Вы находитесь на странице: 1из 11

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pangan

2.1.1 Pengertian pangan

Produk makanan atau pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber
hayati atau air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan untuk
makanan atau minuman bagi konsumsi manusia (Saparinto & Hidayati, 2010).

2.1.2 Bahan tambahan pangan

Peraturan Menteri Kesehatan RI no. 33 tahun 2012 pasal 1 ayat 1


menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan bahan tambahan pangan adalah bahan
yang ditambahkan kedalam makanan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan.

Menurut FAO ( Food and Agriculture Organization) di dalam Saparinto


(2006), bahan tambahan pangan ini berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita
rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan, dan bukan merupakan bahan
(ingredient) utama.

Bahan Tambahan Pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu:
bahan tambahan pangan yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dan bahan
tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan ke dalam makanan (Cahyadi,
2009):

1. Bahan Tambahan Pangan yang Sengaja Ditambahkan

Yaitu dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan


itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa dan membantu pengolahan, sebagai
contoh pengawet, pewarna dan pengeras.

1
2. Bahan Tambahan Pangan yang Tidak Sengaja Ditambahkan

Yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, secara
tidak sengaja akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan dan pengemasan.
Bahan ini merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan
untuk produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa ke
dalam makanan yang dikonsumsi.

Bahan tambahan pangan yang diperbolehkan di Indonesia yaitu: Antibuih


(Antifoaming agent), Antikempal (Anticaking agent), Antioksidan (Antioxidant),
Bahan pengkarbonasi (Carbonating agent), Garam pengemulsi (Emulsifying salt),
Gas untuk kemasan (Packaging gas), Humektan (Humectant), Pelapis (Glazing
agent), Pemanis (Sweetener), Pembawa (Carrier), Pembentuk gel (Gelling agent),
Pembuih (Foaming agent), Pengatur keasaman (Acidity regulator), Pengawet
(Preservative), Pengembang (Raising agent), Pengemulsi (Emulsifier), Pengental
(Thickener), Pengeras (Firming agent), Penguat rasa (Flavour enhancer), Peningkat
volume (Bulking agent), Penstabil (Stabilizer), Peretensi warna (Colour retention
agent), Perisa (Flavouring), Perlakuan tepung (Flour treatment agent), Pewarna
(Colour), Propelan (Propellant), Sekuestran (Sequestrant) (Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2012).

2.2 Pewarna Pangan

2.2.1 Definisi pewarna pangan

Menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), pewarna (Colour) adalah
bahan tambahan pangan berupa pewarna alami dan pewarna sintetis, yang ketika
ditambahkan atau diaplikasikan pada pangan mampu memberi atau memperbaiki
warna.

2
Warna ditambahkan kedalam makanan karena beberapa alasan, antara lain
berfungsi untuk memperkuat warna penampilan dari suatu makanan agar konsumen
lebih tertarik, untuk menyeragamkan warna dalam produksi makanan dari setiap
proses pengolahan, dan untuk memberi warna yang menarik pada produk makanan
contohnya dalam produk yang berbahan dasar gula, es krim dan minuman, yang jika
tidak diberi warna tidak akan menarik (Henry 1996 dalam Lazuardi, 2010).

2.2.2 Klasifikasi pewarna pangan

Pewarna pangan dapat diklasifikasikan berdasarkan asalnya, yaitu pewarna alami dan
pewarna sintetis (Wijaya, 2009).

1. Pewarna Alami

Zat pewarna yang termasuk dalam uncertified color ini adalah zat pewarna
alami (ekstrak pigmen dari tumbuh-tumbuhan) dan zat pewarna mineral, walaupun
ada juga beberapa zat pewarna seperti β-karoten dan kantaxantin yang telah dapat
dibuat secara sintetik. Untuk penggunaannya, zat pewarna ini bebas dari prosedur
sertifikasi dan termasuk daftar yang telah tetap (Winarno, 1992). Banyak warna
cemerlang yang dipunyai oleh tanaman dan hewan dapat digunakan sebagai pewarna
untuk makanan. Beberapa pewarna alami yang berasal dari tanaman dan hewan,
diantaranya adalah klorofil, mioglobin dan hemoglobin, antosianin, flavonoid, tannin,
quinon dan xanton, serta karotenoid (Cahyadi, 2009).

3
Tabel 2.1 Sifat-sifat Bahan Pewarna Alami

2. Pewarna Sintetis
Proses pembuatan zat pewarna sintetik biasanya melalui perlakuan pemberian
asam sulfat atau asam nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh arsen atau logam
berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik harus melalui
senyawa antara dahulu yang terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya. Untuk

4
zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh
lebih dari 0,00014% dan timbal tidak boleh lebih dari 0,001%, sedangkan logam
berat lainnya tidak boleh ada (Winarno, 1992).

Di Indonesia, peraturan mengenai zat pewarna yang diizinkan dan yang


dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri kesehatan RI Nomor
722/Menkes/Per/IX/88 mengenai bahan tambahan makanan. Akan tetapi sering kali
terjadi penyalahgunaan pemakaian zat pewarna (Cahyadi, 2006).

5
Tabel 2.2 Bahan Pewarna Sintesis yang Diizinkan di Indonesia

6
Tabel 2.3 Bahan Pewarna Sintesis yang Dilarang di Indonesia

2.3 Rhodamin B
2.3.1 Definisi, sifat fisik, dan struktur kimia Rhodamin B

Rhodamin B merupakan pewarna sintetis berbentuk serbuk kristal, berwarna


hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau, dan dalam larutan akan berwarna merah
terang berpendar/berfluorosensi. Rhodamin B merupakan zat warna golongan
xanthenes dyes yang digunakan pada industri tekstil dan kertas, sebagai pewarna kain,
kosmetika, produk pembersih mulut, dan sabun. Nama lain rhodamin B adalah D and

7
C Red no 19. Food Red 15, ADC Rhodamine B, Aizen Rhodamine, dan Brilliant Pink
(BPOM, 2012).
Bentuk padat, kristal atau serbuk berwarna hijau kemerahan-ungu(1), tidak
berbau. Rumus molekul C28H31ClN2O3. Berat molekul 479,01; Titik lebur 329 F
(165 oC); Sangat mudah larut dalam air; Larut dalam alkohol dan ether; Sukar larut
dalam Larutah HCl dan NaOH (BPOM, 2015).

2.3.2 Manfaat Rhodamin B

Rhodamin B dipakai dalam pewarnaan kertas sebagai pereaksi untuk identifikasi


timbal, bismut, kobalt, emas, magnesium, torium serta digunakan dalam biologi
sebagai pewarnaan zat warna neon, kadang-kadang dalam kombinasi Auramine O,
sebagai Auraminerhodamin noda untuk menunjukkan asam cepat organisme,
terutama mycobacterium (Praja, 2015).

2.3.3 Bahaya penggunaan Rhodamin B pada kesehatan

Menurut World Health Organitation, Rhodamin B berbahaya bagi kesehatan


manusia karena sifat kimia dan kandungan logam beratnya. Rhodamin B
mengandung senyawa klorin (Cl). Senyawa klorin merupakan senyawa halogen yang
berbahaya dan reaktif. Jika tertelan, maka senyawa ini akan berusaha mencapai
kestabilan dalam tubuh dengan cara mengikat senyawa lain dalam tubuh, hal inilah
yang bersifat racun bagi tubuh. Selain itu, Rhodamin B juga memiliki senyawa
pengalkilasi (CH3-CH3) yang bersifat radikal sehingga dapat berikatan dengan
protein, lemak, dan DNA dalam tubuh.

Efek negative penggunaan pewarna ini yaitu dapat menyebabkan iritasi lambung,
alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat mutagen
(menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan) (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2007). Jika pewarna ini atau Rhodamin B dikonsumsi dalam jumlah besar
dan berulang, maka akan terjadi penumpukan dalam tubuh yang dapat menyebabkan

8
iritasi pada mukosa saluran pencernaan, dan bila terhirup dapat mengiritasi saluran
pernafasan, jika terkena kulit dapat mengiritasi kulit, jika terkena mata maka mata
menjadi kemerahan dan udem (Yulianti, 2007), serta dapat menimbulkan kerusakan
pada beberapa organ seperti hepar, ginjal, maupun limpa (Trestiati, 2003).

2.3.4 Analisis kualitatif dan kuantitatif Rhodamin B

Analisis kandungan Rhodamin B dapat dilakukan secara:

1. Analisis kuantitatif Rhodamin B dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:


a. Cara reaksi kimia

Cara reaksi kimia dilakukan dengan menambahkan pereaksi-pereaksi berikut: HCl


pekat, H2SO4 pekat, NaOH 10% dan NH4OH 10%. Lalu diamati reaksi apa yang
terjadi pada tiap sampel (Cahyadi, 2009).

b. Cara kromatografi kertas

Sejumlah cuplikan ditambahkan dengan asam asetat encer kemudian dimasukkan ke


dalam wool bebas lemak kemudian dipanaskan diatas pemanas air sambil diaduk.
Benang wool dicuci dengan air hingga bersih. Pewarna dilarutkan dari benang wool
dengan penambahan ammonia 10% diatas pemanas air hingga sempurna. Totolkan
pada kertas kromatografi, juga totolkan baku pembanding (SNI 01-2895-1995).

c. Metode kromatografi lapis tipis

Analisis kualitatif rhodamin B dengan menggunakan metode ini (BPOM, 2007)


dengan prinsip membandingkan harga Retardation factor (Rf), jika dilihat secara
visual berwarna merah jambu dan jika dilihat dibawah sinar UV 254 nm
berfluoresensi kuning.

2. Analisis kuantitatif Rhodamin B

9
Metode yang dapat dilakukan dalam menganalisis Rhodamin secara kuantitatif adalah
dengan metode spektofotometri sinar tampak. Metode ini membandingkan kurva
absorbandi yang diukur secara spektofotometri sinar tampak pada gelombang 450-
750 nm (BPOM, 2006).

2.3.5 Faktor-faktor yang memengaruhi hasil pemeriksaan kromatografi

Faktor-faktor yang dapat gerakan noda dalam kromatografi lapis tipis yang juga
memengaruhi harga Rf adalah (Hardjono, 1985).

a. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya (biasanya aktifitas dicapai dengan
pemanasan dalam oven, hal ini mengeringkan molekul-molekul air yang
menempati pusat-pusat serapan dari penyerap.
b. Tebal dan kerataan lapisan penyerap.
c. Pelarut dan derajat kemurnian fase gerak.
d. Derajat kejenuhan dari uap dalam bejana pengembangan yang dilakukan.
e. Suhu.
2.4 Sirup

Pada dasarnya sirup menurut SNI (1994), sirup didefinisikan sebagai larutan gula
pekat (sakarosa : High Fructose Syrup dan atau gula inversi lainnya) dengan atau
tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang diijinkan. Definisi sirup yang lain
yaitu sejenis minuman ringan berupa larutan kental dengan citarasa beraneka ragam,
biasanya mempunyai kandungan gula minimal 65% (Satuhu 1994), sedangkan
menurut Cruess (1958), sirup didefinisikan sebagai produk yang dibuat dengan cara
melarutkan gula tebu atau sirup jagung, atau kombinasi keduanya dalam air, dengan
menambahkan bahan penambah cita rasa pada larutan tersebut.

10
2.5 Rangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori

11

Вам также может понравиться