Вы находитесь на странице: 1из 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar plasma bilirubin 2
standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau
lebih dari presentil 90.1,2 Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena
klinis yang paling sering ditemukan pada bayi baru lahir.Lebih dari 85% neonatus
cukup bulan kembali dirawat dalam minggu pertama kehidupan disebabkan oleh
keadaan ini.1,2 Hiperbilirubinemia didefinisikan sebagai kadar bilirubin serum
total ≥5 mg/dL (86 μmol/L). Ikterus atau jaundice adalah warna kuning pada
kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat penumpukan bilirubin tak terkonjugasi pada
jaringan. Ikterus pada neonatus akan terlihat bila kadar bilirubin serum >5 mg/dL.
Istilah hiperbilirubinemia sering disalahartikan sebagai ikterus berat yang
membutuhkan terapi segera. Sesungguhnya, hiperbilirubinemia dan
ikterus/jaundice merupakan terminologi yang merujuk pada keadaan yang
sama.1,2,3
Hiperbilirubinemia adalah keadaan transien yang sering ditemukan baik
pada bayi cukup bulan (50-70%) maupun bayi prematur (80-90%). Sebagian besar
hiperbilirubinemia adalah fisiologis dan tidak membutuhkan terapi khusus, tetapi
karena potensi toksik dari bilirubin maka semua neonatus harus dipantau untuk
mendeteksi kemungkinan terjadinya hiperbilirubinemia berat. Hiperbilirubinemia
seringkali dianggap menakutkan, baik oleh dokter maupun keluarga sehingga
dibutuhkan panduan yang jelas agar tidak terjadi overtreatment maupun
underdiagnosis. Pemahaman yang baik mengenai patofisiologi dan tata laksana
hiperbilirubinemia dapat meminimalisir hal-hal yang tidak diharapkan, seperti
kecemasan, penghentian menyusui, terapi yang tidak perlu, dan biaya yang
berlebihan.3

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin serum total ≥5 mg/dl. Ikterus


(jaundice) adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat
penumpukkan bilirubin tak terkonjugasi pada jaringan. Ikterus pada neonatus akan
terlihat bila kadar bilirubin serum >5 mg/dl.2,3,4

2.2 ETIOLOGI
1.Hiperbilirubinemia Fisiologis
Kadar bilirubin tidak terkonjugasi (unconjugated bilirubin, UCB) pada
neonatus cukup bulan dapat mencapai 6-8 mg/dl pada usia 3 hari, setelah itu
berangsur turun. Kadar bilirubin akan mencapai <2 mg/dl setelah usia 1 bulan,
baik pada bayi cukup bulan maupun prematur.1,2,3,4

Tabel 1. Faktor yang berhubungan dengan ikterus fisiologis1,2,3

2.Hiperbilirubinemia Non Fisiologis


Keaadaan dibawah ini menandakan kemungkinan hiperbilirubinemia
nonfisiologis:3,4
 Awitan ikterus sebelum usia 24 jam

2
 Peningkatan bilirubin serum yang membutuhkan fototerapi (Gambar 5)
 Peningkatan bilirubin serum > 5mg/dl/24 jam
 Kadar bilirubin tak terkonjugasi >2 mg/dl atau >20% bilirubin total
 Bayi menunjukkan tanda sakit (muntah, letargi, kesulitan minum, penurunan
berat badan, apne, takipnu, instabilitas suhu)
 Ikterus yang menetap >2 minggu

3.Hiperbilirubinemia Indirek
Merupakan peningkatan bilirubin serum tak terkonjugasi.1,2 Etiologi dijabarkan
ditabel di bawah ini:

Tabel 2. Penyebab neonatal hiperbilirubinemia indirek1,2

4.Hiperbilirubinemia Direk
Merupakan tanda disfungsi hepatobiliaris. Hiperbilirubinemia direk atau
hiperbilirubinemia tak terkonjugasi didefinisikan sebagai peningkatan kadar
bilirubin direk >20% dari total bilirubin serum. Etiologinya yaitu:
 Obstruksi ekstrahepatik biliaris
o Atresia biliaris

3
o Kista koledokal
 Kompresi eksternal, misalnya node lymph
 Kolestasos intrahepatik dengan kurangnya duktus biliaris, misalnya sindroma
Allagille
 Kolestasis intrahepatik dengan duktus biliaris normal
 Infeksi (misalnya hepatitis karena virus)
 Kesalahan metabolisme sejak lahir misalnya galaktosemia
 Sondroma Dubin-Johnson, sindrom Rotor’s
 Kolestasi yang diinduksi TPN

2.3 PATOFISIOLOGI
2.3.1Pembentukan Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan
bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi
oksidasi-reduksi. Langkah oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang
dibentuk dari heme dengan bantuan heme oksigenase yaitu suatu enzim yang
sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain. Pada reaksi tersebut
juga terbentuk besi yang digunakan kembali untk pembentukan hemoglobin
dan karbon monoksida (CO) yang dieksresikan kedalam paru. Biliverdin
kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase
Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat akan diubah mejadi
bilirubin melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin,
bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta pada pH normal
bersifat tidak larut. Jika tubuh mengeksresikan, diperlukan mekanisme
transport dan eliminasi bilirubin.1,2
Pada bayi baru lahir, 75% produksi bilirubin berasal dari katabolisme
heme hemoglobin dari eritrosit sirkuasi. Satu gram Hb akan menghasilkan 34
mg bilirubin dan sisanya 25% disebut early labelled bilirubin yang berasal dari
pelepasan Hb karena eritropoesis yang tidak efektif didalam sumsum tulang,
jaringan yang mengandung heme (mioglobin, sitorom, katalase, peroksidase)
dan heme bebas 1,2

4
Gambar 1. Metabolisme Bilirubin1,2

Bayi baru lahir akan memproduksi 8-10 mg/kgBB/hari, sedangkan orang dewasa
3-4 mg/kgBB/hari. Peningkatan produksi bilirubin pada bayi baru lahir
disebabkan masa hidup eritrosit bayi lebih pendek (70-90 hari) dibandingkan
dengan orang dewasa (120 hari), peningkatan degradasi heme, turn over sitokrom
yang meningkat dan juga reabsorpsi bilirubin dari usus yang meningkat (sirkulasi
enterohepatik)1,2

5
Gambar 2. Skema peningkatan kadar bilirubin pada bayi baru lahir2

2.3.2 Transportasi bilirubin


Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial,
selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi
baru lahir mempunyai kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin
karena konsentrasi albumin yang rendah dan kapasitas ikatan molar yang
kurang. Bilirubin yang terikat pada albumin serum ini merupakan zat non
polar dan tidak larut dalam air dan kemudian ditransportasikan ke sel hepar.
Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susunan saraf
pusat dan bersifat non toksik. Selain itu, albumin mempunyai afinitas yang
tinggi terhadap obat-obatan yang bersifat asam seperti penisilin dan
sulfonamid. Sehingga obat-obatan tersebut dapat menempati tempat utama
perlekatan albumin untuk bilirubin sehingga bersifat kompetitor serta dapat
melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin. 1,2
Pada BKB ikatan bilirubin akan lebih lemah yang umumnya komplikasi
dari hipoalbumin, hipoksia, hipoglikemi, asidosis, hipotermia, hemolisis, dan
septikemi. Sehingga akan mengakibatkan peningkatan jumlah bilirubin bebas
dan berisiko nerotoksisitas oleh bilirubin. Bilirubin dalam serum terdapat
dalam 4 bentuk yag berbeda yaitu: 1,2

6
1. Bilirubin tak terkonjugasi yang terikat dengan albumin dan membentuk
sebagian besar bilirubin tak terkonjugasi dalam serum
2. Bilirubin bebas
3. Bilirubin terkonjugasi yaitu bilirubin yang siap dieksresikan melalui ginjal
atau sistem billier
4. Bilirubin terkonjugasi yang terikat dengan albumin serum (∂-bilirubin)
Pada 2 minggu pertama kehidupan, ∂-bilirubin tidak akan tampak.
Peningakatan kadar ∂-bilirubin secara signifikan dapat ditemukan pada
bayi baru lahir normal yang lebih tua dan pada anak.1
2.3.3 Asupan bilirubin atau bilirubin intake
Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma
hepatosit, albumin akan terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian
bilirubin, ditransfer melalui sel membran yang berikatan dengan ligandin
(protein Y), mungkin juga dengan protein ikatan sitotoksik lainnya.
Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin yang tak terkonjugasi
akan berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis1
2.3.4 Konjugasi
Bilirubin yang tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin
konjugasi yang larut dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan
enzim uridine diphosphate glucoronosyl transferase (UDPG-T). Bilirubin ini
kemudian diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu. Sedangkan satu
molekul bilirubin yang tak terkonjugasi akan kembali ke retikulum
endoplasmik untuk rekonjugasi berikutnya. 1
2.3.5 Eksresi bilirubin
Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan ke
dalam kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan
melalui feces. Setelah berada dalam usus halus, bilirubin yang terkonjugasi
tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali dikonversikan kembali menjadi
bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta-glukoronidase yang terdapat dalam
usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk
dikonjugasi disebut sirkulasi enterohepatik.1

7
Hiperbilirubinemia yang signifikan dalam 36 jam pertama biasanya
disebabkan karena peningkatan produksi bilirubin (terutama karena
hemolisis), karena pada periode ini hepatic clearance jarang memproduksi
bilirubin lebih dari 10 mg/dL. Peningkatan penghancuran hemoglobin 1%
akan meningkatkan kadar bilirubin 4 kali lipat.1

2.4 FAKTOR RISIKO


Kadar bilirubin merupakan gejala fisiologis yang dipengaruhi oleh banyak
faktor / multifaktorial. AAP ( American Academy of pediatrics) menyatakan
terdapat beberapa faktor utama atau faktor risiko mayor penyebab
hiperbilirubinemia, diantaranya adalah :

Tabel 3. Faktor risiko hiperbilirubinemia berat bayi usia kehamilan ≥ 35 mg1,2,3

Risiko hiperbilirubinemia meningkat pada bayi yang mendapat ASI, bayi


kurang bulan, dan bayi yang mendekati cukup bulan.Bayi yang diberikan ASI

8
memiliki kadar bilirubin serum yang lebih tinggi dibanding bayi yang diberikan
susu formula. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:

Tabel 4. Faktor penyebab yang mungkin berhubungan dengan hiperbilirubinemia


pada bayi yang mendapat ASI1,2

Faktor resiko dapat meningkatkan kejadian hiperbilirubinemia yang berat.


Guna mengantisipasi komplikasi yang mungkin timbul, maka perlu diketahui
kadar bilirubin serum total (Gambar 3)

Gambar 3. Nomogram Penentuan Risiko Hiperbilirubinemia pada Bayi Sehat


usia 36 Minggu atau Lebih dengan Berat Badan 2000 gram atau lebih atau Usia

9
Kehamilan 35 Minggu atau lebih dan Berat badan 2500 Gram atau lebih
Berdasarkan Jam Observasi Kadar Bilirubin Serum1,2,4
2.5 DIAGNOSIS
Anamnesis
- Riwayat keluarga ikterus, anemia, splenektomi, sferositosis, defisiensi
glukosa 6-fosfat dehidrogenase (G6PD)
- Riwayat keluarga dengan penyakit hati, menandakan kemungkinan
galaktosemia, deifisiensi alfa-1-antiripsin, tirosinosis, hipermetioninemia,
penyakit Gilbert, sindrom Crigler-Najjar tipe 1 dan II, atau fibrosis kistik
- Riwayat saudara dengan ikterus atau anemia, mengarahkan pada
kemungkinan inkompatibilitas golongan darah atau breast-milk jaundice
- Riwayat sakit selama kehamilan, menandakan kemungkinan infeksi virus
atau toksoplasma
- Riwayat obat-obatan yang dikonsumsi ibu, yang berpotensi menggeser
ikatan bilirubin dengan albumin (sulfonamida) atau mengakibatkan
hemolisis pada bayi dengan defisiensi G6PD (sulfonamida, nitrofurantoin,
antimalaria)
- Riwayat persalinan traumatik yang berpotensi menyebabkan perdarahan
atau hemolisis. Bayi asfiksia dapat mengalami hiperbilirubinemia yang
disebabkan ketidakmampuan hati memetabolisme bilirubin atau akibat
perdarahan intrakranial. Keterlambatan klem tali pusat dapat menyebabkan
polisitemia neonatal dan peningkatan bilirubin.
- Pemberian nutrisi parenteral total dapat menyebabkan hiperbilirubinemia
direk berkepanjangan.
- Pemberian air susu ibu (ASI). Harus dibedakan antara breast-milk
jaundice dan breastfeeding jaundice.2,3,5

a. Breastfeeding jaundice adalah ikterus yang disebabkan oleh


kekurangan asupan ASI. Biasanya timbul pada hari ke-2 atau ke-3
pada waktu produksi ASI belum banyak. Untuk neonatus cukup bulan

10
sesuai masa kehamilan (bukan bayi berat lahir rendah), hal ini tidak
perlu dikhawatirkan, karena bayi dibekali cadangan lemak coklat,
glikogen, dan cairan yang dapat mempertahankan metabolisme selama
72 jam. Walaupun demikian keadaan ini dapat memicu terjadinya
hiperbilirubinemia, yang disebabkan peningkatan sirkulasi
enterohepatik akibat kurangnya asupan ASI. Ikterus pada bayi ini tidak
selalu disebabkan oleh breastfeeding jaundice, karena dapat saja
merupakan hiperbilirubinemia fisiologis.

b.
Breast-milk jaundice adalah ikterus yang disebabkan oleh air susu ibu
(ASI). Insidens pada bayi cukup bulan berkisar 2-4%. Pada sebagian
besar bayi, kadar bilirubin turun pada hari ke-4, tetapi pada breast-milk
jaundice, bilirubin terus naik, bahkan dapat mencapai 20-30 mg/dL
pada usia 14 hari. Bila ASI dihentikan, bilirubin akan turun secara
drastis dalam 48 jam. Bila ASI diberikan kembali, maka bilirubin akan
kembali naik tetapi umumnya tidak akan setinggi sebelumnya. Bayi
menunjukkan pertambahan berat badan yang baik, fungsi hati normal,
dan tidak terdapat bukti hemolisis. Breast-milk jaundice dapat
berulang (70%) pada kehamilan berikutnya. Mekanisme sesungguhnya
yang menyebabkan breast-milk jaundice belum diketahui, tetapi
diduga timbul akibat terhambatnya uridine diphosphoglucuronic acid
glucuronyl transferase (UDGPA) oleh hasil metabolisme progesteron,
yaitu pregnane-3-alpha 2-beta-diol yang ada di dalam ASI sebagian
ibu.2,3,5

Pemeriksaan fisik
Ikterus dapat dideteksi secara klinis dengan cara mengobservasi warna kulit
setelah dilakukan penekanan menggunakan jari telunjuk pada tempat-tempat yang
tulangnya menonjol. Pemeriksaan terbaik dilakukan menggunakan cahaya
matahari. Ikterus dimulai dari kepala dan meluas secara sefalokaudal. Walaupun

11
demikian inspeksi visual tidak dapat dijadikan indikator yang andal untuk
memprediksi kadar bilirubin serum.3,4

Hal-hal yang harus dicari pada pemeriksaan fisik:


- Prematuritas
- Kecil masa kehamilan, kemungkinan berhubungan dengan polisitemia.
- Tanda infeksi intrauterin, misalnya mikrosefali, kecil masa kehamilan
- Perdarahan ekstravaskular, misalnya memar, sefalhematom
- Pucat, berhubungan dengan anemia hemolitik atau kehilangan darah
ekstravaskular
- Petekie, berkaitan dengan infeksi kongenital, sepsis, atau eritroblastosis
- Hepatosplenomegali, berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi
kongenital, atau penyakit hati
- Omfalitis
- Korioretinitis, berhubungan dengan infeksi kongenital
- Tanda hipotiroid
Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus secara klinis, mudah
dan sederhana adalah dengan penilaian menurut Kramer. Caranya dengan jari
telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang
hidung,dada,lutut dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau
kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan
dengan tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya.4
Zona indirek Bagian tubuh yang kuning Rata-rata serum bilirubin
1 Kepala dan leher 100
2 Leher – Pusat 150
3 Pusat – Paha 200
4 Lengan + Tungkai 250
5 Tangan + Kaki >250
Tabel 5. Derajat Ikterus pada Neonatus menurut Kramer

12
Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan
penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat
dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut.4 Pemeriksaan fisik difokuskan
untuk mengidentifikasi dari salah satu penyebab ikterus patologis. Kondisi bayi
harus diperiksa pucat, ptekie, extravasasi darah, memar kulit yang berlebihan,
hepatosplenomegali, kehilangan berat badan, dan bukti adanya dehidrasi.1,4

Pemeriksaan Penunjang1,3,4
Riwayat rinci dan pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa bayi yang berkembang
dan menyusui cukup merupakan elemen kunci untuk diagnosis. Pengujian berikut
ini harus dipertimbangkan jika kadar bilirubin serum lebih dari 12 mg/dl.
- Kadar bilirubin terkonjugasi lebih besar dari 2 mg/dL menunjukkan kolestasis,
atresia bilier, atau sepsis.
- Hitung darah lengkap dengan temuan jumlah retikulosit adalah sebagai
berikut:
o Polisitemia (hematokrit > 65%)
o Anemia (hematokrit <40%)
o Sepsis (leukosit <5000/mL atau >20.000/mL) dengan rasio neutrofil
immatur dan matang lebih besar dari 0,2
- Berat jenis urine dapat berguna dalam penilaian status hidrasi.
- Jika hemolisis dicurigai, pertimbangkan tes berikut:
o Golongan darah untuk mengevaluasi ABO, Rh atau ketidakcocokan
golongan darah lainnya
o Coombs tes, serta tes elusi untuk antibodi terhadap A atau B, untuk
mengevaluasi hemolisis dimediasi kekebalan
o Apusan darah tepi untuk mencari bentuk sel darah merah abnormal
(ovalocytes, acanthocytes, spherocytes, schistocytes).
o Kadar enzim G6PD
o Hitung retikulosit
- Faktor-faktor yang menunjukkan kemungkinan penyakit hemolitik meliputi:
o Riwayat keluarga penyakit hemolitik

13
o Ikterus sebelum 24 jam hidup
o Kenaikan kadar bilirubin serum lebih dari 0,5 mg/dL/ jam
o Pucat, hepatosplenomegali
o Peningkatan pesat dalam kadar bilirubin serum setelah 24-48 jam
(defisiensi G6PD)
o Etnis sugestif kekurangan G6PD
o Kegagalan fototerapi untuk menurunkan kadar bilirubin
- Jika dicurigai sepsis, pertimbangkan tes berikut:
o Kultur darah
o Diferensial leukosit
o Jumlah trombosit
o Analisa dan kultur urin
- Faktor-faktor yang menunjukkan kemungkinan sepsis meliputi:
o Poor feeding
o Muntah
o Kelesuan
o Ketidakstabilan suhu
o Apnea
o Takipnea
- Tanda-tanda penyakit kuning kolestatik menyingkirkan atresia bilier atau
penyebab lain dari kolestasis adalah sebagai berikut:
o Urin gelap atau positif bagi bilirubin
o Tinja berwarna terang
o Ikterus persisten selama lebih dari 3 minggu
- Uji fungsi hati, pemeriksaan galaktosemia, defek metabolik, dan
hipotiroidisme.

14
Waktu Diagnosis banding Anjuran Pemeriksaan
Hari ke-1 *Penyakit hemolitik Kadar bilirubin serum berkala
Inkompatibilitas darah(Rh,ABO) Hb,Ht, retikulosit,sediaan hapus
Sferositosis. Anemia hemolitik darah golongan darah ibu/bayi,
nonsferositosis(defisiensi G6PD) uji Coomb

Hari ke-2 Kuning pada bayi prematur Hitung jenis darah lengkap
s.d ke-5 Kuning fisiologik, Sepsis Urin mikroskopik dan biakan
Darah ekstravaskular, urin, Pemeriksaan terhadap
Polisitemia infeksi bakteri, golongan darah
Sferositosis kongenital ibu/bayi, uji Coomb

Hari ke-5 Sepsis, Kuning karena ASI Uji fingsi tiroid, Uji tapis enzim
s.d ke-10 Def G6PD, Hipotiroidisme G6PD, Gula dalam urin
Galaktosemia, Obat-obatan Pemeriksaan terhadap sepsis
Urin mikroskopik dan biakan

Hari ke-10 Atresia biliaris, Hepatitis, Sepsis Uji serologi TORCH, Alfa
atau lebih (terutama Infeksi saluran fetoprotein, alfa1antitripsin,
kemih), Stenosis pilorik Kolesistografi, Uji Rose-Bengal

Tabel 6. Penegakan diagnosis ikterus neonatarum berdasarkan waktu kejadiannya

15
Gambar 4. Pendekatan skematis terhadap diagnosis ikterus neonatorum.4

2.6 PENCEGAHAN1,4
Pencegahan dititikberatkan pada pemberian minum sesegera mungkin, sering
menyusui untuk menurunkan shunt henteropatik, menunjang kestabilan bakteri
flora normal, dan merangsang aktifitas usus halus.
1. Pencegahan Primer
 Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali perhari
untuk beberapa hari pertama
 Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti desktrose atau air pada
bayi yang mendapatkan ASI dan tidak mengalami dehidrasi.
2. Pencegahan Sekunder
 Harus melakukan penilaian sistematis terhadap risiko kemungkinan
terjadinya hiperbilirubinemia berat, selama periode neonatal
 Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus serta
penyaringan serum untuk antibodi isoimun yang tidak biasa.

16
- Bila golongan darah ibu tidak diketahui atau Rh negatif, dilakukan
pemeriksaan antibodi indirek (tes coombs), golongan darah dan tipe
Rh(D) darah tali pusat bayi.
- Bila golongan darah ibu O, Rh positif, terdapat pilihan untuk dilakukan
tes golongan darah dan tes Coombs pada darah tali pusat bayi, tetapi
hal tersebut tidak diperlukan jika dilakukan pengawasan, penilaian
terhadapa risiko sebelum keluar RS dan tidak lanjut yang memadai.
 Harus memastikan bahwa semua bayi secara rutin dimonitor terhadap
timbulnya ikterus dan menetapkan protokol terhadap ikterus yang harus
dinilai saat memeriksa tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8-12
jam.
- Protokol untuk penilaian ikterus harus melibatkan seluruh staf
perawatan yang dituntut untuk dapat meriksa tingkat bilirubin secara
transkutaneus atau memeriksakan bilirubin secara total.
3. Evaluasi Laboratorium
 Pengukuran bilirubin transkutaneus dan atau bilirubin serum total harus
dilakukan pada setiap bayi yang mengalami ikterus dalam 24 jam pertama
setelah lahir. Penentuan waktu dan perlunya pengukuran ulang bilirubin
transkutaneus atau bilirubin serum total tergantung pada daerah dimana
kadar bilirubin serum total terletak (Gambar 3), umur bayi, dan evolusi
hiperbilirubinemia.
 Pengukuran bilirubin transkutaneus dan atau bilirubin serum total harus
dilakukan bila tampak ikterus yang berlebihan. Jika derajat ikterus
meragukan, pemeriksaan bilirubin transkutaneus atau bilirubin serum
harus dilakukan, terutama pada kulit hitam, oleh karena pemeriksaan
derajat ikterus secara visual seringkali salah.
 Semua kadar bilirubin harus diinterpretasikan sesuai dengan umur bayi
dalam jam.

17
4. Penyebab Kuning
 Memikirkan kemungkinan penyebab ikterus pada bayi yang menerima
fototerapi atau bilirubin serum total meningkat cepat dan tidak dapat
dijelaskan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis.
o Bayi yang mengalami peningkatan bilirubin direk atau konjugasi harus
dilakukan analisis dan kultur urin. Pemeriksaan laboratorium tambahan
untuk mengevaluasi sepsis harus dilakukan bila terdapat indikasi
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis.
o Bayi sakit dan ikterus pada umur lebih dari 3 minggu harus dilakukan
pemeriksaan bilirubin total dan direk atau bilirubin konjugasi untuk
mengidentifikasi adanya kolestasis. Juga dilakukan penyaringan
terhadap tiroid dan galaktosemia.
o Bila kadar biirubin direk atau bilirubin konjugasi meningkat, dilakukan
evaluasi tambahan untik mencari penyebab kolestasis.
o Pemeriksaan terhadap kadar glucose-6-phosphatase dehydrogenase
(G6PD) direkomendasikan untuk bayi ikterus yang mendapat
fototerapi dan riwayat keluarga atau etnis/asal geografis yang
menunjukkkan kecenderungan defisiensi G6PD atau pada bayi dengan
respon terhadap fototerapi yang buruk.
5. Penilaian risiko sebelum bayi dipulangkan
 Sebelum pulang dari RS, setiap bayi harus dinilai terhadap risiko
berkembangnya hiperbilirubinemia berat, dan semua perawatan harus
menetapkan protokol untuk menilai risiko ini. Penilaian ini sangat penting
pada bayi yang pulang sebelum umur 72 jam.
Ada dua pilihan rekomendasi klinis yaitu:
o Pengukuran kadar bilirubin transkutaneus atau kadar bilirubin
serum total sebelum keluar RS, secara individual atau kombinasi
untuk pengukuran yang sistematis terhadap risiko
o Penilaian faktor risiko klinis.

18
6. Kebijakan dan Prosedur Rumah Sakit
- Harus memberikan informasi tertulis dan lisan kepada orang tua saat
keluar dari RS, termasuk penjelasan tentang kuning, perlunya monitoring
terhadap kuning, dan anjuran bagaimana monitoring harus dilakukan.
o Tindak lanjut : semua bayi harus diperiksa oleh petugas kesehatan
profesional yang berkualitas beberapa hari setelah keluar RS untuk
menilai keadaan bayi dan ada tidaknya kuning. Waktu dan tempat
untuk melakukan penilaian ditentukan berdasarkan lamanya
perawatan, dan atau tidaknya faktor risiko untuk hiperbilirubinemia
dan risiko masalah neonatal lainnya.
o Saat tindak lanjut berdasarkan tabel dibawah:

Tabel 7. Saat Tindak Lanjut6


Untuk beberapa bayi yang dipulangkan sebelum 48 jam, diperlukan 2
kunjungan tindak lanjut yaitu kunjungan pertama antara 24-72 jam dan
kedua antara 72-120 jam. Penilaian klinik harus digunakan dalam
menentukan tindak lanjut. Pada bayi yang mempunyai faktor risiko
terhadap hiperbilirubinemia, harus dilakukan tindak lanjut yang lebih awal
atau lebih sering. Sedang bayi yang risiko kecil atau tidak berisiko, waktu
pemeriksaan kembali dapat lebih lama.
o Menunda pulang dari RS : Bila tindak lanjut yang memadai tidak dapat
dilakukan terhadap adanya peningkatan risiko timbulnya
hiperbilirubinemia berat, mungkin diperlukan penundaan kepulangan
dari RS sampai tindak lanjut yang memadai dapat dipastikan atau
periode risiko terbesar telah terlewati (72-96 jam).
o Penilaian tindak lanjut : Penilaian tindak lanjut tidak harus termasuk
berat badan bayi dan perubahan persentase berat lahir, asupan yang
adekuat, pola buang air besar dan buang air kecil, serta ada tidaknya
kuning. Penilaian klinis harus digunakan untuk menentukan perlunya

19
dilakukan pemeriksaan bilirubin. Jika penilaian visual meragukan,
kadar bilirubin transukutaneus dan bilirubin total serum harus
diperiksa. Perkiraan kadar bilirunin secara visual dapat keliru, terutama
pada bayi dengan kulit hitam.

2.7 PENATALAKSANAAN1,3
Prinsip umum tata laksana hiperbilirubinemia adalah berdasarkan etiologi,
yaitu sebagai berikut.
- Semua obat atau faktor yang mengganggu metabolisme bilirubin, ikatan
bilirubin dengan albumin, atau integritas sawar darah-otak harus
dieliminasi.
- Breastfeeding jaundice.Tata laksana meliputi:
- Pantau jumlah ASI yang diberikan, apakah sudah mencukupi atau belum.
- Pemberian ASI sejak lahir minimal 8 kali sehari.
- Pemberian air putih, air gula, dan formula pengganti tidak diperlukan.
- Pemantauan kenaikan berat badan serta frekuensi buang air kecil dan
buang air --besar.
-Jika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, perlu dilakukan penambahan
volume cairan dan stimulasi produksi ASI dengan melakukan pemerasan
payudara.
-Pemeriksaan komponen ASI dilakukan bila hiperbilirubinemia menetap
>6 hari, kadar bilirubin >20 mg/dL, atau riwayat terjadi breastfeeding
jaundice pada anak sebelumnya.
- Breastmilk jaundice. Terdapat dua pendapat mengenai tata laksana
breastmilk jaundice. Kedua pilihan ini beserta untung-ruginya harus
dijelaskan secara lengkap kepada orangtua dan orangtua dilibatkan dalam
mengambil keputusan.
1. American Academy of Pediatrics tidak menganjurkan penghentian ASI dan
merekomendasikan agar ASI terus diberikan.
2. Gartner dan Aurbach menyarankan penghentian ASI sementara untuk
memberi kesempatan hati mengkonjugasi bilirubin indirek yang berlebihan.

20
Apabila kadar bilirubin tidak turun maka penghentian ASI dilanjutkan
sampai 24 jam dan dilakukan pengukuran kadar bilirubin tiap 6 jam. Bila
kadar bilirubin tetap meningkat setelah penghentian ASI selama 24 jam,
maka jelas penyebabnya bukan karena ASI. Air susu ibu kembali diberikan
sambil mencari penyebab hiperbilirubinemia yang lain. Jadi penghentian
ASI untuk sementara adalah untuk menegakkan diagnosis.
- Bayi dengan hipotiroid harus mendapat substitusi hormon sesuai protokol.
- Bayi dengan penyakit hemolitik: hati-hati terhadap kemungkinan hemolitik berat
yang membutuhkan transfusi tukar.
2.7.1 Pengelolaan bayi ikterus yang mendapat ASI

Tabel 8. Pengelolaan ikterus dini pada bayi yang mendapat ASI2

The American Academy of Pediatrics (AAP) telah membuat parameter


praktis untuk tata laksana hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan yang sehat
dan pedoman fototerai pada bayi usia gestasi ≥ 35 minggu. Pedoman tersebut juga
berlaku pada bayi cukup bulan yang sehat dengan BFJ dan BMJ. AAP tidak
menganjurkan penghentian ASI dan telah merekomendasikan pemberian ASI
terus menerus (minimal 8-10 kali dalam 24 jam). Penggantian ASI dengan
pemberian air putih, air gula atau susu formula tidak akan menurunkan kadar
bilirubin pada BFJ maupun BMJ yang terjadi pada bayi cukup bulan sehat.1,4,5

21
Untuk bayi dengan kadar bilirubin serum 17-25 mg/dl (294-430 µmol/L),
tambahkan fototerapi ke salah satu pilihan pengobatan yang dinyatakan
sebelumnya.1,2,4
Gartner dan Auerbach mempunyai pendapat lain mengenai pemberian ASI
pada bayi dengan BMJ. Pada sebagian kasus BMJ, dilakukan penghentian ASI
sementara. Penghentian ASI akan memberi kesempatan hati mengkonjungasi
bilirubin indirek yang berlebihan. Apabila kadar bilirubin tidak turun maka
penghentian ASI dilanjutkan sampai 18-24 jam dan dilakukan pengukuran kadar
bilirubin setiap 6 jam. Apabila kadar bilirubin tetap meningkat setelah
penghentian ASI selama 24 jam, maka jelas penyebabnya bukan karena ASI, ASI
boleh diberikan kembali sambil mencari penyebab hiperbilirubinemia yang lain.
Jadi penghentian ASI untuk sementara adalah untuk menegakkan diagnosis.9 Cara
yang paling cepat untuk mengurangi kadar bilirubin adalah penghentian menyusui
selama 24 jam, berikan susu formula, dan menggunakan fototerapi, namun di
sebagian besar bayi, penghentian menyusui tidak diperlukan atau dianjurkan.1
Tata laksana yang dilakukan pada breastfeeding jaundice meliputi:
(1) pemantauan jumlah ASI yang diberikan apakah sudah mencukupi atau belum,
(2) pemberian ASI sejak lahir dan secara teratur minimal 8 kali sehari,
(3) pemberian air putih, air gula dan formula pengganti tidak diperlukan,
(4) pemantauan kenaikan berat badan serta frekuensi BAB dan BAK,
(5) jika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, perlu melakukan penambahan
volume cairan dan stimulasi produksi ASI dengan melakukan pemerasan
payudara,
(6) jika kadar bilirubin mencapai kadar 20 mg/dL, perlu melakukan terapi sinar
jika terapi lain tidak berhasil, dan
(7) pemeriksaan komponen ASI dilakukan jika hiperbilirubinemia menetap lebih
dari 6 hari, kadar bilirubin meningkat melebihi 20 mg/dL, atau riwayat terjadi
BFJ pada anak sebelumnya.1

22
2.7.2 Fototerapi dan Transfusi Tukar1,4
Jika kadar bilirubin total serum tidak menurun atau terus meningkat
walaupun telah mendapat fototerapi intensif, kemungkinan terjadi hemolisis dan
direkomendasikan untuk menghentikan fototerapi.

Tabel 9. Penatalaksanaan Bayi dengan Hiperbilirubinemia1


- Dalam penggunaan petunjuk fototerapi dan transfusi ganti, kadar bilirubin
direk atau konjugasi tidak harus dikurangkan dari bilirubin total.Dalam
kondisi dimana kadar bilirubin direk 50% atau lebih dari bilirubin total,
tidak tersedia data yang baik untuk petunjuk terapi dan direkomendasikan
untuk berkonsultasi dengan ahlinya.

23
- jika kadar bilirubin total serum berada pada angka untuk dilakukan
transfusi (Gambar 5) atau jika kadar bilirubin total sebesar 25 mg/dL atau
lebih tinggi pada setiap waktu, hal ini merupakan keadaan emergensi dan
bayi harus segera masuk dan mendapatkan perawatan intensif. Bayi-bayi
ini tidak harus dirujuk melalui bagian emergensi karena hal ini dapat
menunda terapi.
- Transfusi ganti harus dilakukan hanya oleh personel yang terlatih di
ruangan NICU dengan observasi ketat dan mampu melakukan resusitasi.
- Penyakit isoimun hemolitik, pemberian γ-globulin (0,5-1 g/kgBB selama 2
jam) direkomendasikan jika kadar bilirubin total serum meningkat
walaupun telah mendapat fototerapi intensif atau kadar bilirubin total
serum berkisar 2-3 mg/dL, dari kadara transfusi ganti. Jika diperlukan
dosis ini dapat diulang dalam 24 jam.

Rasio albumin serum dan rasio bilirubin/albumin


- Merupakan suatu pilihan untuk mengukur kadar serum albumin dan
mempertimbangkan kadar albumin kurang dari 3 gr/dL sebagai faktor
risiko untuk menurunkan ambang batas penggunaan fototerapi.
- Jika dipertimbangkan transfusi ganti, kadar albumin serum harus diukur
dan digunakan rasio bilirubin/albumin yang berikatan dengan kadar
bilirubin total serum dan faktor-faktor lainnya yang menentukan
dilakukannya transfusi ganti.

Bilirubin ensefalopati akut


- Direkomendasikan untuk segera melakukan transfusi ganti pada setiap
bayi ikterus dan tampak manifestasi fase menengah sampai lanjut dari akut
bilirubin ensefalopati (hipertonia, arching, retrocolis, opistotonus, demam,
menangis melengking) meskipun kadar bilirubin total telah turun.
- Semua fasilitas perawatan dan pelayanan bayi harus memiliki peralatan
untuk fototerapi intensif.

24
Manajemen bayi ikterus pada rawat jalan
- Pada bayi yang menyusui memerlukan fototerapi (Gambar 5.3), AAP
merekomendasikan bahwa, jika memungkinkan, menyusui harus
diturunkan. Juga terdapat pilihan memilih untuk menghentikan menyusui
sementara dan menggantikannya dengan formula. Hal ini dapat
mengurangi kadar bilirubin dan atau meningkatkan efektifitas fototerapi.
Pada bayi menyusui yang mendapat fototerapi, suplementasi dengan
pemberian ASI yang dipompa atau formula adalah cukup jika asupan bayi
tidak adekuat, berat badan turun berlebihan, atau bayi tampak dehidrasi.
-

Gambar 5. Panduan Fototerapi pada bayi usia kehamilan ≥ 35 minggu1,2,4


- Sebagai patokan gunakan kadar bilirubin total
- Faktor risiko: isoimune hemolytic disease, defisiensi G6PD, asfiksia,
letargis, suhu tubuh tidak stabil, sepsis, asidosis, atau kadar albumin < 3
g/dL
- Pada bayi dengan usia kehamilan 35-37 6/7 minggu diperbolehkan untuk
melakukan fototerapi pada kadar bilirubin total sekitar medium risk line.
Merupakan pilihan untuk melakukan intervensi pada kadar bilirubin total
serum yang lebih rendah untuk bayi-bayi yang mendekati usia 35 minggu

25
dan dengan kadar bilirubin total serum yang lebih tinggi untuk bayi yang
berusia mendekati 37 6/7 minggu.
- Diperbolehkan melakukan fototerapi baik di rumah sakit atau di rumah
pada kadar bilirubin total 2-3 mg/dL di bawah garis yang ditunjukkan,
namun pada bayi-bayi yang memiliki faktor risiko fototerapi sebaiknya
tidak dilakukan di rumah.
Fototerapi terapi intensif adalah fototerapi dengan menggunakan sinar
blue-green spectrum (panjang gelombang 430-490 nm) dengan kekuatan paling
kurang 30 uW/cm2 (diperiksa dengan radiometer, atau diperkirakan dengan
menempatkan bayi langsung di bawah sumber sinar dan kulit bayi yang terpajan
lebih luas).
Bila konsentrasi bilirubin tidak menurun atau cenderung naik pada bayi-bayi
yang mendapat fototerapi intensif, kemungkinan besar terjadi proses hemolisis.
Penatalaksanaan fototerapi dan transfusi tukar berdasarkan berat badan pada tabel
berikut:

Tabel 10. Petunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia pada bayi sehat cukup


bulan berdasarkan American Academy of Pediatrics1,2

Tabel 11. Petunjuk Penatalaksanaan Hiperbilirubinemia berdasarkan berat badan


dan bayi baru lahir yang relatif sehat1,2,3

26
2.8 KOMPLIKASI
Terjadi kern ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin
indirek pada otak. Pada kern ikterus, gejala klinis pada permulaan tidak jelas
antara lain: bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak
menentu, kejang tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus. Bayi
yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan
atetosis, gangguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan dysplasia
dentalis1,3,4

2.9 PROGNOSIS
Prognosis lebih sangat baik jika pasien menerima pengobatan sesuai dengan
alur tatalaksana yang dianjurkan. Kerusakan otak karena kernikterus tetap menjadi
risiko yang nyata, dan insiden kernikterus meningkat jelas dalam beberapa tahun
terakhir mungkin karena kesalahpahaman bahwa penyakit kuning pada bayi sehat
tidak berbahaya dan dapat diabaikan.1,4

27
BAB III
KESIMPULAN

Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar plasma bilirubin 2


standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau
lebih dari presentil 90 atau didefinisikan sebagai kadar bilirubin serum total ≥5
mg/dL (86 μmol/L). Sebagian besar hiperbilirubinemia adalah fisiologis dan tidak
membutuhkan terapi khusus namun dapat terjadi hiperbilirubinemia non fisiologis
dengan klinis awitan ikterus sebelum usia 24 jam, peningkatan bilirubin serum >
5mg/dl/24 jam,kadar bilirubin tak terkonjugasi >2 mg/dl atau >20% bilirubin
total,ikterus yang menetap >2 minggu sehingga dibutuhkan fototerapi.
Beberapa faktor risiko maternal,perinatal dan neonatus yang telah
dijelaskan pada bab sebelumnya dapat dilakukan pencegahan terjadinya
hiperbilirubinemia berat dan komplikasi terjadinya kern ikterus yaitu kerusakan
otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada ota untuk prognosis yang lebih
baik pada pasien dengan hiperbilirubunemia.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Kosim MS, dkk. Buku Ajar Neonatologi, edisi pertama. Jakarta: Ikatan Dokter
Anak Indonesia. 2008; h.147-169
2. Putri RA. Faktor Risiko Hiperbilirubinemia pada Neonatus. Dalam: Laporan
Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.2013
3. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, dkk. Hiperbilirubinemia. Dalam:
Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Indonesia Edisi II. Jakarta: Ikatan
Dokter Indonesia. 2011; h.114-122
4. Gunaseragan PD. Gambaran Bayi Baru Lahir dengan Hiperbilirubinemia di
RSUP H.Adam Malik pada Tahun 2011. Dalam : Laporan Karya Tulis Ilmiah.
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.2012
5. Sokol RJ, Narkewicz MR. Current Pediatrics Diagnosis & Treatment
19thEdition. USA: McGraw-Hill Medical, Inc.2009

29

Вам также может понравиться