Вы находитесь на странице: 1из 33

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa (YME) atas rahmat dan serta hidayah-
Nya, Saya beserta kelompok dapat menyelesaikan Tugas Mata Kuliah Manajemen
Keuangan Lanjutan dengan topik “likuidasi dan reorganisasi pada PT. Bank IFI
(Konvensional)”.

Penyusunan Tugas Mata Kuliah Manajemen Keuangan Lanjutan dengan topik


“likuidasi dan reorganisasi pada PT. Bank IFI (Konvensional)”. Bertujuan untuk
memahami permasalahan yang terjadi pada perbankan.

Laporan ini disusun sesuai dengan proses analisis mengenai segala yang telah kami
lakukan tentang merangkum berbagai macam sumber dari buku, jurnal, makalah dan situs
yang terkait.

Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam proses
penyusunan. Oleh karena itu saya menerima segala kritik dan saran, agar kami dapat
memperbaiki laporan penyusunan Tugas Mata Kuliah Manajemen Keuangan Lanjutan
dengan topik “likuidasi dan reorganisasi pada PT. Bank IFI (Konvensional)”.

Akhir kata Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan juga
inspirasi terhadap pembaca.

Surabaya, 06 Mei 2018

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 1


DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 3
1.2 Metode Penulisan ............................................................................................................. 3
1.3 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 4
1.4 Tujuan Penulisan .............................................................................................................. 4
1.5 Manfaat Penulisan ............................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 6
1.1 Pengertian Bank ............................................................................................................... 6
2.2 Pengertian Bank Menurut Para Ahli ................................................................................ 6
1.2 Jenis-Jenis Bank di Indonesia .......................................................................................... 7
1.5 Pengertian Reorganisasi ................................................................................................. 12
1.6 Pengertian Likuidasi Bank ............................................................................................. 13
1.7 Dasar Hukum Likuidasi Bank ........................................................................................ 13
1.8 Faktor Penyebab Likuidasi Bank ................................................................................... 17
1.9 Proses Likuidasi Bank ................................................................................................... 22
1.10 Perlindungan Hukum Bagi Nasabah dalam Likuidasi Bank ........................................ 24
1.11 Kasus Likuidasi Bank IFI ............................................................................................. 25
1.11.1 Profil PT. Bank IFI ........................................................................................... 25
1.11.2 Sejarah PT. Bank IFI ....................................................................................... 26
1.11.3 Latar Belakang PT. Bank IFI Dilikuidasi......................................................... 27
1.11.4 Rumusan Masalah PT. Bank IFI Dilikuidasi ................................................... 27
1.11.5 Data Kinerja PT. Bank IFI ............................................................................... 29
1.11.6 Dampak Likuidasi PT. Bank IFI Terhadap Nasabah ....................................... 29
1.11.7 Dampak Likuidasi PT. Bank IFI Terhadap Pegawai ....................................... 30
1.11.8 Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Nasabah Ketika Bank Dilikuidasi ............ 30
BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 31
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 31
3.2 Saran ............................................................................................................................... 32
BAB IV DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 32

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam Pembangunan Nasional merupakan rangkaian


upaya pembangunan berkesinambungan yang meliputi seluruh masyarakat, bangsa dan
negara untuk melaksanakan tujuan nasional. Dimana hakekat pembangunan nasional adalah
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan Indonesia seluruhnya.

Tujuan dan pedoman pembangunan Nasional yang dilaksanakan merata di seluruh


masyarakat dan harus benar-benar dapat dirasakan sebagai perbaikan tingkat kehidupan yang
berkeadilan sosial. Sebagai negara berkembang yang selalu dalam keadaan membangun maka
prioritas utama adalah pembangunan di bidang ekonomi, semuanya bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Pembangunan Indonesia di bidang ekonomi ditunjang oleh Bank sebagai bagian integral
dari perekonomian nasional yang diarahkan agar tumbuh menjadi penggerak utama
pembangunan ekonomi, meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui pemerataan kegiatan
pembangunan dan hasil-hasilnya serta memperluas kesempatan usaha dan lapangan kerja
menuju terwujudnya perekonomian nasional yang tangguh dan mandiri.

Bank sebagai wadah kegiatan ekonomi diarahkan agar semakin memiliki kemampuan
menjadi badan usaha yang efektif dan tangguh dalam 2 membantu perekonomian masyarakat
dan perlu makin ditingkatkan peranannya dalam membantu perekonomian terutama di daerah
tempat berdirinya bank tersebut.

Pelaksanaan fungsi dan peranan bank perlu ditingkatkan melalui upaya peningkatan
semangat kebersamaan dan manajemen yang lebih profesional. Peran aktif masyarakat
menumbuhkembangkan bank harus terus ditingkatkan dengan meningkatkan kesadaran dan
kegairahan menabung masyarakat serta menghimpun dana di bank. Pembangunan bank
didukung melalui pemberian kesempatan berusaha seluas-luasnya di segala sektor kegiatan
ekonomi, baik di luar maupun di dalam negeri dan menciptakan iklim usaha yang mendukung
dengan kemudahan memperoleh modal dari adanya fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh
bank itu dalam bentuk tabungan yang dimana fasilitas itu dapat membantu meningkatkan
serta mengembangkan pertumbuhan pembangunan yang berkesinambungan.

1.2 Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam makalah ini yaitu dengan menggunakan metode Kualitatif
berupa pengambilan data-data dari sumber-sumber bacaan berupa buku pengetahuan dan
internet.

3
1.3 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa masalah yaitu sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan bank dan menurut para ahli?


2. Apa saja perlindungan hukum yang diberikan kepada nasabah ketika terjadi
likuidasi terhadap bank?
3. Apa yang melatarbelakangi PT. Bank IFI di likuidasi?
4. Apa dampak yang terjadi terhadap PT. Bank IFI di likuidasi?
5. Hal apa saja yang harus diketahui nasabah ketika bank dilikuidasi?

1.4 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan bank dan menurut para ahli?
2. Untuk mengetahui apa saja perlindungan hukum yang diberikan kepada nasabah
ketika terjadi likuidasi terhadap bank?
3. Untuk mengetahui apa yang melatarbelakangi PT. Bank IFI di likuidasi?
4. Untuk mengetahui apa dampak yang terjadi terhadap PT. Bank IFI di likuidasi?
5. Untuk mengetahui hal apa saja yang harus diketahui nasabah ketika bank
dilikuidasi?

1.5 Manfaat Penulisan

Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun
secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai bahan pertimbangandan acuan
untuk menambah ilmu dalam pemasaran.

Secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi :

1. Bagi Penulis

- Memberikan penambahan wawasan serta pengalaman dalam penulisan tentang


materi likuidasi dan reorganisasi

- Memberikan pengetahuan tambahan dan dapat diimplementasikan dimasa yang akan


datang

2. Bagi Lembaga

- Serta dapat dijadikan sebagai bahan untuk meningkatkan kualitas mahasiswa di


masa depan

4
3. Bagi Pembaca

- Dapat sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam penerapan pemahaman


tentang likuidasi dan reorganisasi

- Dapat bermanfaat dan memahami dengan mudah mengenal pemahaman tentang


likuidasi dan reorganisasi

5
BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Pengertian Bank

Menurut Kamus Perbankan, bank adalah suatu lembaga atau orang pribadi yang
menjalankan perusahaan dalam menerimadan memberikan uang dari dan kepada pihak
ketiga.

Menurut Undang Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998,
perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

Pengertian Bank menurut UU RI No 7 tahun 1992 sebagaimana diubah dalam UU RI


nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan menjelaskan bahwa bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dana, mengeluarkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit, dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak.

Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berdasarkan demokrasi ekonomi


dengan menggunakan prinsip kehati-hatian dengan fungsi utama perbankan Indonesia adalah
sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat dan bertujuan menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan
stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.

2.2 Pengertian Bank Menurut Para Ahli

Menurut Prof. G.M Verryn stuart, Bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk
memuaskan kebutuhan kredit.

Menurut Sommary, Bank adalah suatu badan yang berfungsi sebagai pengambil dan
pemberi kredit, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka panjang.

Menurut Kasmir dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Perbankan” yang


mendefinisikan bank secara sederhana yaitu:

“Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatannya adalah menghimpun dana dari
masyarakat dan menyalurkannya kembali ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya.
Sedangkan keuangan adalah setiap setiap perusahaan yang bergerak di bidang keuangan
dimana kegiatannya baik hanya menghimpun dana atau hanya menyalurkan dana atau bahkan
kedua-duanya, menghimpun dan menyalurkan dana”

6
1.2 Jenis-Jenis Bank di Indonesia

1. Bank Sentral: adalah suatu institusi yang bertanggung jawab untuk menjaga stabilitas
harga atau nilai suatu mata uang yang berlaku di negara tersebut, yang dalam hal ini
dikenal dengan istilah inflasi atau naiknya harga-harga yang dalam arti lain turunnya
suatu nilai uang. Contoh Bank Di Indonesia:
- Bank Indonesia

2. Bank Umum Konvensional: adalah bank yang memilki aktivitas memobilisasi atau
menerima dana masyarakat dengan memberikan bunga sebagai bentuk balas jasanya.
Contoh Bank Umum Konvensional:

a. Bank Pemerintah: Bank pemerintah adalah bank yang sebagian atau seluruh
sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. Contoh Bank Pemerintah:
o Bank Mandiri
o Mutiara Bank
o Bank Negara Indonesia
o Bank Rakyat Indonesia
o Bank Tabungan Negara

b. Bank Swasta Nasional Devisa: adalah Bank yang sebagian besar modalnya
dimiliki oleh pihak swasta non asing dan dapat melakukan transaksi dengan luar
negeri atau berkaitan dengan valas. Contoh Bank Swasta Nasional Devisa:
o Bank Agroniaga
o Bank Anda
o Bank Artha Graha Internasional
o Bank Bukopin
o Bank Bumi Arta
o Bank Capital Indonesia
o Bank Central Asia
o Bank CIMB Niaga
o Bank Danamon Indonesia
o Bank Ekonomi Raharja
o Bank Ganesha
o Bank Hana
o Bank Himpunan Saudara 1906
o Bank ICB Bumiputera
o Bank ICBC Indonesia
o Bank Index Selindo
o Bank Internasional Indonesia
o Bank Maspion
o Bank Mayapada

7
o Bank Mega
o Bank Mestika Dharma
o Metro Express
o Bank Nusantara Parahyangan
o Bank OCBC NISP
o Bank of India Indonesia
o Panin Bank
o Bank Permata
o Bank QNB Kesawan
o Bank SBI Indonesia
o Bank Sinarmas
o Bank UOB Indonesia

c. Bank Swasta Nasional Non Devisa: adalah Bank yang sebagian besar modalnya
dimiliki oleh pihak swasta non asing dan tidak melakukan transaksi dengan luar
negeri atau berkaitan dengan valas. Contoh Bank Swasta Non Devisa:
o Anglomas Internasional Bank
o Bank Andara
o Bank Artos Indonesia
o Bank Bisnis Internasional
o Centratama Nasional Bank
o Bank Dipo International
o Bank Fama Internasional
o Bank Harda Internasional
o Bank Ina Perdana
o Bank Jasa Jakarta
o Bank Kesejahteraan Ekonomi
o Bank Liman International
o Bank Mayora
o Bank Mitraniaga
o Bank Multi Arta Sentosa
o Bank Nationalnobu
o Prima Master Bank
o Bank Pundi Indonesia
o Bank Royal Indonesia
o Bank Sahabat Purba Danarta
o Bank Sinar Harapan Bali
o Bank Tabungan Pensiunan Nasional
o Bank Victoria Internasional
o Bank Yudha Bhakti

8
d. Bank Pembangunan Daerah: adalah bank umum yang kepemilikan sahamnya di
miliki oleh Pemerintah Provinsi di berbagai daerah. Contoh Bank Pembangunan
Daerah:
o Bank Jambi
o Bank Kalsel
o Bank Kaltim
o Bank Sultra
o Bank BPD DIY
o Bank Nagari
o Bank DKI
o Bank Lampung
o Bank Kalteng
o Bank Aceh
o Bank Sulsel
o Bank BJB
o Bank Kalbar
o Bank Maluku
o Bank Bengkulu
o Bank Jateng
o Bank Jatim
o Bank NTB
o Bank NTT
o Bank Sulteng
o Bank Sulut
o Bank BPD Bali
o Bank Papua
o Bank Riau Kepri
o Bank Sumsel Babel
o Bank Sumut

e. Bank Campuran: adalah [[joint venture bank]] yaitu bank umum yang didirikan
oleh satu bank umum atau lebih, berkedudukan di Indonesia dan didirikan oleh
warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang dimiliki
sepenuhnya oleh warga negara Indonesia dengan satu bank atau lebih, yang
berkedudukan di luar negeri. Contoh Bank Campuran:
o Bank ANZ Indonesia
o Bank Commonwealth
o Bank Agris
o Bank BNP Paribas Indonesia
o Bank Capital Indonesia
o Bank Chinatrust Indonesia
o Bank DBS Indonesia
o Bank KEB Indonesia

9
o Bank Mizuho Indonesia
o Bank Rabobank International Indonesia
o Bank Resona Perdania
o Bank Sumitomo Mitsui Indonesia
o Bank Windu Kentjana International
o Bank Woori Indonesia

f. Bank Asing: Bank milik asing merupakan cabang dari bank yang ada di luar
negeri, atau seluruh sahamnya dimiliki oleh pihak asing (luar negeri) .Contoh
Bank Asing:
o Bank of America
o Bangkok Bank
o Bank of China
o Citibank
o Deutsche Bank
o HSBC
o JPMorgan Chase
o Royal Bank of Scotland
o Standard Chartered
o Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ

3. Bank Umum Syariah: adalah bank yang dalam aktivitasnya tidak menarik bunga dari
jasa usahanya, tetapi diperhitungkan mendapat bagian jasa berupa bagi hasil. Contoh
Bank Umum Syariah:

a. Bank Pemerintah Syariah : Bank pemerintah adalah bank yang sebagian atau
seluruh sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. Contoh Bank Pemerintah
Syariah:
o Bank BNI Syariah
o Bank Muamalat Indonesia
o Bank Syariah Mandiri

b. Bank Swasta Nasional Devisa Syariah: adalah Bank yang sebagian besar
modalnya dimiliki oleh pihak swasta non asing dan dapat melakukan transaksi
dengan luar negeri atau berkaitan dengan valas. Contoh Bank Swasta Nasional
Devisa Syariah:
o BCA Syariah
o Bank BJB Syariah
o Bank BRI Syariah
o Bank Mega Syariah
o Panin Bank Syariah
o Bank Syariah Bukopin
o Bank Victoria Syariah

10
c. Bank Campuran Syariah: adalah [[joint venture bank]] yaitu bank umum yang
didirikan oleh satu bank umum atau lebih, berkedudukan di Indonesia dan
didirikan oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang
dimiliki sepenuhnya oleh warga negara Indonesia dengan satu bank atau lebih,
yang berkedudukan di luar negeri. Contoh Bank Campuran Syariah:
o Bank Maybank Syariah Indonesia

4. Unit Usaha Syariah Bank Umum Konvensional: adalah unit kerja dari kantor pusat
bank umum konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit
yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau unit kerja di
kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor
cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah. Contoh Unit Usaha Syariah Bank
Umum Konvensional:

a. Bank Pemerintah Syariah: Bank pemerintah adalah bank yang sebagian atau
seluruh sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. Contoh Bank Pemerintah
Syariah:
o Bank BTN Syariah

b. Bank Swasta Nasional Devisa Syariah: adalah Bank yang sebagian besar
modalnya dimiliki oleh pihak swasta non asing dan dapat melakukan transaksi
dengan luar negeri atau berkaitan dengan valas. Contoh Bank Swasta Nasional
Devisa Syariah:
o Bank Danamon Syariah
o CIMB Niaga Syariah
o BII Syariah
o OCBC NISP Syariah
o Bank Permata Syariah

c. Bank Pembangunan Daerah Syariah: adalah bank umum yang kepemilikan


sahamnya di miliki oleh Pemerintah Provinsi di berbagai daerah. Contoh Bank
Pembangunan Daerah Syariah:
o Bank Aceh Syariah
o Bank BJB Syariah
o Bank DKI Syariah
o Bank Kalbar Syariah
o Bank Kalsel Syariah
o Bank NTB Syariah
o Bank Riau Kepri Syariah
o Bank Sumsel Babel Syariah
o Bank Sumut Syariah

11
d. Bank Asing Syariah: Bank milik asing merupakan cabang dari bank yang ada di
luar negeri, atau seluruh sahamnya dimiliki oleh pihak asing (luar negeri) .Contoh
Bank Asing Syariah:
o HSBC Amanah

1.4 Pengertian Restrukturisasi

Restrukturisasi merupakan kegiatan untuk merubah struktur perusahaan, dalam posisi


yang makin membesar atau semakin ramping ( penciutan usaha ). Artinya, restrukturisasi
dapat berarti upaya yang dilakukan oleh perusahaan dalam rangka untuk memperbesar
struktur perusahaannya, seperti kegiatan merger dan akuisisi.

Contohnya : perusahaan melakukan integrasi vertikal dengan tujuan untuk mengamankan


sumber bahan bakunya ( Bogasari diambil alih oleh INDOFOOD ), atau mengamankan
distribusi hasil produksinya ( INDOMART dengan INDOMARCO ).

Sedangkan restrukturisasi dalam kaitannya dengan perampingan usaha, dilakukan


oleh perusahaan dengan cara menjual unit-unit kegiatan yang dipandang kurang
menguntungkan ( sell-off ) atau pemisahan unit-unit kegiatan dari kegiatan korporasi ( spin-
off ) sehingga unit kegiatan akan berdiri sebagai suatu perusahaan yang terpisah.

Variasi lain dari restrukturisasi, adalah “ Going Private “ yang merupakan keputusan
untuk membeli kembali saham-saham perusahaan yang terdaftar di bursa bagi perusahaan
yang sebelumnya go public.

1.5 Pengertian Reorganisasi

Istilah reorganisasi berkaitan dengan aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan untuk
mampu bertahan diri dan atau memperkecil/mengurangi skala usahanya agar perusahaan
tidak mengalami kesulitan di bidang keuangan dalam situasi ekonomi yang kurang
menguntungkan.

Maka tentunya pengambilan keputusan untuk melakukan reorganisasi operasional ini


akan membawa dampak yang cukup besar bagi perusahaan, yakni timbulnya konsekuensi
akan kebutuhan dana yang cukup besar pada saat-saat awal dilakukannya reorganisasi.

Dalam reorganisasi finansial sering dibarengi dengan upaya konsolidasi, yaitu membuat
perusahaan jadi lebih “ ramping “ secara operasional. Reorganisasi dan konsolidasi dilakukan
dengan cara :

1. Melakukan penghematan biaya, artinya pengeluaran-pengeluaran yang tidak


penting, ditunda atau dibatalkan.
2. Menjual aktiva-aktiva yang tidak diperlukan.
3. Divisi ( unit bisnis ) yang tidak menguntungkan dihilangkan atau digabung.

12
4. Menunda rencana ekspansi sampai dengan situasi dinilai lebih menguntungkan.
5. Memanfaatkan kas yang ada, tidak menambah hutang ( kalau dapat dikurangi dari
hasil penjualan aktiva yang tidak diperlukan ), dan menjaga likuiditas. Dalam
jangka pendek mungkin sekali profitabilitas dikorbankan ( profitabilitas terpaksa
negatif ).

1.6 Pengertian Likuidasi Bank

Pengertian Likuidasi Bank menurut Pasal 1 angka 13 Peraturan Lembaga Penjamin


Simpanan Nomor 1/PLPS/2011 adalah tindakan penyelesaian seluruh asset dan kewajiban
bank sebagai akibat pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank.

Likuidasi bank merupakan tindakan penyelesaian seluruh hak dan kewajiban bank
sebagai akibat pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank. Jadi likuidasi bank
bukanlah sekedar pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank, tetapi berkaitan
dengan proses penyelesaian segala hak dan kewajiban dari suatu bank yang dicabut izin
usahanya. Setelah suatu bank dicabut izin usahanya, dilanjutkan lagi dengan proses
pembubaran badan hukum bank yang bersangkutan, dan seterusnya dilakukan proses
pemberesan berupa penyelesaian seluruh hak dan kewajiban (piutang dan utang) bank
sebagai akibat dari pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank.

Likuidasi adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban hutang-hutangnya,


dapat membayar kembali semua deposannya, serta dapat memenuhi permintaan kredit yang
diajukan para debitur tanpa terjadi penangguhan.” Menurut pengertian ini bank dikatakan
likuid apabila:

1. Bank tersebut memiliki cash assets sebesar kebutuhan yang akan digunakan untuk
memenuhi likuiditasnya;

2. Bank tersebut memiliki cash assets yang lebih kecil dari yang tersebut diatas,
tetapi yang bersangkutan juga memiliki asset lainnya (khususnya surat-surat
berharga) yang dapat dicairkan sewaktu-waktu tanpa mengalami penurunan nilai
pasarnya;

3. Bank tersebut mempunyai kemampuan untuk menciptakan cash assets baru


melalui berbagai bentuk hutang.

1.7 Dasar Hukum Likuidasi Bank

Ketentuan peraturan perundang-undangan yang merupakan dasar hukum yang dipakai


sebagai landasan bagi likuidasi suatu bank yang bermasalah dalam sistem perekonomian
nasional adalah sebagai berikut:

13
1. Ketentuan likuidasi menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, yaitu
terdapat dalam:

- Pasal 37 ayat (1) menyatakan bahwa “Dalam hal suatu bank mengalami kesulitan
yang membahayakan kelangsungan usahanya, Bank Indonesia dapat melakukan
tindakan agar:

1. Pemegang saham menambah modal;


2. Pemegang saham mengganti .Dewan Komisaris dan atau Direksi bank;
3. Bank menghapus bukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah yang macet dan memperhitungkan kerugian bank dengan
modalnya;
4. Bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain;
5. Bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh
kewajiban;
6. Bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank
kepada pihak lain;
7. Bank menjual sebagian atau seluruh harta dan atau kewajiban bank kepada
bank atau pihak lain.

- Pasal 37 ayat (2) yang menyatakan bahwa dalam hal suatu bank mengalami
kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, apabila:

1. Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum cukup untuk


mengatasi kesulitan yang dihadapi bank, dan/atau,

2. Menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank dapat


membahayakan sistem perbankan, pimpinan Bank Indonesia dapat
mencabut izin usaha bank dan memerintahkan direksi bank untuk segera
menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham guna membubarkan
badan hukum bank dan membentuk tim likuidasi.

- Pasal 37 ayat (3) yang menyatakan bahwa dalam hal direksi bank tidak
menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2), Pimpinan Bank Indonesia meminta kepada pengadilan untuk
mengeluarkan penetapan yang berisi pembubaran badan hukum bank, penunjukan
tim likuidasi, dan perintah pelaksanaan likuidasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

2. Ketentuan likuidasi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999, tanggal


3 Mei 1999 tentang Pencabutan izin usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank,

14
Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut, pencabutan izin usaha bank dilakukan
oleh Pimpinan Bank Indonesia apabila :

- Pasal 3 ayat (2) huruf b dan Pasal 4 ayat (1) Pasal 3 ayat (2) huruf b menyatakan
bahwa apabila :

1. tindakan sebagaimana dimaksud ayat (1) belum cukup untuk mengatasi


kesulitan yang dihadapi bank, dan/atau,

2. menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank dapat


membahayakan sistem perbankan, Pimpinan Bank Indonesia dapat
mencabut izin usaha bank dan memerintahkan direksi bank untuk segera
menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham. Pasal 4 ayat (1)
menyatakan bahwa pencabutan izin usaha bank dilakukan oleh Pimpinan
Bank Indonesia.

- Pasal 25 ayat (1) menyatakan bahwa pelaksanaan likuidasi bank oleh Bank
Indonesia ditetapkan dan diserahkan kepada Badan Khusus yang bersifat
sementara dalam rangka penyehatan perbankan berdasarkan ketentuan Pasal 37 A
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, tetap mengikuti ketentuan
dalam Peraturan Pemerintah ini.

- Pasal 26 ayat (1) menyatakan bahwa dalam hal para pemegang saham akan
membubarkan badan hukum bank atas keinginan sendiri, pembubaran tersebut
hanya dapat dilakukan setelah pencabutan izin usaha oleh Bank Indonesia.

3. Ketentuan likuidasi menurut Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor


32/53/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Tata Cara Pencabutan Izin Usaha,
Pembubaran dan Likuidasi Bank umum dan Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia Nomor 32/54/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Tata Cara
Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank Perkreditan Rakyat:

- Pasal 2 dari kedua Surat Keputusan tersebut menyatakan bahwa pencabutan izin
usaha Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat dilakukan oleh Direksi Bank
Indonesia apabila:

1. Tindakan penyelamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1)


Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 belum cukup untuk mengatasi
kesulitan yang dihadapi Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat;
dan/atau

15
2. Menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu Bank Umum atau Bank
Perkreditan Rakyat dapat membahayakan sistem perbankan; atau

3. Terdapat permintaan dari pemilik atau pemegang saham Bank Umum atau
Bank Perkreditan Rakyat.

- Pasal 3 dari surat keputusan tersebut di atas menyebutkan bahwa pencabutan izin
usaha kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri dilakukan oleh
direksi Bank Indonesia berdasarkan alasan tindakan penyelamatan belum cukup
mengatasi kesulitan yang dihadapi oleh Bank atau membahayakan sistem perbankan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a atau huruf b:
1. Terdapat permintaan kantor pusat bank yang berkedudukan di luar negeri;
atau

2. Izin usaha kantor pusat bank yang berkedudukan di luar negeri dicabut
dan/atau kantor pusat dimaksud dilikuidasi oleh otoritas yang berwenang
di negara setempat.

Dalam perkembangannya, sebagai tindak lanjut pengaturan mengenai


penjaminan dana masyarakat khususnya dalam rangka mewujudkan apa yang telah
diamanatkan dalam ketentuan Pasal 37 B Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
yaitu tentang perlunya pembentukan Lembaga Penjaminan Simpanan, pada tahun
2004 pemerintah membentuk suatu badan khusus yang disebut Lembaga Penjamin
Simpanan. Dengan telah dibentuknya Lembaga Penjamin Simpanan tersebut,
ketentuan mengenai likuidasi diatur pula di dalam :

1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Sentral sebagaimana


telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2008 sebagaimana telah ditetapkan dengan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009;

2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin


Simpanan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2008 sebagaimana telah
ditetapkan dengan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2009;

3. Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/9/PBI/2004 tentang Tindak Lanjut


Pengawasan dan Penetapan Status Bank sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/38/PBI/2005;

4. Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 2/PLPS/2005 tentang


Likuidasi Bank, yang kemudian diganti dan disempurnakan dengan

16
Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 2/PLPS/2008 tentang
Likuidasi Bank;

Walaupun telah terbentuk Lembaga Penjamin Simpanan, dalam ketentuan


Pasal 98 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin
Simpanan, menyebutkan bahwa proses likuidasi yang dimulai sebelum berlakunya
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, tetap
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan mengenai likuidasi bank sebagaimana diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha,
Pembubaran dan Likuidasi Bank. Selain memperhatikan peraturan khusus dalam
pencabutan izin usaha, pembubaran dan likuidasi bank dalam proses tersebut, maka
sepanjang tidak diatur secara khusus dalam ketentuan perbankan perlu juga
memperhatikan peraturan yang bersifat umum seperti:

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang


terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, bagi
pembubaran bank yang berbentuk hukum perseroan terbatas;

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian, bagi


pembubaran bank yang berbentuk hukum koperasi;

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah, bagi


pembubaran bank yang berbentuk hukum perusahaan daerah.

1.8 Faktor Penyebab Likuidasi Bank

Pada saat suatu perusahaan mengalami resiko likuidasi ada beberapa sebab yang
melatarbelakanginya, yaitu:

1. Utang perusahaan yang berada pada posisi extreme leverage. Extreme leverage
artinya utang perusahaan sudah berada dalam kategori yang membahayakan
perusahaan itu sendiri.

2. Jumlah utang dan berbagai tagihan yang datang disaat jatuh tempo sudah begitu besar,
baik utang di perbankan,leasing, mitra bisnis, utang dagang,termasuk utang dalam
bentuk bunga obligasiyang sudah jauh tempo yang secepatnya dibayar, dan berbagai
bentuk tagihan lainnya.

3. Perusahaan telah melakukan kebijakan strategi yang salah sehingga memberi


pengaruh pada kerugian yang bersifat jangka pendek dan jangka panjang.

4. Kepemilikan aset perusahaan tidak lagi mencukupi untuk menstabilkan perusahaan,


yaitu sudah terlalu banyak asset yang dijual sehingga jika asset yang tersisa tersebut
masih ingin dijual maka itu juga tidak mencukupi untuk menstabilkan perusahaan.

17
5. Perusahaan sering melakukan kebijakan gali lubang dan tutup lubang pada kewajiban
atau menyelesaikan persoalan likuidasi di pakai dari dana untuk membayar utang,
sehingga pada dana yang harusnya dialokasikan untuk membayar utang yang sudah
jatuh tempo namun dipakai untuk membayar gaji karyawan, listrik, dan sejenisnya
yang termasuk kategori short term liquidity.

Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/2/PBI/2013 tentang
Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum Konvensional terdapat 3
kategori bank bermasalah yaitu bank yang masuk dalam kategori bank dalam pengawasan
normal, bank dalam pengawasan intensif dan bank dalam pengawasan khusus. Berdasarkan
Pasal 3 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/2/PBI/2013 tentang Penetapan Status
dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum Konvensional menyatakan bahwa “Dalam hal
bank dalam pengawasan normal namun dinilai memiliki permasalahan yang signifikan maka
direksi, dewan komisaris, dan/atau pemegang saham pengendali Bank wajib menyampaikan
rencana tindak (action plan) kepada Bank Indonesia.”

Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/2/PBI/2013 tentang
Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum Konvensional yang mengatur
mengenai kategori bank dalam pengawasan intensif menyatakan bahwa “Bank dinilai
memiliki potensi kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) jika memenuhi satu atau lebih kriteria sebagai berikut:

1. Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) sama dengan atau lebih
besar dari 8% (delapan persen) namun kurang dari rasio KPMM sesuai profil risiko
Bank yang wajib dipenuhi oleh Bank;
2. Rasio modal inti (tier 1) kurang dari persentase tertentu yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia;
3. Rasio Giro Wajib Minimum (GWM) dalam rupiah sama dengan atau lebih besar dari
5% (lima persen) namun kurang dari rasio yang ditetapkan untuk GWM rupiah yang
wajib dipenuhi oleh Bank, dan berdasarkan penilaian Bank Indonesia, Bank memiliki
permasalahan likuiditas mendasar;
4. Rasio kredit bermasalah (non performing loan) secara neto lebih dari 5% (lima
persen) dari total kredit;
5. Tingkat kesehatan Bank dengan peringkat komposit 4 (empat) atau 5 (lima);
6. Tingkat kesehatan Bank dengan peringkat komposit 3 (tiga) dan Good Corporate
Governance (GCG) dengan peringkat 4 (empat).

Selain itu, salah satu cara untuk mengukur kesehatan suatu lembaga perbankan adalah
dengan mempergunakan metode CAMEL. CAMEL atau Capital Assets Management Earning
Liquidity merupakan salah satu metode penilaian kesehatan perbankan. Metode CAMEL
berisikan langkah-langkah yang dimulai dengan menghitung besarnya masing-masing rasio
pada komponen-komponen berikut:

18
1. C : Capital (Untuk Rasio Kecukupan Modal) : Rasio kecukupan modal, atau yang
sering disebut sebagai Capital Adequacy Ratio (CAR).

1. Penilaian faktor capital diukur dengan menggunakan Capital Adequacy


Ratio (CAR) dengan rumus sebagai berikut :

CAR=(modal bank)/(aktiva tertimbang menurut risiko) x 100%

Kriteria Penetapan Peringkat Permodalan (CAR)


Peringkat Keterangan Kriteria
1 Sangat Sehat CAR > 12%
2 Sehat 9% ≤ CAR < 12%
3 Cukup Sehat 8% ≤ CAR < 9%
4 Kurang Sehat 6% < CAR < 8%
5 Tidak Sehat CAR ≤ 6%
Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP Tahun 2004

2. A : Assets (Untuk rasio-rasio kualitas aktiva) : Dalam kondisi normal sebagian


besar aktiva suatu bank terdiri dari kredit dan aktiva lain yang dapat menghasilkan
atau menjadi sumber pendapatan bagi bank, sehingga jenis aktiva tersebut sering
disebut sebagai aktiva produktif.

Penilaian terhadap kualitas aktiva produktif di dalam ketentuan perbankan


diIndonesia didasarkan pada dua rasio yaitu:

1. Rasio Aktiva Produktif Diklasifikasikan terhadap Aktiva

Produktif (KAP 1). Aktiva Produktif Diklasifikasikan menjadi Lancar,


Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Rumusnya adalah :

Penilaian rasio KAP dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

 Untuk rasio sebesar 15,5 % atau lebih diberi nilai kredit 0 dan
 Untuk setiap penurunan 0,15% mulai dari 15,49% nilai kredit
ditambah 1 dengan maksimum 100.

2. Rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif terhadap Aktiva

Produktif yang diklasifikasikan (KAP 2). Rumusnya adalah :

19
Penilaian rasio KAP untuk perhitungan PPAP dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut untuk rasio 0 % diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap kenaikan
1 % dari 0 % nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.

3. M : Management (Untuk menilai kualitas manajemen) : Manajemen atau


pengelolaan suatu bank akan menentukan sehat tidaknya suatu bank.

1. Good Corporate Governance (GCG)

Dengan menganalisis laporan Good Corporate Governance (tata kelola) yang


berpedoman pada Peraturan Bank Indonesia No.13/1/PBI/2011 dengan
mencari laporan tahunan yang dipublikasikan dan menetapkan penilaian yang
dilakukan oleh bank berdasarkan sistem self assessment.

Kriteria Penetapan Peringkat GCG (self assessment)


Peringkat Keterangan
1 Sangat Baik
2 Baik
3 Cukup Baik
4 Kurang Baik
5 Tidak Baik
Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/15/DPNP Tahun 2013

4. E : Earning (Untuk rasio-rasio rentabilitas bank) : Yaitu kemampuan bank untuk


memperoleh keuntungan. Penilaian didasarkan kepada rentabilitas atau earning suatu
bank yaitu melihat kemampuan suatu bank dalam menciptakan laba. Penilaian dalam
unsur ini didasarkan pada dua macam, yaitu :

1. Rasio Laba terhadap Total Assets (ROA / Earning)

Penilaian earning (rentabilitas) diukur dengan menggunakan rasio Return On


Asset (ROA) dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

ROA=(laba sebelum pajak)/(rata-rata total aset) x 100%

Kriteria Penetapan Peringkat Rentabilitas (ROA)

Peringkat Keterangan Kriteria

20
1 Sangat Sehat ROA > 1,5%
2 Sehat 1.25% < ROA ≤ 1,5%
3 Cukup Sehat 0,5% < ROA ≤ 1,25%
4 Kurang Sehat 0% < ROA ≤ 0,5%
5 Tidak Sehat ROA ≤ 0%
Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP Tahun 2004

5. L : Liquidity (Untuk rasio-rasio likuiditas bank) : rasio untuk menilai likuiditas


bank. Penilaian likuiditas bank didasarkan atas dua macam rasio, yaitu :

1. Risiko kredit dengan menggunakan rasio Non Performing Loan (NPL)


dihitung dengan rumus:

NPL=(Kredit Bermasalah)/(Total Kredit) x 100%

Kriteria Penetapan Peringkat Profil Risiko (NPL)

Peringkat Keterangan Kriteria


1 Sangat Sehat NPL < 2%
2 Sehat 2% ≤ NPL < 5%
3 Cukup Sehat 5% ≤ NPL < 8%
4 Kurang Sehat 8% ≤ NPL 12%
5 Tidak Sehat NPL ≥ 12%
Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP Tahun 2004

2. Risiko likuiditas dengan menggunakan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR)


dihitung dengan rumus:

LDR=(Jumlah Kredit Yang Diberikan)/(Dana Pihak Ketiga) x 100%

Kriteria Penetapan Peringkat Profil Risiko (LDR)


Peringkat Keterangan Kriteria
1 Sangat Sehat LDR ≤ 75%
2 Sehat 75% < LDR ≤ 85%
3 Cukup Sehat 85% < LDR ≤ 100%
4 Kurang Sehat 100% < LDR ≤ 120%
5 Tidak Sehat LDR > 120%
Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP Tahun 2004

Kelima komponen ini merupakan suatu indikator yang menentukan kondisi suatu
bank. Apabila suatu bank mengalami permasalahan pada salah satu faktor tersebut, maka

21
bank tersebut akan atau sedang mengalami kesulitan. Metode CAMEL ini wajib diterapkan
agar pihak bank mengetahui lebih dini mengenai risiko likuidasi yang sedang mengancam
kegiatan usaha bank tersebut.

1.9 Proses Likuidasi Bank

Mengenai proses likuidasi bank yang harus dilakukan oleh Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) dan tim likuidasi telah diatur didalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (UULPS) dan peraturan lembaga penjamin
simpanana Nomor 02/PLPS/2008. Berdasarkan dari 2 ketentuan ini dapat diketahui mengenai
tahapan-tahapan proses likuidasi oleh lmbaga penjamin pinjaman dan tim likuidasi sejak
terbentuknya yaitu sebagai berikut:

1. Pengamanan aset bank sebagai tindak lanjut pencabutan izin usaha

Jika telah dikategorikan seebagai bank gagal yang telah dicabut izin usahanya.
Terhitung sejak izin usaha dicabut, LPS akan mengambil alih dan menjalankan segala
hak dan wewenang pemegang saham. LPS akan segera melakukan tindakan dalam
rangka Pengamanan aset bank sebelum proses likuidasi dimulai yaitu:

o Menguasai dan mengelola aset bank;


o Mengelola kewajiban bank;
o Melakukan koordinasi dengan bank Indonesia, lembaga pengawas perbankan,
kepolisian dan instansi terkait.

2. Penyusunan neraca penutupan

Terhitung sejak tanggal izin usaha suatu bank dicabut, direksi atau pihak yang
ditunjuk menjalankan tugas direksi wajib menyusun neraca penutupan dan harus
disampaikan kepada LPS paling lama 15 hari sejak tanggal pencabutan izin bank.
Neraca penutupan ini memuat posisi aset, kewajiban, dan modal bank termasuk
rekening administrative pertanggal pencabutan izin usaha.

3. Pengauditan neraca penutupan

Tim likuidasi melaksanakan tindakan pertama dengan menunjuk kantor akuntan


publik untuk mengaudit neraca penutupan, dengan tetap mengacu kepada kerangka
kerja yang disusun oleh tim likuidasi. Penyusunan kerangka acuan kerja ini dilakukan
berdasarkan pedoan yang ditetapkan oleh LPS.

4. Inventarisasi aset dan kewajiban bank

Pada tahap ini tim likuidasi segera melakukan inventarisasi seluruh aset dan
kewajiban dari bank yang bersangkutan serta menentukan cara likuidasi yang akan
dipakai dalam melakukan likuidasi bank yang bersangkutan.

22
5. Penyusunan rencana kerja dan anggaran biaya

Dalam rangka pelaksanaan likuidasi bank, tim likuidasi menyusun rencana kerja
dan anggaran biaya dengan mengacu pada pedoman yang telah ditetapkan oleh LPS.
Rencana kerja dan anggaran biaya ini minimal memuat hal-hal berikut ini:

o Jenis kegiatan yang akan dilakukan;


o Jadwal penyelesaian masing-masing kegiatan;
o Rencana dan cara pencairan aset dan/atau penagihan piutang;
o Rencana dan cara pembayaran kepada kreditur;
o Jumlah pegawai yang diperlukan;
o Biaya likuidasi bank.

6. Penyusunan neraca sementara likuidasi

Tim likuidasi berkewajiban untuk menyusun neraca sementara likuidasi dengan


mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh LPS dan menyampaikan kepada LPS
paling lama 60 hari setelah tim likuidasi menerima neraca penutupan yang telah
diaudit.

7. Penyampain kewajiban kepada pegawai bank dalam likuidasi

Dalam rangka melaksanakan tugas menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan


pegawai bank, tim likuidasi menghitung gaji terutang dan pesangon yang menjadi
kewajiban bank kepada pegawai yang telah dilakukan pemutusan hubungan kerja
sejak dicabutnya izin usaha bank.

8. Pencairan aset dan/atau penagihan piutang

Pencairan aset dan/atau penagihan piutang ini dilakukan sesuai dengan rencana
dan cara yang tercantum dalam rencana kerja dan anggaran biaya. Segala biaya yang
berkaitan dengan likuidasi dan tercantum dalam daftar biaya likuidasi menjadi beban
aset bank dalam likuidasi dan dikeluarkan terlebih dahulu dari setiap hasil pencairan
aset.

9. Pengawasan pelaksanaan likuidasi bank

LPS melakukan pengawasan atas pelaksanaan likuidasi bank yang dilakukan


secara tidak langsung dengan cara melakukan analisa terhadap laporan-laporan tim
likuidasi. Dalam hal dipandang perlu, LPS dapat melakukan pengawasan secara
langsung di bank dalam likuidasi.

10. Penyampaian laporan pelaksana likuidasi bank

23
Tim likuidasi menyampaikan laporan realisasi rencana kerja dan anggaran biaya
kepada LPS setiap bulan paling lama tanggal 10 bulan berikutnya. Laporan ini
berisikan mengenai perkembangan kegiatan likuidasi.

11. Pengakhiran likuidasi serta pembayaran kewajiban bank

Pelaksanaan likuidasi bank selesai dalam hal seluruh kewajibann bank telah
dibayarkan dan/atau tidak ada lagi aset yang dapat digunakan untuk membayar
kewajiban sebelum berakhirnya jangka waktu likuidasi ataupun telah berakhirnya
jangka waktu pelaksanaan likuidasi.

12. Penyerahan sisa hasil likuidasi kepada pemegang saham

Hal ini dapat dilakukan jika seluruh kewajiban bank dalam likuidasi telah
terbayarkan dan masih terdapat sisa hasil likuidasi dan/atau sisa aset bank.

13. Pembayaran yang belum diambil oleh kreditur

Setelah tim likuidasi telah mengumumkan batas waktu pembayaran dalam 2 surat
kabar yang mempunyai peredaran luas, namun kreditur yang bersangkutan belum
mengambil bagaiannya sampai batas waktu yang ditentukan, maka bagian kreditur itu
dititipkan pada ban yang disetujui LPS.

14. Penyusunan neraca akhir likuidasi dan laporan pertanggungjawaban tugas

Setelah selesai menyelesaikan proses pelaksaan likuidasi, tim likuidasi wajib


menyusun dan menyampaikan neraca akhir likuidasi dan laporan pertanggungjawaban
tugas tim likuidasi kepada LPS paling lama 10 hari setelah pelaksanaan likuidasi
selesai.

15. Pertanggungjawaban dan pembubaran tim likuidasi

Selanjutnya setelah neraca akhir likuidasi disetujui, LPS menerima


pertangguungjawaban tim likuidasi, maka LPS meminta tim likuidasi untuk
mengumunkan berakhirnya likuidasi dengan menempatkannya dalam berita negara
republik Indonesia dan dalam 2 surat kabar harian, meminta tim likuidasi untuk
memberitahu kepada instansi yang berwenang mengenai hapusnya status badan
hukum bank dan memberitahukan kepada instansi yang berwenang agar nama badan
hukum bank dicoret dari daftar perusahaan. Kemudian LPS membubarkan tim
likuidasi dan memberhentikan direksi dan dewan komisaris nonaktif.

1.10 Perlindungan Hukum Bagi Nasabah dalam Likuidasi Bank

Kegiatan perbankan sekarang ini memang lebih banyak bergantung kepada dana
masyarakat, oleh karena itu segala peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak
hanya bertujuan melindungi aktivitas bank, namun juga untuk melindungi dan menjamin

24
kepastian keamaanan dana masyarakat dari perbuatan atau praktik-praktik yang dapat
merugikan masyarakat luas.

Sehingga pada Tahun 2005 disahkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004


tentang lembaga penjamin simpanan (UULPS) sebagai suatu dasar dibentuknya lembaga
penjamin simpanan dan menggantikan program penjamin pemerintah. Dalam UULPS ini
mengatur tentang penjamin simpanan nasabah yang nantinya diharapkan tetap menjaga
kepercayaan masyarakat dan dapat meminimumkan pembebanan anggaran negara. LPS
sendiri memilik 2 fungsi pokok yaitu menjamin simpanan nasabah bank dan melakukan
penyelesaian atau penanganan bank gagal.

Penjaminan simpanan nasabah bank yang diterapkan LPS ini mewajibkan seluruh
bank di Indonesia menjadi peserta penjaminan dan membayar premi penjaminan. Dalam hal
bank gagal dan harus dicabut izin usahanya, LPS akan membayar simpanan setiap nasabah
bank tersebut terlebih dahulu dalam jumlah tertentu, adapun simpanan yang tidak dijamin
akan diselesaiakan melaui proses likuidasi bank.

Seorang ahli yaitu Hermansyah dalam bukunya “Hukum Perbankan Nasional


Indonesia” menyimpulkan bahwa Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap nasabah
dalam likuidasi bank, dalam hal ini Hermansyah membagi menjadi 2 macam, yaitu:

1. Perlindungan secara implisit (implisit deposit protection)


Perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif,
yang dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank. Perlindungan yang diperoleh:
(1) peraturan perundang undangan di bidang perbankan, (2) perlindungan yang dihasilkan
oleh pengawasan dan pembinaan yang efektif yang di lakukan oleh Bank Indonesia, (3)
upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai sebuah lembaga pada khususnya dan
perlindungan terhadap sistem perbankkan pada umumnya, (4) memelihara tigkat
kesehatan bank, (5) melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati- hatian, (6) cara
pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah, dan (7)
menyediakan informasi resiko kepada nasabah.

2. Perlindungan secara eksplisit (explicit Deposit Orotection)


Perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan
masyarakat, sehingga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan
mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut. Perlindungan ini
diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin simpanan masyarakat sbagaimana
diatur dalam keputusan presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1998 tentang jaminan
terhadap kewajiban bank umum

1.11 Kasus Likuidasi Bank IFI

1.11.1 Profil PT. Bank IFI

Nama BDL : PT BANK IFI

25
Alamat : Graha Iskandarsyah Lt.8

Jl. Iskandarsyah Raya No.66 C,

Kebayoran Baru, Jaksel.


Tim Likuidasi : 1. Ari Anjasmoro (ketua)
2. Jujur Siburian
3. Dohardy Gerard
4. Ismet Lonardi
Telepon : 021-7207630
Fax : 021-7207640

PT Bank IFI merupakan bank umum devisa swasta nasional yang


mengkonsentrasikan diri pada bidang jasa pelayanan perbankan. Bank IFI didirikan
pada tahun 1955 sebagai Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) yang dikenal
dengan nama Indonesia Finance and Invesment Company.

Dengan berlakunya Undang-undang Perbankan No. 7 tahun 1992, perusahaan


ini berkembang menjadi bank umum swasta nasional devisa yang solid dan
terpercaya. Sejak berubah menjadi sebuah bank umum pada bulan Februari 1993, PT.
IFI berubah nama menjadi PT. Bank IFI

1.11.2 Sejarah PT. Bank IFI

Berikut ini merupakan sejarah dari PT Bank IFI atau Indonesia Finance and
Invesment Company:

1 Maret 1998

Bank IFI merger dengan Bank Asta. Salah satu tujuannya adalah untuk
menciptakan sinergi karena ditunjang oleh struktur permodalan yang lebih
kuat dan jaringan cabang yang bertambah.

Program Rekapitalisasi Perbankan 1998

Bank IFI berhasil masuk ke dalam Bank Kategori A yang tidak direkapitalisasi
dan tidak dibawah BPPN.

28 Juni 1999

Bank IFI membuka Cabang Syariah, yang diberi nama Bank IFI Cabang
Syariah. Dengan dibukanya 1 (satu) cabang syariah tersebut, maka Bank IFI
menjadi bank pertama yang beroperasi dengan "Dual System".

Saat ini Bank IFI dimiliki oleh:

26
 Yayasan Kesejahteraan Pegawai BTN
 PT. Pengelola Investama Mandiri
 Grup Ramako

Berdasarkan Surat Keputusan Bank Indonesia No.


10/66/DPB1/Rahasia, tertanggal 1 April 2008 mengenai Penegasan
Pemenuhan Persyaratan Modal Inti Minimum, BI telah menetapkan Bank IFI
masuk kedalam kelompok bank dengan modal inti diatas Rp 80 Miliar.

Dengan ditetapkannya Bank IFI kedalam kelompok tersebut, maka


secara fundamental Bank IFI telah memenuhi ketentuan tentang permodalan
yang diatur dalam Arsitektur Perbankan Indonesia.

1.11.3 Latar Belakang PT. Bank IFI Dilikuidasi

Awalnya. IFI merupakan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) dan lebih
dikenal dengan nama Indonesia Finance and Investment Company. Terbitnya
Undang-undang Perbankan No. 7 Tahun 1992, yang memudahkan syarat pendirian
bank membuat lembaga itu mengubah namanya menjadi sebuah bank di tahun 1993,
dengan nama PT Bank IFI.

Kekuatan finasial bank 'muda' tersebut awalnya cukup kokoh. Bahkan, di saat
dunia perbankan nasional kacau balau di tahun 1997, dimana sejumlah bank terlilit
kredit macet, Bank IFI masih bertahan. Bila sejumlah bank harus mampir ke Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk disembuhkan, bank milik pengusaha
Mc Donal, Bambang Rachmadi ini justru lepas dari 'jeratan' BPPN. Saat itu kondisi
keuangan bank masih kinclong.

Kendati demikian, agar tetap berdiri di tengah badai krisis, pada 1 Maret 1998,
bank ini memutuskan untuk merger dengan Bank Asta. Hasil merger itu melahirkan
sejumlah cabang Bank IFI. Dengan struktur permodalan yang cukup sehat, bank ini
kemudian merambah ke bisnis syariah. Pada 28 Juni 1999, bank tersebut resmi
membuka cabang syariah dan diberi nama Bank IFI Cabang Syariah. Inilah bank yang
pertama kali mengunakan system Dual System. Stuktur permodalan bank ini kian
kokoh dan menggembirakan.

Namun, kegembiraan itu tak seumur jagung ketika BI menetapkan Bank IFI
dalam pengawasan khusus sejak 21 Agustus 2002. Kondisi 'kesehatan' IFI mulai tidak
stabil saat BI menyatakan rasio kecukupan modal (CAR) bank tersebut kurang,
hingga pada September 2008, Bank IFI masuk pengawasan khusus. Setelah enam
bulan dinilai tidak ada tindakan untuk menyuntik dana guna memperkuat modal,
akhirnya Bank Indonesia mencabut izin usahanya

1.11.4 Rumusan Masalah PT. Bank IFI Dilikuidasi

27
Penutupan Bank IFI dapat dikatakan „keharusan‟ karena bank itu menghadapi
masalah struktural yang mendasar. Per Februari 2009, asset Bank IFI hanya
Rp 554,185 miliar.

Sehingga, dalam kelompok kelas bank berdasar asset, Bank IFI masuk
kelompok bank kecil. Namun, walaupun assetnya sekelas BPR, Bank IFI adalah bank
devisa yang berarti bisa melakukan transaksi dalam valuta asing.

Kalau diperhatikan dari laporan keuangannya, Bank IFI memberikan kredit


dalam bentuk valuta asing Rp 73 miliar di antara total kredit yang diberikan Rp 264
miliar. Dari jumlah itu, ternyata, yang masuk dalam kelompok lancar hanya Rp 163
miliar. Artinya, hampir 40 persen kreditnya bermasalah. Bank IFI menghadapi
masalah struktural kualitas aktiva yang serius.

Akibat dari masalah kualitas aktiva adalah Bank IFI menghadapi


ketidakseimbangan antara pendapatan bunga dan biaya bunga. Ibarat naik taksi, argo
biaya bunga yang harus dibayar terus bertambah, sementara pendapatan bunga bisa
dikatakan macet karena 40 persen aset kredit bermasalah.

Maka, kalau diperhatikan laporan laba ruginya, langsung terdeteksi adanya


masalah serius dalam struktur pendapatan bank. Pendapatan bank hanya Rp 1,7
miliar, sementara biaya bunga mencapai Rp 10 miliar.

Pendapatan bunga bersih minus Rp 8,3 miliar. Artinya, dari sisi pendapatan
bunga bersih saja sudah rugi, apalagi kalau diperhitungkan dengan biaya administrasi
dan tenaga kerja. Total kerugian per Februari saja Rp 14,2 miliar. Kalau sudah begini,
tidak ada pilihan kecuali setor modal atau ditutup.

Problem lain yang dihadapi oleh Bank IFI adalah likuiditas. Baik likuiditas
endogen maupun eksogen, semuanya bermasalah. Aset likuid sangat kecil, yaitu kas
senilai Rp 700 juta, SBI senilai Rp 3 miliar, dan giro bank lain Rp 896 juta. Dengan
aset Rp 554 miliar, alat likuid ideal adalah Rp 20 miliar. Kas paling tidak di atas Rp 5
miliar. Mungkin karena memosisikan sebagai bank korporasi, kas dianggap kurang
penting.

Boleh dikatakan, Bank IFI salah satu korban dari krisis likuiditas yang sedang
terjadi di perbankan. Sangat sulit bagi manajemen pinjam ke pasar uang antarbank
(PUAB) karena Bank IFI termasuk risiko tinggi. Kalaupun memperoleh pinjaman,
suku bunganya sangat tinggi. Itu dapat dilihat dari tingginya beban bunga yang harus
dibayar oleh Bank IFI.

Likuiditas eksogen, yaitu kemampuan memperoleh pinjaman, juga sulit karena


potensi risiko yang tinggi. Bank –bank kecil mengalami problem likuiditas sejak
krisis ekonomi global mulai dirasakan di Indonesia pada Oktober 2008.

Sejak saat itu, kepercayaan nasabah dan bank-bank besar terhadap bank-bank
kecil menurun dan ada gerakan flight to quality dengan mengalihkan dananya ke

28
bank-bank besar nasional., berbeda dengan krisis 1998, bank asing menjadi pilihan.
Sekarang bank asing banyak dihindari karena mereka sedang bermasalah dan tidak
ada jaminan dari LPS.

1.11.5 Data Kinerja PT. Bank IFI

Keterangan PT. Bank IFI Kreteria


CAR < 8% Kurang Sehat
NPL 24% Tidak Sehat
Sumber LPS, data per Maret 2009

NPL bank yang anjlok hingga 24 persen menyebabkan modal bank tergerus.
Lonjakan NPL ini terjadi lantaran nasabah Bank IFI tidak memenuhi kewajiban untuk
membayar bunga dan angsuran. Kondisi ini membuat menyebabkan return berkurang
dan biaya operasional otomatis menjadi negatif.

1.11.6 Dampak Likuidasi PT. Bank IFI Terhadap Nasabah

Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia No. 11/ 19


/KEP.GBI/2009 tanggal 17 April 2009, BI memutuskan untuk mencabut izin usaha
PT Bank IFI. LPS sudah menyediakan dana sekitar Rp 200 miliar untuk membayar
dana nasabah.

Berdasarkan posisi neraca akhir Maret 2009, simpanan nasabah Bank IFI yang
tidak dijamin atau di atas Rp2 miliar mencapai Rp191,2 miliar, simpanan sebesar itu
dimiliki oleh 30 rekening dari total rekening pada Bank IFI yang mencapai 9.600
rekening, sementara jumlah simpanan dibawah Rp2 miliar mencapai Rp160,4 miliar,
demikian Direktur Klaim dan Resolusi Bank Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Noor Cahyo kepada pers

Menurut dia, simpanan yang dijamin adalah simpanan total setiap orang di
satu bank maksimal Rp2 miliar, dengan suku bunga simpanan maksimal sesuai yang
ditetapkan LPS yang saat ini 7,75 persen.

Dengan demikian, LPS hanya akan menjamin pembayaran simpanan nasabah


tersebut sampai jumlah Rp 2 milyar. Sedangkan jumlah simpanan di atas Rp 2 milyar
akan diselesaikan oleh Tim Likuidasi berdasarkan hasil likuidasi kekayaan bank.

Jika nasabah mempunyai rekening gabungan (Joint Account) bersama nasabah


lain, maka untuk keperluan pembayaran simpanan yang dijamin, saldo pada rekening
gabungan dibagi sama besar diantara para pemilik rekening tersebut.

29
Menurut Kepala Eksekutif LPS Firdaus Djaelani, "Tidak usah panik. Kalau
dana nasabah di bawah Rp2 miliar kita jamin," Menurutnya, LPS akan membentuk
tim verifikasi yang akan mendata dana nasabah. Tim ini nantinya akan bertugas untuk
melakukan rekonsiliasi dan verifikasi simpanan nasabah untuk menentukan simpanan
layak dibayar dan tidak layak dibayar. "Jadi nasabah tinggal menunjukan bukti
simpanan dana saja,"

Cara menentukan simpanan yang layak bayar dan tidak layak bayar, yaitu
klaim penjaminan tidak layak bayar apabila berdasarkan hasil rekonsiliasi dan/atau
verifikasi:

- Data simpanan tidak tercatat pada bank.

- Nasabah penyimpan merupakan pihak yang diuntungkan secara tidak wajar.

- Nasabah penyimpan merupakan pihak yang menyebabkan keadaan bank


menjadi tidak sehat.

Jika nasabah penyimpan merasa dirugikan dalam hal simpanannya dinyatakan


tidak layak bayar, apa yang dapat diperbuat oleh nasabah yang bersangkutan, yaitu
nasabah yang merasa dirugikan, dapat:

-Mengajukan keberatan kepada LPS yang didukung dengan bukti nyata dan
jelas

-Melakukan upaya hukum melalui pengadilan.

1.11.7 Dampak Likuidasi PT. Bank IFI Terhadap Pegawai

Selain berdampak terhadap nasabah, hal ini juga berdampak ke pegawai PT.
Bank IFI karena sebanyak 4 kantor cabang dengan jumlah karyawan 130 orang
terpaksa di PHK akibat pencabutan izin usaha / likuidasi pada PT. Bank IFI.

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memastikan hak karyawan Bank IFI


tidak akan diganggu gugat dan dihilangkan setelah bank milik pengusaha Bambang
Rachmadi itu dilikuidasi. LPS akan menanggung gaji dan pesangon karyawan.

1.11.8 Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Nasabah Ketika Bank Dilikuidasi

Hal yang harus diperhatikan nasabah agar simpanan nasabah mendapat


penjaminan simpanan oleh LPS, yaitu selain memenuhi besaran nilai simpanan yang
dijamin, nasabah juga perlu memenuhi syarat-syarat berikut:

-Simpanan nasabah tercatat dalam pembukuan bank;

30
-Nasabah tidak memperoleh bunga simpanan yang melebihi tingkat bunga
wajar yang ditetapkan oleh LPS/nasabah tidak menerima imbalan yang tidak
wajar dari bank; dan

-Nasabah tidak melakukan tindakan yang merugikan bank, misalnya memiliki


kredit macet di bank tersebut.

Hal yang harus nasabah lakukan apabila bank tempat nasabah menyimpan
dana dicabut izin usahanya, yaitu nasabah dapat menunggu pengumuman hasil
rekonsiliasi dan verifikasi simpanan tahap I di kantor bank tersebut, media cetak
dan/atau website LPS.

Selama proses rekonsiliasi dan verifikasi simpanan berlangsung nasabah bank


yang dicabut izin usahanya masih tetap memperoleh bunga atas simpanannya, hak
nasabah atas bunga simpanan terhenti pada saat bank tempat nasabah menyimpan
uangnya dicabut izin usahanya.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

PT Bank IFI merupakan bank umum devisa swasta nasional yang


mengkonsentrasikan diri pada bidang jasa pelayanan perbankan. Bank IFI didirikan pada
tahun 1955 sebagai Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) yang dikenal dengan nama
Indonesia Finance and Invesment Company

Bank IFI merger dengan Bank Asta. Salah satu tujuannya adalah untuk menciptakan
sinergi karena ditunjang oleh struktur permodalan yang lebih kuat dan jaringan cabang yang
bertambah.

Bank IFI salah satu korban dari krisis likuiditas yang sedang terjadi di perbankan.
Sangat sulit bagi manajemen pinjam ke pasar uang antarbank (PUAB) karena Bank IFI
termasuk risiko tinggi. Kalaupun memperoleh pinjaman, suku bunganya sangat tinggi. Itu
dapat dilihat dari tingginya beban bunga yang harus dibayar oleh Bank IFI.

Kebaradaan UU.No 24 tahun 2004 yang mengatur tentang Lembaga Penjamin


Simpanan adalah sangat penting sebagai kekuatan hukum adanya suatu Lembaga Penjamin
Simpanan Dengan berdirinya LPS dan berakhirnya full blanket guarantee secara tidak
langsung dapat mengurangi beban negara, karena LPS merupakan lembaga independen yang

31
akan lebih optimal dalam menangani masalah perbankan. Selain dapat memberikan rasa
aman, LPS juga dapat menjadikan nasabah bank lebih selektif dan lebih cerdas dalam
memilih lembaga keuangan sebagai mitra bisnisnya.

3.2 Saran

Guna lebih memberikan pemahaman dalam melengkapi syarat-syarat dan mentaati


tata cara yang telah ditentukan dalam Keputusan Kepala Eksekutif LPS maka diharapkan
LPS dapat langsung memberikan pemahaman yang lebih nyata kepada nasabah PT Bank IFI
dalam melengkapi syarat-syarat dan mentaati tata cara pengajuan serta pembayarn klaim
penjaminan atas simpanan layak dibayar agar nasabah penyimpan tidak panik dan khawatir
akan nasib simpanannya pada saat proses penyelesaian klaim penjaminan yang dilakukan
oleh pihak LPS.

Sedangkan bagi nasabah yang mengajukan pembayaran atas simpanan yang


dinyatakan layak dibayar diharapkan dapat mentaati ketentuan yang telah ditetapkan
berdasarkan Keputusan Kepala Eksekutif LPS

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Sumber Internet

- https://id.wikipedia.org/wiki/Bank_sentral
- https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_bank_di_Indonesia
- https://daftarkodebank.blogspot.com/2013/10/pengertian-bank-swasta-dan-
macam.html
- https://bank-id.blogspot.com/2012/09/daftar-alamat-kantor-pusat-bank-umum.html
- https://fakhrurrojihasan.wordpress.com/2015/03/30/mengenal-bank-pembangunan-
daerah/
- https://www.mediabpr.com/kamus-bisnis-bank/bank_campuran.aspx
- https://www.ssbelajar.net/2013/04/pengertian-dan-jenis-jenis-bank.html
- https://finance.detik.com/moneter/1116974/profil-bank-ifi-yang-dilikuidasi
- https://bloggermahasiswahukum.blogspot.co.id/2016/12/proses-terjadinya-likuidas-
bank.html
- https://dyka16.blogspot.co.id/2013/05/restrukturisasi-reorganisasi-dan.html
- https://www.liputan6.com/news/read/200135/bank-ifi-dilikuidasi-karena-tak-cukup-
modal
- https://www.antaranews.com/berita/138437/pengamat-tak-ada-efek-domino-likuidasi-
bank-ifi

32
- https://mdhaqiqi.wordpress.com/2010/01/06/pengukuran-tingkat-kesehatan-bank-di-
indonesia-dengan-menggunakan-metode-camel/
- https://www.lps.go.id/bank-yang-dilikuidasi/-/asset_publisher/Z7el/content/pt-bank-
ifi-dl
- https://dosen.perbanas.id/tingkat-kesehatan-bank-berdasarkan-risiko-risk-based-bank-
rating-rbbr/
- https://surabaya.tribunnews.com/2009/04/18/simpanan-rp-1912-miliar-tak-dijamin-
modal-minim-bank-ifi-dilikuidasi.
- https://www.antaranews.com/berita/138340/rp1912-miliar-dana-nasabah-bank-ifi-tak-
dijamin
- https://lps.go.id/f.a.q
- https://finance.detik.com/moneter/d-1117259/lps-tanggung-gaji-dan-pesangon-
karyawan-bank-ifi

Sumber Buku

- Azhar Abdullah, etc, Kelembagaan Perbankan, PT. Gramedia Jakarta, 1997.


- Frederick BG. Tumbuan, Pokok-Pokok Undang-Undang tentang Kepailitan, dalam
penyelesaian utang piutang melalui pailit dan PKPU, Alumni, Bnadung, 2001.
- H.P. Panggabean, Penerapan Asas-Asas Peradilan Dalam Kasus Kepailitan, , Alumni,
Bandung, 2001.
- Jono, Hukum Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.
- Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya, Bandung,
2000.
- Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Kepailitan di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka
Umum, Jakarta, 2004.
- Rudhy A. Lontoh, Penyelesaian Utang Piutang Melalui Kepailitan Atau Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang, Alumni, Bandung, 2001.
- Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Penerbit
Salemba Empat, Jakarta, Edisi ke 2, 2006.

33

Вам также может понравиться