Вы находитесь на странице: 1из 14

Journal Reading

“Malignant otitis externa: An assessement of emerging pathogens and the


prognostic factors”

Dibacakan oleh:
Jason Gilbert Rupang
17014101063

Masa KKM: 30 April 2018 – 27 Mei 2018

Pembimbing:
Dr. dr. Ora Et Labora I. Palandeng, Sp.THT-KL (K)

BAGIAN THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI

1
MANADO
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Journal reading yang berjudul:


“Malignant otitis externa: An assessement of emerging pathogens and the
prognostic factors”

Telah dibacakan pada, Mei 2018

Oleh:
Jason Gilbert Rupang
17014101063

Masa KKM: 30 April 2018 – 27 Mei 2018

Pembimbing,

Dr. dr. Ora Et Labora I. Palandeng, Sp.THT-KL (K)

2
Otitis Eksterna Maligna: Asesmen pada Patogen yang Ditemukan dan Faktor
Prognostik

Foster T. Oriji*, James O. Akpeh dan Onyinyechi C. Ukaegbe

Department of Otolaryngology, Faculty of Medical Science, University of Nigeria, Enugu Campus,


Enugu State, Nigeria.

Walaupun angka mortalitas akibat otitis eksterna maligna, malignant otitis externa
(MOE), telah jauh menurun, kondisi ini tetap berpotensi untuk menghasilkan kondisi
klinis yang fatal. Penelitian ini dilakukan untuk meninjau hasil tatalaksana dan faktor-
faktor prognostik pada MOE dan mengomparasikan pola klinis kasus-kasus yang
disebabkan oleh organisme pseudomonas dan non-pseudomonas. Sebuah tinjauan data
retrospektif pasien dengan diagnosis MOE pada pusat kesehatan tersier dalam periode
13 tahun telah dilakukan. Hasil tatalaksana dibagi menjadi kelompok yang mampu
bertahan hidup atau penyintas dan yang meninggal. Faktor demografik dan penyakit
dianalisis berdasarkan kelompok yang meninggal dengan analisis univariat dan
multivariat. Tujuh belas dari 22 kasus dianalisis. Sembilan (53%) merupakan pasien
diabetes, sedangkan 5 lainnya positif HIV. Setelah rerata 7 minggu terapi antibiotik ±
bedah debridemen, penyakit sembuh pada 59% kasus; angka mortalitas adalah 41%.
Keterlambatan diagnosis, kontrol gula darah yang buruk, dan penyebaran penyakit
yang luas diketahui dapat memprediksi mortalitas (P = 0,051, 0,048, dan 0,006). Usia,
jenis kelamin, organisme penyebab, infeksi HIV, keterlibatan nervus facialis dan organ
kranial lainnya tidak memprediksi kematian secara signifikan. Pseudomonas
aeruginosa diisolasi pada 11 pasien. Sisa sampel lainnya memiliki organisme atipikal,
Staphylococcus aureus, dan Proteus spp. Tidak terdapat perbedaan signifikan diantara
kelompok pseudomonas dan non-pseudomonas. Kelompok pseudomonas dominan pada
pasien dengan diabetes (P = 0,03). Dapat disimpulkan bahwa otitis eksterna maligna
masih memiliki signifikansi terhadap mortalitas walaupun dengan terapi agresif.
Penyebaran pada tulang temporal/intrakranial yang luas, kontrol gula darah yang
buruk, dan keterlambatan diagnosis memprediksikan prognosis yang lebih buruk. S.
aureus muncul sebagai organisme penyebab yang penting pada MOE terutama pada
pasien non diabetes.

Kata kunci: otitis eksterna maligna, mortalitas, faktor risiko, organisme penyebab.

PENDAHULUAN

Otitis eksterna maligna, Malignant otitis externa (MOE), merupakan infeksi dengan
progresif yang cepat pada telinga bagian luar. Penyakit ini ditandai dengan inflamasi

3
invasif pada kanal auditori eksterna, ditandai nekrosis pada kartilago dan jaringan
tulang dengan kecenderungan untuk penyebaran di sepanjang bidang lemak sub-
temporal (Walton dan Couison, 2014; Lasisi dan Nwaorgu, 2001). Secara patologis,
MOE dibagi oleh Benecke menjadi otitis eksterna nekrotikans, dimana hanya jaringan
lunak dan kartilago yang mengalami nekrosis, dan osteomielitis dasar tengkorak,
dimana tulang temporal atau dasar tengkorak hancur secara progresif (Benecke, 1989;
Peleg dkk., 2007). Pseudomonas aeruginosa merupakan organisme penyebab utama
pada sebagian besar kasus, namun terdapat peningkatan laporan organisme non-
pseudomonas termasuk Aspergillus fumigates dan Staphylococcus aureus pada isolasi
agen penyebab (Walton dan Coulson, 2014; Hobson dkk., 2014); terutama terjadi
pada pasien usia lanjut dengan diabetes dan pasien imunokompromis, namun juga
dilaporkan pada pasien sehat tanpa kondisi imunokompromis (Nguyen dkk., 2010).
Walaupun profil mortalitas MOE telah mengalami penurunan pada 2 dekade terakhir,
MOE masih memiliki potensi kondisi klinis yang fatal dengan angka mortalitas dari
20% hingga 60%, terutama di negara berkembang (Lasisi dan Nwaorgui, 2001; Lee,
dkk., 2011; Lohi dan Loh, 2013). Walaupun beberapa penelitian telah berusaha
mengidentifikasi faktor-faktor prognosis untuk bertahan, tetap terdapat kekurangan
pada konsesus mengenai faktor prognostik yang teridentifikasi untuk mengarahkan
tatalaksana. Hal ini diperberat dengan perkembangan klinis yang tidak dapat diguga.
Penelitian ini bertujuan untuk meninjau hasil tatalaksana pada sebuah institusi
kesehatan terseir, serta membandingkan pola perkembangan klinis MOE yang
disebabkan organisme pseudomonas dan non-pseudomonas, dan mengidentifikasi
faktor-faktor risiko kematian.

METODE

Telah dilakukan tinjauan data retrospektif dari 22 pasien dengan diagnosis MOE di
Department of Otorhinolaryngology pada sebuah pusat kesehatan tersier antara tahun
2004 dan 2016. Penelitian ini disetujui oleh komite etik dari institusi tersebut.

4
Beberapa data yang telah dinilai adalah: keluhan utama dan tanda klinis, riwayat
kesehatan pasien, keterlambatan diagnosis, hasil kultur bakteri, gambaran radiografis,
luas sebaran penyakit, angka keberhasilan pengobatan, komplikasi, dan mortalitas.
Diagnosis didasarkan terutama pada riwayat klinis adanya cairan dari telinga, nyeri
telinga, palsi saraf fasial, juga ditemukannya debris nekrosis pada kanal telinga,
sebagai tambahan dapat digunakan hasil computed tomography pada tulang temporal.
Sebaran penyakit ditandai dengan keterlibatan fosa intratemporal, tulang
temporal/petrous apex, dan organ intrakranial. Terapi antibiotik inisial bagi sebagian
besar pasien adalah ciprofloksasin intravena dan/atau seftriakson. Antibiotik diganti
berdasarkan pola sensitivitas antimikroba dari hasil kultur. Gentamisin ditambahkan
pada kasus resistensi. Bedah debridemen dilakukan untuk mengeluarkan debris
nekrotik luas dan sekuestrum.

Pasien dengan data yang inkonsisten dan/atau tidak mencukupi/tidak komplit


diekslusi dari analisis. Data dianalisis dengan perangkat lunak statistik SPSS (versi
16.5; IBM Corp). Uji Chi-square atau Fisher exact digunakan untuk menemukan
signifikansi parameter penelitian pada skala kategorik. Faktor risiko yang potensial
diuji dengan analisis regresi logistik. Kriteria untuk signifikansi statistic ditentukan
pada nilai P < 0,05.

HASIL

Terdapat 22 pasien dengan MOE selama periode penelitian yang didapatkan. Lima
diantaranya diekslusi karena data klinis yang tidak mencukupi atau inkonsisten, dan
17 data menjalani analisis. Terdapat 8 laki-laki dan 9 perempuan. Lima belas
merupakan orang dewasa dengan rentang usia 24 hingga 80 tahun dan rerata
56,7±16,3 tahun. Dua pasien lainnya merupakan anak-anak dengan usia 2 dan 5
tahun. Tabel 1 merangkum berbagai karakteristik pasien dan karakter penyakit.
Sembilan (53%) merupakan pasien diabetes, sementara 5 yang bukan merupakan
pasien diabetes merupakan pasien positif HIV; pasien lainnya tidak memiliki diabetes

5
maupun HIV. Kedua anak pada penelitian ini merupakan pasien positif HIV. Diantara
pasien dengan diabetes, 5 memiliki kontrol gula darah yang buruk dengan gula darah
puasa melewat 16,5 mmol per liter. Kultur mikrobiologis mendapatkan hasil positif
bakteri pada 15 (88%) pasien. P. aeruginosa merupakan organisme yang dominan
dan terisolasi pada 65% pasien. Organisme atipikal yang ditemukan diantaranya S.
aureus (18%), dan Proteus spp. (6%). P. aeruginosa ditemukan pada seluruh pasien
dengan diabetes kecuali pada 1 pasien yang mendapatkan kultur negative. Sementara
itu, seluruh bakteri atipikal ditemukan pada pasien non-diabetes (Tabel 1 dan 2).

Tabel 1. Ringkasan karakteristik pasien dan penyakit (n = 17)


Durasi
Usia Jenis Status Sisi Hasil Palsi Bedah Morbiditas
Pasien DM gejala
(Tahun) kelamin* HIV telinga Kultur SF** Debridement Mortalitas
(Minggu)
1 2 L - + 4 Kanan Pseud I Mastoidektomi Sembuh***
2 5 L - + 5 Kanan Proteus IV Debridemen terbatas Perbaikan
3 24 P - - 2 Kiri Pseud II Tidak Sembuh
4 28 L - + 3 Kiri Pseud I Debridemen terbatas Sembuh
Tidak
5 44 L + - 9 Kiri II Tidak Sembuh
ada
Tidak
6 49 P - - 4 Kanan I Tidak Sembuh
ada
7 51 P - + 8 Kanan Staph III Debridemen terbatas Sembuh
8 52 L + - 12 Kiri Pseud IV Mastoidektomi Perbaikan
Sembuh
9 54 P + + 7 Kanan Pseud IV Debridemen terbatas
***
10 58 P + - 1 Kanan Pseud IV Tidak Perbaikan
11 61 L + - 8 Kiri Pseud III Debridemen terbatas Sembuh
12 65 P + - 4 Kanan Pseud III Debridemen terbatas Perbaikan
13 67 P + - 4 Kiri Pseud IV Mastoidektomi Perbaikan
14 69 P + - 16 Kiri Pseud I Debridemen terbatas Perbaikan
15 70 L - - 6 Kiri Staph III Tidak Sembuh
Mastoidektomi /
16 79 P - - 2 Keduanya Staph I Drainase Sembuh
Intrakranial
17 80 L + - 5 Keduanya Pseud IV Debridemen terbatas Perbaikan
*Status diabetes, **Grade House/Brakeman, ***Sembuh dengan nekrosis total pina dan kanal auditori
eksterna; (+) = Status positif, (-) = Status negatif, Pseud = Pseudomonas aureginosa; Staph =
Staphylococcus aureus; Proteus = Proteus spp.; Debridemen terbatas = Hanya pada telinga bagian luar

6
Tabel 2. Perbandingan karakteristik pasien dan gejala biologis otitis eksterna maligna akibat
organisme Pseudomonas dan Non-psudomonas
Kelompok Kelompok Non-
Karakteristik Nilai P*
pseudomonas (n = 11) pseudomonas (n = 6)
Rerata usia (tahun) 50±23,3 49,7±25,7 0,921
Laki-laki/perempuan 5/6 3/3 0,858
Status diabetes 8 1 0,030
Seropositif HIV 3 2 0,793
Palsi saraf fasial 8 3 0,349
Nekrosis jaringan ekstensif 7 1 0,064
Durasi terapi antibiotik
4,7±1,1 6,9±2,4 0,241
(minggu)
Mortalitas 6 1 0,129
*Uji Fisher’s exact

Palsi saraf fasial terjadi pada 70% pasien dengan 50% diantaranya pada tingkat berat
(Grade IV) (Tabel 1). Palsi saraf kranial lain yang ditemukan adalah saraf V dan VI
pada 2 pasien dan saraf IX pada 1 pasien. Tabel 3 merangkum pola perluasan
penyakit berdasarkan pemeriksaan klinis dan radiologis. Keterlibatan lokal pada
kanal auditori eksterna hanya ditemukan 35%; mastoid merupakan area yang
perluasan yang paling sering terlibat.

Tabel 3. Pola perluasan penyakit/temuan radiologis


Ekstensi Penyakit Jumlah Pasien (%)
Penyakit terbatas pada kanal auditori eksternal 6 (35%)
Penyakit meluas hingga mastoid 12 (71%)
Meluas hingga pinna 7 (41%)
Meluas hingga parotid/sendi temporomandibular 5 (29%)
Meluas hingga petrous apex 4 (24%)
Meluas hingga intrakranial 5 (29%)

Penyakit tersebut sembuh pada 10 (59%) setelah rerata 7 minggu terapi antibiotik
dengan bedah debridemen pada beberapa pasien. Dua orang penyintas memiliki
morbiditas yang signifikan akibat luasnya kerusakan pada pina dan kanal auditori
eksterna. Pasien lainnya meninggal walaupun telah diberikan antibiotik dan bedah
debridemen dalam waktu yang bervariasi; angka kematian adalah 41%. Rerata
pengobatan antibiotik adalah 6,9±2,9 minggu. Seluruh pasien menerima
ciprofloksasin dan/atau seftriakson baik sebagai terapi antibiotik inisial atau sebagai

7
terapi definitif setelah adanya hasil sensitivitas antibiotik. Bedah debridemen
dilakukan pada 65% pasien, termasuk debridemen di ruang perawatan yang terbatas
pada nekrosis jaringan lunak pada 8 pasien, mastoidektomi pada 4 kasus, dan
drainase tambahan untuk abses serebelum pada 1 pasien.

Perbandingan otitis eksterna maligna akibat infeksi pseudomonas dan non-


pseudomonas dirangkum pada Tabel 2. Kelompok pseudomonas ditemukan terutama
pada pasien diabetes dibandingkan kelompok non-pseudomonas (P = 0,03).
Kelompok pseudomonas juga dominan pada dekstruksi jaringan yang ekstensif dan
mortalitas walaupun tidak signifikan secara statistik (P = 0,064 dan 0,092). MOE
non-pseudomonas diobati dengan durasi lebih lama; rerata 2,2 minggu tambahan
dibanding kelompok pseudomonas (P = 0,241). Faktor lainnya seperti status HIV dan
angka palsi saraf fasial tidak berbeda secara signifikan diantara kedua kelompok.

Faktor risiko mortalitas yang signifikan untuk MOE yang diidentifikasi dengan
analisis univariat dan regresi logistik adalah kontrol diabetes yang buruk dengan gula
darah melebihi 16,5 mmol per liter, persebaran penyakit yang luas (didefinisikan
sebagai destruksi tulang temporal luar dan/atau ekstensi intrakranial), dan diagnosis
yang telambat lebih dari 2 minggu (P = 0,048, 0,006, dan 0,051) (Tabel 4). Mortalitas
tidak berkaitan secara signifikan dengan organisme penyebab maupun status HIV.
Mortalitass signifikan berhubungan dengan palsi saraf fasial berat pada analisis
univariate namun tidak pada uji regresi logistik.

DISKUSI

Otitis eksterna maligna relatif jarang terjadi namun merupakan penyakit berat pada
kanal auditori eksterna yang berhubungan dengan angka mortalitas 40 sampai 60%
(Lasisi dan Nwaorgu, 2001; Lee dkk., 2011; Stevens, dkk., 2015; Kwon, dkk., 2006).
Perkembangan antibiotik anti-pseudomonas seperti florokuinolon dan seftazidim
telah menurunkan angka mortalitas secara signifikan dengan peningkatan laporan
yang mengidikasikan angka mortalitas yang lebih baik < 10% (Franco-Vidal, dkk.,

8
2007; Pulcini, dkk., 2012). Beberapa penelitian telah memeriksa berbagai potensi
faktor kematian, seperti presentasi klinis, temuan pencitraaan, keterlibatan
mikrobiologi, dan keterlibatan saraf fasial (Lee, dkk., 2011; Loh dan Loh, 2013;
Stevens, dkk., 2015; Kwon, dkk., 2006; Soundry, dkk., 2011; Soudry, dkk., 2007),
namun sampai saat ini belum ada yang dapat dipastikan. Munculnya organisme
pseudomonas resisten flourokuinolon dan multidrug resistant mempersulit
pembentukan konsensus mengenai antibiotik optimal dan durasi terapi (Pulcini, dkk.,
1012; Berenholz, dkk., 2002).

Tabel 4. Analisis asosiasi potensi faktor risiko dengan mortalitas diantara 17 passein dengan
otitis eksterna maligna
Uji Chi Square Uji Regresi Logistik
Kematian Penyintas
Potensi Faktor Risiko Nilai Nilai OR
(n=7) (n=10) OR (95% SK)
P P (95% SK)
Usia > 50 tahun 6 5 0,304 0,31 (0,05-2,0) 0,492 -
Laki-laki/perempuan 3/4 5/5 0,765 0,75 (0,11-5,2) 0,453 -
Positif HIV 2 5 0,381* 1,75 (0,47-6,6) 0,563 -
Diabetes tidak terkontrol 4 1 0,006* 4,33 (1,61-11,6) 0,048 2,35 (1,17-4,71)
Keterlibatan luas 7 1 0,001* 6,0 (1,69-21,3) 0,006 3,00 (2,51-5,07)
Etiologi pseudomonas 6 5 0,301 0,54 (0,26-1,1) 0,710 -
Penundaan diagnosis >
6 7 0,603 0,39 (0,32-4,8) 0,051 1,74 (1,01-2,82)
2 minggu
Palsi saraf fasial ≥
4 1 0,036* 3,75 (0,63-22,3) 0,162 -
Grade IV
Keterlibatan saraf
3 2 0,682* 0,79 (0,23-2,5) 0,757 -
kranial lannya

Peneltian ini menemukan diabetes sebagai riwayat penyakit pada 53% pasien,
sementara 29% merupakan pasien imunokompromis akibat infeksi HIV; angka ini
sesuai dengan penelitian lainnya (Franco-Vidal, dkk., 2007; Marten, dkk., 2000).
Angka diabetes yang lebih tinggi hingga 80-95% perna dilaporkan (Lee, dkk., 2011;
Loh dan Loh, 2013; Pulcini, dkk., 2012; Chen, dkk., 2011).

Dasar patologis persebaran MOE pada pasien diabetes mengarah pada mikroangiopati
yang sering terjadi pada pasien diabetes melitus. Mikroangiopati diduga dapat

9
mengurangi aliran darah lokal dan menyebabkan rendahnya konsentrasi antibiotik
pada jaringan target (Lee, dkk., 2011).

P. aeruginosa diidentifikasi sebagai organisme penyebab pada 65% pasien, terutama


diantara pasien diabetes. Organisme non-pseudomonas atipikal mencakup 24%
pasien, terutama pada pasien non-diabetes; serupa dengan hasil penelitian lainnya
(Loh dan Loh, 2013; Fracto-Vidal, dkk., 2007). Hasil isolasi pseudomonas yang lebih
tinggi, 85-90%, ditemukan pada penelitian lainnya (Pulcini, dkk., 2012; Gehanno,
1994). Berbanding terbalik dengan hasil-hasil sebelumnya, angka isolasi
pseudomonas yang rendah < 50% juga pernah dilaporkan (Hobson, dkk., 2014; Chen,
dkk., 2011). Pada suatu penelitian, pseudomonas hanya ditemukan pada 27% dari 19
pasien yang diteliti. Peningkatan laporan organisme atipikal pada MOE secara
spesifik mengacu pada S. aureus sebagai organisme yang sedang meningkat pada
kasus MOE. Diagnosis tidak boleh ditekankan pada isolasi pseudomonas, tetapi
dengan kecurigaan pada organisme atipikal, terutama pada pasien MOE tanpa
diabetes.

Perbandingan antara pola MOE akibat organisme pseudomonas dan non-


pseudomonas pada penelitian ini mengungkapkan bahwa kasus infeksi pseudomonas
lebih sering pada pasien dengan diabetes melitus. Walaupun kelompok pseudomonas
cenderung mengalami destruksi jaringan yang lebih luas dan angka kematian yang
tinggi, hal ini tidaklah signifikan. Hobson, dkk. (2014) juga melaporkan hubungan
yang signifikkan antara kelompok yang terinfeksi pseudomonas dan diabetes melitus
dibandingkan kasus non-pseudomonas. Sayangnya mereka tidak melaporkan adanya
perbedaan antara kedua kelompok sehubungan dengan angka erosi tulang dan
perluasan penyakit. Hal ini mengurangi pentingnya protokol tatalaksana agresif untuk
seluruh kasus MOE tanpa melihat organisme yang terlibat.

Angka mortalitas pada penelitian ini adalah 41% dan sejalan dengan penelitian
lainnya (Lee, dkk., 2011; Stevens, dkk., 2015; Kwon, dkk., 2006). Sebaliknya,

10
beberapa laporan mengindikasikan angka mortalitas yang lebih rendah daripada hassil
penelitian ini dengan angka < 10% (Fraco-Vidal, dkk., 2007; Pulcini, dkk., 2012).
Perbedaan yang mencolok pada angka mortalitas diantara penelitian ini dan penelitian
yang disebutkan diatas dapat berhubungan dengan pola keparahan penyakit MOE
pada penelitian ini dan penelitian lainnya. Walaupun pola keparahan MOE tidak
dispesifikasi pada peneltian lainnya, destruksi tulang temporal yang ekstensif pada
47% kasus ditemukan pada penelitian ini. Beberapa penelitian yang melakukan
stratifikasi sistematik pada keparahan penyakit menujukkan bahwa sub-kelompok
MOE berat memiliki angka yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan MOE
yang lebih ringan (Peleg, dkk., 2007; Stevens, dkk., 2015; Soudry, dkk., 2011).
Jumlah pasien yang lebih kecil pada penelitian ini dibandingkan penelitian
sebelumnya yang menganalisa 46 dan 32 pasien juga dapat berkontribusi pada angka
kematian yang lebih buruk pada penelitian ini.

Potensi faktor mortalitas signifikan yang diidentifikasi pada penelitian ini adalah
perluasan penyakit dengan keterlibatan tulang temporal/organ intrakranial yang
ekstensif, kontrol gula darah yang buruk melebihi 16 mmol/L, dan keterlambatan
diagnosis/pemberian tatalaksana definiti. Dapat dipahami terdapat berbagai laporan
dari penelitian sebelumnya yang sejalan dengan hasil penelitian ini terkait asosiasi
yang signifikan antara luasnya penyakit dan angka survival yang rendah (Lee, dkk.,
2011; Loh dan Loh, 2013; Stevens, dkk., 2015; Soudry, dkk., 2011). Kontrol diabetes
yang buruk dengan komplikasi diabetes juga menyebabkan angka kesembuhan yang
rendah, senada dengan hasil penelitian kami (Joshua, dkk., 2008). Loh dan Loh
(2013) menemukan bahwa kontrol diabetes tidak memengaruhi prognosis, hal ini
berkebalikan dengan data pada penelitian ini. Hal ini masuk akal karena metode
penelitian Loh dan Loh (2013) berbeda parameter untuk kontrol diabetes dengan
penelitian ini. Prognosis yang lebih buruk ditemukan diantara pasien dengan kontrol
diabetes yang buruk dapat disebabkan oleh mikroangiopati yang dapat menurunkan

11
aliran darah lokal pada jaringan penyakit, hal ini menyebabkan rendahnya konsentrasi
antibiotik pada jaringan tersebut sehingga menghasilkan respon yang buruk.

Berlawanan dengan penelitian Loh dan Loh (2013) yang menyatakan bahwa
keterlambatan inisiasi antibiotik intravena tidak menunjukkan reaksi negatif,
Guevara, dkk. (2013) mendemonstrasikan asosiasi signifikan antara prognosis buruk
dan keterlambatan diagnosis dan inisiasi antibiotik; serupa dengan penelitian ini.
Rerata keterlambatan diagnosis pada penelitian ini adalah 5,9 minggu, senada dengan
laporan lainnya yang bervariasi antara 6 sampai 13 minggu (Loh dan Loh, 2013;
Guevara, dkk., 2013). Alasan keterlambatan diagnosis dan inisiasi terapi definitif
seringkali berhubungan dengan sulitnya membedakan gejala awal dari otitis eksterna;
MOE hanya dicurigai jika terjadi kegagalan tatalaksana berulang.

Walaupun palsi saraf fasial berat terlihat berasosiasi secara signifikan dengan
peningkatan mortalitas pada analisis univariat, hal ini tidak signifikan pada uji regresi
logistic. Sebagian besar penelitian menyetujui data pada penelitian ini bahwa tidak
ada korelasi signifikan antara angka keterlibatan saraf fasial dan mortalitas (Lee,
dkk., 2011; Soudry, dkk., 2007). Lebih lanjut, bentuk yang lebih berat dari
keterlibatan saraf fasial juga merepresentasikan morbiditas yang lebih berat yang
seringkali tetap ada setelah infeksi terkontrol. Signifikansi statistic penelitian ini
terbatasi akibat kecilnya angka kasus.

Sebagai konklusi, hasil penelitian ini mengindikasikan MOE memiliki potensi untuk
menjadi penyakit fatal pada kanal auditori eksterna dan tulang temporal dengan
mortalitas dan morbiditas signifikan walaupun telah diberikan antibiotik agresif dan
tatalaksana bedah. Mortalitas dipengaruhi secara signifikan oleh keterlibaan tulang
temporal/organ intrakranial yang luas, kontrol gula darah yang buruk, dan
keterlambatan diagnosis. Penelitian ini juga menyoroti S. aureus sebagai organisme
penyebab yang penting pada MOE terutama pada pasien non-diabetes.

KONFLIK KEPENTINGAN

12
Penulis tidak memiliki konflik kepentingan apapun.

13
KOMENTAR & SARAN

 Berdasarkan penelitian tentang otitis eksterna maligna diketahui bahwa


perlunya diagnosis yang tepat agar tidak terjadi komplikasi hingga kematian.
 Pada otitis eksterna maligna diperlukan pemeriksaan jenis bakteri yang tepat
sehingga dan penanganan yang segera sehingga menghindari terjadinya
komplikasi. untuk itu dokter pada layanan primer perlunya mengetahui tanda,
gejala awal serta factor resiko pasien dengan otitis eksterna maligna sehingga
mencegah dan mengurangi terjadinya otitis eksterna maligna.
 Diharapkan dokter muda (koass) agar belajar lebih giat serta mencari tahu
tanda-tanda, gejala klinis dan factor resiko pada pasien dengan otitis eksterna
maligna, sehingga dikemudian hari dapat mendiagnosis dengan pasti serta
melakukan tatalaksana yang tepat agar tidak terjadinya komplikasi yang tidak
diharapkan.

14

Вам также может понравиться