Вы находитесь на странице: 1из 19

TUGAS PENGELOLAAN LINGKUNGAN

ANALISIS LAHAN KRITIS DI PROVINSI JAMBI

DISUSUN OLEH :

ZOYVERTO RUMAPEA (D1B016106)

PUTRI (D1B016110)

LIRA INDRIANI (D1B016129)

TRY AFITANIA (D1B016130)

CHOLIK MUHTADIN (D1B016137)

JURUSAN/PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018
KATA PENGANTAR

Pujidan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan “Karya Ilmiah Mengenai Analisis Lahan Kritis”.
Makalah ini bertujuan sebagai tugas dalam jurusan Agribisnis Fakultas
Pertanian Universitas Jambi. Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak dapat
terselesaikan tanpa batuan dari berbagai pihak oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Elwamendri, M.Si dan Ibu Riri
Okatri Ulma, S.P., M.Si sebagai dosen pengajar Mata Kuliah Pengelolaan
Lingkungan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
terdapat kekurangan karena penulis hanya manusia biasa yang tidak pernah luput
dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun guna perbaikan bagi penulis nantinya. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Jambi, 26 September 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3


III. METODELOGI PENELITIAN .............................................................. 6
IV. PEMBAHASAN ........................................................................................ 7
4.1 Pengertian Lahan Kritis ....................................................................... 7
4.2 Penyebab Lahan Kritis di Provinsi Jambi ............................................ 8
4.2.1 Adanya Aktiftas Penambangan Emas Tanpa Izin .......................... 8
4.2.2 Adanya Aktifitas Pembukaan Lahan .............................................. 9
4.2.3 Adanya Pembakaran Hutan atau Lahan ......................................... 10
4.3 Dampak Dari Aktifitas Manusia Terhadap Lhan Kritis ....................... 10
4.3.1 Dampak Adanya Penambangan Emas Tanpa Izin ......................... 10
4.3.2 Dampak Adanya Pembukaan Lahan .............................................. 11
4.3.3 Dampak Adanya Pembakaran Hutan atau Lahan .......................... 12
4.4 Peran Pemerintah Dalam Mengatasi Kerusakan Lahan Kritis ............ 13
4.5 Upaya Penanggulangan Lahan Kritis ................................................... 13
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 15
5.2 Saran .................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting untuk memenuhi
segala kebutuhan hidup, sehingga dalam pengelolaannya harus sesuai dengan
kemampuannya agar tidak menurunkan produktivitas lahan dengan salah satu
jalan perencanaan penggunaan lahan yang sesuai dengan kemampuannya. Dalam
penggunaan lahan sering tidak memperhatikankelestarian lahan terutama pada
lahan – lahan yang mempunyai keterbatasan-keterbatasaan baik keterbatasan fisik
maupun kimia. Lahan tidak terlindung dari pukulan air hujan secara langsung,
berkurangnya bahan organik, aliran permukaan lebih besar daripada yang meresap
ke dalam tanah dan sebagainya. Dengan adanya kondisi ini apabila berlangsung
terus menerus sangat dikhawatirkan akan terjadi lahan kritis yang akan
mengakibatkan penurunan kesuburan tanah dan produktivitas tanah.
Lahan kritis adalah kondisi lahan yang terjadi karena tidak sesuainya
kemampuan lahan dengan penggunaan lahannya, sehingga mengakibatkan
kerusakan lahan secara fisik,khemis, maupun biologis. Untuk menanggulangi
adanya lahan kritis perlu dilakukan rehabilitasi lahan. Rehabilitasilahan adalah
usaha yang sungguh-sungguh dalam memulihkan kondisi lahan baik secara fisik,
kimia maupun organik agar lahan kembali dapat produktif (Sitanala
Arsyad,1989).
Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jambi, berdasarkan dari Buku Data
Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi 2015 yang mempunyai lahan
kritis seluas 65316,696Ha dan lahan sangat kritis seluas 1727,993Ha dengan
topografi terdiri atas tiga daerah yaitu daerah dataran rendah 0-100m (69,1%),
daerah dataran sedang 100-500m (16,4%) dan daerah dataran tinggi > 500m
(14,5%) dan mempunyai ketinggian 0 m di atas permukaa air laut (dpal) di bagian
timur sampai pada ketinggian diatas 1000 m dpl, kearah barat morfologi lahannya
semakin tinggi dimana di bagian barat merupakan kawasan pegunungan Bukit
Barisan yang berbatasan dengan Provinsi Bengkulu dan Sumatera Barat yang
merupakan bagian dari kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat.

1
Jika dilihat dari kondisinya, ada beberapa faktor penyebab adanya lahan
kritis di provinsi jambi, diantaranya yaitu pertambangan emas tanpa izin,
pembukaan lahan baru, dan kebakaran hutan. Kondisi seperti ini harus segera di
tangani dengan melakukan upaya- upaya untuk menekan semakin luasnya lahan
kritis baik kritissecara fisik maupun secara kimia yaitu dengan jalan rehabilitasi,
reklamasi, restorasi, reboisasi maupun pencegahan dengan mempergunakan lahan
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki lahan tersebut.Berdasarkan latar
belakang dan permasalahan tersebut penulisberusaha mengadakanpenelitian
dengan judul “Analisis Lahan Kritis di Provinsi Jambi”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang dan masalah tersebut dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Apa defenisi dari lahan kritis ?
2. Apa penyebab adanya lahan kritis ?
3. Apa dampak dari aktivitas manusia terhadap lahan kritis ?
4. Apa peran pemerintah dalam mengatasi lahan kritis?
5. Apa upaya yang dilakukan untuk penanggulangan lahan kritis?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis penyebeb dan luas lahan kritis di
provinsi Jambi serta upaya yang dapat di lakukan untuk menanggulangi
dan memperbaikinya.
2. Sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Pengelolaan Lingkungan di
Fakultas Pertanian Universitas Jambi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief,
tanah, air dan vegetasi serta benda yang diatasnya sepanjang ada pengaruhnya
terhadap penggunaan lahan, termasuk didalamnya hasil kegiatan manusia dimasa
lalu dan sekarang seperti hasil reklamasi laut, pembersihan vegetasi dan juga hasil
yang merugikan seperti yang tersalinasi. (FAO dalam Arsyad, 1989)
Lahan kritis adalah kondisi lahan yang terjadi karena tidak sesuainya
kemampuan lahan dengan penggunaan lahannya, sehingga mengakibatkan
kerusakan lahan secara fisik,khemis, maupun biologis. Untuk menanggulangi
adanya lahan kritis perlu dilakukan rehabilitasi lahan. Rehabilitasilahan adalah
usaha yang sungguh-sungguh dalam memulihkan kondisi lahan baik secara fisik,
kimia maupun organik agar lahan kembali dapat produktif (Sitanala
Arsyad,1989).
Pertambangan tanpa izin (PETI) dapat diartikan sebagai usaha
pertambanganatas segala jenis bahan galian dengan pelaksanaan kegiatannya
tanpa dilandasiaturan/ketentuan hukum pertambangan resmi Pemerintah Pusat
atau Daerah.
Kebakaran Hutan adalah suatu keadaan dimana hutan dilanda api sehingga
berakibat timbulnya kerugian ekosistem dan terancamnya kelestarian lingkungan.
Upaya pencegahan Kebakaran Hutan merupakan suatu usaha Perlindungan Hutan
agar kebakaran hutan yang berdampak negatif tidak meluas.
Menurut Kamus Kehutanan, Departemen Kehutanan Republik Indonesia.
Kebakaran Hutan (Wild Fire Free Burning, Forest Fire) didefinisikan sebagai :
1. Kebakaran yang tidak disebabkan oleh unsur kesengajaan yang
mengakibatkan kerugian. Kebakaran terjadi karena faktor-faktor:
a. alam (misalnya musim kemarau yang terlalu lama)
b. manusia (misalnya karena kelalaian manusia membuat api di tengah-
tengah hutan di musim kemarau atau di hutan-hutan yang mudah terbakar.
2. Bentuk Kerusakan Hutan yang disebabkan oleh api di dalam areal hutan
negara.

3
Reboisasi meurupakan kegiatan membangun hutan kembali pada area
yang telah habis, bekas tebangan maupun pada lahan kosong yang terdapat di
dalam area hutan. Kegiatan reboisasi termasuk peremajaan pohon, penanaman
pohon kembali serta menanam jenis pohon lainnya yang belum ada di dalam area
hutan tersebut (Kadri dkk, 1992).
Rehabilitasi lahan adalah usaha memperbaiki memulihkan kembali dan
meningkatkan kondisi lahan yang rusak dan kritis agar dapat berfungsi secara
optimal baik sebagai unsur produksi. Media pengatur tata air maupun sebagai
unsur perlindungan alam lingkungan. Vegetasi merupakan suatu usaha atau
kegiatan penanaman kembali lahan bekas tambang.
Restorasi adalah tindakan untuk membawa ekosistem yang telah
terdegradasi kembali menjadi semirip mungkin dengan kondisi aslinya sedangkan
tujuan utama restorasi terumbu karang adalah untuk peningkatan kualitas terumbu
yang terdegradasi dalam hal struktur dan fungsi ekosistem.
Reboisasi merupakan kegiatan menanam pohon pada kawasan hutan yang
rusak atau lahan kosong yang biasanya berisi alang-alang dan semak belukar
supaya fungsi lahan tersebut bisa dikembalikan sebagaimana mestinya dengan
baik (PP no 35 tahun 2002).
Reklamasi menurut Wisnu Suharto adalah suatu pekerjaan/usaha
memanfaatkan kawasan atau lahan yang relatif tidak berguna atau masih kosong
dan berair menjadi lahan berguna dengan cara dikeringkan. Pada dasarnya
reklamasi merupakana aktivitas mengubah wilayah perairan pantai menjadi
daratan yang dimaksudkan untuk mengubah permukaan tanah yang rendah
(biasanya terpengaruh oleh genangan air) untuk dijadikan lebih tinggi (biasanya
tidak dipengaruhi genangan air) (Wisnu Suharto, 2008).
Restorasi adalah suatu kegiatan perbaikan koleksi langka yangsudah rusak
agar dapat dipergunakan lagi dalam keadaan utuhdan lengkap. (Sutarno, 2008)
Restorasi adalah tindakan untuk membawa ekosistem yang telah terdegradasi
kembali menjadi semirip mungkin dengan kondisi aslinya sedangkan tujuan
utama restorasi terumbu karang adalah untuk peningkatan kualitas terumbu yang
terdegradasi dalam hal struktur dan fungsi ekosistem.

4
Longsor merupakan suatu bentuk erosi dimana pemindahan tanahnya
terjadi pada suatu saat dan melibatkan volume besar tanah. Longsor terjadi akibat
meluncurnya suatu volume tanah di atas suatu lapisan agak kedap air yang jenuh
air (Munir, 2006).
Erosi tanah adalah proses hilangnya lapisan tanah yang jauh lebih cepat
dari proses kehilangan tanah pada peristiwa erosi geologi (geological erosion).
Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan baik pada tanah atau pada tanaman
penutup tanah tersebut (Frevert, et al, 1950).
Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang diangkut oleh
media air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan. Delta yang terdapat di mulut-
mulut sungai adalah hasil dan proses pengendapan material-material yang
diangkut oleh air sungai, sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang terdapat di
gurun dan di tepi pantai adalah pengendapan dari material-material yang diangkut
oleh angin (Karsinah, et al, 2012).
Merkuri adalah salah satu unsur renik yang terdapat dalam kerak bumi.
Pada perairan alami, merkuri juga ditemukan dalam jumlah kecil. Sangat jarang
dijumpai sebagai logam murni (native mercury)di alam dan biasanya membentuk
mineral sinabar atau merkuri sulfide (HgS) (Setiabudi, 2005).

5
BAB III
METODELOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jambi dengan melakukan


pengumpulan data sekunder. Data sekunder merupakan data pendukung yang
diperoleh dari hasil-hasil penelitian sebelumnya serta data-data dari instansi-
instansi yang terkait dengan penelitian ini. Metode pengumpulan data sekunder
yaitu dengan cara membaca dan mengutip berbagai literatur, yang berkaitan
dengan permasalahan yang akan diteliti, laporan-laporan dan jurnal hasil
penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini serta bacaan-bacaan dari instansi-
instansi pemerintah terkait yang dalam hal ini diperoleh dari Buku Data Status
Lingkungan Hidup Daerah Tahun 2014 dan 2015 Pemerintah Provinsi Jambi.

6
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pengertian Lahan Kritis


Istilah lahan kritis dipakai untuk menyebut kondisi suatu lahan yang telah
mengalami degradasi sehingga lahan tersebut tidak bisa menjalankan fungsinya.
Suatu lahan dinilai sebagai lahan kritis bila usaha untuk mengambil manfaat dari
produktivitasnya tidak sebanding dengan hasil produksinya. Oleh karena itu perlu
upaya untuk merehabilitasi lahan tersebut agar produktivitasnya bisa pulih.
Lahan yang telah mengalami atau dalam proses kerusakan fisik, kimia, dan
biologi yang pada akhirnya membahayakan fungsi hidrologis, orologis, produksi
pertanian, pemukiman dan kehidupan sosial ekonomi (Mulyadi dan
Soepraptohardjo, 1975)
Lahan yang keadaan fisiknya sedemikian rupa sehingga lahan tersebut
tidak berfungsi secara baik sesuai dengan peruntukannya sebagai media produksi
maupun sebagai media tata air (Kementrian Kehutanan).
Tabel 1 Luas Lahan Kritis Provinsi Jambi
Tahun Data : 2015
Kabupaten/Kota Kritis (Ha) Sangat Kritis (Ha)
Kabupaten Kerinci 21,763 13,134
Kabupaten Merangin 0,000 0,000
Kabupaten Sarolangun 70,431 29,945
Kabupaten Batang Hari 58,642 36,004
Kabupaten Muaro Jambi 53,251 17,296
Kabupaten Tanjung Jabung
Timur 55.534,000 0,000
Kabupaten Tanjung Jabung
Barat 54,563 40,908
Kabupaten Tebo 86,916 37,791
Kabupaten Bungo 55,595 18,575
Kota Jambi 1,235 863,340
Kota Sungai Penuh 9.380,300 671,000

7
Sumber Data :
1. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Kerinci
2. Badan Lingkungan Hidup Daerah merangin
3. Kantor pengendalian Dampak Lingkungan Kabupaten Tanjung Jabung Timur
4. Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Bungo
5. Badan Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan Kota Sungai Penuh
Keterangan :
1. Lahan kritis yang berada di kawasan hutan dan di luar kawasan hutan
2. Lahan sangat kritis yang berada di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan
hutan
Berdasarkan buku status lingkungan hidup (BSLD) provinsi Jambi tahun
2014 lahan kritis di kabupaten Merangin seluas 75.680,090 dan lahan sangat kritis
seluas 42.470,050.
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa luas lahan kritis di daerah provinsi
jambi sangatlah luas. Oleh karena itu perlu lah dilakukan suatu tindakan untuk
memulihkan dan memperbaiki lahan kritis agar lahan tersebut dapat dimanfaatkan
secara optimal dan efisien. Tentu hal ini membutuhkan peran serta dukungan dari
pemerintah dan semua lapisan masyarakat agar program pemulihan tersebut dapat
berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

4.2 Penyebab Lahan Kritis di Provinsi Jambi


4.2.1 Adanya Aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI)
Pertambangan tanpa izin secara substansial menunjang pembangunan
ekonomi dan sosial masyarakat di wilayah-wilayah tersebut, kebanyakan operasi
penambangan menimbulkan kerusakan lingkungan atau tata ruang penggunaan
lahan serta mengabaikan perlindungan terhadap kesehatan dan keselamatan kerja.
Hingga saat ini pertumbuhan penambangan emas tanpa izin semakin berkembang
tidak saja terhadap bahan galian emas tetapi juga batubara, bahkan dilakukan di
sekitar/sekeliling wilayah-wilayah pertambangan resmi berskala besar sehingga
mengakibatkan terjadinya konflik dengan para pemegang izin usaha
pertambangan tersebut. Perkembangan penambangan emas tanpa izin sudah
mencapai tahap yang cukup menghawatirkan karena juga menimbulkan
tumbuhnya perdagangan produk pertambangan di pasar-pasar gelap (black market

8
trading), yang dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran terhadap
penghindaran pajak resmi penjualan produk pertambangan.
Tabel 2 Luas kawasan Penambangan Emas Tanpa Izin di Provisnsi Jambi
Kabupaten/Kota Luas (Ha)
Kabupaten Sarolangun 13,762
Kabupaten Merangin 9,966
Kabupaten Bungo 70,431

4.2.2 Adanya Aktivitas Pembukaan Lahan


Pembukaan Lahan atau perambahan adalah kegiatan memungut hasil
hutan baik kayu ataupun bukan kayu yang dilakukan secara tidak sah dan tanpa
izin pihak kehutanan.
Perambah hutan adalah salah satu pihak yang sering dipersalahkan
dalam kerusakan hutan. Perambahan hutan dalam kelompok kecil atau besar
dengan intensitas yang tinggi dapat merusak hutan. Mereka melakukan
penebangan hutan untuk di jual kayunya. Pohon-pohon ditebang tanpa dipikirkan
akibat yang ditimbulkan dari gundulnya hutan.
Selain memungut hasil hutan, perambah hutan juga membuka lahan
dengan cara menebang dan membakar hutan untuk dijadikan tempat bercocok
tanam. Setelah lahan dirasakan tidak produktif lagi maka mereka akan berpindah
mencari lahan baru untuk dibuka kembali.
Tabel 3 Perkiraan Luas Kerusakan Hutan Menurut Penyebabnya
Penyebab Kerusakan Luas (Ha)
Kebakaran Hutan 22,400
Ladang Berpindah 64,300
Penebangan Liar 3,900
Perambahan Hutan 20,08
Lainnya 800.000,00
Sumber Data : Dinas Kehutanan Provinsi Jambi
Keterangan :
1. Lahan berpindah berupa areal hutan yang menjadi kebun masyarakat
2. Penebangan liar berupa areal hutan yang menjadi tanah terbuka

9
3. Perambahan hutan berupa areal hutan yang menjadi pertanian lahan kering
4. Lainnya berupa pertambangan

4.2.3 Kebakaran Lahan/Hutan


Saat ini sudah sering terjadi pembukaan lahan secara besar – besaran yang
banyak dilakukan oleh berbagai perusahaan besar. Sudah tak terhitung lagi berapa
kali kebakaran hutan sering melanda negeri ini. Bahkan sudah menjadi rutinan
yang terjadi setiap kali musim kemarau tiba. Dalam hal pembukaan lahan,
masyarakat atau perusahaan menggunakan cara nomaden (berpindah tempat),
setelah tanahyang lama sudah tidak produktif lagi, maka ia akan mencari lahan
yang tanahnya masih baik.

4.3 Dampak Dari Aktivitas Manusia Terhadap Lahan Kritis


4.3.1 Dampak Adanya Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI)
1. Meningkatnya Ancaman Tanah Longsor
Dari hasil observasi di lokasi penambangan emas secara tradisional di
lapangan ditemukan bahwa aktivitas penambangan berpotensi meningkatkan
ancaman tanah longsor. Dilihat dari teknik penambangan, dimana penambang
menggali bukit tidak secara berjenjang (trap-trap), namun asal menggali saja dan
nampak bukaan penggalian yang tidak teratur dan membentuk dinding yang lurus
dan menggantung (hanging wall) yang sangat rentan runtuh (longsor) dan dapat
mengancam keselamatan jiwa para penambang.
2. Hilangnya Vegetasi Penutup Tanah
Penambang (pendulang) yang menggali tanah atau material tidak
melakukan upaya reklamasi atau reboisasi di areal penggalian, tapi membiarkan
begitu saja areal penggalian dan pindah ke areal yang baru. Tampak di lapangan
bahwa penambang membiarkan lokasi penggalian begitu saja dan terlihat gersang.
Bahkan penggalian yang terlalu dalam membetuk kolam-kolam pada permukaan
tanah yang kedalamannya mencapai 3-5 meter.
3. Erosi tanah
Areal bekas penggalian yang dibiarkan begitu saja berpotensi mengalami
erosi dipercepat karena tidak adanya vegetasi penutup tanah. Kali kecil yang
berada di dekat lokasi penambangan juga terlihat mengalami erosi pada tebing sisi

10
kanan dan kirinya. Selain itu telah terjadi pelebaran pada dinding tebing sungai,
akibat diperlebar dan diperdalam guna melakukan aktivitas pendulangan dengan
memanfaatkan aliran kali untuk mencuci tanah.
4. Sedimentasi dan Menurunnya Kualitas Air
Aktivitas penambangan emas secara tradisional yang memanfatkan aliran
kali membuat air menjadi keruh dan kekeruhan ini nampak terlihat di saluran
primer yakni kali Anafre. Pembuangan tanah sisa hasil pendulangan turut
meningkatkan jumlah transport sedimen.
5. Terjadinya pendangkalan sungai
Akibat adanya penambangan emas tanpa izin aliran sungai menjadi
dangkal, dan aliran sungai tidak lagi mengalir pada alitan yang sesungguhnya, jika
terjadi hujan lebat maka debit air yang tinggi akan meluber karena terjadinya
pendangkalan pada DAS ( daerah Aliran Sungai) sehingga menyebabkan banjir
disekitar pemukiman yang dekat dengan lokasi penambangan.
6. Merkuri
Dampak negatif pada lingkungan yang terkontaminasi merkuri sangat
membahayakan kehidupan manusia karena adanya rantai makanan. Jalur utama
pajanan metilmerkuri pada manusia adalah melalui konsumsi ikan (Barkay, 2005).
Merkuri terakumulasi dalam mikroorganisme yang hidup di air sungai, danau, dan
laut melalui proses metabolisme, jika ikan terkontaminasi dengan merkuri dan
dimakan oleh manusia maka zat racun merkuri lama kelamaan akan membahayan
kesehatan manusia.

4.3.2 Dampak Adanya Pembukaan Lahan


Dampak yang ditimbulkan akibat pembukaan lahan dengan cara ditebang
adalah tanah menjadi tandus, gersang, dan jika debit air tinggi pada daerah lereng
maka akan mengakibatkan longsor, pembukaan lahan juga menyebabkan konflik
antara satwa dan manusia, dan keanekatagaman hayati dan didalamnya akan
semakin berkurang.

11
4.3.2 Dampak Adanya Kebakaran Lahan/Hutan
1. Terjadi erosi tanah
Hutan memang memiliki banyak fungsi. Satu lagi fungsi hutan yaitu
menahan erosi. Bagaimana hutan bisa menahan erosi? Hal ini sekali lagi
berhubungan dengan pepohonan yang tumbuh di hutan. Rimbunnya daun- daun
pepohonan dapat menjadi kanopi alami yang melindungi tanah dari derasnya air
hujan.
Air hujan yang jatuh ke bumi mengandung tenaga potensial. Jika tenaga
tersebut cukup besar maka bisa mengikis permukaan tanah. Jika hutan terbakar,
maka tidak ada lagi pohon yang melindungi tanah.
2. Terjadi alih fungsi hutan
Hutan yang telah terbakar membutuhkan waktu lama untuk
mengembalikannya ke kondisi semula. Reboisasi sulit dilakukan karena tanah
sudah rusak. Meskipun dilakukan perbaikan tentu tidak akan sepenuhnya kembali
seperti hutan sebelum terjadi kebakaran. Hal itu tak jarang membuat beberapa
pihak membuat keputusan lain yakni mengalihkan hutan menjadi lahan
perkebunan. Alih fungsi hutan tersebut sebenarnya sangat merugikan, baik bagi
lingkungan maupun bagi makhluk hidup di sekitarnya
3. Timbulnya kabut asap dan polusi udara
Setiap kali terjadi kebakaran hutan maka akan menimbulkan kabut asap.
Kabut asap akan semakin tebal jika wilayah hutan yang terbakar semakin luas.
Kabut asap ini menimbulkan polusi udara dan mengurangi jarak pandang.
Berkurangnya jarak pandang dapat mengganggu aktivitas manusia dan dapat
menimbulkan kecelakaan lalu lintas.
Selain itu kabut asap menyebabkan timbulnya berbagai jenis penyakit
seperti gangguan saluran pernapasan atau ISPA, penyumbatan paru paru, serta
iritasi pada mata dan kulit. Bukan hanya manusia yang merasakan akibat dari
kabut asap tersebut, hewan- hewan terutama yang tinggal di hutan bisa saja mati
karena terkontaminasi asap.
4. Meningkatnya resiko pemanasan global
Asap dan karbon dioksida yang dihasilkan oleh bencana kebakaran hutan
akan memperparah pemanasan global. Karbon dioksida yang dihasilkan asap

12
kendaraan saja belum diserap secara maksimal oleh pepohonan, tetapi malah
diperparah dengan matinya pepohonan dan produksi gas karbondioksida karena
kebakaran hutan. Jika kebakaran hutan terus menerus terjadi dan meliputi wilayah
yang sangat luas maka akan mempengaruhi iklim global. Perubahan musim
menjadi tidak menentu dan menyulitkan manusia itu sendiri.
Begitu buruknya dampak yang timbul akibat kebakaran hutan. Kita
sebagai makhluk yang paling cerdas di bumi seharusnya bisa mengurangi
kebakaran hutan, bukan malah sengaja membakar hutan untuk dijadikan lahan
bercocok tanam. Menjaga hutan berarti menjaga lingkungan dan menjaga
kelangsungan hidup kita sendiri. Hutan harus senantiasa dilindungi agar dapat
diwariskan untuk generasi selanjutnya.

4.4 Peran Pemerintah Dalam Mengatasi Kerusakan Lahan Kritis


Berikut adalah peran pemerintah untuk menyikapi dan menanggulangi
adanya lahan kritis :
1. Pemerintah bersama pihak kepolisian melakukan melakuakn razia terhadap
PETI langsung dilokasi hal ini dilakukan agar mengurangi para PETI tersebut
2. Pemerintah melakukan penangkapan terhadap oknum yang melakukan
pembakaran hutan
3. Pemerintah memadamkan titik api menggunakan helikopter agar api tidak
menyebar ke luas
4. Pemerintah memberantas para pembeli kayu ilegal agar tetap terjaga hutan di
indonesia

4.5 Upaya Penanggulangan Lahan Kritis


1. Reboisasi
Reboisasi merupakan kegiatan utama upaya pemulihan kawasan
hutan, dengan sasaran ditunjukan pada kawasan hutan lindung, hutan produksi
dan kawasan perlindungan dalam kawasan hutan produksi. Sasaran
kegiatan dilaksanakan pada LMU Terpilih yang berada dalam petak/blok hasil
penataan hutan, dengan kondisi areal terbuka/semak belukar dan bertegakan
anakan kurang dari 200 (dua ratus) batang/hektar. Pelaksanaan penanaman pada
LMU Terpilih tersebut, berdasarkan jumlah tanaman yang ditanam dapat

13
dilakukan dengan dua ketentuan yaitu; Prioritas I paling sedikit 1.600 (seribu
enam ratus) batang/hektar; dan Prioritas II paling sedikit 1.100 (seribu seratus)
batang/hektar. Jumlah tanaman yang harus tumbuh pada akhir tahun ketiga
(Pemeliharaan II) baik tanaman asal maupun tanaman baru paling sedikit 700
(tujuh ratus) batang/hektar, sehingga tidak dilakukan pemeliharaan lanjutan akan
tetapi dilanjutkan dengan kegiatan pengamanan tanaman oleh petugas lapangan
(Mandor KPH) bersama kelompok tani sebagai pengelola blok/petak tanaman.
2. Rehabilitasi
Rehabilitasi hutan dan lahan dilaksanakan berdasarkan kondisi
spesifik biofisik, yang diutamakan pelaksanaannya melalui pendekatannya
partisipatif dalam upaya pengembangan potensi dan pemberdayaan masyarakat.
3. Reklamasi
Reklamasi hutan meliputi usaha untuk memperbaiki atau
memulihkan kembali lahan dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi
secara optimal sesuai dengan peruntukannya. Kegiatan reklamasi meliputi
inventarisasi lokasi, penetapan lokasi, perencanaan, dan pelaksanaan reklamasi.
Penggunaan kawasan hutan yang mengakibatkan kerusakan hutan, wajib
dilakukan reklamasi dan rehabilitasi sesuai dengan pola yang ditetapkan
pemerintah. Reklamasi pada kawasan hutan bekas areal tambang wajib
dilaksanakan oleh pemegang ijin pertambangan sesuai degan tahapan kegiatan
pertambangan.
4. Restorasi
Restorasi Ekosistem sendiri adalah upaya pengembalian unsur hayati
(flora dan fauna) dan nonhayati (tanah, iklim, tofograpi) suatu kawasan kepada
jenis aslinya berikut keseimbangan hayati dan ekosistemnya. Bila selama ini kayu
sebagai primadona, melalui RE banyak jenis manfaat yang bisa dipetik. Mulai
dari tanaman biofarmaka (obat) dan bioenergi, penyerap karbon, ekowisata dan
ilmu pengetahuan, hingga jasa lingkungan. Hasil kayunya juga dapat
dimanfaatkan berbarengan dengan komoditas hasil hutan bukan kayu (non-timber
forest products) seperti madu, jernang, rotan, bambu, getah, dan buah-buahan.

14
BAB V
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjabaran diatas maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Luas total lahan kritis di provinsi jambi adalah seluas 6.5316,696 Ha dan
untuk lahan sangat kritis adalah seluas 1.727,993Ha.
2. Penyebab adanya lahan kritis di Provinsi Jambi adalah pertambangan emas
tanpa izin, pembukaan lahan baru, dan kebakaran hutan.
3. Upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi adanya lahan kritis adalah
upaya reklamasi, restorasi, rehabilitasi dan reboisasi.
4.2 Saran
Berdasarkan uraian diatas penulis, menyarankan kepada pemerintah dan
seluruh lapisan masyarakat untuk dapat menjaga dan memperbaiki kelestarian
lahan yang ada terutama lahan kritis karena lahan merupakan suatu komponen
penting untuk keberlangsungan hidup dimasa yang akan datang

15
DAFTAR PUSTAKA

Agus, C., Pradipa, E., Wulandari, D., Supriyo, H., Saridi., Herika, D. 2014.Peran
Revegetasi Terhadap Restorasi Tanah Pada Lahan Rehabilitasi Tambang
Batubara Di Daerah Tropika. Jurnal Manusia dan Lingkungan,21 (1) : 78-
84.

Anonim, 2012a, “Pedoman Penyelenggaraan Rehabilitasi Hutan dan Lahan


Tahun2012”, Permenhut Nomor: P.14/Menhut-II/2012, Jakarta: Kemenhut
RI.

Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press. Hal. 323-324.

Badan Lingkungan Hidup. 2014. Buku Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi
Jambi Tahun 2014.Jambi: Pemerintah Daerah Provinsi Jambi.

Badan Lingkungan Hidup. 2015. Buku Status Lingkungan Hidup DaerahProvinsi


Jambi Tahun 2015.Jambi: Pemerintah Daerah Provinsi Jambi.

Hardiyatmo, H.C., 2006, Penanganan Tanah Longsor Dan Erosi, Yogyakarta :

Gajah Mada University Press.

Hidayatullah, M. 2008. Rehabilitasi Lahan dan Hutan di Nusa Tenggara


Timur(landand forest rehabilitation in east nusa tenggara). Jurnal Info
Hutan Vol. V No.1 : 17-24, 2008. Balai Penelitian Kehutanan Kupang.

16

Вам также может понравиться