Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Buruk
Kompas.com - 28/03/2011, 18:29 WIB
"Para ahli demografi dan ahli lingkungan sering menggunakan istilah bunuh
diri ekologi untuk mengaitkan masalah penduduk dengan lingkungan," kata
Kepala BKKBN Sugiri Syarief, Senin (28/3/2011).
Sugiri menjelaskan, dengan jumlah penduduk Indonesia pada saat ini yang
sebesar 237,6 juta telah banyak permasalahan sampah, banjir dan
kemacetan.
"Belum lagi semakin sulitnya akses air, udara bersih dan berbagai isu
perubahan iklim. Maka bisa dibayangkan apa yang terjadi jika jumlah
penduduk terus bertambah dan mendekati angka 500 juta jiwa, " katanya.
Dia mengatakan bukan tidak mungkin hal itu terjadi, jika pemerintah tidak
menekan laju pertambahan penduduk maka akan jumlahnya akan terus
meningkat.
"Pada saat itu jumlah penduduk dunia diproyeksikan sembilan miliar jiwa
artinya satu dari 20 penduduk dunia adalah orang Indonesia," katanya.
Untuk itu perlu dilakukan penekanan laju pertumbuhan penduduk agar tidak
berdampak buruk khususnya bagi lingkungan dan menghambat peningkatan
pendapatan penduduk.
Kendalikan Penduduk atau Korban
Iklim Akan Meningkat
YUNANTO WIJI UTOMO
Kompas.com - 17/10/2013, 13:29 WIB
Perubahan iklim.(Birdlife)
KOMPAS.com — Pengendalian diperlukan dan harus masuk dalam kerangka
mengatasi masalah perubahan iklim. Tanpa pengendalian penduduk, dampak
perubahan iklim semakin besar dan korban iklim akan meningkat.
Hal tersebut merupakan salah satu pembahasan dalam konferensi pers pada
Rabu (16/10/2013) terkait lokakarya bertema "Dinamika Kependudukan dan
Perubahan Iklim di Indonesia" yang diadakan di Semarang pada 17-18
Oktober 2013 ini.
Menurutnya, pada tahun 1970, rata-rata perempuan memiliki 5-6 anak dan
turun menjadi 2-6 anak per perempuan pada tahun 2000. Indonesia kemudian
berhasil menekan sebesar 100 juta pertambahan penduduk, menjadi 240 juta
dari yang sebelumnya diperkirakan 340 juta.
Sayangnya, jumlah anak per perempuan dari tahun 2000 hingga saat ini
belum bisa ditekan lagi. Bila hal ini terus terjadi, penduduk Indonesia bisa
mencapai 370 juta jiwa pada tahun 2050.
Jumlah penduduk yang besar punya dampak yang besar pula. Wendy
menyebut, konsekuensinya adalah kompetisi yang semakin tinggi serta
urbanisasi. Hal ini yang memperparah masalah iklim.
Namun, ada pula dampak pemanasan global yang bersifat tidak langsung, seperti
penyakit infeksi, noninfeksi, dan malnu-trisL
Budi mencontohkan, salah satu penyakit infeksi yang berpo-tensi meningkat ialah
demam berdarah dengue (DBD) yang disebabkan virus dengue.
Perpendek siklus
Perubahan temperatur juga memperpendek siklus hidup nyamuk dari telur hingga
usia dewasa dan bertelur lagi.
Dahulu, siklus dari jentik menjadi nyamuk dewasa berkisar 10-12 hari. Namun, ada
temuan, siklus hidup nyamuk kini menjadi sekitar 7 hari sehingga produksi nyamuk
lebih cepat
Frekuensi nyamuk dewasa betina menggigit juga lebih sering sehingga lebih banyak
orang yang tcrgigit "Akibatnya, risiko orang tertular menjadi lebih besar dan
Sejauh ini belum ada penelitian yang membuktikan keterkaitan langsung antara
perubahan pola penyakit dan perubahan iklim. Namun, telah ada peningkatan kasus
penyakit tertentu, seperti DBD.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, pada tahun 2008 tercatat 137.469 kasus
DBD, dengan korban meninggal 1.187 jiwa. Sepanjang tahun 2009 jumlah kasus
DBD naik menjadi 154.855 kasus, dengan 1.384 meninggal.
Untuk beradaptasi atas berbagai dampak perubahan iklim terhadap kesehatan, Budi
mengatakan, setidaknya ada tiga level adaptasi, yakni pencegahan primer,
sekunder, dan tersier.
Langkah tepat untuk mengatasi dampak perubahan iklim terhadap kesehatan lebih
cocok bersifat adaptasi ketimbang mitigasi. Langkah adaptasi bertujuan mengurangi
risiko, sementara mitigasi mengurangi emisi kar-bon untuk memperlambat laju
pemanasan global.
Adaptasi di level primer yang bisa dilakukan adalah mengurangi potensi terjadinya
dampak sejak dari sumbernya. Pada kasus DBD, misalnya, dengan memberantas
jentik dan sarang nyamuk. Di level sekunder, dengan mengendalikan kasus agar
tidak meningkat dan menyebar. Di level tersier, dengan mencegah kefatalan
penyakit korban atau penderita.
Untuk semua langkah itu dibutuhkan kesiapan, baik dari segi ketersediaan tenaga
kesehatan berkualitas, ketersediaan obat, akses pelayanan kesehatan, maupun
prosedur penatalaksanaan yang baik. "Penyediaan tenaga dan pelayanan
kesehatan sangat penting ketika terjadi kejadian luar biasa," lanjut Budi
Ketua Ikatan Dokter Indonesia Prijo Sidipratomo mengatakan, kalangan dokter telah
mendengar isu perubahan iklim dan kemungkinan perubahan tren penyakit di
masyarakat Namun, tidak diketahui benar kedalaman pemahaman tersebut
"Jika itu semua sudah terpenuhi dan ada jaminan terhadap kesehatan masyarakat
dari pemerintah, berbagai masalah, termasuk dampak perubahan iklim, dapat
diantisipasi dengan baik," ujarnya.
Hasil analisis perubahan iklim terhadap bidang kesehatan oleh Dewan Nasional
Perubahan Iklim dan Kementerian lingkungan Hidup menyebutkan, cuaca dan iklim
berpengaruh pada pa-togenesis (asal dan perkembangan penyakit) bermacam
penyakit dengan cara yang berbeda satu sama lain.
Perubahan iklim juga meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit yang
ditularkan oleh nyamuk, seperti malaria, radang otak akibat west nile virus, filaria-sis,
japaneses encephalitis, dan DBD. (INE)
Dahsyatnya Efek Pemanasan Global
terhadap Kesehatan
LILY TURANGAN
Kompas.com - 21/12/2015, 09:01 WIB
Pemanasan global
Akibatnya, lapisan es bumi mencair, permukaan laut naik, dan pola presipitasi
berubah. Alhasil, peristiwa cuaca ekstrem menjadi lebih intens dan sering.
Pada akhirnya, semua ini memicu timbulnya beragam penyakit, mulai dari
malanutrisi, sakit kulit, hingga gangguan napas, menurunnya tingkat
kesuburan, hingga kelainan perkembangan otak pada bayi.
Suhu ekstrem
Temperatur yang tinggi juga meningkatkan kadar ozon dan polutan lain di
udara yang memperburuk penyakit jantung dan pernapasan.
Serbuk sari (polen) dan alergen udara juga meningkat di cuaca panas yang
ekstrem. Hal ini dapat memicu asma, yang memengaruhi sekitar 300 juta
orang di seluruh dunia. Peningkatan suhu yang sedang berlangsung diduga
kuat akan semakin meningkatkan beban kesehatan ini.
Lebih dari separuh populasi dunia hidup di wilayah yang hanya berjarak 60
km dari laut. Mereka akan terpaksa pindah, dan pada gilirannya, risiko
berbagai efek kesehatan akan semakin tinggi, termasuk gangguan mental
dan penyakit menular.
Naiknya variabel curah hujan, air hujan dan air tanah yang mengandung
asam akibat polusi, secara langsung memengaruhi suplai air bersih di seluruh
dunia.
Kurangnya air bersih terbukti dapat meningkatkan risiko penyakit diare, yang
membunuh sekitar 760.000 anak-anak berusia di bawah usia 5 tahun, setiap
tahun. Dalam kasus ekstrim, kelangkaan air menyebabkan kekeringan dan
kelaparan.
Banjir juga menyebabkan luka-luka fisik dan mental yang tidak terhitung,
rumah-rumah rusak, mengganggu pasokan medis, makanan dan pelayanan
kesehatan.
Pola infeksi
* 38.000 karena gelombang panas dan ini lebih banyak terjadi pada orang
tua,