Вы находитесь на странице: 1из 2

9-02-2019 1/2 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Artikel ini diambil dari : www.depkes.go.id

AYO GEBRAK MALARIA


DIPUBLIKASIKAN PADA : SELASA, 10 APRIL 2012 17:00:00, DIBACA : 59.305 KALI

Jakarta, 11 April 2012

Dalam rangka menyambut Hari Malaria Sedunia yang diperingati setiap tanggal 25 April, rencananya Duta Roll Back Malaria (RBM) yaitu Princess Astrid dari
Kerajaan Belgia akan datang ke Indnesia untuk melihat program pengendalian malaria dari tingkat pusat hingga pelaksanaannya di lapangan. Dijadualkan,
Princess Astrid dan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) dr. Tjandra Yoga Aditama akan melihat secara langsung
pelaksanaan program pengendalian di Bandar Lampung bersama-sama dengan perwakilan dari WHO, UNICEF, dan Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis and
Malaria (GF-ATM). Sebelumnya, Princess Astrid juga akan menghadiri rangkaian Peringatan Hari Malaria Sedunia di Indonesia dan Pengukuhan Forum Nasional
Gebrak Malaria bersama Wakil Presiden Budiono dan Menteri Kesehatan RI, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH.

Malaria masih mengancam kesehatan masyarakat. Berdasarkan The World Malaria Report 2011, dilaporkan bahwa setengah dari penduduk dunia berisiko
terkena malaria. Hal ini, tentu saja berdampak pada penurunan kualitas sumber daya manusia yang dapat menimbulkan berbagai masalah sosial, ekonomi
bahkan berpengaruh terhadap ketahanan nasional

Indonesia merupakan salah satu negara yang masih terjadi transmisi malaria atau berisiko Malaria (Risk Malaria), karena hingga tahun 2011, terdapat 374
Kabupaten endemis malaria. Pada 2011, jumlah kasus malaria di Indonesia 256.592 orang dari 1.322.451 kasus suspek malaria yang diperiksa sediaan darahnya,
dengan Annual Parasite Insidence (API) 1,75 per seribu penduduk. Hal ini berarti, setiap 1000 penduduk terdapat 2 orang terkena malaria.

Berbagai upaya eliminasi malaria dilakukan sejak beberapa dekade lalu. Diawali pada 1959, melalui Gerakan Pembasmian Malaria melalui Komando
Pembasmian Malaria (KOPEM), yang berhasil menurunkan jumlah kasus malaria secara bermakna khususnya di Pulau Jawa. Karena adanya keterbatasan dana,
program ini terhenti pada 1969 dan diubah secara bertahap menjadi upaya pemberantasan yang diintegrasikan ke dalam sistim pelayanan kesehatan, seperti
Puskesmas, Puskesmas Pembantu (Pustu), dan lain-lain.

Berdasarkan pengalaman tersebut, upaya penanggulangan malaria tidak berhasil optimal bila hanya bertumpu pada sektor kesehatan semata karena berkaitan
dengan berbagai aspek lainnya. Hal inilah yang mendasari negara-negara WHO berkomitmen untuk meluncurkan gerakan intensifikasi pengendalian malaria
dengan kemitraan global, Roll Back Malaria Initiative (RBMI) pada Oktober 1998. Sebagai bentuk operasional dari RBMI, di Indonesia upaya pemberantasan
malaria melalui kemitraan dengan seluruh komponen masyarakat ini dikenal sebagai Gerakan Berantas Kembali Malaria (Gebrak Malaria), dicanangkan oleh
Menteri Kesehatan pada 8 April 2000 di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Lebih lanjut, Indonesia bertekad untuk melakukan eliminasi malaria pada 2030, sesuai
dengan Keputusan Menkes No.293/Menkes/SK/IV/2009 tanggal 28 April 2009 tentang Eliminasi malaria di Indonesia.
Untuk mengeliminasi malaria, pelaksanaan Gebrak Malaria di berbagai daerah harus dilaksanakan secara intensif dan komprehensif dengan melibatkan berbagai

1
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2/2 9-02-2019

sektor, keahlian, organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan terkait sebagai mitra. Untuk itu, maka di tingkat pusat akan segera dibentuk Forum Nasional
Gerakan Berantas Kembali (Gebrak) Malaria.
Forum Nasional Gebrak Malaria merupakan forum koordinasi lintas program dan lintas sektor yang bertugas membantu Menteri Kesehatan melalui Direktorat
Jenderal PP dan PL untuk merumuskan berbagai kebijakan dan strategi dalam menggerakkan kegiatan pengendalian malaria, serta menggalang kemitraan
dengan berbagai stakeholder terkait menuju tercapainya eliminasi malaria tahun 2030. Forum ini terbagi menjadi enam komisi, yaitu Komisi Diagnosis dan
Pengobatan Malaria; Komisi Laboratorium; Komisi Penilaian Eliminasi; Komisi Pengendalian Faktor Risiko; Komisi Kemitraan; dan Komisi Operasional Riset.

Secara umum, Forum Nasional Gebrak Malaria memiliki tugas untuk melakukan kajian ilmiah tentang pelaksanaan diagnosis dan pengobatan malaria terkini guna
merekomendasikan strategi dan pedoman penatalaksanaan kasus malaria yang efektif dan aman; melakukan kajian ilmiah tentang kualitas laboratorium dan
pemeriksaan malaria serta merekomendasikan hasilnya; melakukan advokasi dan sosialisasi ditingkat pusat dan daerah untuk meningkatkan kemitraan dan
komitmen; melakukan telaah terhadap hasil penilaian tim monitoring eliminasi di Kabupaten/Kota atau Provinsi dan mengusulkan kepada Menteri Kesehatan untuk
memperoleh sertifikat bebas malaria tingkat wilayah dan kepada WHO untuk tingkat nasional apabila memenuhi persyaratan; melakukan telaah kebijakan
pengendalian vektor malaria dan faktor risiko lainnya; serta merumuskan, memfasilitasi dan menggerakkan kerjasama lintas program dan lintas sektor.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam upaya penanggulangan malaria, diantaranya diagnosis malaria harus dikonfirmasi secara mikroskopis atau dengan Uji
Reaksi Cepat yang disebut Rapid Diagnostic Test (RDT); pengobatan menggunakan Artemisinin Combination Therapy (ACT); pelatihan petugas kesehatan dalam
manajemen program malaria, tatalaksana kasus terkini, dan pemeriksaan parasit malaria; penemuan aktif penderita; penatalaksanaan kasus dan pengobatan;
pengendalian vektor; Pos Malaria Desa (Posmaldes); serta penyediaan sarana seperti mikroskop, RDT, bahan laboratorium, dan obat-obatan (ACT).

Sebagai bentuk komitmen para kepala daerah untuk bersama-sama mengeliminasi malaria, saat ini telah dibentuk malaria center di beberapa derah. Saat ini,
malaria center sudah terbentuk di Kab. Tikep, Kab. Halmahera Selatan, Kab. Halmahera Barat, Kab. Halmahera Tengah, Kota Ternate, Kab. Halmahera Timur
dan Kab. Sula Kepulauan, Provinsi Maluku Utara. Selain itu, terdapat pula di Kab. Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara dan di Provinsi Kepulaun Bangka
Belitung.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor
telepon: 021-52907416-9, faksimili 021-52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC) <kode lokal> 500567 dan 081281562620 (sms), atau alamat e-mail
kontak[at]depkes[dot]go[dot]id

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia - 2 - Printed @ 9-02-2019 10:02

Вам также может понравиться