Вы находитесь на странице: 1из 13

KEPERAWATAN KOMUNITAS II

Dosen Pengampu : Ns. Sang Ayu Made Adyani, M.Kep., Sp.Kep.Kom

“Analisis Jurnal Terapi Komplementer Dalam Keperawatan Komunitas


dengan Judul Pengaruh terapi warna hijau terhadap tekanan darah pada
lansia hipertensi di RW 3 wilayah kerja pukesmas Cimahi Tengah ”

Disusun Oleh :

IDHAM TOPIK YOGA 1610711090

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA
2019

i
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada saya sehingga akhirnya saya dapat membuat
makalah Keperawatan Komunitas II.

Makalah yang berjudul “Analisis Jurnal Terapi Komplementer Dalam


Keperawatan Komunitas dengan Judul Pengaruh Terapi Warna Hijau
Terhadap Tekanan Darah Pada Lansia Hipertensi Di RW 3 Wilayah Kerja
pukesmas Cimahi Tengah ” ditulis untuk memenuhi tugas individu pada mata
kuliah Keperawatan Komunitas II.

Pada kesempatan yang baik ini, saya menyampaikan rasa hormat dan
ucapan terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah
memberikan bantuan dan dorongan kepada saya dalam pembuatan makalah ini
terutama kepada :

1. Ibu Ns. Sang Ayu Made Adyani, M.Kep., Sp.Kep.Kom selaku dosen pada
mata kuliah Keperawatan Komunitas II.
2. Orang tua kami yang telah memberikan semangat, dukungan serta doa untuk
menyelesaikan makalah ini
3. Rekan satu kelas tutorial yang telah mendukung dalam menyelesaikan
makalah ini

Jakarta, 17 Februari 2019

ii
DAFTAR ISI
COVER
......................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii
BAB I............................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ............................................................................................................ 4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................. 4
BAB II ............................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN ............................................................................................................... 6
II.1. Prevalensi dan Pengertian Hipertensi .............................................................................. 6
II.2. Terapi Warna & Akupuntur Warna ................................................................................ 7
II.3 SOP Terapi Warna .................................................................................................. 10
BAB III.......................................................................................................................... 12
PENUTUP ..................................................................................................................... 12
III.1. Kesimpulan .................................................................................................................. 12
III.2. Saran ............................................................................................................................ 12
Daftar Pustaka ............................................................................................................... 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Terapi komplementer telah dikenal dan digunakan secara luas di pelayanan


kesehatan di negara-negara barat (Lindquist, Snyder dan Tracy, 2014). Penggunaan
terapi alternatif dan komplementer bukan hanya di negara-negara berkembang
tetapi juga di negara-negara maju seperti amerika serikat, inggris, dan canada (
berger, tavares dan berger, 2013 : lambe, 2013 : roulston, wilkinson, haynes dan
campbell, 2013). Di amerika serikat terapi alternatif dan komplementer telah
terintegrasi sebagai bagian dari pelayanan kesehatan (lindquist, snyder dan tracy,
2014). Menurut deng dan colega (2010 dalam verrell, coyle dan paice, 2015)
menyatakan bahwa pelayanan kesehatan terintegrasi merupakan pelayanan yang
berbasis hubungan, berfokus pada pasien, komprehensif, perawatan holistik yang
mana fokusnya pada prioritas pasien untuk mencapai kesejahteraannya baik melalui
pencegahan, pengelolaan sakit, rehabilitasi, dan paliasi penyakit dan injuri. Selain
untuk mengatasi penyakit-penyakit yang bersifat akut, terapi alternatif dan
komplementer juga sering digunakan oleh pasien dengan penyakit kronis yang
semakin parah dan penyakit yang membatasi atau mengancam jiwa (selman,
williams dan simms, 2012).

Penggunaan terapi alternatif dan komplementer di rusia telah


diimplementasikan di rumah hospis (kerr, 1997). Lebih lanjut kerr menyatakan
bahwa penggunaan terapi alternatif dan komplementer dapat meningkatkan
perawatan secara holistik pada pasien di rumah hospis. Hal serupa juga terjadi di
canada, dimana layanan terapi alternatif dan komplementer sejak tahun 2000 telah
di implementasikan di unit perawatan paliatif di salah satu rumah sakit di kota
toronto (berger, tavares dan berger, 2013).

4
Beberapa alasan mengapa pasien menggunakan terapi alternatif dan
komplementer sebagai terapi pilihan selain terapi secara medis, menurut Vincent dan
Furnham (1996 dalam Roulston, Wilkinson, Haynes dan Campbell, 2013)
menyatakan bahwa pasien meyakini terapi alternatif dan komplementer memiliki
nilai positif terhadap kondisi kesehatannya, pengalaman menggunakan terapi medis
dan hasilnya kurang efektif, untuk menghindari efek samping dari terapi medis
seperti penggunaan obat-obatan, dan jeleknya komunikasi dari para praktisi
kesehatan. Sedangkan Astin (1998 dalam Roulston, Wilkinson, Haynes dan
Campbell, 2013) menjelaskan bahwa ada beberapa alasan mengapa penggunaan
terapi alternatif dan komplementer meningkat dari tahun ke tahun yaitu ;
ketidakpuasan dari hasil terapi medis secara konvensional, karena keinginan secara
pribadi untuk mengontrol proses pengobatan, dan karena pandangan secara filofis.
Lebih lanjut Ferrell, Coyle dan Paice (2015) mengidentifikasi beberapa alasan pasien
memilih terapi alternatif dan komplementer yaitu prognosis yang buruk, fokus
perawatan pada rasa nyaman bukan untuk mengobati, keinginan untuk lebih aktif
dalam memilih metode pelayanan secara pribadi, mengurangi efek samping
pengobatan, mengurangi komplikasi penyakit, keinginan untuk memenuhi semua
pilihan layanan, saran dari keluarga/orang terdekat untuk menggunakan terapi
alternatif dan komplementer, pandangan secara filosofis dan budaya, lebih murah
dibandingkan dengan pengobatan secara medis, akses yang lebih mudah,
ketidakpuasan dan hilangnya kepercayaan terhadap pengobatan medis, keinginan
untuk melakukan perawatan penyakit secara alamiah, harapan akan adanya
perubahan perkembangan penyakit, adanya perasaan ketidakberdayaan dan
keputusasaan, meningkatkan sistem imun, meningkatkan kesehatan secara umum,
dan meningkatkan kualitas hidup pasien.

5
BAB II

PEMBAHASAN

II.1. Prevalensi dan Pengertian Hipertensi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang mengakibatkan suplai


oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang
membutuhkan. Pada penderita tekanan darah tinggi terjadi kenaikan tekanan darah
sistolik dan diastolik. Diagnosishipertensi ditegakkan jika tekanan sistolik mencapai
140 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih, atau
keduanya.
Data WHO pada tahun 2011 menunjukkan bahwa 1 milyar orang di dunia
menderita hipertensi 2/3 diantaranya berada di negara berkembang berpenghasilan
rendah sampai sedang. Prevalensi terus meningkat dan diprediksi 2025 sebanyak 29%
manusia di dunia terkena hipertensi2 . Prevalensi hipertensi di Indonesia 2012 sebesar
25,8%, tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%),
Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%). Jawa Barat dengan prevalensi
(29,4%) merupakan urutan keempat dari lima provinsi dengan prevalensi hipertensi
tertinggi di Indonesia, dan tidak mengalami penurunan sejak tahun 2007.Prevalensi
hipertensi di beberapa kota di Jawa Barat yaitu di Kabupaten Bandung Barat (5,1%)
yaitu 111.497 jiwa, Kota Bandung (1,5%) 27.611 jiwa, sedangkan Kota Cimahi dengan
prevalensi hipertensi (4,1%) 16.306 jiwa (SP3 (LBI) dan Profil Kesehatan Kab/Kota,
2014). Riskesdas (2013) menyatakan bahwa data lansia hipertensi lebih tinggi jika
dibandingkan dengan usia penderita hipertensi lainnya yaitu usia 55-64 tahun (20,5%),
usia 65-74 tahun (26,4 %) dan usia ≥ 75 tahun (27,77%)3 . Oleh sebab itu diperlukan
penanganan untuk menurunkan angka kejadian hipertensi.
Penanganan hipertensi selama ini masih menggunakan terapi farmakologi
seperti penggunaan obat captopril, amlodipin dan obat lainnya. Penggunaan obat-
obatan kimia ini jika digunakan secara terus menerus dalam jangka waktu lama tidak
baik bagi tubuh karena dapat menimbulkan efek samping sehingga dibutuhkan terapi
komplementer untuk menunjang terapi farmakologi yang sudah dilakukan salah
satunya menggunakan terapi warna yang mudah untuk dilakukan. Terapi warna adalah
penyembuhan sebuah penyakit dengan mengaplikasikan warna-warna yang tepat untuk
penyembuhan dalam bentuk yang lebih terpusat dibandingkan dengan warna sinar

6
matahari. Penggunaan warna yang sudah dilakukan sejak dahulu yaitu penggunaan
warna hijau pada seragam TNI dengan maksud penyamaran dari musuh. Dari berbagai
warna banyak diantaranya yang dapat dijadikan sebagai terapi penyembuhan penyakit
yaitu warna merah dan kuning dapat menaikan tekanan darah, warna biru tidak
memiliki efek yang signifikan serta hijau dapat menurunkan tekanan darah
II.2. Terapi Warna & Akupuntur Warna

Warna langit dan banyak hal lain yang mempengaruhi suasana hati kita dan
perilaku. Terapis percaya warna yang memiliki efek pada kita masing-masing. Terapis
menggunakan pendekatan ini untuk memulihkan sel ke tingkat yang bahkan
keseimbangan dan untuk merangsang proses penyembuhan. Karena warna bisa
memiliki baik dampak positif dan negatif, warna tertentu dan jumlah warna yang akurat
sangat penting dalam penyembuhan. Warna akupunktur menggabungkan konsep warna
dan akupunktur sebagai cara untuk sumbatan jelas dan mengembalikan energi yang
sehat.

Warna akupunktur menggunakan cahaya dengan warna pada titik akupunktur,


meridian, dan tempat tujuan lainnya khusus pada Warna Akupunktur sistem-Med,
untuk efek penyembuhan dalam sel dan sistem (endokrin, limfatik, sistem koordinasi,
dll) dari tubuh. Warna penyembuhan, terapi cahaya dan terapi khrom semua istilah yang
digunakan bergantian dengan Terapi Warna, yang merupakan seperangkat prinsip yang
digunakan untuk membuat warna yang harmonis dan kombinasi warna untuk
penyembuhan. Seorang terapis yang terlatih dalam terapi warna menggunakan warna
untuk menyeimbangkan energi di mana pun tubuh kita kurang, baik itu fisik, emosional,
spiritual, maupun mental.

Tiap warna sesuai dengan aspek tertentu dari seseorang yang berubah dari
waktu ke waktu. Warna membantu tubuh dalam kemampuan alami untuk
keseimbangan itu sendiri, yang digunakan selama berabad-abad terutama di Asia.
Terapi Cahaya merangsang titik dan meridian-grid bidang cahaya untuk memfasilitasi
migrasi cahaya dalam tubuh 'sendiri' galaksi. hormonal kegiatan internal dapat dikaji
ulang melalui perubahan cahaya melalui mata, sebagai saraf optik mengkonversi
cahaya menjadi listrik yang kemudian melintasi organ, meridian dan sistem syaraf
tubuh kita. Warna dan terapi cahaya dapat regenerasi sel dan darah, dan dapat yang
sederhana seperti menerapkan kekuatan kasih dan penyembuhan oleh Tuhan dan setiap

7
dokter yang baik akan memasok kepada siapa pun. Warna pelangi adalah irisan dari
matahari.

Banyak konsep pengobatan Cina tidak memiliki mitra dalam pengobatan Barat.
pengobatan Cina memandang pikiran dan tubuh sebagai sistem energik yang tidak
dapat dipisahkan dari satu sama lain atau alam semesta. Organ tidak, seperti dalam
Kedokteran Barat, struktur berfungsi terpisah, namun saling berhubungan sistem organ
yang bekerja sama untuk menjaga tubuh berfungsi dengan baik. Dalam pengobatan
Cina seperti dengan terapi warna itu adalah pasien dan bukan penyakit yang diobati.

Akupunktur tradisional invasif karena menggunakan jarum untuk menembus


kulit untuk merangsang meridian dan diberi meningkatnya infeksi ini dapat berisiko.
Ini juga berarti bahwa titik akupunktur hanya dapat diobati ketika mereka dekat dengan
permukaan kulit dan tidak dapat menembus kedalaman apapun. Warna akupunktur
adalah non invasif dan karena itu lebih aman sejauh penyakit menular yang
bersangkutan. Hal ini juga bisa menembus ke seluruh bagian dari tubuh sehingga dapat
mengobati titik akupunktur dekat dengan permukaan dan jauh di dalam tubuh.

Setiap warna memiliki tujuh karakteristik tertentu atau unsur-unsur, yang


efektif pada semua tingkat:

1. Fisik atau materi elemen

2. Psikologis elemen

3. Harmonising dan menghubungkan elemen

4. Vital,-memancarkan energi elemen

5. Berkomunikasi dan penyembuhan elemen

6. Intuitif dan elemen merangsang

7. Spiritual elemen

Terapi Warna karena itu mendukung:

1. Kontrol sistem biologis tubuh pada tingkat molekul dan sel

2. Informasi sistem yang koheren tubuh

8
3. Pengangkutan oksigen dalam tubuh

4. Fleksibilitas tubuh untuk bereaksi terhadap perubahan internal yaitu konflik


kecemasan

5. Fleksibilitas tubuh bereaksi terhadap stres yaitu perubahan eksternal, gaya


hidup sibuk

6. Itu, emosi dan mental keseimbangan fisik oleh harmonisasi dan cahaya
keseimbangan warna tubuh

7. kekuatan penyembuhan diri tubuh, pikiran dan jiwa

8. Keseimbangan antara tubuh kita dan lingkungan

Warna memasuki tubuh kita dan bekerja melalui kulit, mata, titik akupunktur
dan makanan. Setiap warna mengandung berbagai elemen yang diperlukan untuk
kelangsungan hidup kita. Energi cahaya dan warna yang sedang diangkut melalui
saluran meridian dan sistem limfatik tetapi juga melalui sel-sel molekul kami, dan
DNA. Terbuka tubuh yang lebih adalah untuk warna, semakin cepat akan transportasi
energi dan informasi warna untuk jaringan dan sel-sel seluruh tubuh.

Terapi warna yang dikenal juga dengan nama chromatherapy didasarkan pada
pernyataan bahwa setiap warna tertentu mengandung energi-energi penyembuh dan
berpengaruh pada fisik manusia (Daggaet, 2008) Warna tertentu bisa berpengaruh pada
psikofisiologis seseorang. Pada manusia warna selain berpengaruh pada reaksi
fisiologis relaksasi pada otot polos, warna juga memberi berbagai pengaruh pada
kondisi psikologis manusia (Torrice, 2000). Warna memiliki berbagai karakteristik
energi yang berbeda–beda apabila diaplikasikan pada tubuh. Pembelajaran mengenai
pengaruh warna terhadap perilaku, emosi dan fisik manusia ini dikenal dengan sebutan
psikologi warna.
Warna hijau menimbulkan rasa nyaman, rileks, kalem, mengurangi stres,
menyeimbangkan, dan menenangkan emosi. Warna hijau untuk mereka yang menderita
lemah jantung, sakit pernapasan, dan kanker. Orange Warna yang ceria. mampu
membebaskan dan melepaskan emosi, menghilangkan rasa mengasihani diri, rasa tak
berguna, dan tak ingin memaafkan. Ungu menimbulkan efek yang dalam pada jiwa dan
telah digunakan dalam psikiatri untuk membantu menenangkan pasien yang menderita
sejumlah gangguan mental dan gangguan panik. Jingga lebih berfungsi untuk
mengatasi masalah alergi dan konstipasi atau sembelit. Biru Warna yang dingin dan

9
menenangkan. Putih warna yang betul-betul suci, warna perlindungan yang membawa
damai dan perasaan nyaman. Hitam warna yang membuat nyaman, melindungi, dan
misterius, berhubungan dengan kesunyian. Hitam mencegah kita untuk tumbuh dan
berubah. (Martinson, 2002; Nicholson, 2002; Pytel, 2006)
Warna hijau menurut Pytel (2006) akan menurunkan tahanan perifer akibat
vasodilatasi yang ditimbulkan karena berbanding lurus dengan peningkatan kadar beta
endorphin dan melatonin sehingga meningkatkan perfusi darah kejaringan termasuk ke
kortek serebral dan selanjutnya memperbaiki sirkulasi seluler neuron dan
meningkatkan neurotransmitter acetilkolin sehingga meningkatkan fungsi kortek
cerebri terutama daerah frontal sehingga meningkatkan performa kognitif. Disamping
itu warna hijau juga merangsang hipotalamus mengurangi pelepaskan
adrenocorticotropin hormone sehingga meningkatkan kemampuan belajar dan memory
(Schwartz, 2005).

II.3 SOP Terapi Warna

NO TINDAKAN NILAI
0 1 2
TAHAP PRE INTERAKSI
1 Kesiapan diri sebelum terapi, observasi catatan perkembangan klien
2 Identifikasi pilihan warna yang akan digunakan dalam terapi.
(misalnya warna Merah, Biru, Orange, Hijau, Kuning, Putih, Unggu
dll) masing-masing warna memiliki indikasi tertentu.
3 Identifikasi sumber daya (misalnya, tenaga, ruang, peralatan, uang
dan lain-lain) yang diperlukan selama terapi.
4 Tentukan sasaran: individu/keluarga/kelompok dan lain-lain
TAHAP ORIENTASI
5 Memberi salam
6 Memperkenalkan diri
7 Bina hubungan saling percaya
8 Menjelaskan tujuan, prosedur tindakan, persetujuan, memberikan
kesempatan klien bertanya sebelum melakukan terapi.

10
9 Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tanpa gangguan.
TAHAP KERJA
10 Bantu klien untuk memilih posisi yang nyaman.
11 Berikan balon pada klien untuk dipegang.
12 Menginstruksikan klien untuk menutup mata sambil membayangkan
warna hijau (dilakukan selama 5 menit)
13 Membuka mata kemudian melihat balon berwarna hijau yang sedang
dipegang.
14 Ulangi hal tersebut sebanyak 2 kali

TAHAP TERMINASI
15 Evaluasi perasaan responden setelah melakukan terapi
16 Evaluasi hasil kegiatan (kenyamanan klien)
17 Simpulkan hasil kegiatan
18 Berikan umpan balik positif
19 Kontrak pertemuan selanjutnya
20 Bereskan alat-alat

Keterangan :

0 : Tidak Dilakukan
1 : Dilakukan Sebagian
2 : DIlakukan Semua

11
BAB III

PENUTUP

III.1. Kesimpulan

Perkembangan terapi komplementer atau alternatif sudah luas, termasuk


didalamnya orang yang terlibat dalam memberi pengobatan karena banyaknya
profesional kesehatan dan terapis selain dokter umum yang terlibat dalam terapi
komplementer. Hal ini dapat meningkatkan perkembangan ilmu pengetahuan melalui
penelitian-penelitian yang dapat memfasilitasi terapi komplementer agar menjadi lebih
dapat dipertanggungjawabkan.
Terapi alternatif dan komplementer adalah sekelompok dari keragaman
secara medis dan pelayanan kesehatan, praktik-praktik, pengobatan, dan produk
yang saat ini tidak diklasifikasikan sebagai bagian dari pengobatan medis secara
konvensional (Ferrell, Coyle dan Paice, 2015; Fowler dan Newton,2006).
III.2. Saran
Bagi lansia disarankan untuk tetap melakukan terapi warna hijau dengan
durasi yang lebih lama yaitu 10 menit agar didapatkan penurunan tekanan darah
sampai dicapai kategori tekanan darah normal.

12
Daftar Pustaka

Alex, S. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran E/9, Translation of Textbook


Medical Physiologi 9/E, Jakarta : EGC
Racmat Susanto, Maret 2012. Pengaruh Paparan Warna Terhadap Retensi Short
Term Memory Penderita Hipertensi Primer, Jurnal Keperawatan Soedirman
Vol 7, No 1
Riskesdas. Prevalensi Hipertensi. Riset Kesehatan. 2013
Pengaruh Terapi Warna Hijau Terhadap Tekanan Darah Sistolik Pada Lansia Di
Panti Sosial Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar.Arthini, Sawitri dan
Nurhesti. Bali : Sn. 2012, Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

13

Вам также может понравиться