Вы находитесь на странице: 1из 11

Makalah Oseanografi

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Oseanografi dapat didefinisikan secara sederhana sebagai suatu ilmu yang mempelajari lautan.
Ilmu ini semata-mata bukanlah merupakan suatu ilmu yang murni, tetapi merupakan perpaduan dari
bermacam-macam ilmu dasar yang lain. Ilmu-ilmu lain yang termasuk di dalamnya ialah ilmu tanah
(geology). Ilmu bumi (geography). Ilmu fisika (physics), ilmu kimia (chemistry). Ilmu hayat (biology)
dan ilmu iklim (metereology) (Hutabarat, 1985).
Salah satu metode yang dapat dilakukan dalam mempelajari oseanografi fisika yakni
pengamatan langsung dengan melakukan praktek lapang untuk mengetahui oseanografinya itu
sendiri. Oseanografi fisika dapat diketahui dengan cara mengukur pasang surut, ombak, arus, angin
seperti yang telah kita lakukan, itu hanya sebagian dari oseanografi fisika tersebut, sehingga
diperoleh gambaran dasar tentang perbedaan dari data tersebut.
Adanya faktor-faktor fisik air laut, sepeti temperatur dan perubahan arus dapat menyuburkan
laut. Kedua, laut digunakan oleh manusia untuk berbagai aktivitas. Manusia banyak menggunakan
laut, seperti untuk transportasi, pengeboran minyak dan gas, rekreasi, berenang, perikanan dan lain-
lain. Ketiga laut mempengaruhi kondisi cuaca dan iklim. Laut mempengaruhi distribusi hujan,
kemarau, banjir dan kondisi lingkungan suatu daerah.

TINJAUAN PUSTAKA
A. Arus Laut

Arus laut adalah proses pergerakan massa air laut yang menyebabkan perpindahan horizontal
dan vertikal massa air laut tersebut yang terjadi secara terus (Gross,1985). Pergerakan massa air ini
ditimbulkan oleh beberapa gaya sehingga Herunadi (1990) dalam Kurniawan (2004)
mengemukakan bahwa sinyal arus merupakan resultan dari berbagai sinyal yang mempunyai
frekuensi terstentu yang dibangkitkan oleh beberapa gaya yang berbeda-beda. Sedangkan menurut
Hutabarat dan Evans (1992) arus merupakan gerakan air yang terjadi pada seluruh lautan di dunia.
Menurut Gross (1996), terjadinya arus di lautan disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu faktor
internal dan faktor internal. Faktor internal seperti perbedaan densitas air laut, gradien tekanan
mendatar dan gesekan lapisan air. Sedangkan faktor eksternal seperti gaya tarik matahari dan bulan
yang dipengaruhi oleh tahanan dasar laut dan gaya coriolis, perbedaan tekanan udara, gaya
gravitasi, gaya tektonik dan angin.
Perairan Indonesia secara tetap diisi oleh massa air Samudra Pasifik. Hal ini terjadi bukan
hanya karena wilayah Indonesia lebih terbuka terhadap Samudera Pasifik tetapi juga karena kondisi
dinamika permukaan laut. Ketinggian permukaan laut di bagian barat samudra pasifik lebih tinggi
dibandingkan dengan wilayah di selatan Jawa sepanjang tahun, sehingga terbentuk gradien tekanan
dari samudra pasifik ke samudera Hindia (Wyrtki, 1961).
Menurut Godfrey (1996),gradien tekanan tersebut terbentuk karena posisi Indonesia berada
pada sisi Barat Samudera Pasifik Trade Wind Belt, dimana tekanan angin secara terus menerus
menyebabkan penumpukkan massa air karena pergerakan arusnya menuju daratan. Gradien
tekanan tersebut menyebabkan terjadinya arus yang melewati perairan Indonesia disebut Arlindo.
Arlindo memiliki sistem sirkulasi massa air yang kompleks dan berfluktuasi secara musiman dengan
arah serta kekuatannya yang bervariasi.
Pengukuran arus secara insitu adalah pengukuran secara langsung dengan dua metode
pengukuran, yaitu pada titik tetap (Euler) dan metode dengan benda hanyut atau drifter (Langlarian).
Alat pengukur paling sederhana adalah menggunakan Free-floating drogued buoy untuk mengukur
kecepatan dan sebuah kompas bidik untuk mencari arah. Free-floating drogued buoy dilepas di
perairan dengan diikat sebuah tali dengan jarak tertentu, lalu diukur waktunya sampai tali tersebut
menegang. Kecepatan arus bisa diukur dengan membagi jarak dengan waktu. Sedangkan arah bisa
dicari dengan menggunakan kompas bidik (Godfrey,1996).
Peralatan modern yang sering digunakan saat ini dalam pengukuran arus adalah ADCP
(Acaoustic Doppler Current Profiler) dan Current Meter. ADCP menggunakan Azaz Doppler
mengenai perambatan bunyi, dimana partikel renik didalam air dapat memantulkan bunyi. Current
Meter merupakan pengembangan dari Free-floating drogued buoy yang berfungsi untuk mengukur
kecepatan dan arah arus laut berdasarkan metode Eularian. Pengukuran arus laut dengan current
meter ini menggunakan metode eularian dimana metode ini merupakan pengukuran arus dengan
menggunakan metode gelombang sinusoidal. Prinsip kerja alat ini adalah baling-baling dimana
sewaktu alat dimasukkan akan ada perputaran dari baling-baling tersebut sehingga menimbulkan
percepatan. Current meter mempunyai 2 bagian yaitu speed (kecepatan) dan direction (arah)
(Godfrey 1996).
B. Pasang Surut
Menurut Pariwono(1997), fenomena pasang surut diartikan sebagai naik turunnya muka laut
secara berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan
terhadap massa air di bumi. Sedangkan menurut Dronkers (1998) pasang surut laut merupakan
suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh
kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh
matahari, bumi dan bulan. Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya lebih
jauh atau ukurannya lebih kecil.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pasang surut berdasarkan teori kesetimbangan
adalah rotasi bumi pada sumbunya, revolusi bulan terhadap matahari, revolusi bumi terhadap
matahari. Sedangkan berdasarkan teori dinamis adalah kedalaman dan luas perairan, pengaruh
rotasi bumi (gaya coriolis), dan gesekan dasar. Selain itu juga terdapat beberapa faktor lokal yang
dapat mempengaruhi pasut disuatu perairan seperti, topogafi dasar laut, lebar selat, bentuk teluk,
dan sebagainya, sehingga berbagai lokasi memiliki ciri pasang surut yang berlainan (Wyrtki, 1961).
Menurut Wyrtki (1961), pasang surut di Indonesia dibagi menjadi 4 yaitu :
1. Pasang surut harian tunggal (Diurnal Tide)
Merupakan pasut yang hanya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari, ini
terdapat di Selat Karimata
2. Pasang surut harian ganda (Semi Diurnal Tide)
Merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginya hampir sama
dalam satu hari, ini terdapat di Selat Malaka hingga Laut Andaman.
3. Pasang surut campuran condong harian tunggal (Mixed Tide, Prevailing Diurnal)
Merupakan pasut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi terkadang
dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda dalam tinggi dan waktu, ini terdapat
di Pantai Selatan Kalimantan dan Pantai Utara Jawa Barat.
4. Pasang surut campuran condong harian ganda (Mixed Tide, Prevailing Semi Diurnal)
Merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari tetapi terkadang
terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan memiliki tinggi dan waktu yang berbeda, ini
terdapat di Pantai Selatan Jawa dan Indonesia Bagian Timur
Analisa data Pasang surut dapat dilakukan dengan Menggunakan 2 metode yaitu dengan
metode Doodson Rooster atau dengan Menggunakan metode Admiralty. Berdasarkan Metoda
doodson rooster pengamatan pasang surut dilakukan selama 9 seri yaitu 9 x 28 jam yaitu sekitar 15
hari pengamatan secara terus menerus. Perhitungan MSL, HWl dan LWL ( Sembilan Seri )
dilakukan dengan menggunakan rumus berikut ini.
Rumus duduk tengah (MSL)

ARR / LWL = MSL – Zo


ATR / HWL = MSL + Zo

Dimana :
MSL = Duduk Tengah Suatu Air Laut
Faktor = Konstanta pengali dari jawatan hidro-oseanografi jakarta
Bacaan = Tinggi Bacaan / Pengamatan Pasang Surut
ARR = Air Rendah Rata-Rata
ATR = Air Tinggi Rata-Rata
Zo = 60 cm = Elevasi Muka Air pada duduk tengah (MSL)
C. Gelombang Laut
Gelombang adalah gerakan naik turun sebuah tubuh perairan yang dinyatakan dengan naik
turunnya permukaan air secara bergantian. Sedangkan ombak adalah suatu gangguan yang
bergerak melalui air tetapi tidak menyebabkan partikel-partikel air bergerak karenanya (Triatmodjo,
1999).
Setiap gelombang mempunyai tiga unsur yang penting yakni panjang, tinggi dan periode.
Panjang gelombang adalah jarak mendatar antara dua puncak yang berurutan, tinggi gelombang
adalah jarak vertikal antara puncak dan lembah, sedangkan periode adalah waktu yang diperlukan
oleh dua puncak yang berurutan untuk melalui suatu titik (Nontji, 1987).
Sifat-sifat gelombang paling tidak dipengaruhi oleh tiga bentuk angin (Hutabarat dan Evans,
1985) :
a. Kecepatan angin. Umumnya makin kencang angin yang bertiup makin besar gelombang yang
terbentuk dan gelombang ini mempunyai kecepatan yang tinggi dan panjang gelombang yang
besar.
b. Waktu di mana angin sedang bertiup. Tinggi, kecepatan dan panjang gelombang seluruhnya
cenderung untuk meningkat sesuai dengan meningkatnya waktu pada saat angin pembangkit
gelombang mulai bergerak bertiup.
c. Jarak tanpa rintangan di mana angin sedang bertiup (dikenal sebagai fetch). Pentingnya fetch
dapat digambarkan dengan membandingkan gelombang yang terbentuk poada kolom air yang relatif
kecil seperti danau di daratan dengan terbentuk di lautan bebas.
Pengukuran visual, dilakukan jika tidak ada alat ukur lain. Untuk mengestimasi gelombang
pecah dengan batang meter (palem) sebagai alat bantu. Metode ini paling mudah dilakukannamun
tingkat keteliatiannya paling rendah. Pengukuran dilakukan dengan mencatat waktudan ketinggian
dari gelombang saat sedang puncak dan lembah (Samudra, 2012).

D. Angin
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan angin adalah:
1) perbedaan tekanan udara di dua tempat (gradien barometris)
2) relief permukaan bumi
3) letak suatu tempat
4) ketinggian suatu tempat
5) lamanya siang dan malam
Angin yang bertiup dapat diukur kecepatannya dengan alat yang disebut anemometer. Jika
perbedaan udara di dua tempat sangat besar, maka akan bertiup angin kencang . Anemometer

merupakan alat yang berguna untuk mengukur arah serta kecepatan angin. Satuan meteorologi
yang digunakan untuk mengukur kecepatan angin adalah Knots (Skala Beaufort), sementara untuk
arah angin digunakan 0o – 360o. Alat ukur anemometer tersebut di dalam penggunaannya harus lah
ditempatkan pada posisi terbuka agar mampu berinteraksi dengan angin yang akan diukur tersebut
(Triatmodjo, 1999).

E. Salinitas

Salinitas merupakan bagian dari sifat fisik- kimia suatu perairan, selain suhu, pH, substrat dan
lain-lain. Salinitas dipengaruhi oleh pasang surut, curah hujan, penguapan, presipitasi dan topografi
suatu perairan. Akibatnya, salinitas suatu perairan dapat sama atau berbeda dengan perairan
lainnya, misalnya perairan darat, laut dan payau. Kisaran salinitas air laut adalah 30-35‰, estuari 5-
35‰ dan air tawar 0,5-5‰ (Nybakken,1992).
Faktor – faktor yang mempengaruhi salinitas : (Hutabarat, 1985).
1. Penguapan, makin besar tingkat penguapan air laut di suatu wilayah, maka salinitasnya tinggi dan
sebaliknya pada daerah yang rendah tingkat penguapan air lautnya, maka daerah itu rendah kadar
garamnya.
2. Curah hujan, makin besar/banyak curah hujan di suatu wilayah laut maka salinitas air laut itu akan
rendah dan sebaliknya makin sedikit/kecil curah hujan yang turun salinitas akan tinggi.
3. Banyak sedikitnya sungai yang bermuara di laut tersebut, makin banyak sungai yang bermuara ke
laut tersebut maka salinitas laut tersebut akan rendah, dan sebaliknya makin sedikit sungai yang
bermuara ke laut tersebut maka salinitasnya akan tinggi.
Untuk menghitung salinitas di laut dapat di bagi 2, yaitu dapat di tentukan secara fisika dan
kimia : (Pickard, 1995).
A. Secara Fisika
Daya hantar listrik (konduktivitas) adalah sifat air laut yang sangat ditentukan oleh jumlah kadar
garam di laut. Oleh karena itu pengukuran salinitas dapat dilakukan berdasarkan pengukuran
konduktivitas dengan menggunakan beberapa alat.
B. Secara Kimia
Cara kimia yang biasa digunakan untuk menentukan salinitas adalah dengan menghitung kadar
klorida yang ada dalam contoh air laut karenadianggap klorida adalah komponen yang paling
penting dan dalam jumlahyang paling banyak. Kandungan klorida ditetapkan sebagai jumlah gram
ion pada satu kilogram air laut, dengan menganggap semua halogen ekuivalen dengan klorida.
Penentuan kandungan klorida dalam sampel air laut disebut klorinitas. Hubungan antara salinitas
dan klorinitas ditentukan denganpengukuran dasar laboratorium pada contoh air laut di seluruh
dunia yang dinyatakan dengan persamaan.
Menurut Nyabakken (1992) alat pengukur salinitas yang memiliki keteltian tinggi adalah
konduktivitimeter yang bekerja berdasarkan daya hantar listrik. Makin besar kandungan salinitas
dalam suatu perairan maka semakin besar pula datya hantar listriknya (Nyabakken,1992).
F. Suhu
Suhu adalah suatu besaran fisika yang menyatakan banyaknya bahang yang terkandung dalam
suatu benda. Secara alamiah sumber utama bahang dalam air laut adalah matahari. Setiap detik
matahari memancarkan bahang sebesar 1026 kalori dan setiap tempat dibumi yang tegak lurus ke
matahari akan menerima bahang sebanyak 0.033 kalori/detik. Pancaran energi matahari ini akan
sampai kebatas atas atmosfir bumi rata- rata sekitar 2 kalori/cm2/menit. Pancaran energi ini juga
sampai ke permukaan laut dan diserap oleh massa air (Nontji, 1987).
Kisaran suhu pada daerah tropis relatif stabil karena cahaya matahari lebih banyak mengenai
daerah ekuator daripada daerah kutub. Hal ini dikarenakan cahaya matahari yang merambat melalui
atmosfer banyak kehilangan panas sebelum cahaya tersebut mencapai kutub. Suhu di lautan
kemungkinan berkisar antara -1.87°C (titik beku air laut) di daerah kutub sampai maksimum sekitar
42°C di daerah perairan dangkal (Hutabarat dan Evans, 1985).
Suhu menurun secara teratur sesuai dengan kedalaman. Semakin dalam suhu akan semakin
rendah atau dingin. Hal ini diakibatkan karena kurangnya intensitas matahari yang masuk kedalam
perairan. Pada kedalaman melebihi 1000 meter suhu air relatif konstan dan berkisar antara 2°C –
4°C (Hutagalung, 1988).
Faktor yang memengaruhi suhu permukaan laut adalah letak ketinggian dari permukaan laut
(Altituted), intensitas cahaya matahari yang diterima, musim, cuaca, kedalaman air, sirkulasi udara,
dan penutupan awan (Hutabarat dan Evans, 1986).Pengukuran suhu dapat dilakukan dengan
menggunakan alat thermometer skala.
F. Kedalaman
Kedalaman suatu perairan akan membatasi penetrasi cahaya matahari yang secara langsung
membatasi kehidupan biota dasar. Penyinaran cahaya matahari berkurang secara cepat sesuai
dengan makin tingginya kedalamn lautan (Nybakken, 1992).
Dilihat dari kedalaman laut, perairan Indonesia pada garis besarnya dapat dibagi dua, yakni
perairan dangkal berupa paparan dan perairan dalam. Paparan adalah zona di laut terhitung mulai
garis surut terendah hingga pada kedalaman sekitar 120 – 200 meter, yang kemudian biasanya
disusul dengan lereng yang lebih curam ke arah laut dalam (Nontji, 1987).
Tingkat kedalaman yang sangat tinggi akan mengurangi penyerapan cahaya matahri oleh
badan air, dimana cahaya matahari sangat dibutuhkan oleh tumbuh-tumbuhan hijau dalam proses
fotosintesis yang akan menghasilkan oksigen yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan hewan
khususnya makrozoobentos. Pada daerah yang dalam tingkat kecerahan menetukan mutu perairan
sebagai daerah asuhan bentos, tetapi pada tingkat kedalaman 15–40 meter masih tergolong baik
sebagai habitat makrozoobentos (Hutabarat dan Evans, 1985).
Kedalaman dasar laut dapat diamati dari nilai garis kontur pada peta batimetri daerah yang
bersangkutan. Kedalaman laut mencerminkan roman muka dasar laut atau bisa disebut morfologi
yang pada hakekatnya berkaitan dengan proses pembentukan dan perkembangan dasar laut dan
samudera. Untuk sistem samudera terdapat hubungan empiris yang memperlihatkan hubungan
antara kelandaian dan umur pembentukannya. Makin tua umur samudera, semakin dalam dasar
lautnya. (Nontji, 1987).
Jika sudut muka bias ombak datang secara menyudut terhadap tepi pantai, yang kemiringan
dasarnya landai dengan kontur kedalaman yang sejajar garis pantai, maka muka ombak akan
mengalami proses pembiasan atau refraksi. Arah perambatan berangsur-angsur berubah dengan
berkurangnya kedalaman sehingga dapat diamati bahwa ombak cenderung sejajar dengan
kedalaman. Hal ini disebabkan oleh perubahan bilangan ombak yang mengakibatkan perubahan
fase gelombang (Carter, 1988 dalam Bawantu, 2003).

G. Kecerahan
Kecerahan air merupakan ukuran kejernihan suatu perairan, semakin tinggi suatu kecerahan
perairan semakin dalam cahaya menembus ke dalam air. Kecerahan air menentukan ketebalan
lapisan produktif. Berkurangnya kecerahan air akan mengurangi kemampuan fotosintesis tumbuhan
air, selain itu dapat pula mempengaruhi kegiatan fisiologi biota air, dalam hal ini bahan-bahan ke
dalam suatu perairan terutama yang berupa suspensi dapat mengurangi kecerahan air (KLH dan
LON-LIPI, 1983 dalam Effendi, 2000).
Kecerahan air merupakan ukuran kejernihan suatu perairan, semakin tinggi suatu kecerahan
perairan semakin dalam cahaya menembus ke dalam air. Kecerahan air menentukan ketebalan
lapisan produktif. Berkurangnya kecerahan air akan mengurangi kemampuan fotosintesis tumbuhan
air, selain itu dapat pula mempengaruhi kegiatan fisiologi biota air, dalam hal ini bahan-bahan ke
dalam suatu perairan terutama yang berupa suspensi dapat mengurangi kecerahan air (Effendi,
2000).
Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran
transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk yang
dikembangkan oleh Profesor Secchi pada abad ke-19. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan
meter. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, padatan tersuspensi
dan kekeruhan serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran. Tingkat kecerahan air
dinyatakan dalam suatu nilai yang dikenal dengan kecerahan secchi disk (Effendi, 2000).
H. Disolved Oxygen
Oksigen terlarut adalah jumlah oksigen dalam miligram yang terdapat dalam satu liter air (ppt).
Oksigen terlarut umumnya berasal dari difusi udara melalui permukaan air, aliran air masuk, air
hujan, dan hasil dari proses fotosintesis plankton atau tumbuhan air. Oksigen terlarut merupakan
parameter penting karena dapat digunakan untuk mengetahui gerakan masssa air serta merupakan
indikator yang peka bagi proses-proses kimia dan biologi . Kadar oksigen yang terlarut bervariasi
tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Kadar oksigen terlarut juga
berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada pencampuran (mixing) dan
pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dam limbah (effluent) yang
masuk ke badan air. Selain itu, kelarutan oksigen dan gas-gas lain berkurang dengan meningkatnya
salinitas sehingga kadar oksigen di laut cenderung lebih rendah daripada kadar oksigen di perairan
tawar. Peningkatan suhu sebesar 1oC akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10
(Riley,1976).
Menurut Effendi (2000), kadar oksigen yang terlarut dalam perairan alami bervariasi, tergantung
pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian
(altitude) serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil. Kadar oksigen
juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada percampuran (mixing) dan
pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah (effluent) yang masuk
ke badan air (Effendi,2000).
Dalam penentuan kadar oksigen terlarut suatu perairan kita gunakan metode analisis yang
umum digunakan untuk menganalisis kadar oksigen dalam air laut yakni metode titrasi iodometri.
Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu botol BOD 300 ml berfungsi sebagai wadah air
sampel.
I. pH
Derajat keasaman atau pH merupakan suatu indeks kadar ion hidrogen (H+) yang mencirikan
keseimbangan asam dan basa. Derajat keasaman suatu perairan, baik tumbuhan maupun hewan
sehingga sering dipakai sebagai petunjuk untuk menyatakan baik atau buruknya suatu perairan.
Nilai pH juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktifitas perairan. Biasanya
angka pH dalam suatu perairan dapat dijadikan indikator dari adanya keseimbangan unsur-unsur
kimia dan dapat mempengaruhi ketersediaan unsur-unsur kimia dan unsur-unsur hara yang sangat
bermanfaat bagi kehidupan vegetasi akuatik (Hutabarat & Evans,1985).
Besaran pH berkisar antara 0 – 14, nilai pH kurang dari 7 menunjukkan lingkungan yang masam
sedangkan nilai diatas 7 menunjukkan lingkungan yang basa, untuk pH =7 disebut sebagai netral.
Perairan dengan pH < 4 merupakan perairan yang sangat asam dan dapat menyebabkan kematian
makhluk hidup, sedangkan pH > 9,5 merupakan perairan yang sangat basa yang dapat
menyebabkan kematian dan mengurangi produktivitas perairan. Perairan laut maupun pesisir
memiliki pH relatif lebih stabil dan berada dalam kisaran yang sempit, biasanya berkisar antara 7,7 –
8,4. pH dipengaruhi oleh kapasitas penyangga (buffer) yaitu adanya garam-garam karbonat dan
bikarbonat yang dikandungnya (Nybakken, 1992).
Alat elektronik yang digunakan untuk mengukur pH (kadar keasaman atau alkalinitas) ataupun
basa dari suatu larutan (meskipun probe khusus terkadang digunakan untuk mengukur pH zat semi
padat). PH meter yang biasa terdiri dari pengukuran probe pH (elektroda gelas) yang terhubung ke
pengukuran pembacaan yang mengukur dan menampilkan pH yang terukur. Prinsip kerja dari alat
ini yaitu semakin banyak elektron pada sampel maka akan semakin bernilai asam begitu pun
sebaliknya, karena batang pada pH meter berisi larutan elektrolit lemah. Alat ini ada yang digital dan
juga analog. pH meter banyak digunakan dalam analisis kimia kuantitatif (Nybakken, 1992).

Вам также может понравиться