Вы находитесь на странице: 1из 37

BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. FS
TTL : 28 Februari 1993
Umur : 25 tahun
Agama : Atven
Alamat : Urimeseng
Pendidikan : SMU
Pekerjaan : Swasta
Status pernikahan : Menikah
No.RM : 14 22 27
Ruangan : Ginek
Jaminan Kesehatan : BPJS
Tanggal MRS : 18 januari 2019 pukul 23.30 WIT

B. Anamnesis (Autoanamnesis)
 Keluhan Utama : Keluar darah dari jalan lahir
 Keluhan Tambahan : nyeri perut
 Anamnesis Terpimpin :
Pasien masuk rumah sakit rujukan dr. Merlyn. Sp.OG dengan Susp. KET
Pasien dating dengan keluahan keluar darah dari jalan lahir sejak 1 januari
2019, darah keluar sedikit-sedikit cair disertai gumpalan berwarna merah
gelap tidak disertai daging yang keluar. Dalam satu hari pasien dapat
mengganti pembalut sebanyak satu kali. Perdarahan keluar terus menerus
setiap hari tapi hanya sediki-sedikit. Penurunan berat badan disangkal oleh
pasien.
Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati, sulit BAB dan yeri perut kanan
bawah sejak 10 januari 2019 dan dirawat di rumah sakit GPM namun
nyeri perut kanan bawah pasien menetap dan darah masih tetap keluar dari

1
jala lahir. Pasien disarankan untuk memeiksa di dokter obgyn. Setelah di
USG diketahui pasien hamil dan janinnya sudah meninggal.
Nyeri saat berhubungan tidak ada, siklus haid pasien tidak teratur. Riwayat
jatuh atau terbentur disangkal. Pasien tidak keputihan selama hamil,
nanmun pernah keputihan satu kali sebelum menikah, tidak ada gatal dan
bau pada alat kelaminnya.

 Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien mengaku tidak memiliki riwayat penyakit asma, diabetes,
hipertensi dan penyakit jantung
 Riwayat Pengobatan:
Pasien belum mendapat terapi
 Riwayat Keluarga:
Tidak ada keluarga yang mempunyai keluhan yang sama.
 Riwayat Menstruasi:
 Menarche :
 Siklus : teratur teratur
 Lamanya :
 Banyaknya : 2-3x ganti pembalut/hari
 Riwayat Perkawinan:
Pasien menikah 1 kali pada usia 24 tahun
 Riwayat ginekologi :
Pasien tidak memiliki riwayat keluhan pada kandungan
 Riwayat obstetri :
P1A1
N Tahun Umur Jenis Penolong
o. Kehamilan Persalinan
1. 2018 Aterm Pervaginam Bidan
2. 2019 preterm abortus -

2
 Riwayat kontrasepsi :
Pasien menggunakan pil kontrasepsi
 Riwayat kebiasaan :
Pasien tidak pernah merokok dan minum-minuman beralkohol namun

C. Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5M6
 Tanda vital
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,7ºC
 Pemeriksaan fisik
Kepala : Normochepal
Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-
Telinga : Otorea -/-
Hidung : Rhinorea -/-
Gigi dan mulut : Dalam batas normal
Leher : Pembesaran KGB leher (-), pembesaran kelenjar
tiroid (-)
Dada : Normochest
Paru : Bunyi pernapasan : vesikuler kiri = kanan
Bunyi Tambahan : Ronki -/-, Wheezing - / -
Jantung : BJ I/II murni, reguler, murmur (-), gallop (-)
Perut : (pada pemeriksaan obstetri)
Hati : Pembesaran (-)
Ginjal : Ballotement (-)
Limpa : Pembesaran (-)

3
Alat genital : Pada pemeriksaan obstetri
Ekstremitas : Dalam batas normal
Refleks : Dalam batas normal

 Pemeriksaan Obstetri:
 Pemeriksaan Abdomen
 Inspeksi: abdomen datar, simetris
 Palpasi: tinggi fundus uteri (TFU) sulit dievaluasi, nyeri tekan (+)
kanan bawah, massa (+) setinggi pusar
 Perkusi: tidak dilakukan
 Auskultasi:
 DJJ = tidak dilakukan
 Pemeriksaan genital
 Inspeksi :
− Vulva/uretra tenang
 Inspekulo: tidak dilakukan
 Pemeriksaan dalam: tidak dilakukan.

D. Pemeriksaan Penunjang
 Darah tanggal 18/01/201:
− Hemoglobin : 11,8 g/dL
− Leukosit : 23.900 /mm3
− Trombosit : 373.000 /mm3
− Hematokrit : 34,8 %
 EKG  dalam batas normal

E. Diagnosa
− G2P1A0 gravid 8-9 minggu + missed abortion + Massa uterus

4
F. Tatalaksana
− IVFD RL 20 tom
− Cefriaxone 2x 1g/iv
− Metronidazole 3x 500mg/iv drips
− Ketorolak 3x1 amp/iv
− CT scan abdomen
− Foto Toraks
− USG abdomen
G. Prognosis
Quo ad Vitam : bonam
Quo ad Fungsionam : dubia
Quo ad Sanationam : bonam
.
 Follow Up:
Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi
21/01/2018 (H-1) S : nyeri perut berkurang, − IVFD RL 20 tom
perdarahan dari jalan lahir (+),
BAB dan BAK lancar − Cefriaxone 2x 1g/iv
TD = 110/80 O:
mmHg − Metronidazole 3x
N = 86 x/m  KU = tampak sakit ringan,
P = 20 x/m CM 500mg/iv drips
S = 36,7 ͦ C  Mata = Ca+/+, Si-/- − Ketorolak 3x1 amp/iv
 Abd = datar
Teraba massa setinggi satu − CT scan abdomen
jari dibawah pusar, padat(+).
…….. − Foto Toraks
 Genital : perdarahan
pervaginam (+) sedikit − USG abdomen
A : G2P1A0 gravid 8-9 minggu +
missed abortion+ massa uterus
S : nyeri perut berkurang, − IVFD RL 20 tom
22/01/2018 (H-1) perdarahan dari jalan lahir (+),
BAB dan BAK lancar − Cefriaxone 2x 1g/iv
O:
TD = 110/80 − Metronidazole 3x
mmHg  KU = tampak sakit ringan,
N = 80 x/m CM 500mg/iv drips
P = 20 x/m  Mata = Ca+/+, Si-/- − Ketorolak 3x1 amp/iv
S = 36,5 C  Abd = datar
Teraba massa setinggi satu − CT scan abdomen
jari dibawah pusar, padat(+).
…….. − Foto Toraks
 Genital : perdarahan

5
pervaginam (+) sedikit − USG abdomen
A : G2P1A0 gravid 8-9 minggu +
missed abortion+ massa uterus

S : nyeri perut berkurang, − IVFD RL 20 tom


23/01/2018 (H-1) perdarahan dari jalan lahir (+),
BAB dan BAK lancar − Cefriaxone 2x 1g/iv
O:
TD = 110/80 − Metronidazole 3x
mmHg  KU = tampak sakit ringan,
N = 80 x/m CM 500mg/iv drips
P = 20 x/m  Mata = Ca+/+, Si-/- − Ketorolak 3x1 amp/iv
S = 36,8 C  Abd = datar
Teraba massa setinggi satu − CT scan abdomen
jari dibawah pusar, padat(+).
…….. − Foto Toraks
 Genital : perdarahan
pervaginam (+) sedikit − USG abdomen
A : G2P1A0 gravid 8-9 minggu +
missed abortion+ massa uterus
S : nyeri perut berkurang, − IVFD RL 20 tom
24/01/2018 (H-1) perdarahan dari jalan lahir (+),
BAB dan BAK lancar − Cefriaxone 2x 1g/iv
O:
TD = 110/80 − Metronidazole 3x
mmHg  KU = tampak sakit ringan,
N = 82 x/m CM 500mg/iv drips
P = 20 x/m  Mata = Ca+/+, Si-/- − Ketorolak 3x1 amp/iv
S = 36,5 C  Abd = datar
Teraba massa setinggi satu − USG abdomen
jari dibawah pusar, padat(+).
…….. − Konsul interna
 Genital : perdarahan
pervaginam (+) sedikit
A : G2P1A0 gravid 8-9 minggu +
missed abortion+ neoplasma
ovarium

Hasil CT Scan
Hasil foto toraks
S : nyeri perut berkurang, − IVFD RL 20 tom
25/01/2018 (H-1) perdarahan dari jalan lahir (+),
keluar jaringan dari jalan lahir, − Cefriaxone 2x 1g/iv
BAB dan BAK lancar
TD = 110/80 O: − Metronidazole 3x
mmHg
N = 86 x/m  KU = tampak sakit ringan,
500mg/iv drips
P = 20 x/m CM − Ketorolak 3x1 amp/iv
S = 36,8 C  Mata = Ca+/+, Si-/-
 Abd = datar − Rencana kuretase??
Teraba massa setinggi satu
jari dibawah pusar, padat(+).
……..
 Genital : perdarahan
pervaginam (+) sedikit

6
A : G2P1A0 gravid 8-9 minggu +
abortus inkomplite??+ Uterus
didelfism+ agenesis ginjal kiri
Jawaban konsul interna:
-Sinus Takikardi+ Neoplasma
ovarium+anemia
EKG ulang
Cek darah kimia

Hasil EKG: Normal


Darah kimia:
-Albumin :2.8mg/dl
hipoalbumin

Hasil USG:
S : nyeri perut (-), perdarahan dari − IVFD RL 20 tom
26/01/2018 (H-1) jalan lahir (+) sedikit,
O: − Cefriaxone 2x 1g/iv
TD = 100/70  KU = tampak sakit ringan, − Metronidazole 3x
mmHg CM
N = 80 x/m  Mata = Ca+/+, Si-/-
500mg/iv drips
P = 20 x/m  Abd = datar − Ketorolak 3x1 amp/iv
S = 36,5 C Teraba massa setinggi satu
jari dibawah pusar, padat(+). − Pasien menolak
……..
 Genital : perdarahan dilakukan tindakan
pervaginam (+) sedikit
A : G2P1A0 gravid 8-9 minggu + kuretase
abortus inkomplite??+ Uterus
didelfism+ agenesis ginjal kiri − Pasien ingin pulang
atas keinginan sendiri
Terapi oral pulang:
- Cefadroxil 2x500 mg
- Metergin 3x1 tab

H. Resume
Pasien perempuan usia 32 tahun. Pasien datang ke poliklinik kandungan (26
Februari 2018) dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir yang dialami
sejak 31 Desember 2018, setelah pasien melahirkan anak kedua melalui
operasi seksio sesaria. Menurut pasien walaupun telah melewati masa nifas,
darah tetap keluar. Darah yang keluar tidak terlalu banyak, berwarna merah

7
segar dan tidak memenuhi pembalut. Menurut pasien pengeluaran darah tidak
disertai daging yang keluar. Pasien juga mengeluh nyeri perut, intensitas
nyeri tidak hebat dialami beberapa saat sebelum darah keluar dari jalan lahir.
Riwayat jatuh atau terbentur disangkal. Pasien tidak keputihan selama hamil,
tidak gatal dan bau pada alat kelaminnya. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Selama hamil pasien hanya minum vitamin yang diberi oleh bidan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis/ GCS=E4M6V5.
Tanda vital; tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 78x/menit, pernapasan
20x/menit, suhu 36,7° Celcius. Pemeriksaan fisik, pada pemeriksaan
abdomen: TFU sulit dinilai, nyeri tekan (-), massa (-). Pemeriksaan genital
pada pemeriksaan dalam tidak dilakukan. Pemeriksaan laboratorium darah
rutin Hb 9,8 g/dL, Leukosit 9.300 /mm3, Trombosit 539.000 /mm3. Pada
pemeriksaan dengan USG didapatkan Uterus AF, pada SBU tampak sinus-
sinus pembuluh darah arteri dan vena, suspek AVM. Rencana tindakan yang
akan dilakukan adalah Pro histerektomi (06 Maret 2018). Prognosis pada
pasien ini Quo ad Vitam : bonam, Quo ad Fungsionam : malam, Quo ad
Sanationam : bonam.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Perdarahan uterus abnormal (PUA) meliputi semua kelainan haid baik dalam hal
jumlah maupun lamanya. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan banyak, sedikit,
siklus haid yang memanjang atau tidak beraturan.1

Terminologi menoragia saat ini diganti dengan perdarahan haid banyak atau
heavy menstrual bleeding (HMB) sedangkan perdarahan uterus abnormal yang
disebabkan faktor koagulopati, gangguan hemostatis lokal endometrium dan gangguan
ovulasi merupakan kelainan yang sebelumnya termasuk dalam perdarahan uterus
disfungsional (PUD).1

9
\

Tabel Terminologi pola perdarahan uterus2

Tabel Pembagian PUA1

1. Perdarahan uterus abnormal akut

10
Perdarahan haid yang banyak sehingga perlu dilakukan penanganan yang cepat
untuk mencegah kehilangan darah. Perdarahan uterus abnormal akut dapat terjadi
pada kondisi PUA kronik atau tanpa riwayat sebelumnya.1

2. Perdarahan uterus abnormal kronik


Merupakan terminologi untuk perdarahan uterus abnormal yang telah terjadi
lebih dari 3 bulan. Kondisi ini biasanya tidak memerlukan penanganan yang cepat
dibandingkan PUA akut.1

3. Perdarahan tengah (intermenstrual bleeding)


Perdarahan haid yang terjadi di antara 2 siklus haid yang teratur. Perdarahan
dapat terjadi kapan saja atau dapat juga terjadi di waktu yang sama setiap siklus.
Istilah ini ditujukan untuk menggantikan terminologi metroragia. 1

2.2 Klasifikasi PUA

Berdasarkan International Federation of Gynecology and


Obstetrics (FIGO), terdapat sembilan kategori utama yang disusun sesuai dengan
akronim “PALM-COEIN” yakni; polip, adenomiosis, leiomioma, malignancy and
hyperplasia, coagulopathy, ovulatory dysfunction, endometrial, iatrogenik dan not
yet classified.1

Kelompok “PALM” merupakan kelainan struktur yang dapat dinilai


dengan berbagai teknik pencitraan dan atau pemeriksaan histopatologi. Kelompok
COEIN merupakan kelainan non struktur yang tidak dapat dinilai dengan teknik
pencitraan atau histopatologi.1

11
Klasifikasi PUA berdasarkan FIGO.3

1) Polip (PUA-P)
 Definisi: Pertumbuhan lesi lunak pada lapisan endometrium uterus, baik
bertangkai maupun tidak, berupa pertumbuhan berlebih dari stroma dan
kelenjar endometrium dan dilapisi oleh epitel endometrium. Biasanya
terjadi pada fundus dan dapat melekat dengan adanya tangkai yang
ramping (bertangkai) atau dasar yang lebar (tidak bertangkai). Kadang-
kadang polip prolaps melalui serviks.1,4
 Gejala:
o Polip biasanya bersifat asimptomatik, tetapi dapat pula
meyebabkan PUA, paling umum berupa perdarahan banyak dan
di luar siklus atau perdarahan bercak ringan pasca menopause.1,4
o Lesi umumnya jinak, namun sebagian atipik atau ganas.1
 Diagnostik:
o Diagnosis polip ditegakkan berdasarkan pemeriksaan USG dan
atau histeroskopi, dengan atau tanpa hasil histopatologi. 1

12
( Gambaran USG polip endometrium )

(gambaran histeroskopi polip endometrium)

o Histopatologi pertumbuhan eksesif lokal dari kelenjar dan stroma


endometrium yang memiliki vaskularisasi dan dilapisi oleh epitel
endometrium.1

Gambar Histopatologi polip endometrium


 Terapi:
o Eksisi, namun cenderung berulang. 4

13
o Untuk terapi definitif dapat dilakukan histerektomi, namun
jarang dilakukan untuk polip endometrium yang jinak.4

2) Adenomiosis (PUA-A)
 Definisi: Dijumpainya jaringan stroma dan kelenjar endometrium ektopik
pada lapisan miometrium.1
 Gejala:
o Nyeri haid, nyeri saat senggama, nyeri menjelang atau sesudah
haid, nyeri saat buang air besar, atau atau nyeri pelvik kronik.1
o Gejala nyeri tersebut di atas dapat disertai dengan perdarahan
uterus abnormal berupa perdarahan banyak yang terjadi dalam
siklus.1,4
 Diagnostik:
o Pemeriksaan Fisik:
 Fundus uteri membesar secara difus.4
 Adanya daerah adenomiosis yang melunak, dapat
diamati tepat sebelum atau selama permulaan
menstruasi. 4
o Kriteria adenomiosis ditentukan berdasarkan kedalam jaringan
endometrium pada hasil histopatologi. Hasil histopatologi
menunjukkan dijumpainya kelenjar dan stroma endometrium
etopik pada jaringan miometrium.1
o Adenomiosis dimasukkan dalam sistem klasifikasi berdasarkan
penelitian MRI dan USG. Mengingat terbatasnya fasilitas MRI,
pemeriksaan USG cukup untuk mendiagnosis adenomiosis. Hasil
USG menunjukkan jaringan endometrium heteropik pada
miometrium dan sebagian berhubungan dengan adanya hipertrofi
miometrium.1

14
Gambar Penebalan dinding uterus dan jaringan kelenjar endometrium pada
adenomiosis.

 Diagnosis banding
o Kehamilan.
o Leiomioma submukosa.
o Hipertrofi uteri idiopatik.
o Karsinoma endometrium.4
 Terapi:
o Simptomatik: diberikan jika masih ingin mempertahankan
kemampuan untuk memiliki anak.
o Reseksi.
o Terapi kuratif: histerektomi. 4
3) Leiomioma (PUA-L)

15
 Definisi: pertumbuhan jinak otot polos uterus pada lapisan miometrium.1
 Jenis berdasarkan lapisan uterus tempat tumbuhnya:
o Submukosa
o Intramural
o Subserosa.

Gambar Subklasifikasi Leiomioma 3

Mioma submukosa dan subserosa ada yang bertangkai


(pedunculated). Mioma submukosa bertangkai seringkali sampai keluar
melewati ostium uteri eksternum yang disebut sebagai mioma lahir
(myoom geburt).5

16
Gambar Jenis-jenis mioma berdasarkan lapisan tempat tumbuhnya di
uterus
 Gejala:
o Perdarahan uterus abnormal berupa pemanjangan periode,
ditandai oleh perdarahan menstruasi yang banyak dan/atau
menggumpal, dalam dan di luar siklus.2,4,5
o Pembesaran rahim (bisa simetris ataupun berbenjol-benjol).5
o Seringkali membesar saat kehamilan.5
o Penekanan terhadap organ sekitar uterus, atau benjolan pada
dinding abdomen.1,5
o Nyeri dan/atau tekanan di dalam atau sekitar daerah panggul.4
o Peningkatan frekuensi berkemih atau inkontinensia. 4
 Diagnosis Banding:
o Kehamilan.
o Adenomiosis.
o Karsinoma uteri.5
 Pemeriksaan Penunjang:
o Darah lengkap dan urine lengkap.
o Tes kehamilan.
o Dilatasi dan kuretase pada penderita yang disertai perdarahan
untuk menyingkirkan kemungkinan patologi lain pada rahim
(hyperplasia atau adenokarsinoma endometrium).
o USG. 5

17
Gambar Mioma subserosa: tampak gambaran massa
hipoekhoik yang menonjol ke luar dinding uterus.

Gambar Mioma intramural: tampak gambaran massa


hipoekhoik yang berada di dalam dinding uterus.

Gambar Mioma submukosa: tampak gambaran massa


hipoekhoik yang menekan endometrial line.

18
 Terapi:
1. Observasi: jika uterus diameternya kurang dari ukuran uterus pada
masa kehamilan 12 minggu tanpa disertai penyulit.
2. Ekstirpasi: biasanya untuk mioma submukosa bertangkai atau mioma
lahir/geburt, umumnya dilanjutkan dengan tindakan dilatasi dan
kuretase.
3. Laparotomi miomektomi: bila fungsi reproduksi masih diperlukan
dan secara teknis memungkinan untuk dilakukan tidakan tersebut.
Biasanya untuk mioma intramural, subserosa, dan subserosa
bertangkai, tindakan tersebut telah cukup memadai.
4. Laparotomi histerektomi:
 Bila fungsi reproduksi tak diperlukan lagi,
 Pertumbuhan tumor sangat cepat.
 Sebagai tindakan hemostatis, yakni dimana terjadi perdarahan
terus menerus dan banyak serta tidak membaik dengan
pengobatan.

4) Malignancy and hyperplasia (PUA-M)


 Definisi: pertumbuhan hiperplastik atau pertumbuhan ganas dari lapisan
endometrium.
 Gejala: perdarahan uterus abnormal.
 Diagnostik:
o Meskipun jarang ditemukan, namun hyperplasia atipik dan
keganasan merupakan penyebab penting PUA.
o Klasifikasi keganasan dari hiperplasia menggunakan system
klasifikasi FIGO dan WHO.
o Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
histopatologi.

5) Coagulopathy (PUA-C)
 Definisi: gangguan hemostatis sistemik yang berdampak terhadap
perdarahan uterus.

19
 Gejala: perdarahan uterus abnormal
 Diagnostik:
o Terminologi koagulopati digunakan untuk kelainan hemostatik
sistemik yang terkait dengan PUA.
o 13% perempuan dengan perdarahan haid banyak memiliki
kelainan hemostatis sistemik, dan yang paling sering ditemukan
adalah penyakit von Willebrand.

Perdarahan uterus abnormal – koagulasi.3

6) Ovulatory Disfunction (PUA-O)


 Definisi: kegagalan ovulasi yang menyebabkan terjadinya perdarahan
uterus.
 Gejala: perdarahan uterus abnormal.
 Diagnostik:
o Gangguan ovulasi merupakan salah satu penyebab PUA dengan
manifestasi perdarahan yang sulit diramalkan dan jumlah darah
yang bervariasi.

20
o Dahulu termasuk dalam criteria perdarahan uterus disfungsional
(PUD).
o Gejala bervariasi mulai dari amenorea, perdarahan ringan dan
jarang, hingga perdarahan haid banyak.
o Gangguan ovulasi dapat disebabkan oleh sindrom ovarium
polikistik (SOPK), hiperprolaktinemia, hipotiroid, obesitas,
penurunan berat badan, anoreksia, atau olahraga berat yang
berlebihan.

7) Endometrial (PUA-E)

 Definisi: Gangguan hemostatis local endometrium yang memiliki kaitan


erat dengan terjadinya perdarahan uterus.
 Gejala: perdarahan uterus abnormal.
 Diagnostik:
o Perdarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan
siklus haid teratur.
o Penyebab perdarahan pada kelompok ini adalah gangguan
hemostatis local endometrium.
o Adanya penurunan produksi faktor yang terkait vasokonstriksi
seperti endothelin-1 dan prostaglandin F2α serta peningkatan
aktivitas fibrinolisis.
o Gejala lain kelompok ini adalah perdarahan tengaha atau
perdarahan yang berlanjut akibat gangguan hemostatis local
endometrium.
o Diagnosis PUA-E ditegakkan setelah menyingkirkan gangguan
lain pada siklus haid yang berovulasi.

21
8) Iatrogenik (PUA-I)
 Perdarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan intervensi medis
eperti penggunaan estrogen, progesterin, atau AKDR.
 Perdarahan haid di luar jadwal yang terjadi akibat penggunaan estrogen
atau progestin dimasukkan dalam istilah perdarahan sela atau
breakthrough bleeding (BTB).
 Perdarahan sela terjadi karena rendahnya konsentrasi estrogen dalam
sirkulasi yang dapat disebabkan oleh sebagai berikut:
o Pasien lupa atau terlambat minum pil kontrasepsi’
o Pemakaian obat tertentu seperti rifampisin
o Perdarahan haid banyak yang terjadi pada perempuan pengguna
anti koagulan (warfarin, heparin, dan low molecular weight
heparin) dimasukkan ke dalam klasifikasi PUA-C.

9) Not yet classified (PUA-N)


 Kategori ini dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau sulit
dimasukkan dalam klasifikasi.
 Kelainan yang termasuk dalam kelompok ini adalah endometritis kronik
atau malformasi arteri-vena.
 Kelainan tersebut masih belum jelas kaitannya dengan PUA.

2.3. Diagnosis Perdarahan Uterus Abnormal

1. Anamnesis

 Anamnesis dilakukan untuk menilai kemungkinan adanya faktor risiko


kelainan tiroid, penambahan dan penurunan BB yang drastis, serta riwayat
kelainan hemostasis pada pasien dan keluarganya. Perlu ditanyakan siklus
haid sebelumnya serta waktu mulai terjadinya perdarahan uterus abnormal.1
 Prevalensi penyakit von Willebrand pada perempuan perdarahan haid rata-
rata meningkat 10% dibandingkan populasi normal. Karena itu perlu
dilakukan pertanyaan untuk mengidentifikasi penyakit von Willebrand. 1
 Pada perempuan pengguna pil kontrasepsi perlu ditanyakan tingkat
kepatuhannya dan obat-obat lain yang diperkirakan mengganggu koagulasi. 1

22
 Anamnesis terstruktur dapat digunakan sebagai penapis gangguan hemostasis
dengan sensitivitas 90%. Perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut pada
perempuan dengan hasil penapisan positif. 1

Tabel Penapisan klinis pasien dengan perdarahan haid banyak karena kelainan hemostatis

Tabel Diagnosis banding PUA


2. Pemeriksaan Umum

 Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas keadaan


hemodinamik.
 Pastikan bahwa perdarahan berasal dari kanalis servikalis dan tidak
berhubungan dengan kehamilan.
 Pemeriksaan indeks massa tubuh, tanda tanda hiperandrogen, pembesaran
kelenjar tiroid atau manifestasi hipotiroid/hipertiroid, galaktorea

23
(hiperprolaktinemia), gangguan lapang pandang (adenoma hipofisis), purpura
dan ekimosis wajib diperiksa.1

3. Pemeriksaan Ginekologi

 Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan termasuk pemeriksaan


pap smear.
 Harus disingkirkan pula kemungkinan adanya mioma uteri, polip, hiperplasia
endometrium atau keganasan. 1
Penilaian Ovulasi

 Siklus haid yang berovulasi berkisar 22-35 hari.


 Jenis perdarahan PUA-O bersifat ireguler dan sering diselingi amenorea.
 Konfirmasi ovulasi dapat dilakukan dengan pemeriksaan progesteron serum
fase luteal atau USG transvaginal bila diperlukan. 1
Penilaian Endometrium

 Pengambilan sampel endometrium tidak harus dilakukan pada semua pasien


PUA. Pengambilan sampel endometrium hanya dilakukan pada:
o Perempuan umur > 45 tahun
o Terdapat faktor risiko genetik
 USG transvaginal menggambarkan penebalan endometrium kompleks yang
merupakan faktor risiko hiperplasia atipik atau kanker endometrium
 Terdapat faktor risiko diabetes mellitus, hipertensi, obesitas, nulipara
 Perempuan dengan riwayat keluarga nonpolyposis colorectal
cancer memiliki risiko kanker endometrium sebesar 60% dengan rerata
umur saat diagnosis antara 48-50 tahun
 Pengambilan sampel endometrium perlu dilakukan pada perdarahan uterus
abnormal yang menetap (tidak respons terhadap pengobatan). 1
Penilaian Kavum Uteri

 Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya polip endometrium atau


mioma uteri submukosum.
 USG transvaginal merupakan alat penapis yang tepat dan harus dilakukan
pada pemeriksaan awal PUA.

24
 Bila dicurigai terdapat polip endometrium atau mioma uteri submukosum
disarankan untuk melakukan Saline Infusion Sonography (SIS) atau
histeroskopi. Keuntungan dalam penggunaan histeroskopi adalah diagnosis
dan terapi dapat dilakukan bersamaan. 1
Penilaian Miometrium

 Bertujuan untuk menilai kemungkinan adanya mioma uteri atau adenomiosis.


 Miometrium dinilai menggunakan USG (transvaginal, transrektal dan
abdominal), SIS, histeroskopi atau MRI.
 Pemeriksaan adenomiosis menggunakan MRI lebih unggul dibandingkan
USG transvaginal. 1

4..Langkah diagnostik perdarahan uterus disfungsional

A. Perdarahan uterus abnormal didefinisikan sebagai setiap perubahan yang terjadi dalam
frekuensi,jumlah dan lama perdarahan menstruasi. Perdarahan uterus abnormal meliputi
PUD dan perdarahan lain yang disebabkan oleh kelainan organik.

B. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik menyeluruh untuk menyingkirkan diagnosis


diferensial perdarahan uterus abnormal.

C. Pada wanita usia reproduksi, kehamilan merupakan kelainan pertama yang harus
disingkirkan. Perdarahan yang terjadi dalam kehamilan dapat disebabkan oleh Panduan
Tata Laksana Perdarahan Uterus Disfungsional abortus, kehamilan ektopik atau penyakit
trofoblas gestasional.

D. Penyebab iatrogenik yang dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal antara lain
penggunaan obat-obatan golongan antikoagulan, sitostatika, hormonal,anti psikotik, dan
suplemen.

E. Setelah kehamilan dan penyebab iatrogenik disingkirkan langkah selanjutnya adalah


melakukan evaluasi terhadap kelainan sistemik meliputi fungsi tiroid,fungsi hemostasis,
dan fungsi hepar. Pemeriksaan hormon tiroid dan fungsi hemostasis perlu dilakukan bila
pada anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala dan tanda yang mendukung
(rekomendasi C). Bila terdapat

25
galaktorea maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap hormon prolaktin untuk
menyingkirkan kejadian hiperprolaktinemia.

F. Bila tidak terdapat kelainan sistemik, maka langkah selanjutnya adalah melakukan
pemeriksaan untuk menyingkirkan kelainan pada saluran reproduksi. Perlu ditanyakan
adanya riwayat hasil pemeriksaan pap smear yang abnormal atau riwayat operasi
ginekologi sebelumnya. Kelainan pada saluran reproduksi yang harus dipikirkan adalah
servisitis, endometritis, polip, mioma uteri, adenomiosis, keganasan serviks dan uterus
serta hiperplasia endometrium.

G. Bila tidak terdapat kelainan sistemik dan saluran reproduksi maka gangguan haid yang
terjadi digolongkan dalam perdarahan uterus disfungsional (PUD).

H. Bila terdapat kelainan pada saluran reproduksi dilakukan pemeriksaan dan penanganan
lebih lanjut sesuai dengan fasilitas.

I. Pada kelainan displasia serviks perlu dilakukan pemeriksaan kolposkopi untuk


menentukan tata laksana lebih lanjut.

J. Bila dijumpai polip endoserviks dapat dilakukan polipektomi.

K. Bila dijumpai massa di uterus dan adneksa perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
dengan USG transvaginal atau saline infusion sonography (SIS). Ultrasonografi
transvaginal merupakan lini pertama untuk mendeteksi kelainan pada kavum uteri
(rekomendasi A). Sedangkan tindakan SIS diperlukan bila penilaian dengan USG
transvaginal belum jelas (rekomendasi A).

L. Bila dijumpai massa di saluran reproduksi maka dilanjutkan dengan tata laksana
operatif.

M. Diagnosis infeksi ditegakkan bila pada pemeriksaan bimanual uterus teraba kaku dan
nyeri. Pada kondisi ini dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan Chlamydia dan
Neisseria. Pengobatan yang direkomendasikan adalah doksisiklin 2 x 100 mg selama 10
hari

26
Gambar Pemeriksaan fisik untuk untuk menyingkirkan kelainan yang dapat menyebabkan PUA1

27
Alur diagnosis dan tatalaksana perdarahan uterus abnormal1

28
5.Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Primer sekunder tertier

Penunjang Laboratorium Hb Darah lengkap Prolaktin

Tes kehamilan Hemostasis (BTCT, Tiroid (TSH, FT4)

urin lainnya sesuai DHEAS, Testosteron

fasilitas) Hemostasis (PT,

aPTT, fibrinogen,

D-dimer)

USG USG transabdominal USG transabdominal

USG transvaginal USG transvaginal

SIS SIS

Doppler

Penilaian Endometrium Mikrokuret Mikrokuret / D&K

D&K Histeroskopi

Endometrial sampling

(hysteroscopy guided)

Penilaian serviks (bila IVA Pap smear Pap smear

ada patologi Kolposkopi

Keterangan:

aPTT = activated partial tromboplastin time, BT-CT = bleeding time-clotting time,

DHEAS = dehidroepiandrosterone sulfat, D&K = dilatasi dan kuretase, FT4 = free


T4,

Hb = hemoglobin, PT = protrombin time, TSH = thyroid stimulating hormone, USG


=

ultrasonografi, SIS = saline infusion sonography, IVA = inspeksi visual asam asetat

29
6. Penatalaksanaan

1. Perdarahan uterus abnormal akut

1. Jika perdarahan aktif dan banyak disertai dengan gangguan hemodinamik dan
atau Hb < 10 g/dl perlu dilakukan rawat inap.
2. Jika hemodinamik stabil, cukup rawat jalan.
3. Pasien rawat inap, berikan infus cairan kristaloid, oksigen 2 liter/menit dan
transfusi darah jika Hb < 7 g/dl, untuk perbaikan hemodinamik.
4. Stop perdarahan dengan estrogen ekuin konyugasi (EEK) 2.5 mg per oral setiap
4-6 jam, ditambah prometasin 25 mg peroral atau injeksi IM setiap 4-6 jam
(untuk mengatasi mual). Asam traneksamat 3 x 1 gram atau anti inflamasi non-
steroid 3 x 500 mg diberikan bersama EEK. Untuk pasien dirawat, dapat
dipasang balon kateter foley no. 10 ke dalam uterus dan diisi cairan kurang
lebih 15 ml, dipertahankan 12-24 jam.
5. Jika perdarahan tidak berhenti dalam 12-24 jam lakukan dilatasi dan kuretase
(D&K).
6. Jika perdarahan berhenti dalam 24 jam, lanjutkan dengan kontrasepsi oral
kombinasi (KOK) 4 kali 1 tablet perhari (4 hari), 3 kali 1 tablet perhari (3 hari),
2 kali 1 tablet perhari (2 hari) dan 1 kali 1 tablet sehari (3 minggu), kemudian
stop 1 minggu, dilanjutkan KOK siklik 3 minggu dengan jeda 1 minggu
sebanyak 3 siklus atau Levonorgestrel Intrauterine System (LNG-IUS).
7. Jika terdapat kontraindikasi KOK, berikan medroksi progesteron asetat (MPA)
10 mg perhari (7 hari), siklik, selama 3 bulan.
8. Untuk riwayat perdarahan berulang sebelumnya, injeksi gonadotropin-
releasing hormone (GnRH) agonis dapat diberikan bersamaan dengan
pemberian KOK untuk stop perdarahan. GnRH diberikan 2-3 siklus dengan
interval 4 minggu.
9. Ketika hemodinamik pasien stabil, perlu upaya diagnostik untuk mencari
penyebab perdarahan. Lakukan pemeriksaan USG transvaginal (TV)/transrektal
(TR), periksa darah perifer lengkap (DPL), hitung trombosit, prothrombin
time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT) dan thyroid stimulating
hormone (TSH). Saline-infused sonohysterogram (SIS) dapat dilakukan jika
endometrium yang terlihat tebal, untuk melihat adanya polip endometrium atau

30
mioma submukosum. Jika perlu dapat dilakukan pemeriksaan histeroskopi
“office”.
10. Jika terapi medikamentosa tidak berhasil atau ada kelainan organik, maka dapat
dilakukan terapi pembedahan seperti ablasi endometrium , miomektomi,
polipektomi, histerektomi.1

Tabel Panduan Investigasi Perdarahan Uterus Abnormal Akut dan Banyak

2. Perdarahan uterus abnormal kronik

 Jika dari anamnesis yang terstruktur ditemukan bahwa pasien mengalami satu atau
lebih kondisi perdarahan yang lama dan tidak dapat diramalkan dalam 3 bulan
terakhir.

31
 Pemeriksaan fisik berikut dengan evaluasi rahim, pemeriksaan darah perifer
lengkap wajib dilakukan.
 Pastikan fungsi ovulasi dari pasien tersebut.
 Tanyakan pada pasien adakah penggunaan obat tertentu yang dapat memicu PUA
dan lakukan pula pemeriksaan penyakit koagulopati bawaan jika terdapat indikasi.
 Pastikan apakah pasien masih menginginkan keturunan.
 Anamnesis dilakukan untuk menilai ovulasi, kelainan sistemik, dan penggunaan
obat-obatan yang mempengaruhi kejadian PUA. Keinginan pasien untuk memiliki
keturunan dapat menentukan penanganan selanjutnya. Pemeriksaan tambahan
meliputi pemeriksaan darah perifer lengkap, pemeriksaan untuk menilai gangguan
ovulasi (fungsi tiroid, prolaktin, dan androgen serum) serta pemeriksaan
hemostasis. 1

Tabel Panduan Investigasi Perdarahan Uterus Abnormal Kronik 3

32
(Tabel macam macam obat. )1

33
BAB III
DISKUSI KASUS

1.1 Diagnosis
Seorang pasien wanita 32 tahun datang dengan keluhan keluar darah
dari jalan lahir sejak tanggal 31 desember 2017. Darah yang keluar
adalah darah segar, dan tiap harinya pasien harus mengganti pembalut
3-4 kali. Nyeri pada perut (+), BAK dan BAB pasien normal. Riwayat
penyakit lain disangkal.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah yang rendah yaitu
110/70 mmHg dan Nadi 78 kali/menit. Status general didapatkan
anemis pada kedua mata, yang menandakan pasien mengalami anemia.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia ringan. Dari
pemeriksaan USG tidak ditemukan adanya massa pada uterus, adnexa
maupun vagina.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dicurigai adanya perdarahan
uterus yang abnormal. Dari USG tidak ditemukan adanya kelainan
organik berarti hanya tampak sinus-sinus pembuluh darah pada segmen
bawah uterus maka kemungkinan besar pasien mengalami perdarahan
abnormal dari uterus. Sehingga pasien didiagnosa sebagai “Perdarahan
Uterus Abnormal, suspek AVM.”

1.2 Faktor Predisposisi atau etiologi


Faktor penyebab perdarahan uterus abnormal tidak selalu diketahui
dengan pasti. Perdarahan disebabkan baik akibat faktor organik,
maupun faktor fungsional. Perdarahan uterus disfungsional paling
sering disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon akibat dari korpus
luteum persistens, insufisiensi korpus luteum, apopleksia uteri, dan
kelainan darah.
1.3 Penatalaksanaan

34
Penatalaksanaan utama pada pasien dengan perdarahan adalah hentikan
perdarahan. Obat yang dipilih untuk menghentikan perdarahan pada
kasus ini adalah asam traneksamat sebagai anti-trombolitik, dan
regumen (Norethisterone) yang membantu kerja progesteron dalam
menghentikan perdarahan.
Darah yang hilang diestimasi cukup banyak, terlihat dari kadar
Hemoglobin yang sedikit turun. Pada pasien ini, sudah dilakukan
transfusi darah, diusahakan agar Hb menjadi 10 gr/dL.
Dilatasi dan kuretase pada pasien ini tidak dianjurkan dalam
pembuatan diagnosis.
1.4 Prognosis
Prognosis pada pasien ini adalah bonam.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. DeCherney AH, Nathan L, & Goodwin TM. Spontaneous Abortion.

Robertson A (editor). In: Current Diagnosis and Treatment in Obstetric and

Gynecology. New York: McGraw-Hill, 2003.

2. Hadijanto B. Perdarahan pada Kehamilan Muda. Saifuddin AB, Rachimhadhi

T, Wiknjosastro GH (editor), In: Ilmu Kebidanan, Edisi Keempat. Jakarta: PT

Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2010.

3. Cunningham. Recurrent Miscarriage: Abortion. Mark E (editor), In: Williams

Obstetrics 23rd Edition. New York: McGraw-Hil Companies, Inc. 2010.

4. Brosens JJ, Hodgetts A, Zaidi FF, Sherwin JR, Fusi L, Salker MS, et al.

Proteomic analysis of endometrium from fertile and infertile patients suggests

a role for apolipoprotein A-I in embryo implantation failure and

endometriosis. Mol Hum Reprod 2010;16:273-285.

5. Teklenburg G, Salker M, Heijnen C, Macklon NS & Brosens JJ. The

molecular basis of recurrent pregnancy loss: impaired natural embryo

selection. Mol Hum Reprod, 2010: 16(12): 886-895.

6. Mochtar, Rustam., S., Amru. 2012. Abortus. Dalam: Sinopsis Obstetri

(Obstetri Fisiologi & Obstetri Patologi). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

7. Toth B, Jeschke U, Rogenhofer N, Scholz C, Wufel W, Thaler CJ, et al.

Recurrent miscarriage: current concepts in diagnosis and treatment. Journal

of Reproductive Immunology 2010; 12(6): 1-8.

36
8. Gulmezoglu MW & Thike BK. Antibiotics for incomplete abortion.

Cochrane, 2012; 1: 1-10.

37

Вам также может понравиться