Вы находитесь на странице: 1из 9

Jurnal Anestesiologi Indonesia

LAPORAN KASUS
Penanganan Perioperatif Pasien Dengan TOF dan Kardiomiopati Dilatatif
Disertai Multiple Thrombus di Semua Ruang Jantung
Perioperative Management Tetrallogy of Fallot in an pediatric with Cardiomyopathy
and multiple thrombus Formation
Fajar Perdhana *, Prieta Adriane *
*Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta

ABSTRACT
Tetralogy of Fallot defined as a condition of congenital heart defect which is
classically understood to involve comprises right ventricular (RV) outflow tract
obstruction (RVOTO) (infundibular stenosis), Ventricular septal defect (VSD), aorta
dextroposition, and RV Hypertrophy. This condition was worsen by cardiomyopathy
leading to heart failure and multiple thrombus formation in all chamber of the heart.
Perioperative challenges include “tet spell” at any time during the pre CPB period,
which is can cause by anesthetic induction and manipulation of the heart and great
vessels by the sugeon, and decrease of the heart fuction caused by cardiomyopathy can
lead to heart failure. Postoperatively, patients may encounter low cardiac output
syndrome. A 2 years and 10 months child, diagnose as TOF with dilatative
cardiomyopathy and multiple thrombus formation, undergoing total correction
procedure. She hospitalized with serious complications such as heart failure and
severe decrease of left and right ventricle fuction. Patient were monitored with
standard electrocardiogram, pulse oximetry and non invasive blood pressure. The
patient was performed anesthesia with inhalation induction with sevoflurane, then
performed invasive blood pressure in left radial artery and central venous catheter
(CVC) in right jugular vein The operation was performed to evacuated all thrombus,
VSD closure with goretex patch and infundibulum resection and then performed
pericardial patch to dilate Right Ventricel Outflow Tract (RVOT). Patient had low
cardiac ouput syndrome in post operative periods, were treated for 21 days in ICU,
and tracheostomy was performed on day 9 of care. The patient was successfully
weaned from the ventilator at day 13. A total correction procedure for TOF patient
with dilatative cardiomyopathy is a challenge for anesthesiologists. Good pre-
operative preparation, durante operation management and careful monitoring on
postoperative care produce good results.

Keywords: Tetrallofy of Fallot, Dilatative Cardiomyopathy, thrombus, low cardiac


output syndrome

ABSTRAK
Tetrallogy of Fallot (TOF) didefinisikan sebagai kondisi penyakit jantung kongenital
yang ditandai dengan adanya obstruksi right ventricle outflow tract (RVOTO) baik

Volume IX, Nomor 1, Tahun 2017


Volume IX, Nomor
Terakreditasi DIKTI 1, Tahunmasa
dengan 2017berlaku 3 Juli 2014 - 2 Juli 2019 10
Dasar SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 212/P/2014
Jurnal Anestesiologi Indonesia

stenosis pada supravalvar, valvar dan subvalvar, adanya ventricle septal defect (VSD),
dextroposisi dari aorta dan hipertrofi ventrikel kanan. Kondisi ini diperberat dengan
kardiomiopati dilatatif yang menyebabkan pasien jatuh pada keadaan gagal jantung
dan pembentukan trombus multipel di semua ruang jantung. Tantangan perioperatif
adalah terjadinya tet spell pada periode pre CardioPulmonary By pass (CPB), dan
depresi kontraktilitas dapat menyebabkan gagal jantung. Pasca operasi beresiko tinggi
untuk terjadi low cardiac output syndrome. Anak usia 2 tahun 10 bulan dengan
diagnosis TOF dan kardiomiopati dilatatif disertai pembentukan trombus multipel
yang menjalani prosedur total koreksi, dengan penyulit penyerta gagal jantung yang
membaik dengan terapi medikamentosa, fungsi ventrikel kiri dan ventrikel kanan yang
turun. Pasien dipasang monitoring standar EKG, SpO2, dan NIBP, kemudian
dilakukan induksi inhalasi dengan sevofluran, selanjutnya dilakukan pemasangan
invasif blood pressure pada arteri radialis kiri dan pemasangan kateter vena sentral
(CVC) pada vena jugularis kanan. Dilakukan tindakan evakuasi trombus, penutupan
VSD dengan goretex patch dan reseksi infundibulum kemudian dilakukan pericardial
patch untuk melebarkan Right Ventricel Outflow Tract (RVOT). Pasca operasi pasien
mengalami low cardiac ouput syndrome,dirawat selama 21 hari di ICU, dan dilakukan
trakeostomi pada perawatan hari ke-9. Pasien berhasil disapih dari ventilator pada
perawatan hari ke-13 dan pindah dari ICU ke ruang perawatan pada hari ke-21.
Prosedur total koreksi pada pasien TOF dengan disertai kardiomiopati dilatatif
merupakan tantangan tersendiri bagi dokter ahli anestesi. Persiapan pre-operasi yang
baik, manajemen durante operasi dan monitoring yang seksama serta perawatan pasca
operasi yang berkesinambungan menghasilkan hasil yang baik.

Kata kunci : TOF, total kor eksi, kar diomiopati dilatatif, low cardiac output
syndrome, trombus

PENDAHULUAN

Tetrallogy of Fallot (TOF) dijumpai pulmonal (infundibular atau subvalvu-


pada 10 % kasus penyakit jantung kon- lar, valvular, supravalvular atau kom-
genital, TOF adalah bentuk paling binasi).1,2,3
umum dari penyakit jantung sianotik.
Lillehei pertama kali berhasil
Dokter Prancis Etienne Fallot, 1888,
melakukan prosedur total koreksi pada
pertama kali mempublikasikan
TOFtahun 1954. Prosedurtotal koreksi
deskripsi kelainan klinik dan anatomik
ditujukan untuk menghilangkan ob-
secara komprehensif, berdasarkan
struksi dengan melakukan reseksi
sejumlah penelitian postmortem. TOF
dinding yang hipertrofi, dan melebar-
ditandai dengan adanya V entricular
kan RVOT dengan pericardial patch.4
Septal Defect (VSD), Overriding aorta,
right ventricular hypertrophy, stenosis

11 Volume IX, Nomor 1, Tahun 2017


Jurnal Anestesiologi Indonesia

KASUS Konfirmasi dengan USG thorak


didapatkan efusi pleura kiri. Dilakukan
Anak perempuan usia 2 tahun 10 bulan
echocardiografi ulang, didapatkan hasil
dengan berat badan 12 Kg, datang
multiple thrombus LV 1,89 X 2,05 cm,
dengan keluhan sesak, batuk dan pilek
thrombus di RA 2,75 X 3,4 cm, MPA
lama, bengkak seluruh tubuh, demam 1
0,89 X 1,01 cm, di RVOT 0,7 X 0,7
minggu, disertai sianosis. Lahir cukup
cm.
bulan, sianosis (+). Hasil echocardio-
grafi menunjukkan RA, RV dilatasi; TR Hasil pemeriksaan MSCT Cardiac: kar-
ringan, PS sedang; tampak vegetasi di diomegali terutama pembesaran dari
katup pulmonal UK 0.6x0.04; dan sep- RA dan LV disertai thrombus pada LV
tum ventrikel VSD defek IVS 1.17 L to ukuran terbesar 3.8 x 2 x 1.2 cm, pada
R shunt. Kesimpulan hasil echocardio- PA ukuran 4.3 x 2.6 x 2.9 cm, dan mul-
grafi TOF + vegetasi katup pulmonal + tiple pada RV ukuran terbesar 0.3 x 0.4
PS sedang+ TR ringan. Disarankan un- x 0.5 cm; Brachiocephalic vein tampak
tuk dilakukan operasi BT shunt. prominen dengan thrombus yang luas
pada dindingnya; VSD sepanjang 1.74
cm lokasi dekat dengan aortic knob;
efusi perikardium minimal dan efusi

Gambar 1. Tetrallogy of Fallot

Gambar 2. Prosedur Total Koreksi


Pemeriksaan fisik didapatkan jalan
pleura kiri; dan hepatomegali.
nafas bebas, frekuensi nafas 28 kali/
menit, tidak ada ronkhi dan wheezing, Pasien kemudian didiagnosis dengan
SpO2 65%, perfusi hangat sianotik TOF + Endokarditis + Dilated Cardio-
dengan tekanan darah 90/50 mmHg, myophaty + Multiple Trombus + Heart
Nadi 128 kali/menit. Pasien sadar tam- failure. Hasil laboratorium dalam batas
pak lemah. didapatkan abdomen sedikit normal, dengan analisa gas darah sedi-
distensi dan ada asites. Ekstremitas kit asidosis metabolik dengan pH 7,33.
dijumpai pitting edema, clubbing fin-
ger, dan sianotik. Pemeriksaan foto ron- Dilakukan induksi inhalasi sevofluran,
sen thorak didapatkan jantung tidak dengan ko induksi Midazolam 2 mg IV,
dapat dievaluasi, efusi pleura kiri masif. Fentanyl 30 Mcg IV, Vecuronium 2 mg
IV, dilakukan intubasi sleep apneu ETT

Volume IX, Nomor 1, Tahun 2017 12


Jurnal Anestesiologi Indonesia

4,5, cuff (+), batas bibir 12 cm. Mainte- kardiomiopati. Hal ini sangat berbeda
nance dengan Sevoflurane dan oksi- dengan gagal jantung yang terjadi pada
gen. Selama operasi diberikan suple- pasien dewasa yang sering disebabkan
men Fentanyl dan vecuronium.Alat oleh penyakit jantung koroner dan
monitoring invasif dipasang arteri line hipertensi. Manajemen gagal jantung
pada arteri radialis sinistra, dan kateter pada anak-anak sebagian besar ber-
vena sentral pada V. Jugularis Interna dasarkan pengalaman klinis dan ap-
dextra. Dilakukan transesofageal likasi dari data pada terapi gagal jan-
ekokardiografi sebelum dan setelah tung pada dewasa. Pre operasi pasien
koreksi. Tindakan operasi yang dil- ini mendapat terapi diuretik, ace inhibi-
akukan adalah evakuasi thrombus, pe- tor, beta bloker dan dobutamin. Pasien
nutupan VSD dengan goretex patch dan ini mengalami gagal jantung yang
reseksi infundibulum kemudian dil- disebabkan oleh kardiomiopati dilatatif
akukan pericardial patch untuk dan kondisinya diperberat dengan adan-
melebarkan RVOT. Pasca operasi ya kelainan jantung kongenital TOF.
pasien disedasi dengan kontrol penuh Manajemen gagal jantung pada pasien
ventilasi. Hemodinamik ditopang ini dengan restriksi cairan dan medika
dengan adrenalin dan milrinon. Dil- mentosa.
akukan trakeostomi pada hari rawat ke-
9. Pasien dapat diekstubasi pada hari
rawat ke-13 dan pindah ke ruang
perawatan biasa pada hari rawat ke-19.

Gambar 4. Echocardiografi sebelum operasi

Terapi medika mentosa yang diberikan


Gambar 3. Foto ronsen thorak sebelum operasi antara lain diuretik, memiliki keun-
tungan pada gagal jantung melalui pen-
ingkatan kehilangan cairan, pening-
Manajemen Gagal Jantung pada katan kehilangan sodium. Digunakan
Anak luas pada gagal jantung dewasa dan
anak-anak, mengurangi gejala dengan
Pada kasus ini pasien datang dalam
cepat akibat volume overload. Pilihan
kondisi gagal jantung, gagal jantung
diuretik adalah loop diuretik karena
pada anak-anak banyak disebabkan
efeknya yang kuat, namun memiliki
oleh penyakit jantung kongenital dan

13 Volume IX, Nomor 1, Tahun 2017


Jurnal Anestesiologi Indonesia

potesi efek yang tidak diinginkan ter- Beta blockers melawan aktivasi sistem
hadap kadar magnesium dan calcium saraf simpatis yang sering muncul pada
intra dan extra seluler dan defisiensi gagal jantung. Keuntungan beta block-
thiamin.Cochrane systematic review er antara lain menurunkan denyut jan-
menyimpulkan diuretik menurunkan tung, meningkatkan keseimbangan
resiko kematian dan memburuknya ga- oksigen supply dan demand, menurunk-
gal jantung.5 an myocardial apotosis dan fibrosis,
efek anti aritmia, dan bersinergi dengan
Terapi yang lain menggunakan A CE ACE inhibitor. Terapi yang lain adalah
inhibitor yang berfungsi menurunkan dobutamin, yang digunakan pada gagal
efek yang dihasilkan dari aktivasi sis- jantung yang berat, dimana terjadi
tem RAA yang sering terjadi pada penurunan cardiac output dan
keadaan gagal jantung. Keuntungan penurunan tekanan darah. Dobutamin
efek A CE inhibitor pada gagal jantung menstimulasi kontraktilitas jantung.
antara lain menurunkan vasokonstriksi,
potensiasi aktivitas system saraf simpa- Koagulopati pada anak dengan pen-
tis, dan menurunkan pelepasan aldoste- yakit jantung kongenital (PJK)
rone (sehingga menurunkan retensi air
Anak dengan penyakit jantung sering
dan sodium, fibrosis myocardial, ham-
memiliki gangguan dalam keseim-
batan pelepasan NO, dan kerusakan
bangan hemostasis, yang dapat
bradikinin vasodilator). Ketiga proses
mengakibatkan perdarahan, trombosis,
tersebut dimediasi oleh Angiotensin II.
atau keduanya.Penyakit jantung kon-
genital sianotik dilaporkan memiliki
kecenderungan lebih mengalami system
hemostatic abnormal dibandingkan
penyakit jantung kongenital asianotik
dan penyakit jantung didapat (penyakit
Kawasaki, kardiomiopati).

Studi pada anak-anak dengan PJK


menunjukkan adanya abnormalitas pro-
tein-protein yang tertera dibawah dan
abnormalitas fungsi hemostatik, yang
dapat menimbulkan resiko perdarahan
dan atau thrombosis.6 Protein koagulasi
faktor II, V, VII, VIII, IX, X, dan fi-
brinogen menurun; faktor VIII mening-
kat. Inhibitor koagulasi protein C, S dan
Gambar 5.Gambaran MSCT jantung sebelum anti thrombin menurun. Protein fibrino-
operasi litik: plasminogen menurun. Protrom-
botik polimorfisme genetik mengidenti-
fikasi adanya : Faktor V Leiden, pro-

Volume IX, Nomor 1, Tahun 2017 14


Jurnal Anestesiologi Indonesia

trombin gen 20120, plasminogen G4 / RVOTsemakin penting menjaga rasio


G4, metilen tetrahidrofolat reduktase PVR:SVR. Peningkatan PVR relatif
677. terhadap SVR, dan penurunan SVR
relatif terhadap PVR, dapat mening-
Kelainan fungsi hemostatik meliputi : katkan shunt R_L, menurunkan alu-
peningkatan koagulasi, peningkatan ran darah pulmonal, dan menyebab-
atau penurunan fibrinolisis,peningkatan kan atau memperberat derajat siano-
atau penurunan jumlah dan fungsi sis.
trombosit , dan faktor lain berupa keru-
sakan endotel vaskular yang dipicu 3. Manajemen ventilator untuk
pemsangan kateter vena sentral, CPB menurukan PVR.
dan ECMO. 4. Menjaga atau meningkatkan SVR.
Sangat penting pada keadaan ob-
Tatalaksana Anestesi pada Pasien struksi RVOT yang berat.
TOF
5. Menangani secara agresif episode
Pada kondisi yang cukup optimal, hipersianosis
pasien ini diputuskan untuk dilakukan
6. Menjaga kontraktilitas. Penurunan
operasi definitif, yaitu total koreksi.
kontraktilitas pada keadaan obstruksi
Pertimbangan dilakukan total koreksi
RVOT yang berat dapat menyebab-
karena pasien ini akan dilakukan open
kan RV afterload mismatch dan
chamber untuk evakuasi thrombus, dari
menurunkan aliran pulmonal secara
hasil kateterisasi tidak didapatkan ab-
dramatis. Kecuali pada pasien dengan
normalitas dari arteri koroner, dari hasil
obstruksi RVOT pada infundibulum,
evaluasi di meja operasi didapatkan PA
penurunan kontraktilitas dapat
konfluens ukuran Anulus PA sesuai
menurunkan derajat obstruksi.
dengan full size dan tidak ada stenosis
di RPA maupun LPA.

Induksi anesthesia pada pasien ini dil- Induksi intravena banyak dilakukan na-
akukan dengan memperhatikan hal-hal mun kebanyakan bayi dan anak-anak
sebagai berikut : 1,2,3 dapat mentoleransi induksi inhalasi
baik dengan sevofluran atau halothane.
1. Menjaga frekuensi jantung, kon-
Halothane mungkin lebih baik jika
traktilitas, dan preload untuk menjaga
dibandingkan dengan sevofluran dalam
cardiac output. Euvolemia sangat
menurunkan komponen obstruksi
penting untuk menjaga obstruksi
RVOT yang dinamis, karena halothane
RVOT yang dinamis yang dapat
memiliki efek inotropik negatif yang
disebabkan hipovolemia sehingga
potent. Hipotensi sistemik harus
frekuensi jantung dan kontraktilitas
dihindari atau segera diatasi, karena
meningkat.
dapat menyebabkan atau meningkatkan
2. Menghindari rasio PVR:SVR. Se- R-L shunt pada keadaan obstruksi
makin rendah derajat lesi obstruksi RVOT yang berat.

15 Volume IX, Nomor 1, Tahun 2017


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Manajemen Hipersianotik atau “Tet untuk meningkatkan impedansi ejeksi


Spell” LV.

Terjadinya episode hipoksia pada  Pemberian morfin sulfat (0.05-


pasien TOF dapat mengancam jiwa. 0.10mg/kg), dengan melakukan sedasi
Spell lebih sering terjadi pada pasien pasien dapat menurunkan efek hiperp-
sianosis dengan frekuensi puncak spell nea.
usia antara 2 - 3 bulan. Timbulnya spell  Pemberian cairan kristaloid 15-
biasanya memerlukan intervensi bedah 30mL / kg. Meningkatkan preload
segera. Etiologi spell tidak sepenuhnya akan meningkatkan ukuran jantung,
dipahami, tetapi spasme infundibular yang dapat meningkatkan diameter
mungkin berperan.4 RVOT.

Hiperpnea paroksismal adalah gejala  Pemberian sodium bicarbonate untuk


awal.Ada peningkatan laju dan kedala- mengatasi asidosis metabolik berat
man respirasi, yang mengarah ke pen- yang terjadi selama spell. Koreksi asi-
ingkatan sianosis dan potensi sinkop, dosis metabolik akan menormalkan
kejang atau kematian. Selama spell, SVR dan mengurangi hiperpnea.
bayi akan tampak pucat dan lemas aki- Pemberian bikarbonat (1-2 mEq / kg)
bat aliran darah jantung yang berku- tanpa adanya analisis gas darah diper-
rang. Hiperpnea meningkatkan kon- bolehkan selama spell.
sumsi oksigen melalui peningkatan ker-  Phenylephrine dalam dosis yang
ja pernapasan. Hipoksia menginduksi relatif besar (5-10μg / kg IV bolus
penurunan systemic vascular resistance atau 2-5μg / kg / min) meningkatkan
(SVR), yang selanjutnya meningkatkan SVR dan mengurangi R-L shunt. Ob-
R-L shunt. Hiperpnea juga menurunkan struksi RVOT berat, pemberian phe-
tekanan intratoracic dan mengarah ke nylephrine menginduksi meningkat-
peningkatan aliran balik vena sistemik. kan PVR memberikan efek yang sedi-
Obstruksi infundibular akan meningkat- kit atau tidak berpengaruh dalam
kan preload RV dan peningkatan R-L meningkatkan ketahanan RV outflow.
shunt.  Agonis beta-adrenergic merupakan
Terapi pada spell meliputi:3,4 kontraindikasi absolut. Peningkatan
kontraktilitas akan lebih mem-
 Pemberian oksigen 100%. persempit infundibulum stenosis.
 Kompresi arteri femoralis atau  Pemberian propranolol (0,1 mg / kg)
menempatkan pasien dalam knee- atau esmolol (0.5mg / kg diikuti
chest position meningkatkan SVR dan dengan drip 50-300 mg / kg / min)
mengurangi R-L shunt. Kompresi dapat mengurangi spasme infundibu-
manual dari aorta abdominal sangat lar dengan menekan kontraktilitas.
efektif untuk pasien dalam pembiu- Selain itu, memperlambat denyut jan-
san. Setelah dada terbuka, ahli bedah tung memungkinkan untuk mening-
dapat mengkompresi aorta asending katkan pengisian diastolik

Volume IX, Nomor 1, Tahun 2017 16


Jurnal Anestesiologi Indonesia

(peningkatan preload), peningkatan c. Pelebaran RVOT dengan transanular


ukuran jantung, dan peningkatan di- patch dapat menyebabkan regurgi-
ameter RVOT. tasi pulmonal, sehingga menambah
 Resusitasi Extra corporeal membrane beban volume pada RV
oxygenation (ECMO) pada episode d. Adanya residual obstruksi pada
refraktori jika intervensi operasi sege- RVOT menambah beban pada RV
ra tidak memungkinkan. e. VSD residual menambah beban vol-
Manajemen pasca CPB1,2,3,4 ume pada RV

1. Menjaga denyut jantung tetap sinus Low Cardiac Ouput Syndrome


dengan frekuensi jantung yang (LCOS)
sesuai dengan usia. Cardiac output Operasi jantung konvensional yang
lebih tergantung pang frekuensi jan- melibatkan Cardiac arrest dan CPB
tung pasca CPB. Kadang diperlukan berhubungan dengan disfungsi miokard
pemasangan atrial pacing jika ter- pasca operasi danLCOS.Faktor intra-
dapat junctional ectopic tachycardia operatif diduga terkait dengan kerusa-
(JET) kan miokard :1) jenis solusi yang
2. Menurunkan PVR melalui intervensi digunakan untuk priming CPB, 2) arit-
ventilator. mia persisten, terutama fibrilasi ven-
3. Support inotropik untuk RV kadang trikel (VF) 3) proteksi miokard yang
diperlukan. Penggunaan dobutamin tidak adekuat 4) distensi ventrikel, 5)
(5-10 mcg/kgbb/min) atau dopamine emboli arteri koroner, 6) penggunaan
(5-10 mcg/kgbb/min) dapat menjadi katekolamin, 7) lama aortic cross
pilihan karena memiliki efek ino- clamping, 8) prosedur bedah kompleks
tropic yang potenttanpa meningkat- (misalnya, ventrikulostomi), 9) reperfu-
kan PVR. Milrinone (0,5-1 mch/ si diikuti iskemia, 10) waktu CPB, dan
kgbb/min) dapat digunakan karena 11) respon inflamasi sistemik. Selain
efek inotropic dan lusitropiknya ser- itu, beberapa factor spesifik seperti mi-
ta efeknya pada PVR. okardium neonatus, hipertrofi ventrikel,
Setelah total koreksi, ada beberapa sianosis berat dan gagal jantung yang
faktor yang dapat mempengaruhi fungsi sudah ada sebelumnya, mempengaruhi
sistolik dan diastolic dari ventrikel kerentanan miokardium dan kecender-
kanan, diantaranya :3,4 ungan untuk LCOS.7

a. Prosedur ventrikulotomi kanan dan Pada tingkat seluler dan molekuler, be-
pemasangan patch pada RVOT dapat berapa mekanisme terkait dengan ter-
menyebabkan dyskinesia pada dind- jadinya disfungsi miokard dan LCOS
ing bebas ventrikel kanan. pada pasien anak yang menjalani
b. Proteksi myocardial pada ventrikel operasi jantung. Salah satu diantaranya
kanan saat cross clamping aorta sulit ischemia reperfusion injury dengan
karena adanya hipertrofi. gangguan homeostasis kalsium dan ke-

17 Volume IX, Nomor 1, Tahun 2017


Jurnal Anestesiologi Indonesia

rusakan mitokondrial, secara konsisten DAFTAR PUSTAKA


dilaporkan memegang peranan besar 1. Jonas, Richard A. 2004. Comprehensive
terjadinya disfungsi jantung pasca Surgical Managementof Congenital
operasi.7 Heart Disease. Hodder Arnold. p 279-
283
Pada kasus ini pasca CPB kontraktilitas 2. Andropaulus, Dean B. 2010. Anesthesia
LV dan RV tidak terlalu baik dengan for Congenital Heart Disease. Willey-
Tapse 1,0 dan LVEF 35%, dengan per- Blackwell. p 419-430
timbangan pasien ini dengan gagal jan- 3. Dinardo, James A. 2008. Anesthesia for
tung maka sudah dalam keadaan beta Cardiac Surgery. Blackwell Publishing.
p 167
reseptor down regulation dan pasien
sudah diprediksi resiko timggi jatuh 4. Hensley, Frederick A. Cardiac Anesthe-
sia. 5th Ed. Lippincot William & Wil-
pada keadaan low cardiac ouput syn-
kins. P 1739
drome,oleh karena itu pemilihan ino-
5. Beggs, Sean. 2008. Cardiac Failure in
tropic adalah inotropic kuat dengan
Children. Pediatric Department, Royal
adrenalin dan inotropic non beta hobart Hospital and University of tas-
reseptor yaitu milrinon. Pada guideline mania
penggunaan milrinon, indikasi milrinon 6. Giglia, Therese M, et al. 2013. Preven-
diantaranya gagal jantung kongestif, tion and Treatment of Thrombosis in
fase low cardiac output pasca bedah Pediatric and Congenital Heart disease.
jantung, pasien yang refrakter dengan Circulation.2013;128:2611-2703
inotropic beta reseptor, sebagai profil- 7. Bautista, Victor.2016. Cellular and Mo-
aksis pasien yang resiko tinggi terjadi lecular Mechanisms of Low Cardiac
low cardiac output syndrome pasca be- output Syndrome after Pediatric Cardiac
Surgery. Current Vascular Pharmacolo-
dah jantung seperti Arterial switch dan
gy, 2016, Vol. 14, No. 1
TOF.

Volume IX, Nomor 1, Tahun 2017 18

Вам также может понравиться