Вы находитесь на странице: 1из 29

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. General Anestesi


3.1.1. Definisi
General anestesi adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran bersifat reversible. General anestesi memiliki karakteristik
menyebabkan amnesia bagi pasien yang bersifat anterogard yaitu hilang ingatan
kedepan maksudnya pasien tidak akan bisa ingat apa yang telah terjadi saat dia
dianestesi/operasi. Karakteristik selanjutnya adalah reversible yang berarti
anestesi umum akan menyebabkan pasien bangun kembali tanpa efek samping.
Komponen trias anestesi ideal terdiri dari hipnotik, analgesi, dan relaksasi otot.7,8

3.1.2 Keuntungan dan Kerugian Anestesia Umum


Tidak semua pasien atau prosedur medis ideal untuk dijalani di bawah
anestesia umum. Semua teknik anastesia harus dapat sewaktu-waktu
dikonversikan menjadi anestesia umum.7

a. Keuntungan anestesia umum


- Mengurangi kesadaran dan ingatan intraoperatif pasien.
- Memungkinkan relaksasi otot yang diperlukan untuk jangka waktu yang lama.
- Memfasilitasi kontrol penuh terhadap jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi.
- Dapat digunakan dalam kasus-kasus kepekaan terhadap agen anestesi lokal.
- Dapat diberikan tanpa memindahkan pasien dari posisi terlentang.
- Dapat disesuaikan dengan mudah dengan durasi prosedur yang tak terduga.
- Dapat diberikan dengan cepat dan bersifat reversibel.

b. Kerugian anestesia umum


- Membutuhkan peningkatan kompleksitas perawatan dan biaya terkait.
- Membutuhkan beberapa derajat persiapan pasien sebelum operasi.
- Dapat menyebabkan fluktuasi fisiologis yang memerlukan intervensi aktif.
- Terkait dengan komplikasi yang kurang serius seperti mual atau muntah, sakit
tenggorokan, sakit kepala, menggigil, dan tertunda kembali ke fungsi mental
yang normal.
- Terkait dengan malignant hyperthermia, kejadian langka, dimana kondisi otot
terhadap paparan beberapa agen anestesi umum dapat menghasilkan
peningkatan suhu akut dan berpotensi mematikan, hiperkarbia, asidosis
metabolik, dan hiperkalemia.

3.1.3 Persiapan pra anestesi


Pasien yang akan menjalani operasi harus disiapkan dengan baik.
Kunjungan pra anestesi pada bedah elektif dilakukan 2-1 hari sebelumnya,
sedangkan pada bedah darurat sesingkat mungkin. Tujuan dari kunjungan pra
anestesi ini yakni mempersiapkan baik fisik maupun mental pasien, serta
merencanakan teknik dan obat-obatan apa saja yang digunakan.8
a. Anamnesis
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya
sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat
perhatian khusus, misalnya alergi, muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak pasca
bedah, sehingga kita dapat merancang anestesia selanjutnya. Beberapa peneliti
menganjurkan obat yang kiranya menimbulkan masalah dimasa lampau sebaiknya
janga digunakan ulang, misalnya halotan jangan digunakan ulang dalam waktu 3
bulan, suksinilkolin yang menimbulkan apnee berkepanjangan juga jangan
diulang. Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya utnuk
eliminasi nikotin yang mempengaruhi sistem kardiosirkulasi, dihentikan beberapa
hari untuk mengaktifkan kerja silia jalan nafas dan 1-2 minggu untuk mengurangi
produksi sputum. Kebiasaan minum alkohol juga patut dicurigai akan adanya
penyakit hepar.8
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar
sangat penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi
intubasi. Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi.
Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum tentu tidak boleh
dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi semua sistem organ
tubuh pasien.8

Penilaian Saluran Nafas


Penilaian saluran nafas merupakan langkah awal agar sukses dalam
melakukan manajemen saluran nafas. Beberapa manuver dapat dilakukan untuk
menilai kesulitan saat melakukan tindakan intubasi endotrakhea. Untuk
menghindari mortalitas dan morbiditas, seorang ahli anastesi haruslah dapat
melakukan ventilasi (dengan atau tanpa intubasi). Penilaian tersebut antara lain:
1. Pembukaan mulut : Pada dewasa diharapkan jarak antara gigi seri atas dan
bawah 3 cm atau lebih.
2. Tes menggigit bibir atas : gigi bagian bawah diletakkan didepan gigi atas,
hal ini untuk menilai pergerakan dari sendi temporomandibula
3. Klasifikasi Mallampati : merupakan tes yang sering dilakukan untuk
memeriksa ukuran lidah didalam rongga mulut. Semakin besar lidah
menghalangi pandangan terhadap struktur faring, maka kemungkinan
kesulitan intubasi akan semakin besar (gambar 3.1).
4. Jarak Thyromental : jarak antara mental dan superior thyroid notch
diharapkan lebih dari 3 jari
5. Lingkar leher : lingkar leher lebih dari 27 inchi diduga akan kesulitan
dalam visualisasi glotis.

Gambar 3.1 Klasifikasi mallampati

Klasifikasi Mallampati:
• Kelas I : palatum molle, tenggorokan, uvula, dan pilar tonsil dapat
terlihat
• Kelas II : palatum molle, tenggorokan dan uvula dapat terlihat
• Kelas III : palatum molle dan dasar dari uvula dapat terlihat
• Kelas IV : palatum molle tidak dapat terlihat

c. Pemeriksaan Laboratorium
Sebaiknya tepat indikasi, sesuai dengan dugaan penyakit yang sedang
dicurigai. Pada usia pasien diatas 50 tahun dianjurkan pemeriksaan EKG dan
foto thoraks.8

d. Klasifikasi ASA
Klasifikasi ini penting untuk menilai keadaan penderita sebelum operasi
sesuai The American Society of Anesthesiologists (ASA) yaitu:8,9

- ASA I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.

- ASA II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang

- ASA III : Pasien dengan penyakit sistemik berat hingga aktifitas


rutin terbatas.

- ASA IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat


melakukan aktifitas rutin penyakitnya merupakan
ancaman kehidupannya setiap saat.

- ASA V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa


pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.

e. Masukan Oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi
lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan risiko utama
pada pasien-pasien yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan risiko
tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia
harus dipantangkan dari masukan oral selama periode tertentu sebelum induksi
anestesi. Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan
bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi
anestesia. Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk
keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum
induksi anestesi.

3.1.4 Premedikasi
Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi
dilakukan, dengan tujuan melancarkan induksi, rumatan, dan ketika pasien
bangun dari anestesi.8

Tujuan Premedikasi sangat beragaman, diantaranya :8,9


- Mengurangi kecemasan dan ketakutan
- Analgetik
- mencegah reaksi alergi
- Memperlancar induksi dan anesthesia
- Mengurangi sekresi ludah dan broncus
- Meminimalkan jumlah obat anesthetic
- Mengurangi mual dan muntah pada pasca bedah
- Menciptakan amnesia
- Mengurangi isi cairan lambung
- Mengurangi reflek yang membahayakan

3.1.5 Induksi Anastesi


Induksi anestesia adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar
menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anestesia dan
pembedahan. Sebelum memulai induksi anestesia sebaiknya disiapkan peralatan
dan obat-obatan yang diperlukan, sehingga seandainya terjadi keadaan gawat
dapat diatasi dengan lebih cepat dan lebih baik.3,5
Untuk persiapan anestesi sebaiknya kita ingat kata STATICS:5
1. Scope : Laringoscope dan Stetoscope
2. Tube : Pipa trakea yang diplih sesuai usia
3. Airway : Orotracheal airway, untuk menahan lidah pasien saat pasien
tidak sadar, untuk menjaga agar lidah tidak menutup jalan
nafas.
4. Tape : Plaster untuk memfiksasi orotracheal airway.
5. Introducer : Mandrain atau stilet dari kawat untuk memandu agar pipa
trakea mudah untuk dimasukkan.
6. Conector : Penyambung antara pipa dan alat anesthesia
7. Suction : Penyedot lendir.

Induksi Intravena
Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari, apalagi sudah
terpasang jalur vena, karena cepat dan menyenangkan. Induksi intravena
hendaknya dikerjakan dengan hati-hati, perlahan-lahan, lembut dan terkendali.
Obat induksi bolus disuntikkan dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama
induksi anestesia, pernapasan pasien, nadi, dan tekanan darah harus diawasi dan
selalu diberikan oksigen. Induksi cara ini dikerjakan pada pasien yang kooperatif.
Anestesi intravena selain untuk induksi juga dapat digunakan untuk rumatan
anestesi, tambahan pada analgesia regional atau untuk membantu prosedur
diagnostik misalnya tiopental, ketamin dan profopol. Untuk anestesia intravena
total biasanya menggunakan profopol.4

Anestetik Inhalasi
Obat anestetik inhalasi yang pertama kali dikenal dan digunakan untuk
membantu pembedahan ialah N2O. Kemudian menyusul eter, kloroform, etil-
klorida, etilen, divinil-eter, siklosporin, triklor-etilen, iso-propenil-vinil-eter,
propenil-metil-eter, fluoroksan, etil-vinil-eter, halotan, metoksi-fluran, enfluran,
isofluran, desfluran dan sevofluran.4
Dalam dunia modern, anestetik inhalasi yang umum digunakan untuk
praktek klinik ialah N2O, halotan, enfluran, isofluran, desfluran, dan sevofluran.
Obat-obat lain ditinggalkan karena efek samping yang tidak dikehendaki.

Ambilan alveolus gas atau uap anestetik inhalasi ditetukan oleh sifat fisiknya:4
1. Ambilan oleh paru
2. Difusi gas dari paru ke darah
3. Distribusi oleh darah ke otak dan organ lainnya
Hiperventilasi akan menaikkan ambilan alveolus dan hipoventilasi akan
menurunkan ambilan alveolus. Dalam praktek kelarutan zat inhalasi dalam darah
adalahfaktor utama yang penting dalam menentukan kecepatan induksi dan
pemulihannya.Induksi dan pemulihan berlangsung cepat pada zat yang tidak larut
dan lambat padayang larut.Kadar alveolus minimal ( KAM ) atau MAC
(minimum alveolar concentration) ialah kadar minimal zat tersebut dalam
alveolus pada tekanan satu atmosfir yangdiperlukan untuk mencegah gerakan
pada 50 % pasien yang dilakukan insisi standar.Pada umumnya immobilisasi
tercapai pada 95 % pasien, jika kadarnya dinaikkan diatas30 % nilai KAM.
Dalam keadaan seimbang, tekanan parsial zat anestetik dalam alveolisama dengan
tekanan zat dalam darah dan otak tempat kerja obat.4
Konsentrasi uap anestetik dalam alveoli selama induksi ditentukan oleh:
1. Konsentrasi inspirasi. Teoritis kalau saturasi uap anestetik di dalam jaringan
sudah penuh, makaambilan paru berhenti dan konsentrasi uap inpirasi sama
dengan alveoli. Halini dalam praktek tak pernah terjadi. Induksi makin cepat
kalau konsentrasi makin tinggi, asalkan tak terjadi depresi napas atau kejang
laring. Induksimakin cepat jika disertai oleh N2O (efek gas kedua).
2. Ventilasi alveolar. Ventilasi alveolar meningkat, konsentrasi alveolar makin
tinggi dan sebaliknya.
3. Koefisien darah/gas. Makin tinggi angkanya, makin cepat larut dalam darah,
makin rendah konsentrasi dalam alveoli dan sebaliknya.
4. Curah jantung atau aliran darah paru
Makin tinggi curah jantung makin cepat uap diambil
5. Hubungan ventilasi perfusi
Gangguan hubungan ini memperlambat ambilan gas anestetik. Jumlah
uapdalam mesin anestesi bukan merupakan gambaran yang sebenarnya,
karenasebagian uap tersebut hilang dalam tabung sirkuit anestesi atau ke
atmosfir sekitar sebelum mencapai pernafasan.4
Sebagian besar gas anestesi dikeluarkan lagi oleh badan lewat paru.
Sebagian lagi dimetabolisir oleh hepar dengan sistem oksidasi sitokrom P450.
Sisa metabolismeyang larut dalam air dikeluarkan melalui ginjal.4

N2O
N2O (gas gelak,laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen monooksida)
diperolehdengan memanaskan amonium nitrat sampai 240ºC. NH4NO3 --240 ºC -
--- 2H2O + N2O. N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak
iritasi, tak terbakar dan beratnya 1,5 kali berat udara. Zat ini dikemas dalam
bentuk cair dalamsilinder warna biru 9000 liter atau 1800 liter dengan tekanan
750 psi atau 50 atm.Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal
25%. Gas ini bersifatanestetik lemah, tetapi analgesianya kuat, sehingga sering
digunakan untuk menguranginyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi
jarang digunakan sendirian, tetapidikombinasi dengan salah satu cairan anestesi
lain seperti halotan dan sebagainya. Pada akhir anestesi setelah N2O dihentikan,
maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli,sehingga terjadi pengenceran O2 dan
terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindariterjadinya hipoksia difusi, berikan
O2 100% selama 5-10 menit.4

Halotan
Halotan (fluotan) bukan turunan eter, melainkan turunan etan. Baunya
yang enak dan tidak merangsang jalan napas, maka sering digunakan sebagai
induksi anestesi kombinasi dengan N2O. Halotan harus disimpan dalam botol
gelap (coklat tua) supayatidak dirusak oleh cahaya dan diawetkan oleh timol
0,01%.4
Selain untuk induksi dapat juga untuk laringoskopi intubasi, asalkan
anestesinya cukup dalam, stabil dan sebelum tindakan dierikan analgesi semprot
lidokain 4% atau10% sekitar faring laring. Setelah beberapa menit lidokain kerja,
umumnya laringoskop intubasi dapat dikerjakan dengan mudah, karena relaksasi
otot cukup baik.Pada napas spontan rumatan anestesi sekitar 1-2 vol% dan pada
napas kendalisektar 0,5-1 vol% yang tentunya disesuaikan dengan respon klinis
pasien. Halotanmenyebabkan vasodilatasi serebral, meninggikan aliran darah otak
yang sulitdikendalikan dengan teknik anestesia hiperventilasi, sehingga tidak
disukai untuk bedah otak.4
Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus
simpatis,depresi miokard dan inhibisi refleks baroreseptor. Kebalikan dari N2O,
halotananalgesinya lemah, anestesinya kuat, sehingga kombinasi keduanya ideal
sepanjangtidak ada indikasi kontra. Kombinasi dengan adrenalin sering
menyebabkan disritmia, sehingga penggunaan adrenalin harus dibatasi. Adrenalin
dianjurkan dengan pengenceran1:200.000 (5 µg/kg).Pada bedah sesar, halotan
dibatasi maksimal 1 vol%, karena relaksasi uterusakan menimbulkan perdarahan.
Halotan menghambat pelepasan insulin, meninggikan kadar gula darah.Kira-kira
20% halotan dimetabolisir terutama di hepar secara oksidatif menjadikomponen
bromin, klorin, dan asam trikloro asetat. Secara reduktif menjadi
komponenfluorida dan produk non-volatil yang dikeluarkan lewat urin.
Metabolisme reduktif inimenyebabkan hepar kerja keras, sehingga merupakan
indikasi kontra pada penderita gangguan hepar, pernah dapat halotan dalam waktu
kurang tiga bulan atau pasienkegemukan. Pasca pemberian halotan sering
menyebabkan pasien menggigil.4

Enfluran
Enfluran (etran, aliran) merupakan halogenisasi eter dan cepat populer
setelahada kecuriagan gangguan fungsi hepar oleh halotan pada pengguanan
berulang. PadaEEG menunjukkan tanda-tanda epileptik, apalagi disertai
hipokapnia, karena itu hindari penggunaannya pada pasien dengan riwayat
epilepsi, walaupun ada yang beranggapan bukan indikasi kontra untuk dpakai
pada kasus dengan riwayat epilepsi. Kombinasidengan adrenalin lebih aman 3
kali dibanding halotan.Enfluran yang dimetabolisme hanya 2-8% oleh hepar
menjadi produk non-volatil yang dikeluarkan lewat urin. Ssisanya dikeluarkan
lewat paru dalam bentuk asli.Induksi dan pulih dari anestesia lebih cepat
dibanding halotan. Vasodlatasi serebralantara halotan dan isofluran.Efek depresi
napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih iritatif dibanding halotan.
Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat dibanding halotan, depresilebih jarang
menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap otot lurik lebih baik dibanding
halotan.4

Isofluran
Isofluran (foran, aeran) merupakan halogenasi eter yang pada dosis
anestetik atau subanestetik menurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen,
tetapimeninggikan aliran darah otak dan tekanan intrakranial. Peninggian aliran
darah otak dan tekanan intrakranial ini dapat dikurangi dengan teknik anestesi
hiperventilasi,sehingga isofluran banyak digunakan untuk bedah otak. Efek
terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemariuntuk
anestesi teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasien dengan
gangguankoroner. Isofluran dengan konsentrasi > 1% terhadap uterus hamil
menyebabkanrelaksasi dan kurang responsif jika diantisipasi dengan oksitosin,
sehingga dapatmenyebabkan perdarahan pasca persalinan. Dosis pelumpuh otot
dapat dikurangisampai 1/3 dosis biasa jika menggunakan isofluran.4

Desfluran
Desfluran (suprane) merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan
efek klinisnya mirip isofluran. Desfluran sangat mudah menguap dibandingkan
dengananestetik volatil lainnya, sehingga perlu menggunakan vaporizer khusus
(TEC-6). Titik didihnya mendekati suhu ruangan (23.5ºC). potensinya rendah
(MAC 6.0%). Ia bersifatsimpatomimetik menyebabkan takikardia dan hipertensi.
Efek depres napasnya sepertiisofluran dan etran. Desfluran merangsang jalan
napas atas, sehingga tidak digunakanuntuk induksi anestesia.4

Sevofluran
Sevofluran (ultane) merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih dari
anestesilebih cepat dibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan
tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi
disampinghalotan.Efek terhadap kardiovaskuler cukup stabil, jarang mnyebabkan
aritmia. Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada laporan
toksik terhadaphepar. Setelah pemberian dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan
oleh badan.Walaupun dirusak oleh kapur soda (soda lime, baralime), tetapi belum
ada laporanmembahayakan terhadap tubuh manusia.4

3.1.6 Intubasi trakea


a. Indikasi Intubasi :
- Menjaga jalan nafas dari gangguan apapun.
- Mempermudah ventilasi dan oksigenisasi
- Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi
b. Kesulitan Intubasi : 4
- Leher pendek berotot
- Mandibula Menonjol
- Maksila menonjol
- Uvula tidak terlihat (malampati 3 atau 4)
- Gerakan sendi temporo mandibula terbatas
- Gerakan vertebra cervical terbatas
c. Komplikasi Intubasi 4,5
1. Selama Intubasi :
- Trauma gigi geligi
- Laserasi bibir, gusi dan laring
- Merangsang simpatis
- Aspirasi
- Spasme bonchus
2. Selama Extubasi :
- Spasme laring
- Aspirasi Gangguan fonasii
- Edema glottis-subglotis
- Infeksi laring, faring, trakea.

3.1.7 Rumatan anestesi


Rumatan anastesia dapat dikerjakan secara intravena atau dengan inhalasi
atau dengan campuran intravena inhalasi. Rumatan anastesia biasanya mengacu
pada trias anastesia yaitu hipnosis, analgesia cukup, dan selama dibedah pasien
tidak menimbulkna nyeri, dan relaksasi otot lurik yang cukup. Rumatan inhalasi
biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 3:1 ditambah halotan 0,5-2 vol%
atau enfluran 2-4 vol%, atau isofluran 2-4 vol%, atau sevofluran 2-4 vol%
bergantung apakah pasien bernapas spontan, dibantu (assisted), atau dikendalikan
(controlled).4

3.1.8 Ekstubasi
Sejalan dengan berkurangnya efek anestesi, dilakukan suction pada pasien
dan ETT dicabut setelah lebih dulu diberikan ventilasi tekanan positif untuk
memberi kesempatan pengeluaran atau sekret keluar dari glotis. Ekstubasi ditunda
sampai pasien benar-benar sadar, jika intubasi kembali akan menemukan
kesulitan dan adanya resiko Aspirasi. Ekstubasi umumnya dikerjakan pada
keadaan anestesi sudah ringan, dengan catatan tidak akan terjadi spasme laring. 3

3.1.9 Medikasi
a. Atropin
- Atropin memblok asetilkolin endogen maupun eksogen
- Saluran nafas → mengurangi sekret hidung, hidung, mulut, faring dan
bronkus
- Saluran cerna → Antispasmodik ( menghambat peristaltik lambung
dan usus)
- ESO : Mulut kering, gangguan miksi, meteorismus, retensio urin dan
muka merah.
- Dosis Atropin : 0,01-0,04 mg
- Indikasi : Parkinsonisme, antispasmodik, mengurangi sekresi lendir
saluran nafas (rinitis), dan medikasi preanestetik (mengurangi lendir
saluran nafas)
b. Petidine
- Pemberian petidin bertujuan untuk mengurangi rangsang nyeri pada
saat operasi.
c. Propofol
- Propofol adalah obat induksi intavena yang memiliki efek depresi
nafas lebih sedikit, dan memiliki efek menurunkan tekanan darah.
d. Atrakurium
- Termasuk pelumpuh otot nondepolarisasi dengan susunan molekul
steroid, dan bersifat intermediate acting. Dengan dosis awal 0,6 – 1
mg/ kg BB dan efek samping aktifasi histamine dan hipotensi. Namun
baik pada ginjal dan hepar. Obat ini bekerja dengan menghalangi
asetilcholine menempati reseptornya dan tidak menyebabkan
depolarisasi, sehingga tidak terjadi fasikulasi
e. Neostigimin
- Merupakan penawar dari pelumpuh otot. Bekerja pada sambung saraf
otot, mencegah asetilcholine-esterase bekerja, sehingga asetilcholine
dapat bekerja. Dosis yang digunakan adalah 0,04 – 0,08 mg/kgBB.
Obat ini bersifat muskarinik sehingga menyebabkan hipersalivasi ,
keringatan, bradikardi, untuk itu pemberiannya harus disertai obat
vagolitik yaitu atropin dengan dosis 0,01-0,04 mg/kgBB.
f. Ketorolac
- Cara kerja ketrolac ialah menghambat sintesis prostaglandin di perifer
tanpa menganngu reseptor opoid di sistem saraf pusat. Ketorolac dapat
diberikan secara oral, im, atau iv. Dosis awal 10- 30 mg dan dapat
diulang setiap 4-6 jam sesuia kebutuhan. Untuk pasien normal dosis
sehari-hari dapat dibatas

3.1 Hidrosefalus
3.1.1 Definisi
Definisi hidrosefalus secara umum adalah kelebihan cairan serebrospinalis
dalam kepala, biasanya di dalam sistem ventrikel; walaupun pada kasus
hidrosefalus eksternal pada anak-anak cairan akan berakumulasi di dalam rongga
arakhnoid.1

Gambar 4. Perbandingan Otak normal dengan Hidrosefalus2


3.1.2 Epidemiologi
Secara umum insidensinya secara pasti dapat dilaporkan sebesar 3 kasus/100
kelahiran hidup, dimana angka ini khususnya meliputi hidrosefalus kongenital
namun bukan merupakan refleksi dari gangguan hidrodinamik likuor yang
akuisita. Insidensi umum dari kasus hidrosefalus mempunyai kirva bimodal, salah
satu puncaknya berada pada rentang usia anak-anak yang dikaitkan derngan
berbagai kelainan malformasi kongenital, dan puncak kurva yang lain berada pada
rentang usia dewasa yang umumnya berkaitan dengan hidrosefalus normotensif.
Hidrosefalus dewasa didapatkan kira-kira 4% dari seluruh kasus hidrosefalus.2,3
Secara distributif didapatkan laki-laki lebih banyak menderita hidrosefalus,
baik tipe komunikans maupun non komunikans, dibandingkan perempuan dengan
rasio 2,1:1. Dominasi laki-laki ini juga memiliki keterkaitan dengan faktor
genetik, yaitu gen resesif terkait-X yang menyebabkan obstruksi akuaduktus
sehingga terjadi hidrosefalus non komunikans. Hidrosefalus kongenital terjadi
pada 3 dari 1000 kelahiran di Amerika Serikat dan ditemukan lebih banyak di
negara berkembang seperti Brazil yaitu sebanyak 3,16 dari 1000 kelahiran.
Sedangkan di Indonesia ditemukan sebanyak 40% hingga 50% dari kunjungan
berobat atau tindakan operasi bedah saraf.1,2
3.1.3 Etiologi dan Klasifikasi
Hidrosefalus terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara produksi,
obstruksi dan absorbsi dari CSS. Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan
aliran CSS pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem
ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subarakhnoid. Akibat penyumbatan,
terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya.2
Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak:
1) Kelainan bawaan (kongenital)
a. Stenosis akuaduktus sylvii
Stenosis Akuaduktus Sylvius terjadi pada 10% kasus pada bayi baru lahir.
Insidensinya berkisar antara 0,5-1 kasus/1000 kelahiran. Stenosis Akuaduktus
Sylvii mempunyai berbagai penyebab. Kebanyakan disebabkan oleh infeksi atau
perdarahan selama kehidupan fetal. Stenosis kongenital sejati sangat jarang.4
b. Malformasi Arnold Chiari
Penyebab yang sering terjadi lainnya adalah Malformasi Arnold Chiari (tipe
II), kondisi ini menyebabkan herniasi vermis serebelum, batang otak, dan
ventrikel 4 mengalami perpanjangan dari ukuran normal dan menonjol keluar
menuju canalis spinalis, disertai dengan anomali inrtakranial lainnya. Hampir
dijumpai di semua kasus myelomeningokel meskipun tidak semuanya
berkembang menjadi hidrosefalus (80% kasus).4
c. Sindrom Dandy-Walker
Malformasi ini melibatkan 2-4% bayi baru lahir dengan hidrosefalus.
Etiologinya tidak diketahui. Malformasi ini berupa ekspansi kistik ventrikel IV
dan hipoplasia vermis serebelum. Hidrosefalus yang terjadi diakibatkan oleh
hubungan antara dilatasi ventrikel IV dan rongga subarachnoid yang tidak
adekuat; dan hal ini dapat tampil pada saat lahir, namun 80% kasusnya biasanya
tampak dalam 3 bulan pertama. Kasus semacam ini sering terjadi bersamaan
dengan anomali lainnya seperti agenesis korpus kalosum, labiopalatoskhisis,
anomali okuler, anomali jantung, dan sebagainya.4
d. Aneurisma vena Galeni
Kerusakan vaskuler yang terjadi pada saat kelahiran, tetapi secara normal
tidak dapat dideteksi sampai anak berusia beberapa bulan. Hal ini terjadi karena
vena Galen mengalir di atas akuaduktus Sylvii, menggembung dan membentuk
kantong aneurisma. Seringkali menyebabkan hidrosefalus.3,4
e. Kista araknoid
Kista adalah kantung lunak atau lubang tertutup yang berisi cairan. Jika
terdapat kista arachnoid maka kantung berisi CSS dan dilapisi dengan jaringan
pada membran arachnoid. Kista biasanya ditemukan pada anak-anak dan berada
pada ventrikel otak atau pada ruang subarachnoid. Kista subarachnoid dapat
menyebabkan hidrosefalus non komunikans dengan cara menyumbat aliran CSS
dalam ventrikel khususnya ventrikel III.4
2) Infeksi
Infeksi oleh bakteri Meningitis, menyebabkan radang pada selaput
(meningen) di sekitar otak. Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen.
Hidrosefalus berkembang ketika jaringan parut dari infeksi meningen
menghambat aliran CSS dalam ruang subarachnoid, yang melalui akuaduktus
pada sistem ventrikel atau mempengaruhi penyerapan CSS dalam villi arachnoid.
Secara patologis terlihat penebalan jaringan piamater dan arakhnoid sekitar
sisterna basalis dan daerah lain.3,4
3) Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat
aliran CSS. Hidrosefalus dengan produksi CSS berlebih hampir semuanya
disebabkan oleh adanya tumor pleksus koroid (papiloma atau karsinoma). Pada
anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus
Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum,
penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.4
4) Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan
fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang
terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri. Pada kasus hematoma
intraventrikuler jika cukup berat dapat mempengaruhi ventrikel, mengakibatkan
darah mengalir dalam jaringan otak sekitar dan mengakibatkan perubahan
neurologis. Kemungkinan hidrosefalus berkembang disebabkan oleh
penyumbatan atau penurunan kemampuan otak untuk menyerap CSS.4
Hidrosefalus dapat diklasifikasikan dalam beberapa sebutan diagnosis.
Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, sedangkan
hidrosefalus eksterna menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas
permukaan korteks. Hidrosefalus komunikans adalah keadaan di mana ada
hubungan antara sistem ventrikel dengan rongga subarakhnoid otak dan spinal,
sedangkan hidrosefalus non-komunikans yaitu suatu keadaan dimana terdapat
blok dalam sistem ventrikel atau salurannya ke rongga subarakhnoid. Hidrosefalus
obstruktif adalah jenis yang paling banyak ditemui dimana aliran likuor
mengalami obstruksi.4
Dari penjelasan di atas, hidrosefalus dapat diklasifikasikan menjadi
hidrosefalus obstruktif dan hidrosefalus komunikans seperti yang dapat dilihat
pada tabel 2.4
Tabel 2. Klasifikasi Hidrosefalus
Obstruktif Komunikans
Kongenital Kongenital
Stenosis akuaduktus Malformasi Arnold Chiari (tipe II,
Kista Dandy Walker jarang pada type I)
Benign intracranial cysts (seperti kista Ensefalokel
arachnoid) Deformitas basis kranii
Malformasi vaskular (seperti aneurisma Didapat
vena Galen) Infeksi (intrauterin misalnya CMV,
Didapat toxoplasma, post-bacterial
Tumor (seperti ventrikel 3, regio pineal, meningitis)
fossa posterior) Perdarahan (IVH pada infan, sub-
Lessi massa lainnya (seperti giant arachnoid haemorrhage)
aneurysms, abses) Hipertensi vena (seperti trombosis
Ventricular scarring sinus venosa, arterio–venous
shunts)
Meningeal carcinomatosis
Sekresi berlebihan CSF (papiloma
pleksus koroidalis)

3.1.4 Patofisiologi
Patofisiologi hidrosefalus dapat dibagi dalam dua bentuk, yaitu sebagai
berikut:2,3,4
1. Bentuk hidrosefalus akut,
Bentuk hidrosefalus akut didasari oleh faktor mekanik. Perdarahan otak,
tumor/infeksi/abses otak, stenosis akuaduktus cerebri Sylvii, hematoma
ekstradural dan edema otak akut akan mengganggu aliran dan absorbsi CSS
sehingga terjadi peningkatan TIK. Akibatnya tekanan intraventrikular meningkat,
sehingga kornu anterior ventrikulus lateral melebar. Kemudian diikuti oleh
pelebaran seluruh ventrikulus lateralis. Dalam waktu singkat diikuti penipisan
lapisan ependim ventrikulus. Hal ini akan mengakibatkan permeabilitas
ventrikulus meningkat sehingga memungkinkan absorbsi CSS dan akan
menimbulkan edema substantia alba di dekatnya.
Apabila peningkatan absorbsi ini dapat mengimbangi produksinya yang
berlebihan maka tekanannya secara bertahap akan menurun sampai normal,
meskipun penderita masih memeperlihatkan tanda-tanda hidrosefalus. Keadaan
demikian ini disebut hidrosefalus tekanan normal. Namun biasanya peningkatan
absorbsi ini gagal mengimbangi kapasitas produksinya. Sehingga terjadi
pelebaran ventrikulus berkelanjutan dengan tekanan yang juga tetap meningkat.
2. Hidrosefalus kronik
Hidrosefalus kronik terjadi beberapa minggu setelah aliaran CSS
mengalami sumbatan atau mengalami gangguan absorbsi, apabila sumbatan dapat
dikendalikan atau dihilangkan, tekanan intraventrikular akan menjadi progresif
normotensif karena adanya resorbsi transependimal parenkim paraventrikular.
Akibat dari peningkatan tekanan CSS intraventrikular mengakibatkan sistem
venosa menjadi kolaps dan penurunan volume aliran darah, sehingga terjadi
hipoksia dan perubahan metabolisme parenkim (kehilangan lipid dan protein).
Akibat lebih jauh adalah terjadinya dilatasi ventrikulus karena jaringan
periventrikular menjadi atrofi.
Patofisiologi hidrosefalus komunikans dan non-komunikas dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Hidrosefalus komunikans
Hidrosefalus komunikans terjadi hubungan langsung antara CSS sistem
ventrikulus dan CSS di ruang subaraknoid. Hambatan aliran CSS pada tipe ini
biasanya pada bagian distal dari sistem ventrikulus ini, yaitu pada ruang
subaraknoid (sebagai akibat fibrosis dari infeksi sebelumnya) atau pada granulatio
arachnoidea (sebagai akibat kelainan bentuk struktur ini). Hal ini mengakibatkan
akumulasi CSS dan pembesaran ruang ventrikulus.
2. Hidrosefalus nonkomunikans
Hidrosefalus nonkomunikans terjadi karena CSS pada ruang ventrikulus
tidak bisa mencapai ruang subaraknoid akibat adanya hambatan aliran CSS pada
foramen Monroe, aquaductus cerebri Sylvii atau pada foramen Magendi dan
Luschka. Obstruksi pada foramen Monroe misalnya diakibatkan oleh tumor,
menghalangi aliran CSS dari ventrikulus lateralis ke ventrikulus tertius,
mengakibatkan akumulasi cairan dan pembesaran pada ventrikulus lateralis pada
sisi yang mengalami sumbatan. Obstruksi aquaductus cerebri Sylvii oleh tumor,
peradangan atau atresia kongenital mengakibatkan akumulasi cairan dan
pembesaran pada ventrikulus tertius dan kedua ventrikulus lateralis. Obstruksi
pada foramen Magendi dan Luschka oleh tumor, inflamasi atau atresia Kongenital
mengakibatkan akumulasi dan pembesaran pada ventrikulus quartus, ventrikulus
tertius dan kedua ventrikulus lateralis.2,3,4
3.1.5 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan melalui tanda dan gejala klinis. Makrokrania
merupakan salah satu tanda dimana ukuran kepala lebih besar dari dua deviasi
standar di atas ukuran normal atau persentil 98 dari kelompok usianya. Hal ini
disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial dan menyebabkan empat gejala
hipertensi intrakranial yaitu fontanel anterior yang sangat tegang (37%), sutura
tampak atau teraba melebar, kulit kepala licin, dan sunset phenomenon dimana
kedua bola mata berdiaviasi ke atas dan kelopak mata atas tertarik.4
Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar
daripada bayi, gejala ini mencakup nyeri kepala, muntah, gangguan okulomotor,
dan gejala gangguan batang otak (bradikardia, aritmia respirasi). Gejala lainnya
yaitu spastisitas pada eksremitas inferior yang berlanjut menjadi gangguan
berjalan dan gangguan endokrin.2

1. Gejala Klinis Hidrocephalus


Gejala Klinis hidrosefalus dipengaruhi oleh umur penderita, penyebab, lokasi
obstruksi, durasi dan perlangsungan penyakit. Gejala-gejala yang menonjol
merupakan refleksi dari peningkatan TIK. Rincian gejala klinis adalah sebagai
berikut :3,4
a. Neonatus
Gejala hidrosefalus yang paling umum dijumpai pada neonatus adalah
iritabilitas. Sering kali anak tidak mau makan dan minum, kadang-kadang
kesadaran menurun kearah letargi. Anak kadang-kadang muntah, jarang yang
bersifat proyektil. Pada masa neonatus ini gejala-gejala lainnya belum tampak,
sehingga apabila dijumpai gejala-gejala sepeti diatas, perlu dicurigai hidrosefalus.
b. Anak berumur kurang dari 6 tahun
Pada umumnya anak mengeluh nyeri kepala, sebagai suatu manifestasi
peningkatan TIK. Lokasi nyeri tidak khas. Kadang-kadang muntah di pagi hari.
Dapat disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan
Visus.
Gangguan motorik dan koordinasi dikenali melalui perubahan cara berjalan.
Hal ini disebabkan oleh peregangan serabut kortikospinal korteks parietal sebagai
akibat pelebaran ventrikulus lateral. Serabut-serabut yang medial lebih dahulu
tertekan, sehingga menimbulkan pola berjalan yang khas.
Anak dapat mengalami gangguan dalam hal daya ingat dan proses belajar.
Apabila dilakukan pemeriksaan psikometrik akan terlihat adanya labilitas
emosional dan kesulitan dalam hal konseptualisasi.
Vena-vena di kulit kepala sangat menonjol, terutama bila bayi menangis.
Peningkatan TIK akan mendesak darah vena dari alur normal di basis otak menuju
ke sistem kolateral.
Mata penderita hidrosefalus memperlihatkan gambaran yang khas, yang
disebut sebagai setting-sun sign : skelera yang berwarna putih akan tampak diatas
iris. Paralisis nervus abdusens, yang sebenarnya tidak menunjukkan letak lesi,
sering dijumpai pada anak yang lebih tua atau pada orang dewasa.
Kadang-kadang terlihat nistagmus dan strabismus. Pada hidrosefalus yang
sudah lanjut dapat terjadi edema papil atau atrofi papil.
c. Dewasa
Gejala yang paling sering dijumpai adalah nyeri kepala. Sementara itu
gangguan visus, gangguan motorik/bejalan dan kejang terjadi pada 1/3 kasus
hidrosefalus pada usia dewasa. Pemeriksaan neurologi pada umumnya tidak
menunjukkan kelainan, kecuali adanya edema papil dan atau paralisis nervus
abdusens.5
d. Hidrosefalus tekanan normal
Hidrosefalus ini dicirikan dengan trias demensia, gangguan berjalan dan
inkontinensia urin. Hal ini terutama pada penderita dewasa. Gangguan berjalan
dicirikan oleh berjalan lambat, langkah pendek dengan pengurangan ketinggian
langkah dan ataksia dimana kaki diletakkan di permukaan jalan dengan kekuatan
yang bervarisasi. Pada saat mata tertutup akan tampak jelas ketidakstabilan postur
tubuh. Tremor dan gangguan gerakan halus jari-jari tangan akan mengganggu
tulisan tangan penderita.5
2. Pemeriksaan Fisik
a. Bayi4
 Pembesaran Kepala. Lingkar kepala berada pada 98 persentil dari umur atau
lebih.
 Lepasnya sutura : ini dapat dilihat atau diraba.
 Pelebaran vena-vena scalp : scalp menjadi tipis dan berkilau dengan vena-vena
yang mudah dilihat.
 Ketegangan fontanela. Fontanela anterior pada bayi yang ditarik lurus dan tidak
menangis mungkin sangat tegang.
 Peningkatan tonus tungkai. Penyebabnya adalah peregangan serabut serabut
traktus piramidal periventrikuler oleh hidrosefalus.
a. Anak-anak
 Edema papil : jika peningkatan TIK tidak diobati dapat menyebabkan atrofi optik
dan kebutaan
 Gaya berjalan yang tidak stabil
 Kepala besar : sutura tertutup namun peningkatan TIK kronik akan menyebabkan
pertumbuhan kepala abnormal.
 Kelumpuhan nervus abdusen unilateral atau bilateral karena peningkatan TIK.
b. Dewasa5
 Edema papil : karena peningkatan TIK, bisa menyebabkan atrofi nervus optikus.
 Gaya berjalan yang tidak stabil : dikarenakan ataksia pada tungkai.
 Kepala besar : kepala mungkin sudah besar sejak anak-anak.
 Kelumpuhan nervus abducens unilateral atau bilateral karena peningkatan TIK
c. Hidrosefalus tekanan normal (NPH)
 Kekuatan otot biasanya normal, tidak ada gangguan sensoris.
 Refleks dapat meningkat, dan refleks Babinsky dapat ditemukan pada satu atau
kedua kaki.
 Kesulitan berjalan : bervariasi dari ketidakseimbangan yang ringan sampai
ketidakmampuan unuk berjalan atau berdiri.
 Refleks menghisap dan menggenggam muncul pada tahap lanjut.
 Perkusi pada kepala anak memberi sensasi yang khas. Pada hidrosefalus akan
terdengar suara yang sangat mirip dengan suara ketuk pada semangka masak.
Pada anak lebih tua akan terdengar suara kendi retak (cracked-pot). Hal ini
menggambarkan adanya pelebaran sutura.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto kepala xray
Dapat didapatkan adanya tulang tipis, disproporsi kraniofasial, sutura melebar.7
Gambar 6. Foto kepala pada anak dengan hidrosefalus.

b. Pemeriksaan CSS dengan cara aseptik melalui punksi ventrikel/punksi


fontanela mayor. Menentukan Tekanan, Jumlah sel meningkat yang
menunjukkan adanya keradangan / infeksi, adanya eritrosit yang
menunjukkan perdarahan. Bila terdapat infeksi, diperiksa dengan pembiakan
kuman dan kepekaan antibiotik.7
c. Ventrikulografi ; yaitu dengan cara memasukkan kontras berupa O2 murni
atau kontras lainnya dengan alat tertentu menembus melalui fontanella
anterior langsung masuk ke dalam ventrikel.Setelah kontras masuk langsung
difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel yang melebar.6
d. USG
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG
diharapkan dapat menunjukkan sistem ventrikel yang melebar.7

Gambar 7. Foto USG kepala fetus pada trimester ketiga. Tampak dilatasi bilateral
dari kedua ventrikel lateralis (gambar a) dan penipisan jaringan otak (gambar b).
e. CT scan kepala
Gambar 8. CT Scan kepala potongan axial pada pasien hidrosefalus komunikan,
tampak dilatasi pada sistem ventrikel dan disertai dengan atrofi7

Gambar 9. brain CT scan, tampak kista koroid pada ventrikel tiga yang disertai
dengan hidrosefalus non komunikan.7
Pada hidrosefalus obstruktif CT scan sering menunjukkan adanya pelebaran
dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar
dari occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal
dan adanya penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari
CSS. Pada hidrosefalus komunikan gambaran CT scan menunjukkan dilatasi
ringan dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari
daerah sumbatan.7
Keuntungan CT scan yaitu gambaran lebih jelas, non traumatik , dapat
menentukan prognosis, penyebab hidrosefalus dapat diduga.
f. MRI

Gambar 10. MRI potongan sagital pada hidrosefalus nonkomunikans akibat


obstruksi pada foramen Luschka dan magendie.7

Gambar 11. MRI hidrosefalus obstruktif (non komunikans). Tampak massa


menekan ventrikulus quartus. (gambar a-d)7
Dengan menggunakan MRI pada pasien hidrosefalus, kita dapat melihat
adanya dilatasi ventrikel dan juga dapat menentukan penyebab dari hidrosefalus
tersebut. Jika terdapat tumor atau obstruksi, maka dapat ditentukan lokasi dan
ukuran dari tumor tersebut. Selain itu pada MRI potongan sagital akan terlihat
penipisan dari korpus kalosum.7
3.1.6 Penatalaksanaan
Prinsip tatalaksana hidrosefalus yaitu :3,4,5
1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus koroidalis
dengan tindakan reseksi atau pembedahan
2. Dengan obat azetasolamid (diamox) yang menghambat pembentukan cairan
serebrospinal,
3. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi cairan serebrospinal dengan
tempat absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan subarachnoid,
4. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial,
Dilakukan dengan drainase ventrikule-peritoneal, drainase lumbo-peritoneal,
drainase ventrikulo-pleural, drainase ventrikule-uretrostomi, dan drainase ke
dalam anterium mastoid. Cairan serebrospinal dialirkan ke dalam vena jugularis
dan jantung melalui kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang
memungkinkan pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini merupakan
cara yang dianggap terbaik namun, kateter harus diganti sesuai dengan
pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya infeksi sekunder dan sepsis.
Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan setelah
diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan kecil di daerah
kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan selaput otak, lalu selang
pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat sayatan kecil di daerah perut, dibuka
rongga perut lalu ditanam selang pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut
dihubungakan dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat
dari luar. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau
pintasan jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus.
a. Terapi Konservatif4
Terapi konservatif medikamentosa yang berguna untuk mengurangi cairan
dari pleksus khoroid (asetazolamid 100 mg/kg BB/hari; furosemid 0,1 mg/kg
BB/hari) dan hanya bisa diberikan sementara saja atau tidak dalam jangka waktu
yang lama karena berisiko menyebabkan gangguan metabolik. Terapi ini
direkomendasikan bagi pasien hidrosefalus ringan bayi dan anak dan tidak
dianjurkan untuk dilatasi ventrikular posthemoragik pada anak. Dapat juga
digunakan terapi dengan menggunakan isosorbid untuk meningkatkan reabsorpsi
LCS namun keefektifan dari terapi ini masih dipertanyakan.
b. Operasi3,4,5
 Operasi Pintas / Shunting
Sebagian besar pasien memerlukan tindakan ini untuk membuat saluran baru
antara aliran likuor (ventrikel atau lumbar) dengan kavitas drainase (seperti
peritoneum, atrium kanan, dan pleura). Komplikasi operasi ini dibagi menjadi tiga
yaitu infeksi, kegagalan mekanis, dan kegagalan fungsional. Tindakan ini
menyebabkan infeksi sebanyak >11% pada anak setelahnya dalam waktu 24 bulan
yang dapat merusak intelektual bahkan menyebabkan kematian.
1. Drain ventrikel ke organ ekstrakranial
Dalam hal ini CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain misalnya :
- Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisternamagna (Thor- Kjeldsen)
- Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke atrium kanan.
- Ventrikulo-Sinus, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior
- Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronkhus
- Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan kemediastinum
- Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum
- “Lumbo Peritoneal Shunt”
CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga peritoneum
dengan operasi terbuka atau dengan jarum Touhy secara perkutan. Komplikasi
Shunting dapat berupa Infeksi, Hematoma subdural, Obstruksi, Asites dan
Kraniosinostosis.
2.Drain ventrikel eksternal atau omaya drain4
Drain ventrikel eksternal dilakukan dengan memasang kateter ventrikuler
dengan kantong drain eksternal. Pemasangan drain ekstrernal dengan cara CSS
dialirkan dari ventrikel ke luar tubuh, dan bersifat hanya sementara. Selain drain
eksternal dapat dilakukan lumbal pungsi sementara.
3.Lumbal pungsi berulang (serial lumbar puncture)4
Mekanisme pungsi lumbal berulang dalam hal menghentikan progresivitas
hidrosefalus belum diketahui secara pasti. Pada pungsi lumbal berulang akan
terjadi penurunan tekanan CSS secara intermiten yang memungkinkan absorpsi
CSS oleh vili arakhnoidalis akan lebih mudah.
Indikasi : umumnya dikerjakan pada hidrosefalus komunikan terutama pada
hidrosefalus yang terjadi setelah perdarahan subarakhnoid, periventrikular-
intraventrikular dan meningitis TBC. Diindikasikan juga pada hidrosefalus
komunikan dimana shunt tidak bisa dikerjakan atau kemungkinan akan terjadi
herniasi (impending herniation)
 Endoscopic third ventriculostomy4
Metode Endoscopic third ventriculostomy (ETV) semakin sering digunakan di
masa sekarang dan merupakan terapi pilihan bagi hidrosefalus obstruktif serta
diindikasikan untuk kasus seperti stenosis akuaduktus, tumor ventrikel 3 posterior,
infark serebral, malformasi Dandy Walker, syringomyelia dengan atau tanpa
malformasi Arnold Chiari tipe 1, hematoma intraventrikel, myelomeningokel,
ensefalokel, tumor fossa posterior dan kraniosinostosis. ETV juga diindikasikan
pada kasus block shunt atau slit ventricle syndrome. Kesuksesan ETV menurun
pada kondisi hidrosefalus pasca perdarahan dan pasca infeksi. Perencanaan
operasi yang baik, pemeriksaan radiologis yang tepat, serta keterampilan dokter
bedah dan perawatan pasca operasi yang baik dapat meningkatkan kesuksesan
tindakan ini.
3.1.7 Prognosis4,5
Pada pasien hidrosefalus, kematian dapat terjadi akibat herniasi tonsilar
yang dapat menyebabkan penekanan pada batang otak dan terjadinya henti nafas.
Sedangkan ketergantungan pada shunt sebesar 75% dari kasus hidrosefalus yang
diterapi dan 50% pada anak dengan hidrosefalus komunikans. Pada anak dengan
hidrosefalus obstruktif yang memiliki korteks serebral intak, perkembangan yang
adekuat dapat dicapai hanya dengan ETV, meskipun pencapaian tersebut lebih
lambat. Pada anak dengan perkembangan otak tidak adekuat atau serebrum telah
rusak oleh hidrosefalus maka perkembangan yang optimal tidak dapat dicapai
hanya dengan terapi ETV meskipun tekanan intrakranial terkontrol.
BAB V
KESIMPULAN

Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi yang
melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui
kondisi pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat
mengantisipasinya.
Dalam kasus ini selama operasi berlangsung, tidak ada hambatan yang berarti
baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruang
pemulihan juga tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan serius.
Secara umum pelaksanaan operasi dan penanganan anestesi berlangsung
dengan baik meskipun ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sitorus, M. S. Sistem Ventrikel dan Liquor Cerebrospinal. Bagian Anatomi


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.2004
2. Snell, Richard S. Anatomi Klinik ed. 6. EGC : Jakarta. 2006.
3. Satyanegara. Buku Ajar Bedah Saraf Edisi IV. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama; 2010
4. Apriyanto, Agung, R. P., & Sari, F. Hidrosefalus Pada Anak. Jambi Medical
Journal, 1(1). 2013
5. Nelson SL. Hydrocephalus [internet]. [place unknown]: Available from:
http://emedicine.medscape.com /article/1135286-overview.
6. Rahmayani, D. D., Gunawan, P. I., & Utomo, B. Profil Klinis dan Faktor Risiko
Hidrosefalus Komunikans dan Non Komunikans pada Anak di RSUD dr.
Soetomo. Sari Pediatri, 19(1), 25-31.2017
7. Afdhalurrahman, A. Gambaran Neuroiumaging Hidrosefalus pada Anak. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala, 13(2), 117-122.2013
8.

Вам также может понравиться