Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Kelompok 6
Nama NIM
Aldona Tegar Saputra J3P117026
Arfan Ariyanto J3P117028
Revi Indah Fitriani J3P117039
Raudhotul Jannah J3P117053
Hintana Fitriani J3P117072
Azijah Arrachmi J3P217088
Dieniza Vadya D. J30217089
Ikan mas (Cyprinus carpio) menjadi salah satu komoditas perikanan air
tawar yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Selain kandungan protein
dalam ikan ini cukup tinggi dan harga ikan yang murah, sehingga sangat digemari
oleh masyarakat. Produksi perikanan budidaya Jawa Tengah khususnya ikan mas
untuk tahun 2012 sebesar 7.643 ton, sasaran tahun 2013 sebanyak 8.707 ton dan
untuk tahun 2014 ditingkatkan menjadi 10.377 ton (Kementrian Perikanan dan
Kelautan 2013). Sasaran produksi tersebut akan mengakibatkan pembudidaya
melakukan budidaya ikan mas secara intensif. Sistem budidaya yang bersifat
intensif tersebut akan mengalami dampak negatif, antara lain timbulnya penyakit.
Supriyadi dan Bastiawan (2004) menjelaskan bahwa budidaya ikan yang semakin
intensif memiliki relevansi dengan semakin tingginya prevalensi infeksi terhadap
serangan penyakit bakteri. Salah satu agen penyakit bakteri yang menyerang ikan
mas yaitu Aeromonas sp. Bakteri Aeromonas sp. terdiri dari berbagai jenis spesies
yang dapat menyebabkan penyakit bakterial pada ikan diantaranya A. caviae, A.
hydrophila, A. salmonicida dan A. sobria (Austin dan Austin 2007).
Alat dan bahan yang diperlukan pada praktikum ini yaitu handphone,
laptop, alat tulis.
Cara Kerja
Pertama, mahasiswa mencari organ situs viscerum pada ikan mas beserta
posisi organ tersebut kemudian dicari kelainan-kelainan pada organ tersebut
sehingga diperlukan tindak nekropsi. Kedua, dicatat dan ditulis dalam bentuk
laporan.
Gambar 2. Kelainan organ hati, limpa, dan lambung akibat bakteri Aeromonas
hydrophila
Keterangan: a). Pembengkakan hati; b). Pembengkakan limpa; c). Perdarahan
pada lambung
Bakteri Aeromonas hydrophila dapat menginfeksi ikan pada kualitas air
yang buruk. A. hydrophila dapat hidup di lingkungan air tawar, air payau, dan laut
yang berkadar garam tinggi dengan penyebaran melalui air, kotoran burung,
saluran pencernaan hewan darat, amfibi, dan reptilia (Cipriano 2001). Bakteri A.
hydrophila dapat menginfeksi beberapa jenis ikan, seperti Catfish, Cyprinidae,
Cichlidae, Rainbow trout, Salmonidae, katak, siput, dan udang air (Noga 2000).
Bakteri A. hydrophila termasuk kedalam bakteri dengan tingkat virulensi tinggi
yang ditentukan oleh kemampuannya menghasilkan toksin yang berperan dalam
proses invasi dan infeksi (Mangunwardoyo et al 2009). Bakteri A. hydrophila
bekerja dengan mendegradasi jaringan dan menimbulkan luka serta pendarahan
pada inang (Del Coral et al 2000).
Ikan yang terinfeksi oleh bakteri A. hydrophila umumnya menunjukkan
gejala klinis seperti pendarahan yang meluas pada permukaan kulit
(Haemorrhagic septicemia) yang diikuti dengan timbulnya luka terbuka pada
permukaan tubuh hingga ke dalam jaringan (Mangunwardoyo et al 2009). Pada
beberapa kasus, gejala klinis yang timbul adalah timbulnya kerontokan pada sirip
dan ekor ikan, serta pembengkakan pada perut dan berisi cairan yang diikuti
dengan kematian (Yuasa et al 2003). Tingginya tingkat infeksi bakteri A.
hydrophila ditentukan oleh faktor-faktor virulensi yang dihasilkan oleh bakteri
tersebut (Mangunwardoyo et al 2009).
Pembengkakan hati, limpa, dan lambung pada Gambar 2. diidentifikasi
sebagai gejala klinis dari infeksi bakteri A. hydrophila. Gejala klinis mulai terlihat
pada tubuh ikan setelah bakteri A. hydrophila menginfeksi ikan selama 48 jam
dengan gejala klinis seperti memutihnya warna perut, hemoragik yang meluas
pada bagian permukaan tubuh, dan perubahan patologi seperti Gambar 2. Tingkat
kematian pada ikan inang tergantung pada tingkat kepadatan bakteri. Semakin
tinggi tingkat kepadatan bakteri yang menginfeksi, maka semakin tinggi tingkat
kematian pada ikan inang (Mangunwardoyo et al 2009). Luka dan hemoragik
yang timbul sebagai gejala klinis pada infeksi bakteri A. hydrophila disebabkan
karena toksin ekstraseluler yang bekerja merusak jaringan pada tubuh ikan
(Mangunwardoyo et al 2009). Bakteri tersebut menghasilkan hemolisin yang
bekerja memecah dan melisiskan sel-sel darah merah. Daya kerja toksin pada
bakteri A. hydrophila berkaitan dengan sel reseptor spesifik. Interaksi antara
hemolisin dan sel reseptor tubuh menimbulkan perlukaan pada tubuh (Virella
2002).
Proses masuknya bakteri ke dalam tubuh diawali dengan perlekatan
bakteri dengan permukaan kulit ikan dengan memanfaatkan pili, flagela dan kait
untuk bergerak. Selama proses ini, bakteri A. hydrophila memproduksi enzim
kitinase yang berfungsi mendegradasi lapisan kitin sehingga mudah ditembus oleh
bakteri. Bakteri A. hydrophila juga mengeluarkan enzim lesitinase dalam upaya
untuk masuk ke dalam aliran darah (Wijaya 2002). Kedua enzim ini memiliki
peran penting dalam proses infeksi. Dalam proses degradasi kitin, kedua enzim ini
memecah dan memutuskan ikatan β-1-4glikosidik pada kitin yang melapisi
epidermis tubuh ikan yang akan menghasilkan N-asetil-D-glukosamin yang
merupakan oligomer pendek yang dimanfaatkan oleh bakteri sebagai sumber
karbon, sehingga bakteri dapat dengan mudah menembus lapisan kitin pada tubuh
ikan (Mangunwardoyo et al 2009).
Bakteri masuk ke dalam aliran darah dan bergerak dengan sangat cepat
dan dengan mudah mencapai organ-organ penting dalam tubuh ikan seperti hati.
Organ-organ tersebut dimanfaatkan oleh bakteri sebagai media tempat hidup dan
memperbanyak diri, serta memanfaatkan nutrisi yang berada di sekitarnya untuk
proses metabolisme (Bevelender dan Ramaley 2001). Tubuh merespon masuknya
bakteri tersebut dengan memproduksi polimorfonuklear leukosit, seperti
melanomakrofag, monosit, dan neutrodil yang berperan sebagai phagocytic sel.
Kehadiran leukosit tersebut membuat bakteri mengeluarkan toksin hemolisin yang
menyebabkan terjadinya luka dan hemoragik pada bagian permukaan tubuh ikan
dan hemoragik lambung serta pembengkakan yang terjadi pada hati dan limpa
(Mangunwardoyo et al 2009).
Kelainan pada organ situs viscerum ikan terjadi di organ hati. Kejadian
tersebut diakibatkan karena bakteri edwardsiellaictaluri. Penyakit ini merupakan
kendala utama dalam budidaya ikan, baik ikan hias maupun ikan konsumsi.
Serangan hama dan penyakit dapat dihindari dengan penanganan dan penjagaan
kesehatan yang memadai melalui sanitasi dan kualitas air (Bevelender dan
Ramaley 2001).
Nekropsi atau bedah bangkai merupakan teknik yang sangat penting dalam
suatu penegakan diagnosa suatu penyakit. Nekropsi adalah teknik lanjutan dari
diagnosa klinik untuk mengukuhkan atau meyakinkan diagnosa klinik. Sifat
pemeriksaannya berdasarkan perubahan pada patologi anatominya. Semakin
pesatnya perkembangan zaman, nekropsi masuk kedalam dunia perikanan. Dalam
dunia perikanan, nekropsi berperan penting untuk membandingkan dengan tepat
ikan yang sehat dan sakit melalui jaringan-jaringan ikan tersebut. Nekropsi
berperan sebagai central, karena kita dapat melihat struktur jaringan dalamnya,
sehingga dengan ilmu ini dapat menyimpulkan bakteri atau virus yang menyerang
budidaya dan mengetahui cara penyembuhannya (Alifia 2003).
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Austin, B. dan D.A. Austin. 2007. Bacterial Fish Pathogen : Disease in Farmed
and Wild Fish. John Willey and Sons Ltd, England. 90
Entjang I. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung (ID): PT. Citra Aditya
Bakti.
Shahib M. 1993. Pendekatan Biologi Molekuler pada Limbah Rumah Sakit dan
Laboratorium Klinik.
Soeparman. 2002. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair. Jakarta (ID): Penerbit
Buku Kedokteran EGC.