Вы находитесь на странице: 1из 29

LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT GLOBAL

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


TB PARU

oleh
Kelompok 4B

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2016
LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT GLOBAL
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
TB PARU

diajukan guna melengkapi Tugas Mata Kuliah Penyakit Global


dengan Dosen Pembimbing: Ns. Jon Hafan Sutawardana, M.Kep., Sp.Kep.MB

oleh
Kelompok 4B

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2016

i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

Judul Karya : Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Klien dengan


Tuberkulosis Paru
Nama Penulis *) : 1.Devis Yulia Rohmana (152310101276)
2. Rima Ulfa Fahra (152310101307)
3.Endang Sulistyowati (152310101326)
4.Endah Widayati (152310101327)
5.Tri Naka Jumadha (152310101341)
6.Teguh Christ W. (152310101345)
7.Joni Hermawan (152310101355)
8. Dinda Krisdayanti (142310101057)
9. Fajar Kharisma (142310101060)
10. Verina Sari Rahmadiar (142310101068)
11. Ika Adelia Susanti (142310101093)
12. Della Annisa Widayu P (142310101098)
13.Nuril Fauziah (142310101103)
Nama Institusi : Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember
Alamat Institusi : Jalan Kalimantan No.37 Kampus Tegal Boto. Telp/Fax
(0331)-323459, Jember
Kami yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa memang benar
karya dengan judul tersebut merupakan karya orisinal dan belum pernah
dipublikasikan diluar mata kuliah penyakit global .Demikian pernyataan ini kami
buat dengan sebenarnya.

Jember, 13 April 2016

Materai 6000

Teguh Christ Wardahani


NIM 15231

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan laporan
pendahuluan yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN TB PARU”.
Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah
Penyakit Global. Penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari konstribusi
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis meyampaikan terima kasih kepada :
1. Ns. Rondhianto, M.Kep selaku Dosen Penanggung Jawab Mata Kuliah
Penyakit Global
2. Ns. Jon Hafan Sutawardana, M.Kep., Sp.Kep.MB selaku dosen pembimbing
yang telah meyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing kami
dalam penyusunan laporan ini.
3. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya tugas ini.
Kami menyadari dalam menyelesaikan laporan ini banyak kekurangan dari
teknik penulisan dan kelengkapan materi yang jauh dari sempurna. Kami juga
menerima kritik dan saran yang membangun sebagai bentuk pembelajaran agar
meminimalisir kesalahan dalam tugas berikutnya. Semoga dengan
terselesaikannya laporan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Jember, April 2016

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................... ii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv

BAB 1. PENDAHULUAN .....................................................................................1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................1

1.2 Tujuan .........................................................................................................2

BAB 2. TINJAUAN TEORI ..................................................................................3

2.1 Pengertian ...................................................................................................3

2.2 Epidemiologi...............................................................................................6

2.3 Etiologi .......................................................................................................6

2.4 Dampak .......................................................................................................7

2.5 Prognosis ....................................................................................................8

2.6 Penatalaksanaan ..........................................................................................9

2.7 Pencegahan ...............................................................................................11

BAB 3. INTERVENSI..........................................................................................14

3.1 PICOT .......................................................................................................14

3.2 Sumber Literatur .......................................................................................15

3.3 Teori dan Konsep Intervensi .....................................................................16

3.4 Implikasi dan Rekomendasi Intervensi .....................................................21

BAB 4. PENUTUP................................................................................................23

4.1 Kesimpulan ...............................................................................................23

4.2 Saran .........................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................24

iv
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit global adalah suatu kondisi masalah kesehatan yang terjadi di
suatu negara dan sudah melintasi batas negara (pandemi) dalam penyebarannya
baik communicable disease atau non communicable disease maupun penyakit
akibat pemanasan global dan menjadi perhatian bersama dalam penatalaksanaanya
karena menimbulkan dampak yang merugikan bagi masyarakat dunia. Penyakit
global yang banyak di kalangan masyarakat pedesaan atau wilayah yang memiliki
sumber daya manusia yang rendah adalah masalah communicable disease.
Pengertian dari communicabel disease adalah suatu penyakit yang bisa menular,
yang mana penyakit ini bisa sangat mengganggu kesehatan masyarakat luas.
Salah satu contoh penyakit communicabel disease adalah TBC, SARS,
DB, Flu burung, Flu Singapore dan beberapa jenis penyakit yang sebagian besar
di sebarkan kondisi lingkungan, udara dan juga beberapa fektor penjamu yang
menyebabkan penyebaran penyakit. Potensi besar penyebab penyebaran penyakit
yang cepat adalah melalui saluran pernafasan. Salah satu yang perlu penanganan
khusus dalam mengatasi penyakit akibat dari penyebaran saluran pernafasan
adalah TBC atau kita sering sebut dengan TB paru. Penyakit TB paru ini adalah
salah satu penyakit global yang harus ditangani secara khusus dan perlakuan
khusus.
TB paru adalah penyakit infeksi saluran pernafasan yang di sebabkan oleh
bakteri yaitu mikrobakterium tuberkulosa. Akibat dari infeksi paru-paru ini
menyebabkan gangguan pernafasan terhadap penderita TBC dan juga
menyebabkan bebrapa orang sekitarnya memiliki resiko terjadinya TB paru.
Sehingga perlu adanya pengawasan dan pengobatan secara khusus terhadap para
penderita TB. Melihat potensi penyebaran yang tinggi dan perlu penanganan
khusus maka akan diadakan beberapa pembelajaran dan pelatihan untuk
mencegah dan mengendalikan angka kejadian yang tinggi. Maka kami membuat
Laporan pendahuluan ini sebagai bentuk pencegahan dini agar tidak menyebar
semakin luas dan banyak di kalangan masyarakat.

1
1.2 Tujuan
Tujuan umum
Dari pelaksanaan kegiatan dan Laporan pendahuluan ini sebgai bentuk tujuan
kami untuk mencegah dan memanagemen penyebaran dan penularan TB agar
tidak semakin meluas dan menyebabkan masalah yang semakin besar dan
mengganggu kesehatan masyarakat.
Tujuan khusus
1. Masyarakat lebih paham mengenai masalah kesehatan terutama penyakit
TB paru.
2. Masyarakat lebih mengenal tanda dan gejala terjadinya TB paru
3. Masyarakat mengerti bagaimana saja cara penularan penyakit TB paru
4. Masyarakat mengetahui bagaimana cara pencegahan penyebaran penyakit
TB paru.
5. Masyarakat mengerti bagaimana cara pengobatan penyakit TB paru
6. Masyarakat bisa meningkatkan status kesehatannya

2
BAB 2. TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tubercolosis. Bakteri ini lebih sering
menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain dari tubuh manusia,
sehingga selama ini kasus tuberkulosis yang sering terjadi di Indonesia adalah
kasus tuberkulosis paru/TB Paru (Indriani et al., 2005). Penyakit tuberculosis
biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mycobacterium
Tubercolosis yang dilepaskan pada saat penderita batuk. Selain manusia, satwa
juga dapat terinfeksi dan menularkan penyakit tuberkulosis kepada manusia
melalui kotorannya (Wiwid, 2005).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
termasuk meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe. (Suzanne C. Smeltzer &
Brenda G. Bare, 2002 ).

Menurut Depkes (2007), klasifikasi penyakit TB paru dan tipe pasien


digolongkan menjadi :

3
1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena
a. Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar
pada hilus.
b. Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin,
dan lain-lain.
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis pada TB Paru
a. Tuberkulosis paru BTA positif
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya
BTA positif.
2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks
dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman
TB positif.
4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif
dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negative
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
2) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
4) Ditentukan atau dipertimbangkan oleh dokter untuk diberi
pengobatan.

3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit


a. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat

4
bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru
yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan
umum pasien buruk.
b. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu:
1) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi,
dan kelenjar adrenal.
2) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang,
TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.

4. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, dibagi menjadi


beberapa tipe pasien, yaitu :
a. Kasus Baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b. Kasus Kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif
(apusan atau kultur).
c. Kasus setelah putus berobat (default)
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau
lebih dengan BTA positif.
d. Kasus setelah dating (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
e. Kasus pindahan (transfer in)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register
TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.

5
f. Kasus lainnya
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

2.2 Epidemiologi
TB paru termasuk penyakit dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi
terutama di negara berkembang. Indonesia masih menempati urutan ke-3 di dunia
untuk jumlah kasus TB paru setelah India dan Cina. Setiap tahun terdapat 250.000
kasus baru TB paru dan sekitar 140.000 kematian akibat TB paru. Diseluruh dunia
tahun 2004, WHO melaporkan terdapat 3,8 juta kasus baru TB paru dengan 49%
kasus terjadi di Asia Tenggara (data WHO 2006). Sekitar 113 per 100.000 di Cina
dan 64 per 100.000 di Brasil. Di Amerika Serikat, keseluruhan tingkat kasus TB
paru adalah 4,9 per 100.000 orang pada tahun 2004 (CDC,2005). Berdasarkan
estimasi World Health Organization (WHO), daerah dengan kasus TB baru yang
tertinggi pada tahun 2009 adalah di daerah Asia Tenggara yang merupakan 35%
dari insidensi global. Sekitar 1,3 juta populasi meninggal akibat TB pada tahun
2009. Estimasi insidensi TB di Indonesia pada tahun 2009 adalah 430.000 kasus
dengan mortalitas sebesar 61.000.

2.3 Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um.
Tergolong dalam kuman Myobacterium tuberculosae complex adalah :
1. M. Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. bovis.

6
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut
bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan
fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin
(dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman
bersifat dormant, tertidur lama selama bertahun-tahun dan dapat bangkit kembali
menjadikan tuberkulosis aktif lagi. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai
parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula
memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid
(Asril Bahar,2001).
Menurut Depkes, 2006, menjelaskan mengenai cara penularan TB, yaitu :
1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3000 percikan dahak.
3. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat
bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
4. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
5. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

2.4 Dampak
Dampak bagi individu

Penderita penyakit TBC dapat menjadi sangat lemah, dan tidak bisa kerja,
atau melakukan tugas harian biasa, misalnya jaga anak atau kerja kebun. Rata-
rata, seorang penderita penyakit TBC akan kehilangan 3-4 bulan waktu kerja
produktif. Jika tidak diobati, penyakit TBC menyebabkan kesakitan selama jangka
panjang, kecacatan dan kematian. Kira-kira 50% penderita penyakit TBC paru
yang tidak diobati akan meninggal dalam waktu 5 tahun, mayoritas dari 50% ini
akan mati dalam waktu 18 bulan.

7
Dampak bagi keluarga
Penderita penyakit TBC yang tidak diobati dengan baik bisa menularkan
bakteri TBC pada keluarganya, termasuk anak. Juga mereka tidak dapat bebas
bergaul - jangan sampai menularkan bakteri TBC. Hal ini sangat sulit bila mereka
tinggal dalam satu rumah dengan banyak orang.

Dampak bagi masyarakat


TBC banyak menyerang anggota masyarakat usia bekerja (15-54 tahun),
sehingga negara kekurangan tenaga trampil. TBC banyak menyerang masyarakat
golongan ekonomi lemah, sehingga menambah tingkat kemiskinan. Pengobatan
TBC secara luas sangat mahal. Pemerintah harus menyiapkan dana yan besar
untuk menyediakan obat-obatan. Sesuai dengan penduduknya yang besar,
Indonesia mempunyai jumlah penderita TBC yang ketiga tertinggi dunia (setelah
Cina dan India).

2.5 Prognosis
Tuberkulosis (TB) adalah infeksi yang menyerang paru-paru.Hal ini
menyebar dari orang ke orang melalui udara.Setiap tahun TB bertanggung
jawab atas kematian sekitar dua juta orang di seluruh dunia.
Lihat Dokter Segera
Seseorang menunjukkan tanda-tanda dan gejala TB harus melihat seorang
dokter sesegera mungkin.Pengobatan awal secara signifikan meningkatkan
kemungkinan prognosis jangka panjang positif.
Manfaat
Untuk memastikan prognosis jangka panjang positif, pasien TB ketat harus
mematuhi rejimen obat yang diresepkan oleh dokter mereka. Mengubah
jadwal pengobatan, dosis dilewatkan atau tidak memakai obat yang akan
meningkatkan risiko kematian.
Kesalahpahaman
Banyak orang mulai merasa lebih baik beberapa minggu setelah memulai
pengobatan, namun bakteri TB masih sangat aktif dalam tubuh mereka.
Penghentian pengobatan saat ini dapat mengakibatkan resistan terhadap obat
TB.Resistan terhadap obat TB adalah jauh lebih sulit untuk mengobati dan
membawa risiko kematian yang lebih tinggi dibandingkan non-resistan
terhadap obat TB.
Time Frame

8
Prognosis jangka panjang untuk pasien yang diobati untuk TB umumnya baik.
Dengan pengobatan yang tepat, 90 persen pasien TB akan bertahan penyakit.
Peringatan
TB tidak akan hilang dengan sendirinya. Orang dengan TB yang tidak diobati
memiliki prognosis yang jauh lebih buruk daripada mereka yang mencari
pengobatan.Hampir 50 persen orang dengan TB yang tidak diobati meninggal
dalam waktu 5 tahun.
2.6 Penatalaksanaan
A. Penatalaksanaan Non Farmako (KIE)
1. Penyuluhan
Penyuluhan TB perlu dilakukan karena masalah TB banyak berkaitan
dengan masalah pengetahuan dan perilaku masyarakat. Tujuan
penyuluhn adalah untuk meningkatkan kesadaran , kemauan dan peran
serta masyarakat dalam penaggulangan penyakit TB.
2. Mensosialisasikan BCG di masyarakat
B. Penatalaksanaan Farmako
Pengobatan TB terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Jenis obat utama yang digunakan
sesuai rekomendasi WHO adalah Rifampisin (R), isoniazid(INH),
Pirazinamid (Z), Streptomisin (S), Ethambutol (E).

Mekanisme Kerja Obat Anti Tuberkulosis (OAT)


 Aktivitas bakterisidal untuk bakteri yang membelah cepat
- Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan adalah Rifampisin dan
Streptomisin (S)
- Intraseluler, jenis obat yang digunakan adalah Rifampisin dan
Isoniazid.
 Aktivitas sterilisasi terhadap the persisiter (bakteri semi dorman)
- Ekstraseluler , jenis obat yang digunakan adalah Rifampisin dan
Isoniazid.

9
- Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin dan
isoniazid. Untuk very slowly growing bacilli digunakan Pirasinamid
(Z)
 Aktivitas bakteriostatis , obat-obatan yang mempunyai aktivitas
bakteriostatis terhadapa bakteri tahan asam
- Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan adalah Etambutol (E), asam
pra amino salisilik (PAS), dan sikloserine.
- Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniaid
dalam keadaan telah terjadi resistensi sekunder.
Program nasional penanggulangan TB di Indonesia digunakan panduan OAT
yang direkomendasikan WHO sebagai berikut:
 Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)
Obat ini diberikan untuk pasien baru :
- Pasien baru TB paru BTA positif
- Pasien TB paru BTA negative rontgen positif
- Pasien TB ekstra paru
Tahap intensif terdiri dari Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, dan
Etambutol. Obat-obat tersebut diberikan selama 2 bulan (2 HRZE).
Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniazid
, Rifampisin , diberikan dalam 3 kali seminggu selama 4 bulan.

 Kategori 2 (2HRZES/ HRZE/ 5 H3R3E3)


OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya :
- Pasien kambuh
- Pasien gagal
- Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, terrdiri dari 2 bulan Isoniazid,
rifampisin, pirazinamid, dan etambutol dan suntikan streptomisin
setiap hari. Dilanjutkan dengan 1 bulan dengan isoniazid, rifampisin,
pirazinamid, dan etambutol setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan
tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan 3 kali

10
dalam seminggu. Suntikan streptomisin harus diberikan setelah
penderita selesai menelan obat.

 Kategori 3 (2HRZ/4H3R3)
Obat ini diberikan untuk pasien baru :
- Pasien baru BTA negative rontgen positif sakit ringan
- Pasien ekstra paru ringan
Tahap intensif terdiri dari HRZ dibeika setiap hari selama 2 bulan
(2HRZ), diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4
bulan diberikan 3 kali seminggu(4H3R3).

 Kategori sisipan (HRZE)


Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif
dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatab ulang dengan
kategori 2, hail pemeriksaan dahak masih BTA positif diberikan obat
sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan. Satu paket obat sisipan berisi
30 blister yang dikemas dalam 1 dos kecil

2.7 Pencegahan
Pencegahan penularan pada dasarnya dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu:
pencegahan tingkat pertama (primary prevention) yang meliputi promosi
kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (secondary
prevention) yang meliputi diagnosis dini serta terapi yang tepat, dan pencegahan
ketiga (tertiary prevention) yang meliputi pencegahan cacat dan rehabilitasi.
Pencegahan tingkat pertama dapat ditujukan pada faktor penyebab, lingkungan
serta peningkatan daya tahan. Menurunkan faktor penyebab adalah dengan
memutuskan rantai penularan, berupa perbaikan dan modifikasi lingkungan fisik
rumah, peningkatan daya tahan tubuh seperti perbaikan status gizi dan imunisasi
BCG (bacillus calmette guerine) yang diberikan kepada bayi baru lahir sampai
dengan bayi usia 12 bulan kurang satu hari, untuk anak diatas satu bulan diberikan
vaksin apabila test mantoux negatif. Pencegahan tingkat dua ditujukan kepada
mereka yang menderita atau dianggap menderita (suspect) atau yang terancam

11
akan menderita melalui diagnosis dini dan terapi yang tepat. Pencegahan tingkat 3
berfokus pada pencegahan agar tidak mengalami kecacatan atau kelainan menetap
(permanent) dan tindakan rehabilitasi .

Tindakan pencegahan dapat dikerjakan oleh penderitaan, masayrakat dan


petugas kesehatan.
A. Pengawasan Penderita, kontak dan lingkungan
1. Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk
dan membuang dahak tidak disembarangan tempat.
2. Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan
terhadap bayi harus diberikan vaksinasi BCG.
3. Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang
penyakit TB yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang
ditimbulkannya.
4. Isolasi, pemeriksaan kepada orang–orang yang terinfeksi, pengobatan
khusus TBC. Pengobatan mondok dirumah sakit hanya bagi penderita
yang kategori berat yang memerlukan pengembangan program
pengobatannya yang karena alasan – alasan sosial ekonomi dan medis
untuk tidak dikehendaki pengobatan jalan.
5. Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga keberhasilan yang ketat,
perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry,
tempat tidur, pakaian) ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.
6. Imunisasi orang–orang kontak. Tindakan pencegahan bagi orang–orang
sangat dekat (keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan lain) dan
lainnya yang terindikasinya dengan vaksi BCG dan tindak lanjut bagi
yang positif tertular.
7. Penyelidikan orang–orang kontak. Tuberculin-test bagi seluruh anggota
keluarga dengan foto rontgen yang bereaksi positif, apabila cara–cara
ini negatif, perlu diulang pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan, perlu
penyelidikan intensif.
8. Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang
tepat obat–obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter di minum

12
dengan tekun dan teratur, waktu yang lama (6 atau 12 bulan).
Diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat, dengan pemeriksaaan
penyelidikan oleh dokter.
B. Tindakan Pencegahan.
1. Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi sakit,
seperti kepadatan hunian, dengan meningkatkan pendidikan kesehatan.
2. Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan pnderita, kontak atau
suspect gambas, sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini
bagi penderita, kontak, suspect, perawatan.
3. Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan terhadap
penyakit inaktif dengan pemberian pengobatan INH sebagai
pencegahan.
4. BCG, vaksinasi diberikan pertama-tama kepada bayi dengan
perlindungan bagi ibunya dan keluarganya. Diulang 5 tahun kemudian
pada 12 tahun ditingkat tersebut berupa tempat pencegahan.
5. Memberantas penyakit TBC pada pemerah air susu dan tukang potong
sapi dan pasteurisasi air susu sapi .
6. Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karena menghirup
udara yang tercemar debu para pekerja tambang, pekerja semen dan
sebagainya.
7. Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala TBC paru.
8. Pemeriksaan screening dengan tuberculin test pada kelompok beresiko
tinggi, seperti para emigrant, orang–orang kontak dengan penderita,
petugas dirumah sakit, petugas/guru disekolah, petugas foto rontgen.
9. Pemeriksaan foto rontgen pada orang–orang yang positif dari hasil
pemeriksaan tuberculin test.

13
BAB 3. INTERVENSI

3.1 PICOT FRAME WORK


3.1.1 Prevalensi
Angka kejadian atau prevalensi terjadinya penyakit Tuberkulosis paru
(Tb Paru) di RW 010 dan RW 011 Dusun Kramat Kelurahan
Kranjingan Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember cukup tinggi.
Menurut hasil pengakajian yang telah kami lakukan kepada masyarakat
terdapat 16,67% kepala keluarga (KK) yang teridentifikasi memiliki
resiko tinggi untuk terkena Tb Paru.
3.1.2 Intervensi
Rencana tindakan atau intervensi yang akan kami lakukan untuk
mencegah penularan Tb Paru semakin luas di RW 010 dan RW 011
Dusun Kramat Kelurahan Kranjingan Kecamatan Sumbersari ada dua
yaitu
a. Role Play
Role play yang kita lakukan bertujuan untuk memberikan gambaran
yang lebih jelas tentang tanda dan gejala masyarakat yang terkena
Tb paru.
b. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan yang kami lakukan bertujuan untuk mencegah
penyebaran penularan dan mengurangi angka kejadianTb paru di
masyarakat
3.1.3 Comparasion
Ada beberapa kendala yang kami alami saat melakukan pengkajian di
masyarakat RW 010 dan RW 011 Dusun Kramat Kelurahan Kranjingan
Kecamatan Sumbersari antara lain:
1. Keterbatasan waktu untuk melakukan pengkajian kepada masyarakat
2. Lokasi pemukiman warga yang cukup jauh antara satu Rukun
Tetangga (RT) ke RT yang lain
3. Ada beberapa masyarakat yang kurang kooperatif dalam
memberikan informasi

14
4. Ada beberapa ketua RT yang belum mengetahui tentang kondisi
kesehatan warganya
5. Ketua Rukun Warga (RW) yang sulit ditemui saat melakukan
pengkajian
3.1.4 Out Come
Setelah dilakukan pemberian role play dan pendidikan kesehatan
diharapkan masyarakat mengerti dan memahami mengenai tanda,
gejala, cara penularan, cara pencegahan, dan cara pengobatan Tb Paru
3.1.5 Time
Role Play dan pendidikan kesehatan yang akan kami lakukan pada
pukul 16.00 WIB –selesai di Halaman Mushola Perumahan Kramat 2
3.2 Sumber Literatur
Sumber literatur yang digunakan untuk menentukan prevalensi
penyakit TBC yang terjadi pada RW 010 dan RW 011 Dusun Kramat
Kelurahan Kranjingan Kecamatan Sumbersari adalah dengan wawancara.
Menurut Webster’s Collegiate Dictionary ada dua pengertian wawancara.
Pertama, wawancara diartikan sebagai pertemuan antara dua orang atau lebih
dengan tujuan mengadakan konsultasi resmi. Pengertian kedua adalah
pertemuan yang dilakukan oleh wartawan dengan pihak lain dengan maksud
menggali informasi yang dapat dijadikan berita. Jadi wawancara adalah
pertemuan antara pewawancara dan narasumber dengan maksud menggali
informasi.
RW 010 dan RW 011 Dusun Kramat Kelurahan Kranjingan
Kecamatan Sumbersari memiliki penduduk sebanyak 600 kepala keluarga
(KK) yang terbagi menjadi 4 RT di setiap RW. Wawancara dilakukan secara
door to door dan menggunakan random sampling. Metode random sampling
ini dipilih karena jumlah KK yang cukup banyak dan waktu pengkajian yang
singkat. Random Sampling atau sample acak dilakukan secara objektif
sedemikian rupa sehingga probabilitas setiap unit sample diketahui. Cara
menentukan jumlah sample adalah 10% dari jumlah populasi yang ada.
Artinya jumlah sample yang diambil untuk menentukan prevalensi penyakit

15
TBC di RW 010 dan RW 011 Dusun Kramat Kelurahan Kranjingan
Kecamatan Sumbersari adalah sebanyak 60 KK.
Kami mendatangi 60 rumah warga dan melakukan wawancara.
Mengkaji apakah ada anggota keluarga yang mengalami TBC atau tidak.
Pertanyaan yang diajukan untuk mengkaji kesehatan warga sesuai dengan
format pengkajian yang telah diberikan. Berdasarkan data yang diperoleh
dari hasil wawancara pengkajian ditemukan bahwa 10 dari 60 KK yang
didatangi sedang menderita atau pernah menderita TBC. Ada penderita TBC
yang mengatakan sudah sembuh namun juga ditemukan warga penderita
TBC yang tidak melakukan pengobatan melalui tenaga kesehatan dan lebih
memilih pengobatan melalui dukun. Berdasarkan data tersebut, kelompok
menyimpulkan bahwa prevalensi penyakit TBC di RW 010 dan RW 011
Dusun Kramat Kelurahan Kranjingan Kecamatan Sumbersari masih cukup
besar dan perlu untuk dilakukan intervensi.

3.3 Teori dan Konsep Intervensi


3.3.1 Definisi
1.Pendidikan Kesehatan
 Pendidikan kesehatan merupakan upaya-upaya terencana untuk
mengubah perilaku individu,kelompok,keluarga,dan masyarakat.Hal
tersebut juga menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan
membutuhkan pemahaman yang mendalam,karena melibatkan
berbagai istilah atau konsep seperti perubahan perilaku dan proses
pendidikan.
 Pendidikan kesehatan merupakan salah satu kompetensi yang
dituntut dari tenaga keperawatan,karena merupakan salah satu
peranan yang harus dilaksanakan dalam setiap memberikan asuhan
keperawatan dimana saja ia bertugas,apakah itu terhadap
individu,keluarga,kelompok dan masyarakat.
 Pendidikan kesehatan identik dengan penyuluhan kesehatan,karena
keduanya berorientasi kepada perubahan perilaku.Penyuluhan
kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara

16
menyebarkan pesan,menanamkan keyakinan,sehingga masyarakat
tidak saja sadar,tahu,dan mengerti,tetapi juga mau dan bisa
melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan.
 Menurut WHO (1986),pendidikan kesehatan adalah proses yang
direncanakan dengan sadar untuk menciptakan peluang bagi
individu-individu untuk senantiasa belajar memperbaiki kesadaran
(literacy) serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya(life
skills)demi kepentingan kesehatannya.Selain itu,karena tujuan
pendidikan kesehatan adalah mengubah perilaku,maka perlu
diketahui perilaku tersebut itu..Selanjutnya baru dapat dipilih metode
yang sesuai dengan tujuan spesifik pendidikan kesehatan,yaitu
perubahan pengetahuan (kognitif),sikap(pengertian,motivasi) atau
praktik (mendapatkan akses informasi kesehatan,mempergunakan
informasi) untuk meningkatkan atau mempertahankan kesehatannya.

2. Role Play
 Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahab pelajaran
melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa yang di
dalamnya terdapat aturan,tujuan,dan unsur senang dalam melakukan
proses belajar mengajar.(Santoso 2011)
 Metode Role Playing adalah salah satu proses belajar mengajar
yang tergolong dalam metode simulasi. Simulasi merupakan suatu
istilah umum berhubungan dengan menyusun dan mengoperasikan
suatu model yang mereplikasi proses-proses perilaku.Oemar
Hamalik mengemukakan bahwa metode simulasi adalah suatu cara
pengajaran dengan melakukan proses tingkah laku secara tiruan.
3.3.2 Mekanisme
1.Pendidikan Kesehatan
Metode (pendekatan) ini digunakan untuk mengkomunikasikan
pesan-pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat yang
sifatnya massa. Sasaran dari pendidikan massa adalah umum, tidak
membedakan umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan,

17
status sosial ekonomi, dan sebagainya, maka pesan-pesan kesehatan
yang akan disampaikan harus dirancang sedemikian rupa sehingga
dapat ditangkap oleh massa tersebut.Pendekatan ini digunakan untuk
menbangun kesadaran masyarakat terhadap suatu inovasi awareness,
belum begitu diharapkan untuk sampai pada perubahan perilaku.
Bila kelak dapat berpengaruh terhadap perubahan perilaku
merupakan hal yang wajar. Dalam situasi di mana pendidik (sumber)
tidak dapat bertemu langsung dengan sasaran,media pendidikan
sangat diperlukan.Media pendidikan kesehatan adalah saluran
komunikasi yang dipakai untuk mengirimkan pesan kesehatan
.Media pendidikan kesehatan adalah saluran komunikasi yang
dipakai untuk mengirimkan pesan kesehatan.
Media yang dapat dipergunakan adalah :
1.Media Elektronik : radio,televisi,internet,telepon,handphone
2.Media cetak : Majalah,koran,leaflet,flyer,dll.
3.Media lain :surat
Sedangkan jika pendidikan kesehatan bisa dilakukan secara
langsung,pendidik(sumber) bisa menggunakan metode role
play(bermain peran sesuai dengan skenario yang telah disusun).Role
play termasuk dalam simulasi dialog antara pasien dengan dokter
atau petugas kesehatan, tentang suatu penyakit atau masalah
kesehatan.
Kelebihan:
a) Simulasi dapat memberikan wawasan yang lebih luas melalui
memainkan peran dan diskusi kelompok;
b) Simulasi adalah metode kelompok kecil yang unik, menarik,
lengkap, padat dan jelas;
c) Dapat mengatasi rasa jenuh atau bosan
d) Meningkatkan keterampilan bicara;
e) Dapat menciptakan sesuatu yang ber-atmosphere sehingga
menghasilkan kesan yang baik;

18
f) Permainan simulasi dapat memberikan kesenangan yang
bermanfaat;
g) Permainan simulasi dapat membangkitkan ketenangan dalam
menyampaikan dan mendengarkan penyampaian serta mengurangi
ketegangan;
h) Simulasi membangkitkan rasa percaya diri dan keberanian;
i) Simulasi meningkatkan kualitas bahasa seseorang;
j) Simulasi dapat membuat anggota kelompok lebih aktif;
k) Simulasi bisa jadi obat mujarab mengatasi rasa takut;
l) Simulasi merangsang imajinasi dan kemampuan verbal dalam
kelompok; serta
m) Simulasi dapat memberikan kemudahan dalam menangkap pesan-
pesan yang ada
Kekurangan:
a) Rumit dalam pelaksanaannya;
b) Perlu persiapan matang;
c) Waktu yang dibutuhkan cukup banyak;
d) Perlu keterampilan dalam mengkoordinasi pelaksanaannya; serta
e) Tidak dapat dilaksanakan secara langsung, butuh perencanaan atau
strategi yang kompleks.
2.Role Play
Metode pengajaran simulasi terbagi menjadi 3 kelompok seperti
yang dikemukakan berikut ini ;
Sosiodrama : semacam drama sosial berguna untuk menanamkan
kemampuan menganalisa situasi sosial tertentu,
Psikodrama : hampir mirip dengan sosiodrama . Perbedaan terletak
pada penekannya. Sosiadrama menekankan kepada permasalahan
sosial, sedangkan psikodrama menekankan pada pengaruh
psikologisnya dan ,
Role-Playing : role playing atau bermain peran bertujuan
menggambarkan suatu peristiwa masa lampau.
Mekanisme Role Play :

19
1.Penyusunan skenario yang akan ditampilkan
2.Menyebarkan skenario kepada setiap anggota untuk dipelajari
3. Memainkan peran sesuai dengan skenario yang telah dibuat.
3.3.3 Indikasi dan Kontranindikasi
Intervensi dilakukan kepada masyarakat RW 10 dan RW 11 baik
yang sedang dalam keadaan sehat maupun sakit.
3.3.4 Efek samping
Efek samping yang akan muncul dari intervensi yang kami lakukan
antara lain :
7. Masyarakat lebih paham mengenai masalah kesehatan terutama
penyakit TB paru
8. Masyarakat lebih mengenal tanda dan gejala terjadinya TB paru
9. Masyarakat mengerti bagaimana saja cara penularan penyakit TB
paru
10. Masyarakat mengetahui bagaimana cara pencegahan penyebaran
penyakit TB paru
11. Masyarakat mengerti bagaimana cara pengobatan penyakit TB
paru
12. Masyarakat bisa meningkatkan status kesehatannya

3.3.5 Efektifitas dan keamanan penggunaan


Pelaksanaan intervensi yang akan dilakukan kami anggap
merupakan pilihan yang efektif untuk menanggulangi dan mengatasi
permasalahan TB paru yang ada di kalangan masyarakat RW 10 dan
RW 11 Dusun Keramat Kelurahan Kranjingan Kecamatan
Sumbersari kabuaten Jember
Pendidikan dan roleplay ini bukan hanya memberikan gambaran
mengenai penyakit TB paru namun juga memberikan contoh
langsung pada masyarakjat mengenai tanda gejala, cara penularan,
pencegahan dan juga pengobatan terhadap penyakit TB paru,
sehingga masyarakat lebih faham terhadap penyakit TB paru.

20
3.4 Implikasi dan Rekomendasi Intervensi
3.4.1 Implikasi
a. Perawat dapat memiliki pengetahuan yang lebih luas mengenai TB paru
sehingga nantinya dapat melakukan asuhan keperawatan secara
profesional.
b. Perawat diharapkan dapat menjadi pedamping yang cermat untuk klien
dalam memberikan asuhan keperawatan terkait TB Paru.
c. Perawat dapat memberikan edukasipada klien sehingga klien dapat
memahami TB Paru dan penatalaksanaannya.
3.4.2 Rekomendasi Intervensi
Rencana intervensi yang akan dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan
klien terkait penatalaksanaan TB Paru dan mencegah penularan TB Paru semakin
meluas adalah sebagai berikut :
a. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat berfungsi
sebagai media atau sarana untuk menyediakan kondisi sosio-psikologis
sedemikian rupa sehingga individu atau masyarakat berperilaku sesuai
dengan norma norma hidup sehat, dengan perkataan lain pendidikan
kesehatan bertujuan untuk mengubah pengetahuan, sikap dan tindakan
individu atau masyarakat sehingga sesuai dengan norma norma hidup
sehat. Pendidikan kesehatan akan berpengaruh pada perilaku kesehatan,
selanjutnya perilaku kesehatan akan berpengaruh kepada meningkatnya
indikator kesehatan masyarakat sebagai keluaran (outcome) pendidikan
kesehatan.
b. Role Play
Metode Role Play merupakan cara atau jalan untuk mendramatisasikan
cara bertingkah laku orang-orang tertentu didalam posisi yang
membedakan peranan masing-masing, dalam hal ini ada yang berperan
sebagai pasien TB Paru dan ada yang berperan sebagai perawat yang
menjelaskan kondisi umum dari penderita TB Paru. Role Play akan
berpengaruh pada antusias masyarakat yang melihat sehingga diharapkan
masyarakat dapat menerapkan seluruh tindakan yang di perankan dalam

21
role play tersebut. Adanya antusias masyarakat yang melihat ini
diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai
penatalaksanaan TB paru sehingga penularan penyakit TB Paru dapat di
cegah.

22
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran

23
DAFTAR PUSTAKA

Budiarto, Eko. 2001. Biostatistika Untuk kedokteran Dan Kesehatan Masyarakat.


Jakarta: EGC
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta.
Doengoes Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Effendy,Nasrul.1997.Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Juhara, Erwan et all. 2005. Cendikia Berbahasa: Bahasa dan Sastra Indonesia. Edisi 2.
Jakarta: PT Setia Purna Inves
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Maulana,Heri.2009.Promosi kesehatan.Jakarta :EGC
Oemar Hamalik. 2001. Perencanaan Pengajaran Berdasarka Pendekatan Sistem.
Bandung: Bumi Aksara
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Price,Sylvia Anderson . 1999. Patofisologi: Konsep Klinis Proses – Proses penyakit , alih
bahasa Peter Anugrah, edisi 4. Jakarta : EGC
Saifuddin.2014.Pengelolaaan Pembelajaran Teori dan Praktis Ed.1 Cet
1 .Yogyakarta:Deepublish
Tambayong, J. 2003. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.

24

Вам также может понравиться