksaan masih BTA positif setelah pengobatan ulangan.

2.3.6. Cara Penularan Tuberkulosis

Penularan penyakit Tuberkulosis disebabkan oleh kuman

Mycobacterium tuberculosis ditularkan melalui udara (droplet nuclei)

saat seorang pasien Tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang

mengandung bakteri terhirup oleh orang lain saat bernapas. Sumber

penularan adalah pasien Tuberkulosis paru BTA positif. Bila penderita

batuk, bersin atau berbicara saat berhadapan dengan orang lain, basil

Tuberkulosis tersembur dan terhisap ke dalam paru orang sehat dan bisa

menyebar ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah pembuluh limfe

atau langsung ke organ terdekat. Sekali batuk dapat menghasilkan


27

sekitar 3000 percikan dahak. Masa inkubasinya selama 3-6 bulan

(Widoyono, 2008).

Menurut Depkes RI (2008), risiko tertular tergantung dari

tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien Tuberkulosis paru

dengan BTA positif memberikan risiko penularan lebih besar dari

pasien Tuberkulosis paru dengan BTA negatif.

Setiap satu BTA positif akan menularkan kepada 10-15 orang

lainnya, sehingga kemungkinan setiap kontak untuk tertular

Tuberkulosis adalah 17%. Hasil studi lainnya melaporkan bahwa

kontak terdekat (misalnya keluarga serumah) akan dua kali lebih

berisiko dibandingkan kontak biasa (tidak serumah) (Widoyono, 2008).

Angka risiko penularan infeksi Tuberkulosis setiap ditunjukkan

dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi

penduduk yang berisiko terinfeksi Tuberkulosis selama satu tahun.

ARTI di Indonesia sebesar 1-3% yang berarti di antara 100 penduduk

terdapat 1-3 warga yang terinfeksi Tuberkulosis. Setengah dari mereka

BTA-nya akan positif (0,5%). Faktor yang mempengaruhi

kemungkinan seseorang menjadi pasien Tuberkulosis adalah daya tahan

tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi

buruk). HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang

terinfeksi Tuberkulosis menjadi sakit Tuberkulosis. Infeksi HIV

mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular

immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunity), seperti


28

Tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah

bahkan bisa mengakibatkan kematian (Depkes RI, 2008).

2.3.7. Perjalanan Penyakit

Riwayat terjadinya TBC paru ada dua yaitu infeksi primer dan

pasca primer. Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali

dengan kuman TBC. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya,

sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan

terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap di sana. Infeksi

dimulai saat kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara

pembelahan diri di paru. Saluran limfe akan membawa kuman TBC ke

kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks

primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks

primer adalah sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan

dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi

positif (Depkes, 2008).

Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya

kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas

seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat

menghentikan perkembangan kuman TBC. Meskipun demikian, ada

beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant

(tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan

perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang

bersangkutan akan menjadi penderita TBC. Masa inkubasi, yaitu waktu


29

yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan

sekitar 6 bulan.

Kedua Tuberkulosis paska primer biasanya terjadi setelah

beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena

daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang

buruk. Ciri khas Tuberkulosis paska primer adalah kerusakan paru yang

luas dengan terjaadinya kavitas atau efusi pleura (Depkes, 2008).

2.3.8. Pengobatan Penyakit Tuberkulosis Paru

Tujuan pengobatan TBC paru adalah untuk menyembuhkan pasien,

mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan mata rantai

penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.

Jenis, sifat dan dosis yang digunakan untuk TBC paru sebagaimana

tertera dalam Tabel 2.1. (Depkes, 2008).

Jenis OAT Sifat Dosis (mg/kg) Dosis (mg/kg)


Harian 3x Seminggu
Isoniazid ( H ) Bakterisid 5 (4-6) 10 (8-12)
Rifampicin ( R ) Bakterisid 10 (8-12) 10 (8-12)
Pyrazinamid ( Z ) Bakterisid 25 (20-30) 35 (30-40)
Streptomycin ( S ) Bakterisid 15 (12-18) -
Etambutol ( E ) Bakteriostatik 15 (15-20) 30 (20-35)
Tabel 2.1. Jenis, Sifat dan Dosis OAT Lini Pertama

Pengobatan TBC bertujuan untuk menyembuhkan pasien,

memperbaiki kualitas hidup, meningkatkan produktivitas pasien,

mencegah kematian, kekambuhan dan memutuskan rantai penularan

dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap obat antiberkulosis

(OAT) (World Health Organization (WHO), 2009).

Panduan OAT disediakan dalam bentuk paket kombinasi berupa

Kombinasi Dosis Tetap (KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari
30

kombinasi 2 atau 4 jenis obat yang dikemas dalam satu tablet. Dosisnya

disesuaikan dengan berat badan penderita TBC. Sediaan seperti ini

dibuat dengan tujuan agar memudahkan dalam pemberian obat dan

menjamin kelangsungan pengobatan sampai pengobatan tersebut selesai

dilakukan (Depkes, 2014).

2.3.9. Faktor Keberhasilan Pengobatan Tuberkulosis

Faktor penunjang kelangsungan pengobatan adalah;

1. Motivasi keluarga baik saran dan perilaku keluarga kepada

penderita untuk menyelesaikan pengobatannya, penjelasan atau

pendidikan kesehatan dari petugas kesehatan tentang penyakit TBC

paru yang mudah menular, pentingnya kepatuhan pengobatan dan

dukungan keluarga dalam kepatuhan pengobatan penderita TBC

paru. Kekambuhan atau kegagalan pengobatan yang dapat

mengakibatkan MDR (Multi Drug Resistent) TBC dapat

diminimalkan dengan cara memberikan penyuluhan kepada

keluarga penderita tentang pentingnya kepatuhan pengobatan,

pentingnya dukungan keluarga, dan pengetahuan penderita

mengenai bahaya penyakit TBC paru yang mudah menular.

2. Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) dan

pemberdayaan keluarga sebagai pengawas minum obat (PMO)

dapat digunakan sebagai strategi efektif untuk mengontrol

pengobatan TBC paru. Motivasi dan dukungan sosial sangat

menunjang keberhasilan pengobatan seseorang dengan selalu

mengingatkan penderita agar minum obat, perhatian yang diberikan


31

kepada anggota keluarga yang sedang sakit dan memberi motivasi

agar tetap rajin berobat, karena itu perlu diberikan pendidikan

kesehatan tentang pentingnya kepatuhan pengobatan, motivasi dan

dukungan keluarga kepada penderita supaya penderita

menyelesaikan terapinya sampai sembuh (Muna & Soleha, 2014).

2.3.10. Masalah pada Penderita Tuberkulosis Paru

1. Penemuan Diagnosis TBC dan Suspek Relatif Rendah

Berdasarkan angka keberhasilan penemuan diagnosis TBC

dan suspek masih dalam kategori rendah yaitu 10-15%. Hal ini

terjadi kemungkinan terlalu longgarnya penjaringan dan banyaknya

kasus yang tidak termasuk dalam kriteria suspek dan adanya

kesalahan dalam pemeriksaan diagnostik. Hal ini sesuai dengan

yang dilakukan penelitian secara sederhana oleh mahasiswa

keperawatan Universitas Riau pada praktik elektif profesi dimana

dari pasien yang didiagosa TBC hanya 20% yang memiliki BTA

positif dari 24 pasien yang didiagnosa Tuberkulosis (Rahmalia &

Nurcahyati, 2012).

2. Kemiskinan

Penyebab utama meningkatnya beban masalah TBC yaitu

kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, kegagalan

program TBC oleh karena tidak memadainya komitmen politis dan

pendanaan, pelayanan TBC yang kurang maksimal (kurang

terakses oleh masyarakat, diagnosis dan panduan obat yang tidak

standar, obat tidak terjamin persediaanya, monitoring dan evaluasi


32

yang kurang baik) dan juga perubahan demografi

penduduk.Munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah

permasalahan TBC.

Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan resiko TBC

secara signifikan. Pada saat yang sama kekebalan ganda kuman

TBC terhadap obat anti TBCI/multidrug resistance (MDR)

semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil

disembuhkan. Keadaan ini pada akhirnya akan menyebabkan

terjadinya epidemi TBC yang sulit ditangani (Rahmalia &

Nurcahyati, 2012).

3. Dukungan Sosial

Penderita TBC umumnya datang dengan kondisi nutrisi

yang sangat kurang, kurang efektifnya pengawas menelan obat, dan

kurangnya kooperatif penderita untuk pengambilan obat. Kondisi

ini memperlihatkan bahwa masalah pengobatan penderita

Tuberkulosis masih memerlukan komitmen dari pihak kesehatan,

keluarga dan penderita Tuberkulosis (Rahmalia & Nurcahyati,

2012).

TBC Paru dapat sembuh jika dilakukan pengobatan secara

teratur selama 6-8 bulan. Karena pengobatan memerlukan waktu

yang lama maka penderita TBC Paru sangat mungkin mengalami

stress yang cukup tinggi (Rachmawati & Turniani, 2006). Individu

yang memiliki dukungan sosial yang lebih kecil, lebih


33

memungkinkan mengalami konsekuensi psikis yang negatif

(Mazbow, 2009).

2.4. Hubungan Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup pada Penderita

Tuberkulosis Paru

Menurut Hidayati (2014) dan Ratnasari (2012) dukungan sosial terbukti

dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien Tuberkulosis. Penelitian Terok, dkk,

(2012) di poli paru BLU RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado menunjukkan

ada hubungan yang bermakna antara dukungan sosial dengan kualitas hidup.

Faktor-faktor yang memperkuat atau mempererat hubungan antara dukungan

informatif dengan kualitas hidup pada pasien Tuberkulosis paru yaitu dari hasil

penelitian dilapangan peneliti memperoleh bahwa penderita tubekulosis sangat

mendapat dukungan informatif dari dokter, perawat, organisasi maupun dari

orang terdekat dari pasien dengan memberikan informasi baik berupa nasihat,

saran ataupun pengarahan ataupun umpan balik untuk memecahkan

permasalahan yang di hadapi oleh penderita sehingga pasien dapat termotivasi

untuk melakukan pengobatan rutin seminggu sekali dan pasien termotivasi

untuk memiliki kesehatan baik dan ingin cepat sembuh ini dapat berpengaruh

pada status kesehatan penderita TBC paru dan kualitas hidupnya pun ikut

meningkat.

Bila dukungan sosialnya positif/sportif, maka responden akan memiliki

kualitas hidup yang tinggi/baik pula. Hal ini disebabkan karena adanya

dukungan dari keluarga berupa dukungan emosional, dukungan penghargaan,

dukungan informasi, dukungan instrumental, dan dukungan jaringan sosial bagi

penderita Tuberkulosis Paru selama menjalani pengobatan. Begitupun


34

sebaliknya, bila dukungan sosialnya negatif/non-supportif maka responden

akan memiliki kualitas hidup yang rendah (Hastuti, dkk, 2014).

Hubungan antara dukungan sosial dengan kualitas hidup mempunyai

hubungan yang positif signifikan, dimana seseorang yang mendapatkan

dukungan sosial yang tinggi akan meningkatkan kualitas hidupnya.

Berdasarkan hasil penelitian dukungan sosial pada penderita TBC paru di

Puskesmas Perak Timur menunjukkan sebagian besar pasien memperoleh

dukungan sosial yang sedang mempunyai kualitas hidup yang sedang, terlihat

dari data yang diperoleh bahwa semakin sedikitnya dukungan sosial yang

dirasakan oleh pasien maka semakin berpengaruh terhadap penurunan kualitas

hidupnya. (Hastuti, dkk, 2014).

Hal tersebut diperkuat juga dengan hasil penelitian Putri, dkk (2013),

bahwa memang terdapat hubungan antara dukungan sosial dengan kualitas

hidup. Penderita TBC Paru sebaiknya dapat lebih bergaul di lingkungan

masyarakat yang ia tinggali dan diberikan pemahamaan mengenai tugas dan

informasi yang seharusnya diberikan kepada penderita TBC paru agar dapat

teratur minum obat dan kualitas hidupnya semakin lama semakin membaik.

Вам также может понравиться

  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Документ3 страницы
    Daftar Pustaka
    Anonymous Su7FPp
    Оценок пока нет
  • Cover Proposal 2
    Cover Proposal 2
    Документ13 страниц
    Cover Proposal 2
    Anonymous Su7FPp
    Оценок пока нет
  • Bab 6
    Bab 6
    Документ2 страницы
    Bab 6
    Anonymous Su7FPp
    Оценок пока нет
  • Bab 1
    Bab 1
    Документ5 страниц
    Bab 1
    Anonymous Su7FPp
    Оценок пока нет
  • 1 Cover
    1 Cover
    Документ1 страница
    1 Cover
    Anonymous Su7FPp
    Оценок пока нет
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Документ7 страниц
    Daftar Isi
    Anonymous Su7FPp
    Оценок пока нет
  • Bab 1
    Bab 1
    Документ6 страниц
    Bab 1
    dicky
    Оценок пока нет
  • Bab 2
    Bab 2
    Документ28 страниц
    Bab 2
    Anonymous Su7FPp
    Оценок пока нет
  • Bab 1
    Bab 1
    Документ6 страниц
    Bab 1
    dicky
    Оценок пока нет
  • Bab 6
    Bab 6
    Документ2 страницы
    Bab 6
    Anonymous Su7FPp
    Оценок пока нет
  • Bab 1-6
    Bab 1-6
    Документ75 страниц
    Bab 1-6
    PUTUVONITA
    Оценок пока нет
  • Bab 5
    Bab 5
    Документ16 страниц
    Bab 5
    Anonymous Su7FPp
    Оценок пока нет
  • Bab 5
    Bab 5
    Документ1 страница
    Bab 5
    Anonymous Su7FPp
    Оценок пока нет
  • Bab 1
    Bab 1
    Документ6 страниц
    Bab 1
    dicky
    Оценок пока нет
  • Bab 2
    Bab 2
    Документ29 страниц
    Bab 2
    Anonymous Su7FPp
    Оценок пока нет
  • Bab 5
    Bab 5
    Документ16 страниц
    Bab 5
    Anonymous Su7FPp
    Оценок пока нет
  • Laporan Pendahuluan Thypoid
    Laporan Pendahuluan Thypoid
    Документ84 страницы
    Laporan Pendahuluan Thypoid
    Anonymous Su7FPp
    Оценок пока нет
  • Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Thypoid Di Ruang Fajar R.S Bayangkara Sartika Asih Bandung
    Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Thypoid Di Ruang Fajar R.S Bayangkara Sartika Asih Bandung
    Документ23 страницы
    Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Thypoid Di Ruang Fajar R.S Bayangkara Sartika Asih Bandung
    Dafit Firdaus
    Оценок пока нет
  • Bab 1
    Bab 1
    Документ10 страниц
    Bab 1
    Anonymous Su7FPp
    Оценок пока нет
  • Abstrak Ayu
    Abstrak Ayu
    Документ2 страницы
    Abstrak Ayu
    Anonymous Su7FPp
    Оценок пока нет
  • Bab 2
    Bab 2
    Документ86 страниц
    Bab 2
    Anonymous Su7FPp
    Оценок пока нет
  • Bab 3
    Bab 3
    Документ2 страницы
    Bab 3
    Anonymous Su7FPp
    Оценок пока нет
  • Bab 4
    Bab 4
    Документ12 страниц
    Bab 4
    dicky
    Оценок пока нет
  • Bab 2
    Bab 2
    Документ29 страниц
    Bab 2
    Anonymous Su7FPp
    Оценок пока нет
  • Pengaruh Tayangan Televisi
    Pengaruh Tayangan Televisi
    Документ19 страниц
    Pengaruh Tayangan Televisi
    Anonymous Su7FPp
    Оценок пока нет
  • Pengaruh Tayangan Televisi
    Pengaruh Tayangan Televisi
    Документ19 страниц
    Pengaruh Tayangan Televisi
    Anonymous Su7FPp
    Оценок пока нет
  • Konsep Persalinan Dengan Partus Lama
    Konsep Persalinan Dengan Partus Lama
    Документ27 страниц
    Konsep Persalinan Dengan Partus Lama
    Yogi Dirgha
    Оценок пока нет
  • Bab 1
    Bab 1
    Документ10 страниц
    Bab 1
    Anonymous Su7FPp
    Оценок пока нет
  • Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Trauma Buli
    Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Trauma Buli
    Документ14 страниц
    Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Trauma Buli
    Anonymous Su7FPp
    Оценок пока нет