Вы находитесь на странице: 1из 24

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Syok Sepsis


Sepsis adalah suatu keadaan ketika mikroorganisme menginvasi tubuh
dan menyebabkan respon inflamasi sitemik. Respon yang ditimbulkan sering
menyebabkan penurunan perfusi organ dan disfungsi organ. Jika disertai
dengan hipotensi maka dinamakan Syok sepsis ( Linda D.U, 2006). Syok
septic adalah suatu bentuk syok yang menyebar dan vasogenik yang dicirikan
oleh adanya penurunan daya tahan vaskuler sistemik serta adanya
penyebaran yang tidak normal dari volume vaskuler (Hudak & Gallo, 1996).
Syok septic adalah infasi aliran darah oleh beberapa organisme mempunyai
potensi untuk menyebabkan reaksi pejamu umum toksin ini. Hasilnya adalah
keadaan ketidak adekuatan perfusi jaringan yang mengancam kehidupan
(Brunner & Suddarth vol. 3 edisi 8, 2002). Menurut M. A Henderson (1992)
Syok septic adalah syok akibat infeksi berat, dimana sejumlah besar toksin
memasuki peredaran darah. E. colli merupakan kuman yang sering
menyebabkan syok ini.
Syok septik adalah syok yang disebabkan oleh infeksi yang menyebar
luas yang merupakan bentuk paling umum syok distributif. Pada kasus trauma,
syok septik dapat terjadi bila pasien datang terlambat beberapa jam ke rumah
sakit. Syok septik terutama terjadi pada pasien-pasien dengan luka tembus
abdomen dan kontaminasi rongga peritonium dengan isi usus.
Syok septic yaitu infasi aliran darah oleh beberapa organisme
mempunyai potensi untuk menyebabkan reaksi pejamu umum toksin ini.
Hasilnya adalah keadaan ketidak adekuatan perfusi jaringan yang
mengancam kehidupan (Brunner & Suddarth vol. 3 edisi 8, 2002). Syok septic
sering terjadi karena adanya infeksi nosokomial, yaitu terpapar oleh bakteri di
RS. Sebagian besar syok septic disebabkan oleh bakteri gram negative tapi
bakteri gram positif dan virus juga dapat menyebabkan syok septic.
Syok septik merupakan keadaan dimana terjadi penurunan tekanan
darah (sistolik < 90mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik > 40mmHg)
disertai tanda kegagalan sirkulasi, meski telah dilakukan resusitasi secara
adekuat atau perlu vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah dan
perfusi organ (Chen dan Pohan, 2007).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa syok septic adalah infasi aliran darah
oleh beberapa organisme mempunyai potensi untuk menyebabkan reaksi
pejamu umum toksin. Hasilnya adalah keadaan ketidak adekuatan perfusi
jaringan yang mengancam kehidupan.
B. Etiologi
Invasi aliran darah oleh beberapa organisme mempunyai potensi untuk
menyebabkan reaksi pejamu umum toksin ini. Hasilnya adalah keadaan
ketidakadekuatan perfusi jaringan yang mengancam kehidupan yang disebut
syok septik. Beberapa organisme dapat mendatangkan respons yang lebih
kuat daripada yang lain. Pada pasien rawat inap, organisme gram negatif (mis.
Escherichia coli, Klebsiella, Enterobacter, dan spesies Serratia, Pseudomonas
aeruginosa, spesies Proteus, Neisseria meningitidis, Bacteroides fragilis)
sering dikaitkan dengan syok septik dari pada organisme gram positif (misa.
S. Aureus, Streptococcus pneumoniae).
Organisme yang menyerang aliran darah selain endotoksin
(komponendinding sel dari organisme gram negatif) atau eksotoksin (toksin
yang dihasilkan oleh S. Aureus dan organisme lain). Reaksi sistem immun
terhadap toksin yang dikenali ini adalah kompleks dan bervariasi di antara
organisme yang berbeda (Brunner & Suddarth vol. 3 edisi 8, 2002).
Sepsis bisa disebabkan oleh mikroorganisme yang sangat bervariasi,
meliputi bakteri aerobik, anareobik, gram positif, gram negatif, jamur, dan virus
(Linda D.U, 2006)
Microorganisme dari syok septic adalah bakteri gram-negatif. Namun
demikian, agen infeksius lain seperti bakteri gram positif dan virus juga dapat
menyebab syok septic. (Brunner & Suddarth vol. 1 edisi 8, 2002).
1. Infeksi bakteri aerobik dan anaerobik
a. Gram negatif seperti : Echerichia coli, Kebsiella sp, Pseudomonas sp,
Bacteroides sp, dan Proteus sp.
b. Gram positif seperti : Stafilokokus, Streptokokus dan Pneumokokus.
2. Infeksi viral, fungal,dan riketsia
3. Kerusakan jaringan , yang dapat menyababkan kegagalan penggunaan
oksigen sehingga menyebabkan MOSF.
4. Pertolongan persalinan yang tidak heginis pada partus lama.
Faktor dan Resiko Sepsis

a. Faktor – faktor pejamu


- Umur yang ekstrim
- Malnutrisi
- Kondisi lemah secara umum
- Penyakit kronis
- Penyalagunaan obat dan alkohol
- Neutropenia
- Splenektomi
- Kegagalan banyak organ
b. Faktor – faktor yang berhubungan
- Penggunaan kateter invasif
- Prosedur-prosedur operasi
- Luka karena cidera atau terbakar
- Prosedur diagnostik invasif
- Obat-obatan (antibodi, agen-agen sitotoksik, steroid).
C. Patofisiologi
Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman Gram negatif yang
menyebabkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil Gram negatif ini
menyebabkan vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas
arteriovena perifer. Selain itu, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler.
Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer menyebabkan
terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan peningkatan
permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan intravaskuler ke
intertisial yang terlihat sebagai udem.
Bakteri gram negatif menyebabkan infeksi sistemik yang mengakibatkan
kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil gram negatif ini menyebabkan
vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer.
Selain itu, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas
vaskuler karena vasodilatasi perifer menyebabkan terjadinya hipovolemia
relatif, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan
kehilangan cairan intravaskuler ke intertisial yang terlihat sebagai udem. Pada
syok septik hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi
jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen
karena toksin kuman.
Syok septik terjadi dalam dua fase yang berbeda. Fase pertama, disebut
sebagai fase “hangat” atau hiperdinamik, ditandai oleh tingginya curah jantung
dan vasodilatasi. Pasien menjadi sangat panas atau hipertermik dengan kulit
hangat kemerahan. Frekuensi jantung dan pernafasan meningkat. Haluaran
urine dapat meningkat atau tetap dalam kadar normal. Status gastrointestinal
mungkin terganggu seperti yang dibuktikan oleh mual, muntah, atau diare.
Fase lanjut, disebut sebagai fase “dingin”atau hipodinamik, yang ditandai
oleh curah jantung yang rendah dengan vasokonstriksi yang mencerminkan
upaya tubuh untuk mengkompensasi hipovolemia yang disebabkan oleh
kehilangan volume intravaskular melalui kapiler. Pada fase ini tekanan darah
pasien turun, dan kulit dingin serta pucat. Suhu tubuh mungkin normal atau
dibawah normal. Frekuensi jantung dan pernapasan tetap cepat. Pasien tidak
lagi membentuk urin dan dapat terjadi kegagalan organ multipel (Brunner &
Suddarth vol. 1 edisi 8, 2002).
Pada syok septik hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan oleh
penurunan perfusi jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel untuk
menggunakan oksigen karena toksin kuman. Gejala syok septik yang
mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan syok hipovolemia
(takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0.5 cc/kg/jam, tekanan darah
sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi). Pasien-pasien sepsis dengan
volume intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai gejala
takikaridia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang
melebar.
D. Pathway
E. Manifestasi Klinik
Syok sepsis terjadi dalam dua fase yang berbeda :
1. Fase pertama disebut sebagai fase hangat (Hiperdinamik)
- Hipotensi
- Takikardi
- Takipnea
- Alkalosis respiratorik
- Curah jantung (CJ) tinggi dengan TVS (Tahanan Vaskuler Vistemik)
rendah.
- Kulit dingin, pucat
- Hipertermia/hipotermia
- Perubahan status mental
- Poliuria
- SDP meningkat
- Hiperglikemia
2. Fase lanjut disebut fase dingin (hipodinamik)
- Hipotensi
- Takikardia
- Takipnea
- Asidosis metabolik
- CJ rendah dengan TVS tinggi
- Kulit hangat, kemerahan
- Hipotermia
- Status mental memburuk
- Disfungsi organ dan selular (spt, ARDS, KIT, oliguria)
- SDP menurun, dan Hipoglisemia
Meskipun proses syok septik mungkin sangat cepat, khususnya bila
dikaitkan dengan organisme gram-negatif, pemberian antibiotik intravena yang
dini, penggantian cairan, vasopresor, dan oksigen adalah komponen esensial
dalam penatalaksanaan pasien ini.
Pada pasien lansia, septik syok mungkin dimanifestasikan sebagai tanpa
ketidaknormalan atau tanda klinik yang membingungkan. Septik syok dapat
diperkirakan pada lansia yang menunjukkan konfusi yang tidak dapat
dijelaskan, takipnea atau hipotensi (Brunner & Suddarth vol. 3 edisi 8, 2002).
Gejala syok septik yang mengalami hipovolemia sukar dibedakan dengan
syok hipovolemia (takikardia, vasokonstriksi perifer, produksi urin < 0.5
cc/kg/jam, tekanan darah sistolik turun dan menyempitnya tekanan nadi).
Pasien-pasien sepsis dengan volume intravaskuler normal atau hampir
normal, mempunyai gejala takikardia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir
normal, dan tekanan nadi yang melebar.

F. Komplikasi
1. Kegagalan multi organ akibat penurunan aliran darah dan hipoksia
jaringan yang berkepanjangan
2. Sindrom distres pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus
kapiler karena hipoksia
3. Acute Renal Failure (Chronic Kidney Disease)
4. Perdarahan usus
5. Gagal hati
6. Gagal jantung
7. Kematian

G. Pemeriksaan Penunjang

Pengobatan terbaru syok sepsis mencakup mengidentifikasi dan


mengeliminasi penyebab infeksi yaitu dengan cara pemeriksaan- pemeriksaan
yang antara lain:
1. Kultur (luka, sputum, urin, darah) yaitu untuk mengidentifikasi organisme
penyebab sepsis. Sensitifitas menentukan pilihan obat yang paling
efektif.
2. SDP : Ht Mungkin meningkat pada status hipovolemik karena
hemokonsentrasi. Leucopenia (penurunan SDB) terjadi sebalumnya,
diikuti oleh pengulangan leukositosis (1500-30000) dengan peningkatan
pita (berpindah kekiri) yang mengindikasikan produksi SDP tak matur
dalam jumlah besar.
3. Elektrolit serum: Berbagai ketidakseimbangan mungkin terjadi dan
menyebabkan asidosis, perpindahan cairan dan perubahan fungsi ginjal.
4. Trombosit : penurunan kadar dapat terjadi karena agegrasi trombosit
5. PT/PTT : mungkin memanjang mengindikasikan koagulopati yang
diasosiasikan dengan hati/ sirkulasi toksin/ status syok.
6. Laktat serum : Meningkat dalam asidosis metabolik, disfungsi hati, syok
7. Glukosa Serum : hiperglikemi yang terjadi menunjukkan glikoneogenesis
dan glikonolisis di dalam hati sebagai respon dari puasa/ perubahan
seluler dalam metabolisme
8. BUN/Kreatinin : peningkatan kadar diasosiasikan dengan dehidrasi,
ketidakseimbangan atau kegagalan ginjal, dan disfungsi atau kegagalan
hati.
9. GDA : Alkalosis respiratosi dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya.
Dalam tahap lanjut hipoksemia, asidosis respiratorik dan asidosis
metabolik terjadi karena kegagalan mekanisme kompensasi
10. EKG : dapat menunjukkan segmen ST dan gelombang T dan distritmia
menyerupai infark miokard.

Gambaran Hasil laboratorium :


1. WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature
2. Hiperglikemia > 120 mg/dl
3. Peningkatan Plasma C-reaktif protein
4. Peningkatan plasma procalcitonin.
5. Serum laktat > 1 mMol/L
6. Creatinin > 0,5 mg/dl
7. INR > 1,5
8. APTT > 60
9. Trombosit < 100.000/mm3
10. Total bilirubin > 4 mg/dl
11. Biakan darah, urine, sputum hasil positif.

H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan tindakan resusitasi
yang perlu dilakukan sesegera mungkin. Resusitasi dilakukan secara intensif
dalam 6 jam pertama, dimulai sejak pasien tiba di unit gawat darurat. Tindakan
mencakup airway, breathing, circulation, oksigenasi, terapi cairan,
vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Pemantauan dengan kateter
vena sentral sebaiknya dilakukan untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-
12 mmHg, tekanan arteri rata-rata (MAP)>65 mmHg dan produksi urin >0,5
ml/kgBB/jam.
1. Oksigenasi
Hipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat
disfungsi atau kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi maupun
perfusi. Transpor oksigen ke jaringan juga dapat terganggu akibat keadaan
hipovolemik dan disfungsi miokard menyebabkan penurunan curah jantung.
Kadar hemoglobin yang rendah akibat perdarahan menyebabkan daya angkut
oleh eritrosit menurun. Transpor oksigen ke jaringan dipengaruhi juga oleh
gangguan perfusi akibat disfungsi vaskuler, mikrotrombus dan gangguan
penggunaan oksigen oleh jaringan yang mengalami iskemia.
Oksigenasi bertujuan mengatasi hipoksia dengan upaya meningkatkan
saturasi oksigen di darah, meningkatkan transpor oksigen dan memperbaiki
utilisasi oksigen di jaringan.

2. Terapi cairan
Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian
cairan baik kristaloid maupun koloid. Volume cairan yang diberikan perlu
dimonitor kecukupannya agar tidak kurang ataupun berlebih. Secara klinis
respon terhadap pemberian cairan dapat terlihat dari peningkatan tekanan
darah, penurunan ferkuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan
ekstremitas, produksi urin, dan membaiknya penurunan kesadaran. Perlu
diperhatikan tanda kelebihan cairan berupa peningkatan tekanan vena jugular,
ronki, gallop S3, dan penurunan saturasi oksigen.
Pada keadaan serum albumin yang rendah (< 2 g/dl) disertai tekanan
hidrostatik melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu diberikan.
Transfusi eritrosit (PRC) perlu diberikan pada keadaan perdarahan aktif, atau
bila kadar Hb rendah pada keadaan tertentu misalnya iskemia miokardial dan
renjatan septik. Kadar Hb yang akan dicapai pada sepsis dipertahankan pada
8-10 g/dl.
3. Vasopresor dan inotropik
Vasopresor sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi
dengan pemberian cairan secara adekuat, tetapi pasien masih mengalami
hipotensi. Terapi vasopresor diberikan mulai dosis rendah secara titrasi untuk
mencapai MAP 60 mmHg, atau tekanan sistolik 90 mmHg. Untuk vasopresor
dapat digunakan dopamin dengan dosis >8 mcg/kg/menit, norepinefrin 0,03-
1,5 mcg/kg/menit, fenileferin 0,5-8 mcg/kg/menit atau epinefrin 0,1-0,5
mcg/kg/menit. Inotropik yang dapat digunakan adalah dobutamin dosis 2-28
mcg/kg/menit, dopamin 3-8 mc/kg/menit, epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit atau
inhibitor fosfodiesterase (amrinon dan milrinon).
4. Bikarbonat
Secara empirik, bikarbonat dapat diberikan bila pH <7,2 atau serum
bikarbonat <9 meq/l, dengan disertai upaya untuk memperbaiki keadaan
hemodinamik.
5. Disfungsi renal
Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan
hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu (continuous hemofiltration). Pada
hemodialisis digunakan gradien tekanan osmotik dalam filtrasi substansi
plasma, sedangkan pada hemofiltrasi digunakan gradien tekanan hidrostatik.
Hemofiltrasi dilakukan kontinu selama perawatan, sedangkan bila kondisi telah
stabil dapat dilakukan hemodialisis.

6. Nutrisi
Pada sepsis kecukupan nutrisi berupa kalori, protein, asam lemak,
cairan, vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin, diutamakan
pemberian secara enteral dan bila tidak memungkinkan beru diberikan secara
parenteral.
7. Kortikosteroid
Saat ini terapi kortikosteroid diberikan hanya pada indikasi insufisiensi
adrenal, dan diberikan secara empirik bila terdapat dugaan keadaan tersebut.
Hidrokortison dengan dosis 50mg bolus intravena 4 kali selama 7 hari pada
pasien renjatan septik menunjukkan penurunan mortalitas dibanding kontrol.
Pengobatan terbaru syok septic mencakup mengidentifikasi dan
mengeliminasi penyebab infeksi. Pengumpulan specimen urin, darah, sputum
dan drainase luka dilakukan dengan teknik aseptic. Antibioktik spectrum luas
diberikan sebelum menerima laporan sensitifitas dan kultur untuk
meningkatkan ketahanan hidup pasien .
Preparat sefalosporin ditambah amino glikosida diresepkan pada
awalnya. Kombinasi ini akan memberikan cangkupan antibiotic sebagaian
organism gram negative dan beberapa gram positif. Saat laporan sensitifitas
dan kultur tiba, antibiotik diganti dengan antibiotic yang secra lebih spesifik
ditargetkan pada organisme penginfeksi dan kurang toksin untuk pasien.
Setiap rute infeksi yang potensial harus di singkirkan seperti : jalur
intravena dan kateter urin. Setiap abses harus di alirkan dan area nekrotik
dilakukan debidemen. Dukungan nutrisi sangat diperlukan dalam semua
klasifikasi syok. Oleh karena itu suplemen nutrisi menjadi penting dalam
penatalaksanaan syok septic. Suplemen tinggi protein harus diberikan 4 hari
dari awitan syok. Pemberian makan entral lebih dipilih daripada parenteral
kecuali terjadi penurunan perfusi kesaluran gastrointestinal.

I. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Perawat harus sangat mengingat resiko sepsis dan tingginya mortalitas
yang berkaitan dengan syok septic.
2. Semua prosedur infasive harus dilakukan dengan teknik aseptic yang
tepat,
3. Selain itu jalur intravena, insisi bedah, luka trauma, kateter urin dan luka
dekubitus dipantau terhadap tanda-tanda infeksi.
4. Perawat berkolaborasi dengan anggota tim perawat lain.
5. Perawat memantau pasien dengan ketat terhadap reaksi menggigil yang
lebih lanjut.
6. Perawat memberikan cairan intravena dan obat-obatan yang diresepkan
termasuk antibiotic untuk memulihkan volume vascular.
RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSIS
No TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN RASIONAL
(NOC) (NIC)

1. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan Mandiri 1. Memantau dan mengatasi


gas berhubungan tindakan keperawatan 1. Kaji suara paru; frekuensi napas, masalah potensial. Pengkajian
dengan perubahan selama ....x 24 jam status kedalaman, dan usaha napas; fungsi pernafasan dengan interval
membran kapiler- pernapasan : pertukaran dan penggunaan otot bantu nafas yang teratur adalah penting
alveolar; gas tidak akan terganggu 2. Pantau saturasi O2 dengan karena pernafasan yang tidak
ketidakseimbangan Kriteria hasil : oksimeter nadi efektif dan adanya kegagalan
perfusi-ventilasi. - TTV dalam batas 3. Pantau hasil gas darah (misalnya, dapat berkembang dengan cepat
normal kadar PaO2 yang rendah, dan dan sebagai indikator keefektifan
- GDA dalam batas PaCO2 yang tinggi menunjukkan penggunaan alat penunjang
normal (PaO2. PaCO2, pernapasan) 2. Untuk mengukur hemoglobin
PH arteri, dan saturasi 4. Pantau kadar elektrolit yang tersaturasi oleh oksigen
O2) 5. Pantau status mental (misalnya, 3. Untuk mengetahui adanya
- Menunjukkan ventilasi tingkat kesadaran, gelisah, dan kelainan fungsi pertukaran gas
yang adekuat konfusi)
- Oksigenasi adekuat 6. Manajemen jalan napas (NIC)
- Tidak gelisah, - Identifikasi kebutuhan pasien 4. Untuk mengetahui elektrolit
sianosis, somnolen terhadap pemasangan jalan sebagai indikator keadaan status
- Frekuensi, irama, napas aktual atau potensial cairan
bunyi pernapasan - Auskultasi suara nafas, 5. Hipoksemia sistemik dapat
normal. tandai area penurunan atau ditunjukkan pertama kali oleh
hilangnya ventilasi dan gelisah dan peka rangsang
adanya bunyi tambahan kemudian oleeh penurunan
- Pantau status pernapasan mental progesif
dan oksigenasi sesuai 6. Mempertahankan pernafasan
dengan kebutuhan yang adekuat
7. Pengaturan hemodinamik (NIC)
- Auskultasi bunyi jantung
- Pantau dan dokumentasikan
frekuensi, irama, dan denyut
jantung
- Pantau adanya edema perifer,
distensi vena jungularis, dan
bunyi jantung S3 dan S4
- Pantau fungsi alat pacu
jantung, jika sesuai 7. pemantauan terus menerus
terhadap status hemodinamik,
8. Ajarkan pada klien teknik respirasi, dan tanda-tanda vital
bernapas dan relaksasi lain akan menjamin early
9. Jelaskan pada klien alasan detection bisa dilaksanakan
pemberian oksigen dan dengan baik sehingga dapat
tindakan lainnya mecegah pasien jatuh kepada
Kolaboratif kondisi lebih parah.
10. Konsultasikan dengan dokter
tentang pentingnya pemeriksaan
gas darah arteri (GDA) dan 8. Untuk meningkatkan ekspansi
penggunaan alat bantu yang dada maksimal sehingga mudah
dianjurkan sesuai dengan bernafas, yang meningkatkan
adanya perubahan kondisi kenyamanan fisiologi/psikoologi
pasien 9. Pemberian oksigen bisa
11. Laporkan perubahan pada data mengurangi distres respirasi dan
pengkajian terkait (misalnya sianosis
sensorium pasien, suara napas,
pola napas, analisis gas darah 10. Sebagai bahan evaluasi setelah
arteri, sputum, dan efek obat) melakukan intervensi
11. Sebagai bahan evaluasi setelah
melakukan intervensi
2. Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan 1. Observasi adanya pucat, sianosis, 1. Vasokonstriksi sistemik
jaringan perifer tindakan keperawatan kuli dingin/lembab, catat kekuatan diakibatkan oleh penurunan curah
berhubungan dengan selama .....x24 jam nadi perifer. jantung mungkin dibuktikan oleh
peurunan konsentrasi perfusi jaringan adekuat. penurunan perfusi kulit dan
hemoglobin dalam Kriteria Hasil: 2. Observasi TTV penurunan nadi.
darah; hipovolemia;  Membran mukosa 2. Untuk memonitoring keadaan
gangguan pertukaran; merah muda 3. Pertahankan tirah baring pasien
perubahan  Conjunctiva tidak 3. Membantu untuk menurunkan
kemampuan anemis rangsangan simpatis,
hemoglobin untuk  Akral hangat 4. Amati warna kilit, kelmbaban, suhu meningkatkan relaksasi
mengikat oksigen.  TTV dalam batas dan CRT 4. Adanya pucat, dingin, kulit
normal. lembab dan CRT lambat mungkin
 Tidak ada edema berkaitan dengan vasokontriksi
5. Kolaborasi pemberian obat pembuluh darah.
vasodilator 5. Merileksasikan otot-otot polos
vaskuler.

3. Risiko hipovolemia Setelah dilakukan 1. Pantau dan catat kehilangan darah 1. Memantau jumlah kehilangan
berhubungan dengan tindakan keperawatan pada pasien (jumlah,warna) cairan.
kehilangan volume selama 1x 24 jam Tidak 2. Pantau adanya peningkatan
cairan. terjadi syok hipovolemik denyut nadi dan penurunan 2. Ini merupakan tanda awal syok.
Kriteria hasil: Klien tekanan darah
tampak tenang 3. Pantau jumlah urin.
3. Jika urin kurang dari 30 cc/ jam, itu
4. Pantau terjadinya gelisah, merupakan tanda syok
penurunan kesadaran dan haus 4. Rasa haus merupakan tanda awal
5. Pantau pemeriksaan laboratorium, syok.
terutama penutunan HB dan HT.
Segera lapor ke ahli bedah 5. Mengetahui terjadinya
ortopedi untuk penanganan hemokosentrasi dan terjadinya
selanjutnya. syok hipovolemik

4. Risiko Penurunan Setelah diberikan asuhan 1. Pantau TTV 1. Perbandingan dari tekanan
curah jantung b.d keperawatan diharapkan memberikan gambaran yang
ketidakseimbangan klien mau berpartisipasi lebih lengkap tentang
cairan mempengaruhi dalam aktivitas yang keterlibatan/bidang masalah
sirkulasi, kerja menurunkan TD/beban vascular.
miokardial dan tahanan kerja jantung dengan KH 2. Catat keberadaan,kualitas 2. Denyutan
vaskuler sistemik, : denyutan sentraldan perifer karotis,jugularis,radialis dan
gangguan frekuensi, - Tanda Vital dalam femolarismungkin
irama, konduksi rentang normal teramati/terpalpasi.Denyut
jantung (ketidak (Tekanan darah, pada tungkai mungkin
seimbangan elektrolit). Nadi, respirasi) menurun,mencerminkan efek
- Irama dan frekuensi dari vasokontriksi(peningkatan
jantung stabil dalam SVR) dan kongesti vena.
rentang normal 3. Auskultasi tonus jantung dan 3. S4 umumnya terdengar pada
- Dapat mentoleransi bunyi nafas pasien hipertensi berat karena
aktivitas, tidak ada adanya hipermetrofi
kelelahan atrium(peningkatan
- Tidak ada edema volume/tekananatrium)Perkem
paru, perifer, dan bangan S3 menunjukkan
tidak ada asites hipertrofi ventrikel dan
- Tidak ada penurunan kerusakan fungsi,adanya
kesadaran krakles,mengi dapat
- AGD dalam batas mengindikasikan kongesti paru
normal skunder terhadap terjadinya
- Tidak ada distensi atau gagal ginjal kronik.
vena leher 4. Amati warna kulit, kelembaban, 4. adanya pucat,dingin,kulit
- Warna kulit normal suhu,dan masa pengisian kapiler lembab dan masa pengisian
kapiler lambat mungkin
berkaitan dengan vasokontriksi
atau mencerminkan
dekompensasi/penurunan
curah jantung
5. Catat edema umum/tertentu 5. Dapat mengindikasikan gagal
jantung, kerusakan ginjal atau
vascular.
6. Berikan lingkungan tenang dan 6. Membantu untuk menurunkan
nyaman,kurangi rangsang
aktivitas/keributan lingkungan . simpatis;meningkatkan
relaksasi
7. batasi jumlah pengunjung dan 7. Menurunkan stress dan
lamanya tinggal. ketegangan yang
mempengaruhi tekanan darah
dan perjalanan penyakit
hipertensi.
8. Pertahankan pembatasan 8. Respon terhadap terapi obat
aktivitas seperti istirahat ditempat “stepeed”(yang terdiri atas
tidur/kursi;jadwal periode istirahat diuretic.inhibitorsimpatis dan
tanpa gangguan;bantu pasien vasodilator)tergantung pada
melakukan perawatan diri sesuai individu dan efek sinergis
kebutuhan. obat.karena efek samping
tersebut,maka penting untuk
9. Pantau respon terhadap obat menggunakan obat dalam
untuk mengontrol tekanan darah jumlah paling sedikit dan dosis
paling rendah.

5. Risiko Infeksi Setelah dilakukan 1. Pantau tanda dan gejala a. Tanda perkiraan infeksi
berhubungan dengan tindakan keperawatan infeksi
pertahanan primer atau selama…… pasien tidak 2. Pantau hasil laboratorium b. Anemia dapat terjadi
sekunder tidak mengalami infeksi 3. Pengendalian infeksi : osteomielitis, leukositosis
adekuat, kulit yang dengan kriteria hasil: Ajarkan pasien teknik mencuci biasanya ada dengan proses
rusak.  Factor resiko tangan yang benar infeksi
infeksi akan Ajarkan kepada pengunjung c. Mencegah dan pengendalian
hilang, dibuktikan untuk mencuci tangan infeksi
oleh sewaktu masuk dan keluar
penyembuhan ruang pasien.
luka. 4. Pertahankan teknik aseptif
d. Dapat mencegah kontaminasi
5. Berikan terapi silang dan kemungkinan infeksi
antibiotik:........................... e. Antibiotik spektrum luas dapat
digunakan secara profilaksis atau
dapat ditujukan pada
6. Pertahankan teknik isolasi mikroorganisme khusus.
f. Adanya drainase purulen akan
memerlukan kewaspadaan
luka/linen untuk mencegah
kontaminasi silang.
DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Arthur C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedoteran. Jakarta: EGC.


Judith M. Wilkinson. & Nancy R. Ahern,(2012), Diagnosa Keperawatan Nanda
NIC NOC, Jakarta, EGC
Nurarif, Amin Huda % Kusuma, Hardhi, (2013), Aplikasi Asuhan Keperawatan
NANDA NIC-NOC, Jakarta, Medi Action Publishing.
Hudak, Carolyn M. 1996. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC
Setyohadi ,Bambang dkk.(2006), Buku ajar penyakit dalam .Jakarta . Fakultas
Kedokteran UI.
Prof Dr. H.Rab.tabirin .(1998), Agenda Gawat Draurat ,Bandung. PT Alumni.

Вам также может понравиться