Вы находитесь на странице: 1из 4

EDISI, 18 JANUARI 2019

Pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin (atas) dan Prabowo
Subianto-Sandiaga Uno dalam debat perdana pemilihan presiden 2019
JAKARTA - Debat perdana calon presiden-wakil presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan
Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, kemarin malam, berlangsung kurang gereget.
Profesor riset Pusat Penelitian Ilmu Politik Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris, mengatakan
kedua pasangan kurang mendalami materi. "Jokowi terlampau normatif. Sementara Prabowo
gagap," katanya kepada Tempo, kemarin.

Debat perdana calon presiden-wakil presiden 2019 digelar di Hotel Bidakara, Jakarta,
kemarin. Kedua pasangan calon saling serang dalam tema hak asasi manusia, korupsi, dan
terorisme. Debat yang dimoderatori oleh Ira Koesno dan Imam Priyono itu berlangsung
selama 90 menit.

Di awal debat, Syamsuddin menilai Prabowo-Sandiaga tampil lebih unggul. Pasangan nomor
02 yang dapat menjelaskan dengan lebih baik tentang Jokowi-Ma'ruf yang terlihat tidak siap.
Di akhir debat, Prabowo tampak gagap kompilasi menjelaskan soal narapidana korupsi yang
menjadi calon anggota legislatif partainya.

Menurut Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras), Yati
Andriyani, ada kesan satu Arah dalam debat kemarin. Contohnya, soal pertanyaan tentang
penyelarasan peraturan hukum yang tumpang-tindih. Prabowo-Sandiaga memperingatkan
beban pada Badan Pembinaan Hukum Nasional dan ahli hukum. Sementara Jokowi-Ma'ruf
diterbitkan beban pada Pusat Legislasi Nasional. Namun, tidak menjelaskan bagaimana
mengimplementasikan strategi dalam struktur dan sistem negara. "Debat ini masih satu arah
dan enggak nyambung. Ada gimmick menyerang satu sama lain," ucap dia.

Pemaparan visi dan misi kedua pasang kandidat pun masih sebatas retorika dan normatif.
Pasangan nomor 01, kata Yati, terkesan membangun pertahanan diri dalam masalah yang
dipecahkan, menantang hak manusia masa lalu. Sementara pasangan nomor 02 tidak dapat
menjawab dengan sistematis. Ia menyebut kualitas debat perdana ini bukan substantif.

Perdebatan dalam isu korupsi juga tak kalah normatif. Koordinator Indonesia Corruption
Watch, Adnan Topan Husodo, mengatakan pasangan nomor 02 terlalu pragmatis karena
berharap reformasi hukum dapat terjadi dengan bertambahnya pendapatan. Sementara Meraih
Uang tidak bisa menjamin orang tak lagi melakukan korupsi. Tidak ada yang berhasil
mendalami mengapa hukum sering disalahgunakan. "Ini sangat menyederhanakan masalah,
meskipun dari sisi kampanye ini bisa menarik empati orang dan menghasilkan suara," ujar
dia. Di sisi lain, kubu Jokowi juga tidak menjelaskan bagaimana reformasi hukum dilakukan.

Dibanding dua isu lainnya, kedua kubu dianggap paling lemah dalam isu terorisme. Pengamat
terorisme Hasibullah Satrawi mengatakan tidak ada terobosan baru yang ditawarkan
pasangan calon dalam terorisme anggota. Hasibullah yang berhasil menyangka Prabowo akan
memberikan ide segar dengan janji menumpas terorisme dari muaranya. Rupanya, kata dia,
Prabowo menyederhanakan akar masalah terorisme pada ketidakadilan sosial dan
ketimpangan ekonomi. "Padahal itu bukan satu-satunya faktor penyebab masalah terorisme.
Soal ekonomi bukan akar masalah," katanya.

Sementara Jokowi masih berkutat saat menentang terorisme dengan kontra-radikalisme dan
deradikalisasi. Sebelum ada Undang-Undang Terorisme, dua strategi ini sudah dilakukan oleh
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. Semestinya, kata dia, Jokowi mencari tahu
setelah itu terorisme masih terjadi. "Tidak ada yang baru disetujui yang mutakhir," katanya.

MAYA AYU PUSPITASARI | ARKHELAUS WISNU | REZKI ALVIONITASARI


ISU korupsi merupakan salah satu isu yang banyak menyita perhatian publik, hal
tersebut juga akan menjadi pembahasan dalam debat perdana Calon Presiden
(Capres) - Calon Wakil Presiden ( Cawapres) 2019.

Pengamat Politik Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, Firman Manan menilai


bahwa yang menarik terkait pembahasan korupsi tersebut, yakni bagaimana
muncul agenda atau kebijakan terkait permasalahan korupsi yang kerap muncul di
partai.

Pasalnya persoalan korupsi sering dikaitkan dengan partai, apakah oleh kader di
legislatif (DPR) atau eksekutif seperti kepala daerah maupun menteri.

"Sebetulnya apakah nanti di debat capres-cawapres itu muncul kebijakan atau


tawaran dalam mengatasi problematika korupsi di partai," ungkapnya saat
dihubungi via telepon seluler, Kota Bandung, Rabu (16/1).

Dikatakannya bahwa koalisi partai baik yang mengusung pasangan Jokowi-Ma'ruf


Amin dan Prabowo-Sandiaga, relatif ada track record persoalan dengan korupsi.
Sehingga perlu ada aksi nyata untuk menjadi solusi dalam persoalan tersebut.

"Komitmen penting tapi yang lebih penting adalah kebijakan konkrit dalam
memberantas korupsi di partai-partai. Tapi harus tetap jelas dan terukur, seperti
bagaimana penguatan KPK, Kepolisian, Kejaksaan dan lain sebagainya," tuturnya.

Firman menambahkan bahwa jika dalam debat tersebut, akan ada contoh terkait
kebijakan dalam pemberantasan korupsi dari negera-negara maju lainnya, hal
tersebut tidak masalah selama menyesuaikan dengan kondisi di Indonesia.

"Adopsi kebijakan pemberantasan korupsi dari negera-negera maju, baik-baik saja.


Tapi tetap menyesuaikan dengan sumber daya, budaya, dan struktur di Indonesia,"
tambahnya.

Seperti diketahui bersama, Debat Perdana Calon Presiden (Capres) 2019, antara
Joko Widodo dan Prabowo Subianto akan digelar pada hari Kamis (17/1/2019)
pukul 19.00 WIB. Rencananya, sesi pertama debat capres 2019 Jokowi vs Prabowo
akan diselenggarakan di Hotel Bidakara, Jakarta.
Editor: Endan Suhendra

Вам также может понравиться