Вы находитесь на странице: 1из 31

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA

KLIEN DENGAN DISFUNGSI KELENJAR ADRENAL

A. Pengertian
Disfungsi kelenjar adrenal merupakan gangguan metabolic yang menunjukkan kelebihan
/ defisiensi kelenjar adrenal (Rumohorbo Hotma, 1999).
B. Klasifikasi Disfungsi Kelenjar Adrenal
1. Hiperfungsi kelenjar adrenal
a. Sindrom Cushing
Sindrom Cushing disebabkan oleh sekresi berlebihan steroid adrenokortikal,
terutama kortisol. Gejala klinis bisa juga ditemukan oleh pemberian dosis
farmakologis kortikosteroid sintetik
b. Sindrom Adrenogenital
Penyakit yang disebabkan oleh kegagalan sebagian atau menyeluruh, satu atau
beberapa enzim yang dibutuhkan untuk sintesis steroid.
c. Hiperaldosteronisme
1) Hiperaldosteronisme primer (Sindrom Cohn)
Kelaianan yang disebabkan karena hipersekresi aldesteron autoimun
2) Aldosteronisme sekunder
Kelainan yang disebabkan karena hipersekresi rennin primer, ini disebabkan
oleh hiperplasia sel juksta glomerulus di ginjal.
2. Hipofungsi Kelenjar Adrenal
Insufisiensi Adrenogenital :
a. Insufisiensi Adrenokortikal Akut (krisis adrenal)
Kelainan yang terjadi karena defisiensi kortisol absolut atau relatif yang terjadi
mendadak sehubungan sakit / stress.
b. Insufisiensi Adrenokortikal Kronik Primer (penyakit Addison)
Kelainan yang disebabkan karena kegagaln kerja kortikosteroid tetapi relatif lebih
penting adalah defisiensi gluko dan mineralokortikoid.
c. Insufisiensi Adreno Kortikal Sekunder
Kelainan ini merupakan bagian dari sinsrom kegagalan hipofisis anterior respon
terhadap ACTH terhambat atau menahun oleh karena atrofi adrenal.

SINDROM CUSHING

1. Pengertian
Sindrom Chusing terjadi akibat aktivitas korteks adrenal yang berlebihan. Sindrom Cushing
adalah keadan klinik yang terjadi akibat dari paparan terhadap glukokortikoid sirkulasi
dengan jumlah yang berlebihan untuk waktu yang lama. (Green Span, 1998).Sindrom ini
dapat terjadi akibat pemberian kortikosteroid atau ACTH yang berlebih atau akibat
hyperplasia korteks adrenal.
Sindrom Cushing dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yaitu :
a. Penyakit Cushing
Merupakan tipe Sindroma Cushing yang paling sering ditemukan berjumlah kira-kira 70
% dari kasus yang dilaporkan. Penyakit Cushing lebih sering pada wanita (8:1, wanita :
pria) dan umur saat diagnosis biasanya antara 20-40 tahun.
b. Hipersekresi ACTH Ektopik
Kelainan ini berjumlah sekitar 15 % dari seluruh kasus Sindroma Cushing. Sekresi
ACTH ektopik paling sering terjadi akigat karsinoma small cell di paru-paru; tumor ini
menjadi penyebab pada 50 % kasus sindroma ini tersebut. Sindroma ACTH ektopik
lebih sering pada laki-laki. Rasio wanita : pria adalah 1:3 dan insiden tertinggi pada
umur 40-60 tahun.
c. Tumor-tumor Adrenal Primer
Tumor-tumor adrenal primer menyebabkan 17-19 % kasus-kasus Sindroma Cushing.
Adenoma-adenoma adrenal yang mensekresi glukokortikoid lebih sering terjadi pada
wanita. Karsinoma-karsinoma adrenokortikal yang menyebabkan kortisol berlebih juga
lebih sering terjadi pada wanita; tetapi bila kita menghitung semua tipe, maka insidens
keseluruhan lebih tinggi pada laki-laki. Usia rata-rata pada saat diagnosis dibuat adalah
38 tahun, 75 % kasus terjadi pada orang dewasa.
d. Sindroma Cushing pada Masa Kanak-kanak
Sindroma Cushing pada masa kanak-kanak dan dewasa jelas lebih berbeda. Karsinoma
adrenal merupakan penyebab yang paling sering dijumpai (51 %), adenoma adrenal
terdapat sebanyak 14 %. Tumor-tumor ini lebih sering terjadi pada usia 1 dan 8 tahun.
Penyakit Cushing lebih sering terjadi pada populasi dewasadan berjumlah sekitar 35 %
kasus, sebagian besar penderita-penderita tersebut berusia lebih dari 10 tahun pada saat
diagnosis dibuat, insidens jenis kelamin adalah sama.
2. Etiologi
a. Glukokortikoid yang berlebih
b. Aktifitas korteks adrenal yang berlebih
c. Hiperplasia korteks adrenal
d. Pemberian kortikosteroid yang berlebih
e. Sekresi steroid adrenokortikal yang berlebih terutama kortisol
f. Tumor-tumor non hipofisis
g. Adenoma hipofisis
h. Tumor adrenal

3. Patofisiologi
Sindrom Chusing dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme, yang mencakup tumor
kellenjar hipofisis yang menghasilkan ACTH dan menstimulasi korteks adrenal untuk
meningkatkan sekresi hormonnya meskipun hormone tersebut telah diproduksi dengan
jumlah yang adekuat. Hyperplasia primer kelenjar adrenal dalam keadaan tanpa adanya
tumor hipofisis jarang terjadi. Pemberian kortikosteroid atau ACTH dapat pula
menimbulkan sindrom Chusing. Penyebab lain sindrom chusing yang jarang dijumpai
adalah produksi ektopik ACTH oleh malignitas; karsinoma bronkogenik merupakan tipe
malignitas yang paling sering ditemukan. Tanpa tergantung dari penyebabnya,
mekanisme umpan balik normal untuk mengendalikan fungsi korteks adrenal menjadi
tidak efektif dan pola sekresi diurnal kortisol yang normal akan menghilang. Tanda dan
gejala sindrom Chusing terutama terjadi sebagai akibat dari sekresi glukokortikoid dan
androgen (hormone seks) yang berlebihan, meskipun sekresi mineralokortikoid juga
dapat terpengaruh.
4. Manifestasi Klinik
a. Amenorea
b. Nyeri punggung
c. Kelemahan otot
d. Nyeri kepala
e. Luka sukar sembuh
f. Penipisan kulit
g. Petechie
h. Ekimosis
i. Striae
j. Hirsutisme (pertumbuhan bulu diwajah)
k. Punuk kerbau pada posterior leher
l. Psikosis
m. Depresi
n. Jerawat
o. Penurunan konsentrasi
p. Moonface
q. Hiperpigmentasi
r. Edema pada ekstremitas
s. Hipertensi
t. Miopati
u. Osteoporosis
v. Pembesaran klitoris
w. Obesitas
x. Hipokalemia
y. Retensi natrium
z. Perubahan emosi
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes supresi dexamethason
1. Untuk membantu menegakkan diagnosis penyebab sindrom cushing tersebut,
apakah hipofisis atau adrenal
2. Untuk menentukan kadar kortisol
Pada pagi hari lonjakan kortisol akan ditekan : Steroid <5 style=""> Normal
Pada pagi hari sekresi kortisol tidak ditekan : Steroid >10 uL /dl Sindrom
Cushing
b. Kadar kortisol bebas dalam urin 24 jam:
Untuk memeriksa kadar 17- hidroksikortikosteroid serta 17- kortikosteroid, yang
merupakan metabolic kortisol dan androgen dalam urin.
Kadar metabolic dan kortisol plasma meningkat Sindrom Cushing
c. Stimulasi CRF (Corticotrophin-Releasing Faktor)
Untuk membedakan tumor hipofisis dengan tempat-tempat ektopik produksi ACTH
sebagai penyebab.
d. Pemeriksaan Radioimmunoassay ACTH Plasma
Untuk mengenali penyebab Sindrom Cushing
e. CT, USG, dan MRI
Dapat dilakukan untuk menentukan lokasi jaringan adrenal dan mendeteksi tumor
pada kelenjar adrenal.
6. Penatalaksanaan
a. Terapi Operatif
 Hipofisektomi Transfenoidalis ; Operasi pengangkatan tumor pada kelenjar
hipofisis
 Adrenalektomi ; terapi pilihan bagi pasien dengan hipertrofi adrenal primer
b. Terapi Medis
Preparat penyekot enzim adrenal (metyrapon, aminoglutethimide, mitotane,
ketokonazol) digunakan untuk mengurangi hiperadrenalisme jika sindrom tersebut
disebabkan oleh sekresi ektopik ACTH oleh tumor yang tidak dapat dihilangkan
secara tuntas.
c. Keperawatan
7. Komplikasi
a. Diabetes Militus
b. Hipertensi
c. Osteoporosis

INSUFISIENSI ANDRENAL (PENYAKI ADDISON)

1. Pengertian
Pengakit Addison adalah: penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks adekuat untuk
memenuhi kebutuhan pasienakan hormone hormone korteks adrenal (Soediman, 1996 ).
Penyakit Addison adalah: lesi kelenjar primer karena penyakit destruktif atau atrofik,
biasanya autoimun atau tuberkulosa.(Baroon, 1994)
2. Etiologi
a. Tuberculosis
b. Histoplasmosis
c. Koksidiodomikosis
d. Kriptokokissis
e. Pengangkatan kedua kelenjar adrenal
f. Kanker metastatik (ca paru, lambung, payudara, melanoma, limfoma)
g. Adrenalitis autoimun
3. Patofisiologi
Penyakit Addison atau insufisiensi adrenokortikal, terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak
adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon-hormon korteks adrenal. Atrofi
autoimun atau ideopatik pada kelenjar adrenal merupakan penyebab pada 75% kasus
penyakit Addison (stren dan tuck, 1994). Penyebab lainnya mencakup operasi pengangkatan
kedua kelenjar adrenal atau infeksi pada kedua kelenjar tersebut. Tuberculosis (TB) dan
histoplasmosis merupakan infeksi yang paling sering ditemukan. Dan menyebabkan
kerusakan pada kedua kelenjar adrenal. Meskipun kerusakan adrenal akibat proses autoimun
telah mengganti tuberculosisi sebagai penyebab penyakit Addison, namun peningkatan
insiden tuberculosis yang terjadi akhir-akhir ini harus mempertimbangkan penyakit infeksi
ini ke dalam daftar diagnosis. Sekresi ACTH yang tidak adekuat dari kelenjar hipofisis juga
akan menimbulkan insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks adrenal.
Gejala insufisiensi adrenokortikal dapat pula terjadi akibat penghentian mendadak terapi
hormon adrenokortikal yang akan menekan respons normal tubuh terhadap keadaan stress
dan mengganggu mekanisme umpan balik normal. Terapi dengan pemberian kortikosteroid
setiap hari selama 2-4 minggu dapat menekan fungsi korteks adrenal ; oleh sebab itu,
kemungkian penyakit Addison harus diantisipasi pada pasien yang mendapat pengobatan
kortikosteroid.
4. Manifestasi klinik
a. Gejala awal: kelemahan, fatique, anoreksia, nausea, muntah, BB menurun, hipotensi,
dan hipoglikemi
b. Astenia (gejala cardinal): pasien kelemahan yang berlebih
c. Hiperpigmentasi (menghitam seperti: perunggu, coklat spt: seperti terkena sinar
matahari) biasanya pada kulit buku jari, lutut, siku.
d. Rambut pubis dan aksilaris berkurang pada perempuan
e. Hipotensi arterial (TD: 80/50 mmHg / kurang)
f. Abnormalitas fungsi gastrointestinal
5. Pemeriksaan penunjang
a. Pemerisaan laboratorium
1) Penurunan konsentrasi glukosa darah dan natrium (hipoglikemia dan
hiponatremia)
2) Peningkatan kosentrasi kalium serum (hiperkalemia)
3) Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)
4) Penurunan kadar kortisol serum
5) Kadar kortisol plasma rendah
b. Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya kalsifikasi diadrenal
c. CT Scan
Detektor kalsifikasi adrenal dan pembesaran adrenal yang sensitive hubungannya
dengan insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit infiltratif malignan dan
non malignan, dan haemoragik adrenal
d. Gambaran EKG
Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik abnormal
sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolit
6. Penatalaksanaan
a. Medik
1) Terapi dengan pemberian kortikosteroid setiap hari selama 2 sampai 4 minggu
dosis 12,5 sampai 50 mg/hari
2) Hidrokortison (solu- cortef) disuntikan secara IV
3) Prednison (7.5 mg/hari)dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi pengganti
kortiso.
4) Pemberian infuse dekstrosa 5%dalam larutan saline
5) Fludrokortison: 0,05-0,1 mgper oral dipagi hari
b. Keperawatan
1) Pengukuran TTV
2) Memberikan rasa nyaman dengan mengatur atau menyediakan waktu istirahat
pasien
3) Menempatkan pasien dalam posisi setengah duduk dengan kedua tungkai
ditinggikan
4) Memberikan suplemen makanan dengan penambahan garam
5) Follow up: mempertahankan berat badan, tekanan darah dan elektrolit yang
normal disertai regresi gambaran klinis
6) Memantau kondisi pasien untuk mendeteksi tanda dan gejala yang menunjukan
adanya krisis Addison
7. Komplikasi
a. Syok (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)
b. Kolaps sirkulasi
c. Dehidrasi
d. Hiperkalemia
e. Sepsis
Krisis Addison disebabkan karena hipotensiakut (hiperkortisolisme) ditandai dengan
sianosis, panas, pucat, cemas, nadi cepat.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DISFUNGSI KELENJAR
ADRENAL

A. SINDROM CUSHING
1. Pengkajian
a. Data Biografi : nama, usia, jenis kelamin
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Data subjektif
 Amenorea
 Nyeri punggung
 Mudah lelah / kelemahan otot
 Sakit kepala
 Luka sukar sembuh
2) Data objektif
a) Integumen
 Penipisan
 Petechie
 Ekimosis
 Jerawat
 Moonface
 Punuk kerbau (buffalo hump) pada posterior leher
 Kulit Striae
 Hirsutisme (pertumbuhan bulu bulu wajah)
 Edema pada ekstremitas
 Hiperpigmentasi
b) Kardiovaskuler : Hipertensi
c) Muskuloskeletal
 Kelemahan otot
 Miopati
 Osteoporosis
d) Reproduktif :Pembesaran klitoris
e) Makanan dan cairan
 Obesitas
 Hipokalemia
 Retensi natrim
f) Psikiatrik
 Perubahan emosi
 Psikosis
 Depresi
 Penurunan konsentrasi
g) Pembelajaran
Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit, prognosis dan
pengobatannya.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan b.d sekresi kortisol berlebih karena sodium dan retensi cairan
b. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan otot dan perubahan metabolisme protein
c. Resiko infeksi b.d penurunan respon imun, respon inflamasi
d. Resiko cidera b.d kelemahan
e. Gangguan integritas kulit b.d kerusakan proses penyembuhan, penipisan dan
kerapuhan kulit
f. Gangguan citra tubuh b.d perubahan integumen, perubahan fungsi sexual
g. Perubahan proses piker b.d sekresi kortisol berlebih
h. Defisit perawatan diri b.d penurunan masa otot
i. Kurang pengetahuan b.d kurang informasi mengenai pengobatan, proses penyakit dan
perawatan.

3. Intervensi Keperawatan
Dx 1. Kelebihan volume cairan b.d sekresi kortisol berlebih karena sodium dan retensi
cairan
Tujuan : Klien menunjukkan keseimbangan volume cairan setelah dilakukan tindakan
keperawatan
KH :
 TD : 100/60 – 120/80 mmHg
 N : 60 – 100 x/mnt
 RR : 16 – 24 x/mnt
 Edema (-)
 Intake output seimbang
 BB dalam batas normal
 Hasil lab : Na: 138-145 mEq
K : 3,4-4,7 mEq
Cl: 98-106 mEq

Intervensi :

1. Ukur intake output


R/ Menunjukkan status volume sirkulasi terjadinya perpindahan cairan dan respon
terhadap nyeri
2. Hindari intake cairan berlebih ketika pasien hipernatremia
R/ Memberikan beberapa rasa kontrol dalam menghadapi upaya pembatasan
3. Ukur TTV (TD, N, RR) setiap 2 jam
R/ TD meningkat, nadi menurun dan RR meningkat menunjukkan kelebihan cairan
4. Timbang BB klien
R/ Perubahan pada berat badan menunjukkan gangguan keseimbangan cairan
5. Monitor ECG untuk abnormalitas (ketidakseimbangan elektrolit)
R/ Hipernatremi dan hipokalemi menunjukkan indikasi kelebihan cairan
6. Lakukan alih baring setiap 2 jam
R/ Alih baring dapat memperbaiki metabolisme
7. Kolaborasi hasil lab (elektrolit : Na, K, Cl)
R/ Menunjukkan retensi cairan dan harus dibatasi
8. Kolaborasi dalam pemberian tinggi protein, tinggi potassium dan rendah sodium
R/ Menurunkan retensi cairan

Dx 2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan otot dan perubahan metabolisme protein


Tujuan : Klien menunjukkan aktifitaskembali normal setelah dilakukan tindakan keperawatan
KH :
 Menunjukkan peningkatan kemampuan dan berpartisipasi dalam aktivitas
 Kelemahan (-)
 Kelelahan (-)
 TTV dbn saat / setelah melakukan aktifitas
 TD : 120/80 mmHg
 N : 60-100 x/mnt
 RR : 16-20 x/mnt

Intervensi :

1. Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas


R/ Mengetahui tingkat perkembangan klien dalam melakukan aktivitas
2. Tingkatkan tirah baring / duduk
R/ Periode istirahat merupakan tehnik penghematan energi
3. Catat adanya respon terhadap aktivitas seperti :takikardi, dispnea, fatique
R/ Respon tersebut menunjukkan peningkatan O2, kelelahan dan kelemahan
4. Tingkatkan keterlibatan pasien dalam beraktivitas sesuai kemampuannya
R/ Menambah tingkat keyakinan pasien dan harga dirinya secar baik sesuai dengan
tingkat aktivitas yang ditoleransi.
5. Berikan bantuan aktivitas sesuai dengan kebutuhan
R/ Memenuhi kebutuhan aktivitas klien
6. Berikan aktivitas hiburan yang tepat seperti : menonton TV dan mendengarkan radio
R/ Meningkatkan relaksasi dan penghematan energi, memusatkan kembali perhatian dan
meningkatkan koping

Dx 3. Resiko infeksi b.d penurunan respon imun, respon inflamasi


Tujuan : Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan intervensi
KH : Tanda-tanda infeksi (tumor, calor, dolor, rubor, fungsio laesa) tidak ada
Suhu normal : 36,5-37,1 C
Hasil lab : Leukosit : 5000-10.000 gr/dL
Intervensi :

1. Kaji tanda-tanda infeksi


R/ Adanya tanda-tanda infeksi (tumor, rubor, dolor, calor, fungsio laesa) merupakan
indicator adanya infeksi.
2. Ukur TTV setiap 8 jam
R/ Suhu yang meningkat merupan indicator adanya infeksi
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan
R/ Mencegah timbulnya infeksi silang
4. Batasi pengunjung sesuai indikasi
R/ Mengurangi pemajanan terhadap patogen infeksi lain
5. Tempatkan klien pada ruang isolasi sesuai indikasi
R/ Tehnik isolasi mungkin diperlukan untuk mencegah penyebaran / melindungi pasien dari
proses infeksi lain

Kolaborasi

6. Pemberian antibiotik sesuai indikasi


R/ Terapi antibiotik untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial
7. Pemeriksaan lab (Leukosit)
R/ Leukosit meningkat indikasi terjadinya infeksi

Dx 4. Resiko cedera b.d kelemahan


Tujuan : Klien tidak mengalami cidera setelah dilakukan intervensi
KH :
 Cedera jaringan lunak (-)
 Fraktur (-)
 Ekimosis (-)
 Kelemahan (-)
Intervensi :
1. Ciptakan lingkungan yang protektif / aman
R/ Lingkungan yang protektif dapat mencegah jatuh, fraktur dan cedera lainnya pada tulang
dan jaringan lunak
2. Bantu klien saat ambulansi
R/ Kondisi yang lemah sangat beresiko terjatuh / terbentur sat ambulasi
3. Berikan penghalang tempat tidur / tempat tidur dengan posisi yang rendah
R/ Menurunkan kemungkinan adanya trauma
4. Anjurkan kepada klien untuk istirahat secara adekuat dengan aktivitas yang sedang
R/ Memudahkan proses penyembuhan
5. Anjurkan klien untuk diet tinggi protein, kalsium dan vitamin D
R/ Untuk meminimalkan pengurangan massa otot
6. Kolaborasi pemberian obat-obatan seperti sedative
R/ Dapat meningkatkan istirahat

Dx 5. Gangguan integritas kulit b.d kerusakan proses penyembuhan, penipisan dan kerapuhan
kulit.
Tujuan : Klien menunjukkan integritas kulit kembali utuh setelah dilakukan tindakan
keperawatan
KH :
 Penipisan kulit (-)
 Petechie (-)
 Ekimosis (-)
 Edema pada ekstremitas (-)
 Keadaan kulit baik dan utuh
 Striae (-)

Intervensi :

1. Kaji ulang keadaan kulit klien


R/ Mengetahui kelaianan / perubahan kulit serta untuk menentukan intervensi selanjutnya
2. Ubah posisi klien tiap 2 jam
R/ Meminimalkan / mengurangi tekanan yang berlebihan didaerah yang menonjol serta
melancarkan sirkulasi
3. Hindari penggunaan plester
R/ Penggunaan plester dapat menimbulkan iritasi dan luka pada kulit yang rapuh
4. Berikan lotion non alergik dan bantalan pada tonjolan tulang dan kulit
R/ dapat mengurangi lecet dan iritasi

Dx 6. Gangguan citra tubuh b.d perubahan integumen, perubahan fungsi sexual


Tujuan : Klien menunjukkan gambaran diri yang positif setelah dilakukan tindakan
keperawatan
KH :
 Klien dapat mengekspresikan perasaanya terhadap perubahan penampilannya
 Klien dapat mengutarakan perasaannya tentang perubahan sexual
 Klien dapat menyebutkan tanda dan gejala yang terjadi selama pengobatan
 Klien dapat melakukan personal hygine setiap hari

Intervensi :

1. Ciptakan lingkungan yang kondusif dengan klien mengenai perubahan body image yang
dialami
R/ Lingkungan yang kondusif dapat memudahkan klien untuk mengungkapkan
perasaannya
2. Beri penguatan terhadap mekanisme koping yang positif
R/ Membantu klien dalam meningkatkan dan mempertahankan kontrol dan membantu
mengembangkan harga diri klien
3. Berikan informasi pada klien mengenai gejala yang berhubungan dengan pengobatan
R/ Dengan diberikan penjelasan tersebut, klien dapat menerima perubahan pada dirinya
4. Diskusikan dengan klien tentang perasaan klien karena perubahan tersebut
R/ Mendiagnosa perubahan konsep diri didasarkan pada pengetahuan dan persepsi klien
5. Jaga privacy klien
R/ Meningkatkan harga diri klien
6. Beri dukungan pada klien dan jadilah pendengar yang baik
R/ Memberikan dukungan dapat memotivasi klien untuk berinteraksi dengan lingkungan
sekitar
7. Kolaborasi dengan ahli psikolog
R/ Pasien mungkin membutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka
panjang ketidakmampuan

Dx. 7 Perubahan proses pikir berhubungan dengan sekresi cortisol berlebih.


Tujuan : Klien menunjukkan Tidak terjadi perubahan proses pikir.
KH :
 Klien mempraktekkan teknik relaksasi.
 Klien mendiskusikan perasaannya dengan mudah.
 Klien dapat berorientasi terhadap lingkungan.

Intervensi :
1. Orientasikan pada tempat, orang dan waktu.
R/ Dapat menolong mempertahankan orientasi dan menurunkan kebingungan.
2. Tetapkan jadwal perawatan rutin untuk memberikan waktu istirahat yang teratur.
R/ Menaikkan orientasi dan mencegah kelelahan yang berlebihan.
3. Anjurkan klien untuk melakukan perawatan diri sendiri sesuai kemampuan.
R/ Mempertahankan orientasi pada lingkungan.
4. Ajarkan teknik relaksasi.
R/ Teknik relaksasi dapat mempengaruhi proses pikir, sehingga klien dapat lebih tenang.)
5. Berikan tindakan yang stabil, terang dan tidak menimbulkan stress.
R/ Tindakan yang stabil, tenang dan tidak menimbulkan stress memperbaiki proses pikir.

Dx. 8 Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan masa otot


Tujuan : Klien menunjukkan perawatan diri yang maksimal.
KH :
 Kelemahan (-)
 Keletihan (-)
 Klien ikut serta dalam aktivitas perawatan diri.
 Klien mengalami peningkatan dalam perawatan diri.
 Klien bebas dari komplikasi imobilitas.
Intervensi :
1. Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas perawatan diri.
R/ Dapat mengetahui kemampuan klien dan memudahkan intervensi selanjutnya.
2. Bantu klien dalam melakukan aktivitas perawatan diri.
R/ Pemenuhan kebutuhan perawatan diri klien.
3. Libatkan keluarga dalam aktivitas perawatan diri klien.
R/ Keluarga merupakan orang terdekat dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri
klien.
4. Rencanakan aktivitas dan latihan klien.
R/ Istirahat klien tidak terganggu dengan adanya aktivitas dan latihan yang terencana.
5. Berikan dorongan untuk melakukan perawatan diri kepada klien dan atur aktivitasnya.
R/ Dapat mencegah komplikasi imobilitas.
6. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
R/ Lingkungan yang tenang dan nyaman dapat menaikan istirahat dan tidur.

Dx. 9 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai pengobatan,


proses penyakit dan perawatan.
Tujuan : Pengetahuan klien bertambah.
KH :
 Klien mengatakan pemahaman penyebab masalah.
 Klien mendemonstrasikan pemahaman tentang pengertian, etiologi, tanda dan gejala
serta perawatannya.
 Klien mau berpartisipasi dalam proses belajar.
Intervensi :
1. Kaji pengetahuan klien tentang etiologi, tanda dan gejala serta perawatan.
R/ Membuat data dasar dan mengidentifikasi kebutuhan terhadap informasi.
2. Identifikasi data dasar / gejala harus dilaporkan dengan segera pada pemberi pelayanan
kesehatan.
R/ Evaluasi dan intervensi yang segera dapat mencegah terjadinya komplikasi.
3. Berikan informasi tentang perawatan pada klien dengan sindrom cushing.
R/ Mempermudah dalam melakukan intervensi dan menaikan pengetahuan klien.
4. Berikan perlindungan (isolasi) bila diindikasikan.
R/ Teknik isolasi mungkin diperlukan unutk mencegah penyebaran / melindungi pasien
dari proses infeksi lain.
Kolaborasi.
5. Pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R/ Therapi antibiotik untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial.
6. Pemeriksaan lab (leukosit)
R/ Leukosit yang meningkat indikasi terjadinya infeksi.

4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai intervensi yang disesuaikan dengan kondisi klien.

5. Evaluasi
a. Kebutuhan volume cairan kembali adekuat.
b. Klien toleransi terhadap aktivitas.
c. Infeksi tidak terjadi.
d. Cedera tidak terjadi.
e. Integritas kulit klien kembali normal.
f. Body image klien kembali bertambah.
g. Proses pikir klien kembali normal.
h. Klien menunjukkan perawatan diri yang maksimal.
i. Pengetahuan klien bertambah

B. PENYAKIT ADDISON

1. Pengkajian
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : Lelah, nyeri/ kelemahan pada otot (terjadi perburukan setipa hari), Tidak
mampu beraktivitas atau bekerja.
Tanda :
 peningkatan denyut jantung atau denyut nadi pada aktivitas yang minimal
 Penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi
 Depresi, gangguan konsentrasi
 Letargi
b. Sirkulasi
Tanda:
 Hipotensi termasuk hipotensi postural
 Takikardi, disritmia, suara jantung melemah
 Nadi perifer melemah
 Pengisian kapiler memanjang
 Ekstremitas dingin, sianosis, dan pucat
c. Integritas ego
Gejala: adanya riwayat riwayat factor stress yang baru dialami, termasuk sakit fisik
atau pembedahan , perubahan gaya hidup, ketidak mampuan mengatasi stress .

Tanda: Ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil

d. Eliminasi
Gejala: diare, sampai adanya konstipasi, kram abdomen, perubahan frekuensi dan
karakteristik urin.
Tanda: Diuresis yang diikuti oliguria
e. Makanan atau cairan
Gejala: Anoreksia berat, mual, muntah, kekurangan zat garam, BB menurun dengan
cepat.
Tanda: Turgor kulit jelek, membrane mukosa kering
f. Neurosensori
Gejala: Pusing, sinkope, gemetar kelemahan otot, kesemutan
Tanda: disorientasi terhadap waktu, tempat, ruang (karena kadar natrium rendah),
letargi, kelelahan mental, peka rangsangan,cemas, koma (dalam keadaan krisis)
g. Nyeri/ kenyamanan
Gejala: Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala
Nyeri tulang belakang, abdomen, ekstrimitas (pada keadaan krisis)
h. Pernapasan
Gejala: Dipsnea
Tanda: Pernapasan meningkat, takipnea, suara nafas: krekels, ronkhi pada keadaan
infeksi.
i. Keamanan
Gejala: tidak toleran terhadap panas, cuaca udara panas
Tanda: Hiperpigmentasi kulit (coklat kehitaman karena terkena sinar matahari)
menyeluruh atau berbintik bintik, Peningkatan suhu, demam yang diikuti dengan
hipotermi (keadaan krisis).
j. Seksualitas
Gejala: Adanya riwayat menopause dini, amenore,hilangnya tanda tanda seks
sekunder (berkurangnya rambut rambut pada tubuh terutama pada wanita), hilangnya
libido

Pemeriksaan diagnostic
 Kortisol plasma menurun
 ACTH meningkat (pada primer) menurun (pada sekunder)
 ADH meningkat
 Aldosteron menurun
 Elektrolit: kadar dalam serum mungkin normal atau natrium sedikit menurun sedangkan
kalium sedikit meningkat
 Glukosa; hipoglikemi
 Ureum/ keratin: mungkin meningkat (karena terjadi penurunan perfusi jaringan ginjal)
 Analisa gas darah: asidosis metabolic
 Sel darah merah (eritrosit): anemia numokronik, Ht meningkat (karena
hemokonsentrasi)jumlah limfosit mungkin rendah, eosinofil meningkat
 Urin 24 jam : 17 kerosteroid, 17 hidroksikortikoid, dan 17 kelogenik steroid menurun
 Pemeriksaan EKG

2. Diagnosa keperawatan
a. Kekurangan volume cairan b.d kekurangan natrium dan kehilangan cairan melalui
ginjal, kelenjar keringat, saluran gastrointestinal (karena kekurangan aldosteron)
b. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake tidak adekuat (mual,
muntah, anoreksia),defisiensi glukokortikoid
c. Intoleransi aktifitas b.d penurunan produksi metabolime ketidak seimbangan cairan
elektrolit dan glukosa
d. Penurunan curah jantung b.d berubahnya kecepatan, irama, dan konduksi jantung
(akibat dari ketidakseimbangan elektrolit)
e. Perubahan proses pikir b.d penurunan kadar natrium (hipotremia), penurunan kadar
glukosa (hipoglikemia), gangguan keseimbangan asam basa
f. Gangguan harga diri b.d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan karakteristik
tubuh.
g. Kurang pengetahuan tentang: penyakit, prognosis, pengobatan b.d kurang pemajanan/
mengingat, keterbatasan kognitif.
3. Rencana keperawatan
DX. 1: Kekurangan volume cairan b.d kekurangan natrium dan kehilangan cairan melalui
ginjal, kelenjar keringat, saluran gastrointestinal (karena kekurangan aldosteron)
Tujuan : klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit setelah dilakukan
tindakan
KH :
 Pengeluaran urin adekuat (1cc/kgBB/jam)
 TTV : N:80-100 x/mnt S: 36-37C,TD: 120/80 mmHg
 Tekanan nadi perifer jelas: kurang dari 3 det
 Turgor kulit elastis
 Pengisian kapiler baik kurang dari 3 det
 Membrane mukosa lembab
 Warna kulit tidak pucat
 Rasa haus tidak ada
 BB ideal: (TB-100)-10%(TB-100)
 Hasil lab:
Ht : W: 37-47%
L: 42-52%
Ureum: 15-40 mg/dl
Natrium: 135-145 mEq/L
Kalium: 3,3-5,0 mEq/ L
Kreatinin: 0,6-1.2 mg/dl

Intervensi:

1. Pantau TTV, catat perubahan tekanan darah pada perubahan posisi, kekuatan dari nadi
perifer
R/: Hipotensi postural merupakan bagian dari hipovolemia akibat kekurangan hormone
aldosteron dan penurunan curah jantung sebagai akibat dari penurunan kortisol.
2. Ukur dan timbang BB klien
R/: Memberikan perkiraan kebutuhan akan pengganti volume cairan dan kefektifan
pengobatan. Peningkatan BB yang cepat disebabkan oleh adanya retensi caairan dan
natrium yang berhubungnn dengan pengobatan steroid
3. Kaji pasien mengenai ada rasa haus, kelelahan, nadi cepat, pengisian kapiler memanjang,
turgor kulit jelek, membrane mukosa kering. Catat warna kulit dan temperaturnya
R/: Mengidentifikasi adanya hipovolemia dan mempengaruhi kebutuhan volume
pengganti.
4. Periksa adanya perubahan status mental dan sensori.
R/: Dehidrasi berat menurunkan curah jantung berat dan perfusi jaringan terutama
jaringan otak.
5. Aukultasi bising usus (peristaltic usus). Catat dan laporkan adanya mual, muntah, dan
diare.
R/: Kerusakan fungsi saluran cerna dapat meningkatkan kehilangan cairan dan elektrolit
dan mempengaruhi cara untuk pemberian cairan dan nutrisi
6. Berikan perawatan mulut secara teratur
R/: membantu menurunkan rasa tidak nyaman akibat dari dehidrasi dan mempertahankan
kerusakan membrane mukosa
7. Berikan cairan oral diatas 3000cc/hari sesegera mungkin sesuai dengan kemampuan klien
R/: Adanya perbaikan pada saluran cerna dan kembalinya fungsi saluran cerna tersebut
memungkinkan untuk memberikan cairan dan elektrolit melalui oral.
Kolaborasi

8. Berikan cairan, antara lain:


 Cairan NaCl 0,9%
R/: Mungkin membutuhkan cairan pengganti 4-6Ltr.dengan pemberian cairan NaCl
0,9% melalui Iv 500-1000ml/jam, dapat mengatasi kekurangan natrium yang sudah
terjadi
 Larutan glukosa
R/: Dapat menghilangkan hipovolemia
9. Berikan obat sesuai dosis
 Kortison (ortone)atau hidrokotison (cortef) 100mg intravena setiap 6jam untuk
24jam.
R/: Dapat mengganti kekurangn kortison dalam tubuh dan meningkatkan
reabsorbsi natrium sehingga dapat menurunkan kehilangan cairan dan
mempertahankan curah jantung
 Mineral kortikoid, fludokortison, deoksikortikosteron 25-30mg/hari peroral
R/: dimulai setelah pemberian dosis hidrokortisol yang tinggi yang telah
mengakibatkan retensi garam berlebihan yang mengakibatkan gangguan tekanan
darah dan gangguan elektrolit
10. Pasang atau pertahankan kateter urin dan selang NGT sesuai indikasi
R/: dapat memfasilitasi pengukuran haluaran dengan akurat baik urin maupun dari
lambung, memberikan dekompresi lambung dan membatasi muntah.
11. Pantau hasil laboratorium
 Hematokrit (Ht)
R/: Peningkatan kadar Ht darah merupakan indikasi terjadinya hemokonsentrasi
yang akan kembali normal sesuai dengan terjadinya dehidrasi pada tubuh
 Ureum atau kreatinin
R/: peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah merupakan indikasi terjadinya
kerusakan tingkat sel karena dehidrasi atau tanda serangan gagal ginjal
 Natrium
R/: hiponatremia merupakan indikasi kehilangan melalui urin yang berlebihan
karena gangguan reabsorpsi pada tubulus ginjal
 Kalium
R/: penurunan kadar aldosteron mengakibatkan penurunan natrium dan air
sementara itu kalium tertahan sehingga dapat menyebabkan hiperkalemia

Dx 2: Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake tidak adekuat (mual, muntah,
anoreksia) defisiensi glukortikoid
Tujuan: kebutuhan nutrisi klien kembali adekuat setelah dilakukan tindakan intervensi
KH :
 Tdak ada mual muntah
 BB ideal (TB-100)-10%(TB-100)
 Anoreksia (-)
 Hb: W: 12-14 gr/dl
L: 13-16 gr/dl
 Ht: W: 37-47%
L:42-52%
 Albumin: 3,5-4,7g/dl
 Globulin: 2,4-3,7g/dl
 Bising usus: 5-12x/mnt
 TTV dbn: N: 80-100x/mnt TD: 120/80mmHg
 Temperature kulit hangat
 Nyeri kepala (-)
 Kesadaran compos mentis

Intervensi:
1. Aukultasi bising usus dan kaji apakah ada nyeri perut, mual atau muntah
R/: Kekurangan kortisol dapat menyebabkan gejala intestinal berat yang mempengaruhi
pencernaan dan absorpsi dari makanan
2. catat adanya kulit yang dingin atau basah, perubahan tingkat kesadaran, nadi yang cepat,
nyeri kepal, sempoyongan.
R/: Gejala hipoglikemia dengan timbulnya tanda tersebut mungkin perlu pemberian
glukosa dan mengindikasikan pemberian tambahan glukortikoid
3. Pantau pemasukan makanan dan timbang BB tiap hari
R/: Anoreksi, kelemahan, dan kehilangan pengaturan metabolismr oleh kortisol terhadap
makanan dapat mengakibatkan penurunan berat badan dan terjadi malnutrisi.
4. Berikan atau Bantu perawatan mulut
R/: Mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan
5. Berikan lingkungan yang nyaman untuk makna contoh bebas dari bau tidak sedap, tidak
terlalu ramai
R/: Dapat meningkatkan nafsu makan dan memperbaiki pemasukan makan

Kolaborasi

6. Pertahankan status puasa sesuai indikasi


R/: Mengistirahatkan gastrointestinal, mengurangi rasa tidak enak dan kehilangan
7. Berikan glukosa intravena dan obat obatan sesuai indikasi seperti glukokortikoid
R/: Memperbaiki hipoglikemi, memberi sumber energi pemberian glukokortikoid akan
merangsang glukoneogenesis, menurunkan pengguanaan glukosa dan membantu
penyimpanan glukosa sebagai glikogen.
8. Pantau hasil lab seperti Hb, Ht
R/: Anemia dapat terjadi akibat deficit nutrisi atau pengenceran yang terjadi akibat retensi
cairan sehubungan dengan glukokortikoid

Dx 3: Intoleransi aktivitas b.d penurunan produksi energi metabolisme, ketidakseimbangan


cairan elektrolit dan glukosa
Tujuan: Aktivitas klien kembali adekuat setelah dilakukan tindakan
KH:
 Menunjukkn peningkatan kemampuan klien dan partisipasi dalam aktivitas setelah
dilakukan tindakan
 TTV : N: 80-100x/mnt RR: 16-20x/mnt, TD: 120/80 mmHg
 Kelelahan (-)
 Tidak terjadi perubahan TTV setelah melakukan aktivitas
Intervensi

1. kaji tingkat kelemahan klien dan identifikasi aktifitas yang dapat dilakukan oleh klien
R/: Pasien biasanya telah mengalami penurunan tenaga, kelemahan otot menjadi terus
memburuk setiap hari karena proses penyakit dan munculnya ketidak seimbangan
natrium dan kalium.
2. Pantau TTV sebelum dan sesudah melakukan aktivitas
R/: Kolapsnya sirkulasi dapat terjadi sebagai akibat dari stress, aktivitas jika curah
jantung berkurang.
3. Sarankan pasien untuk menentukan masa atau periode antara istirahat dan melakukan
aktivitas
R/: Mengurangi kelelahan dan mencegah ketegangan pada jantung
4. Diskusikan cara untuk menghemat tenaga misal: duduk lebih baik daripada berdiri
selama melakukan aktifitas
R/: Pasien akan dapat melakukan aktivitas yang lebih banyak dengan mengurangi
pengeluaran tenaga pada setiap kegiatan yang dilakukan
5. Tingkatkan keterlibatan pasien dalam beraktivitas sesuai kemampuannya
R/: Menambah tingkat keyakinan pasien dan harga dirinya secara baik sesuai dengan
tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi

Dx 4: Penurunan curah jantung b.d berubahnya kecepatan, irama dan konduksi jantung (akibat
dari ketidakseimbangan elektrolit)
Tujuan: Curah jantung klien kembali adekuat setelah dilakukan tindakan
KH:
 TTV dbn N: 80-100x/mnt RR:16-20x/mnt
TD: 12/80 mmHg S: 36-37c
 Nadi perifer teraba dengan baik
 Pengisian kapiler kurang dari 3 det
 Hasil lab kalium darah: 3,3-5,0 mEq/L
 Disritmia (-)
 Warna kulit tidak pucat
Intervensi:

1. Pantau TTV dan catat adanya disritmia


R/: Peningkatan fungsi jantung merupakan manifestasi awal sebagai kompensasi
hipovolemia dan penurunan curah jantung.
2. Pantau suhu tubuh, catat bila ada perubahan yang mencolok dan tiba tiba.
R/: Hiperpireksia yang tiba tiba terjadi diikuti oleh hipotermia sebagai akibat dari
ketidakseimbangan hormonal, cairan dan elektrolit yang mempengaruhi fungsi jantung
dan curah jantung.
3. Kaji warna kulit, suhu, pengisian kapiler dan nadi perifer
R/: Pucat, kulit yang dingin, pengisian kapiler yang memanjang, nadi yang lambat dan
lemah merupkan indikasi terjadi syok.
4. Teliti adanya perubahan mental dan laporkan adanya nyeri pada abdomen daerah
punggung dan kaki.
R/: Perubahan mental (peka rangsang, cemas, ketakutan)merupakan cerminan dari
penurunan curah jantung / serebral dan perfusi perifer atau serangan hipoglikemia.
5. Tempatkan pasien pada ruangan yang tenang dan dengan kelembapan yang sesuai, tidak
bising dan dibatasi aktivitas.
R/: Respon normal pasien terhadap stress adalah kurang dan stimulus yang biasanya tidak
menimbulkan masalah dapat berpengaruh negative pada pasien.
6. Pantau adanya hipertensi, edema, krekels, BB meningkat, nyeri kepala yang hebat, peka
rangsang dan bingung.
R/: Efek pemberian kortikosteroid dan atau natrium dan cairan pengganti yang berlebihan
dapat menyebabkan potensial kelebihan cairan dan gagal jantung

Kolaborasi

7. Berikan O2
R/: Kadar oksigen yang maksimal dapat membantu menurunkan kerja jantung
8. Pantau kalium darah
R/: Pasien cenderung mengalami hiperkalemia karena bila kadar natrium menurun
(dampak sekunder pada kekurangan aldosteron), kalium tetahan oleh ginjal
Dx. 5: Perubahan proses pikir b.d hiponatremia, hipoglikemia, gangguan keseimbangan asam
basa
Tujuan: Proses pikir klien kembali efektif setelah dilakukan tindakan
KH:
 Mempertahankan tingkat kesadaran mental
 Tidak mengalami cedera
 Klien dapat mengenal tempat, orang, dan waktu
 TTV : N: 80-100x/mnt TD: 120/80 mmHg,RR: 16-20x/mnt
 Hasil lab :Hb L: 13-16 gr/dl
W: 12-14 gr/dl
Ht L: 42-51%
W: 37-47%
Glukosa darah: 80-110 mg/dl

Intervensi:

1. Pantau TTV dan status neurologis


R/: Memberikan patokan untuk dasar perbandingan atau pengenalan terhadap temuan
abnormal.
2. Panggil pasien dengan namanya orientasikan pada orang, tempat, dan waktu sesuai
kebutuhan.
R/: Menolong mempertahankan orientasi dan menurunkan kebingungan
3. Tetapkan dan pertahankan jadwal perawatan rutin untuk memberikan waktu istirahat
yang teratur.
R/: Meningkatkan orientasi dan mencegah kelelahan yang berlebih
4. Sarankan pasien untuk melakukan perawatan diri sendiri sesuai dengan kemampuan
dengan waktu yang cukup untuk menjalankan seluruh tugasnya.
R/: Menolong pasien dalam menjaga dan memberikan sentuhan yang nyata dan
mempertahankan orientasi pada lingkungan.
Kolaborasi

5. Pantau hasil pemeriksaan lab mis: glukosa darah, osmolaritas serum, Hb, Ht
R/: Perubahan yang terus menerus pada mental memerlukan evaluasi lanjut

Dx 6: Gangguan harga diri b.d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan karakteristik
tubuh
Tujuan : Harga diri klien kembali positif setelah dilakukan tindakan
KH:
 Menunjukkan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada tubuhnya
 Dapat beradaptasi dengan orang lain
 Dapat mengungkapkan perasaan tentang dirinya

Intervensi

1. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang keadaannya misal: perubahan


penampilan dan peran
R/: Membantu mengevaluasi berapa banyak masalah yang dapat diubah oleh pasien
2. Sarankan pasien untuk melakukan manajemen stress misal: tehnik relaksasi, visualisasi,
imaginasi
R/: Meminimalkan perasaan stress, frustasi, meningkatkan kemampuan koping
3. Dorong pasien untuk membuat pilihan dan berpartisipasi dalam penampilan diri sendiri
R/: Dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri, memperbaiki harga diri
4. Fokuskan pada perbaikan yang sedang terjadi dan pengobatan missal; menurnnya
pigmentasi kulit.
R/: Ungkapkan seperti ini dapat mengangkat semangat pasien dan meningkatkan harga
diri pasien.
5. Sarankan pasien untuk mengunjungi seseorang yang penyakitnya telah terkontrol dan
gejalanya telah berkurang
R/: Dapat menolong pasien untuk melihat hasil dari pengobatan yang telah dilakukan

Kolaborasi
6. Rujuk ke pelayanan social konseling, dan kelompok pendukung sesuai pendukung.
R/: Pendekatan secara komprehensif dapat membantu memenuhi kebutuhan pasien untuk
memelihara tingkah laku pasien

Dx 7: Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, penyakit b.d kurang pemajanan,


mengingat, keterbatasan kognitif
Tujuan: Pengetahuan klien bertambah setelah dilakukan tindakan
KH:
 Klien dapat mengungkapkan pemahamannya tentang penyakit, prognosis, dan
pengobatan
 Dapat mengidentifikasikan keadaan yang membuat stress.
 Dapat melakukan perubahan gaya hidup.
 Dapat berpartisipasi dalam pengobatan

Intervensi

1. Sarankan pasien untuk tetap menetapkan secara aktif jadwal yang teratur dalam makan,
tidur dan latihan.
R/: Membantu untuk meningkatkan perasaan menyenangkan, sehat dan untuk memahami
bahwa aktivitas fisik yang tidak teratur dapat meningkatkan kebutuhan hormone.
2. Diskusikan mengenai diet, seperti diet yang teratur diet yang tinggi karbohidrat dan tinggi
protein.
R/: Mencegah kehilangan BB dan menurunkan resiko timbulnya hipoglikemia.
3. Tinjau ulang tentang terapi hormone pengganti dan perlunya memahami jadwal pengobatan
yang tepat.
R/: Membantu pasien untuk memahami situasi pengobatan yang dapat meningkatkan kerja
sama dalam program pengobatan.
4. Diskusikan perasaan pasien yang berhubungan dengan pemakaian obat untuk sepanjang
kehidupan pasien.
R/: Dengan mendiskusikan fakta fakta tersebut dapat membantu pasien untuk memasukkan
perubahan perilaku yang perlu kedalam gaya hidup.
5. Tekankan pentingnya menghindari sumber infeksi (batasi pengunjung, hindari kontak
dengan orang yang mengalami infeksi).
R/: Suplai respon inflamasi meningkatkan resiko terjadinya infeksi dan kemungkinan
berkembang ke keadaan yang mengancam kehidupan pasien.

4. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang ditetapkan dan sesuai dengan
masalah prioritas pasien.

5. Evaluasi
a. Keseimbangan volume cairan dan elektrolit dapat dipertahankan
b. Kebutuhan nutrisi klien kembali adekut
c. Aktivitas klien terpenuhi secara adekuat
d. Curah jantung kembali adekuat
e. Proses pikir klien kembali adekuat
f. Harga diri klien kembali adekut
g. Pengetahuan klien bertambah

Вам также может понравиться