Вы находитесь на странице: 1из 3

Nama : Mutia Sri Utami

NIM : 171540114
Dosen Pengampu : Antarini, M.Kes
Bidan Calon Pengusaha

Suasana akrab menyelimuti obrolan belasan ibu-ibu di Kafe Merah, Jalan Ngagel Jaya
Barat, Surabaya, tiga pekan lalu. Mereka asyik berkonsultasi bisnis kepada seorang perempuan
paruh baya, Siti Retranik. Nanik, demikian ia disapa, ibarat oase bagi perempuan pelaku usaha di
Surabaya. Nyaris saban hari perempuan pelaku usaha menimba ilmu berbisnis darinya.

Memainkan peran sebagai perempuan pemberdaya seolah menjadi keharusan bagi Nanik.
Peran itu kerap ia lakoni tak lama setelah menyandang predikat sebagai Pahlawan Ekonomi
Surabaya pada 2010. Sejak itu, Nanik kerap diundang menjadi mentor pelatihan wirausaha.
Semua itu ia jalani disela-sela kesibukannya mengembangkan bisnis kerajinan tangan berbahan
daun.

Rumah kediaman Nanik di Jalan Ngagel Mulyo Surabaya pun tak pernah sepi dari
kunjungan. Para perempuan pebisnis umumnya berkonsultasi ihwal kreatifitas mengembangkan
usaha hingga inovasi pemasaran. Sebagian di antaranya bahkan berkeinginan belajar
memasarkan produk yang bisa menembus pasar global. “Banyak ibu-ibu pelaku usaha
berkonsultasi ke sini,” ujar Nanik.
Tugas itu diakui Nanik tak selalu mudah ia jalani. Umumnya, kata dia, banyak
perempuan yang khawatir merintis bisnis, entah karena takut tak laku atau takut pesaing.
Berhadapan dengan tipe orang seperti itu biasanya Nanik menyarankan mereka menjajal pasar
dengan menciptakan satu produk yang paling kreatif. “Jika responnya bagus, maka saya sarankan
untuk memproduksi banyak,” katanya.

Tak jarang Nanik berhadapan dengan problem personal seperti dukungan keluarga. Suatu
waktu pernah datang seorang perempuan muda lulusan perguruan tinggi yang berniat memulai
usaha. Hanya saja perempuan itu merasa sungkan. Memilih profesi itu bakal berbuah cemooh
orang tuanya yang lebih suka melihatnya bekerja kantoran. “Kalau begitu orang tuanya harus
disadarkan juga,” katanya.

Yang bikin Nanik pusing adalah tabiat ibu-ibu yang mudah putus asa dan tak fokus dalam
berusaha. Banyak di antara mereka yang latah beralih menciptakan produk orang lain yang
sedang laris di pasaran. Menurut dia, kebiasaan itu tak akan membuat pelaku usaha sukses.
Padahal, kata dia, masalah yang mereka hadapi adakalanya hanya persoalan kreatifitas dan
promosi.

Kemampuan Nanik mengampu para calon pengusaha tak lepas dari pengalamannya
merintis bisnis kerajinan tangan sejak 20 tahun lalu. Bisnis yang dirintis bersama suaminya itu
berawal dari ketakjubannya menyaksikan kreatifitas produk-produk berbahan kulit jagung dalam
sebuah ajang pameran. Dari sanalah muncul ide membuat kerajinan dari daun kering.

Pulang dari pameran tersebut, Nanik dan suaminya mulai berkesperimen. Langkah awal
yang mereka lakukan adalah membuat ramuan pengawet untuk dedaunan. Hampir setahun,
sejumlah racikan bahan mereka coba. Tapi tak semuanya berjalan mulus. Eksperimen itu bahkan
sempat membuat ledakan kecil dan nyaris membakar rumahnya. Maklum, keduanya tak
memiliki latar belakang pengetahuan kimia.

Ketelatenan Nanik berbuah manis setelah menemukan ramuan pengawet daun yang tepat.
Dengan teknik itu, ia mencoba kreatifitas membuat kartu ucapan berbahan daun kering.
Kreatifitas mengolah dedaunan juga ia terapkan untuk membuat produk-porduk lain seperti
celengan, tempat tisu, bingkai, kipas hingga tempat penyimpanan abu jenazah. Tak dinanya,
respon pasar cukup tinggi.

Kerajinan tangan yang diberi nama Bengkel Kriya Daun itu kini mampu menggandeng
32 karyawan. Seluruhnya merupakan ibu-ibu rumah tangga yang tinggal di sekitar rumahnya.
Bisnis Nanik sempat mengalami penurunan omset ketika suaminya meninggal pada 2005.
Namun kondisi itu tak berlangsung lama. Bisnis yang dirintis Nanik mampu bangkit kembali
dengan dukungan tiga anaknya.

Kunci sukses bisnis Nanik ikut ditentukan oleh kemampuannya beradaptasi dengan
teknologi informasi. Sejak 2008, produk-produk kerajinan Nanik mulai dipasarkan lewat internet
www.bengkelkriyadaun.com. Itu lah sebabnya pahlawan ekonomi Pemkot Surabaya itu memiliki
jargon Go Global, Go Digital, dan Go Financial.

Jejak keberhasilan Nanik kini banyak ia tularkan kepada para perempuan di Kota
Surabaya. Salah soerang anak didik Nanik, Ari Bintarti mengaku senang dan bangga bisa
mengenal sosok Nanik. Pemilik Batik Alsier ini mengaku banyak mendapatkan ide-ide kreatif
dan inovatif setelah berkonsultasi dengan Nanik. “Dia sangat sabar dan telaten mendampingi
kami,” kata dia.

Bisnis yang dirintis Ari bahkan mulai dikenal hingga mancanegara seperti Singapura.
Keberhasilan itu juga membuahkan penghargaan dari pemerintah Surabaya mengikuti jejak
Nanik. Bisnis batik yang dikelola Ari tahun ini didaulat sebagai UKM Top Of The Top kategori
Creative Industry (CI) di Pahlawan Ekonomi tahun 2016 dari Pemerintah Surabaya.

Menurut Nanik, kunci sukses seorang pengusaha terletak pada cara pandang. Seseorang
yang ingin memulai bisnis harus menanamkan keyakinan pad adiri mereka bahwa mereka
mampu menjadi bos, minimal untuk diri mereka sendiri. “Saya senang sekarang perempuan
binaan saya banyak yang pendapatannya lebih dibanding saya,” tutur Nanik.

Daftar Pustaka

https://nasional.tempo.co/read/830196/bidan-calon-pengusaha

Вам также может понравиться