Вы находитесь на странице: 1из 13

Nilai:

Tandatangan:

Journal Reading
Penanganan Intususepsi pada Anak tidak hanya dengan Operasi

Disusun oleh:
Lisda Yolanda
11 – 2017 – 210

Pembimbing :
dr. Bambang Y, Sp.B., Sp.KP., MARS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA dr. ESNAWAN ANTARIKSA
PERIODE 14 JANUARI – 23 MARET 2019
LEMBAR PENGESAHAN

Journal Reading dengan judul :


Penanganan Intususepsi pada Anak tidak hanya dengan Operasi
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
RSAU Dr. Esnawan Antariksa periode 14 Januari – 23 Maret 2019

Disusun oleh:
Lisda Yolanda
11 – 2017 – 210

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Bambang Y, Sp.B., Sp.KP., MARS
selaku dokter pembimbing Departemen Bedah Umum RSAU Dr. Esnawan Antariksa

Jakarta, 1 Februari 2019

dr. Bambang Y, Sp.B., Sp.KP., MARS


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
LEMBAR PENILAIAN

Nama/NIM Lisda Yolanda/112017210

Tanggal 1 Februari 2019

Judul kasus Penanganan Intususepsi pada Anak tidak hanya dengan Operasi

Skor
Aspek yang dinilai
1 2 3 4 5
Kemampuan Analisis

Penguasaan Teori

Referensi

Bentuk Referat Tertulis

Cara Penyajian

Total

Nilai %= (Total/25)x100%

Keterangan : 1 = sangat kurang (20%), 2 = kurang (40%), 3 = sedang (60%), 4 = baik (80%), dan 5
=sangat baik (100%)

Komentar penilai

Nama Penilai Paraf/Stempel

dr. Bambang Y, Sp.B., Sp.KP., MARS


Abstrak
Pendahuluan: intususepsi adalah kejadian yang paling umum penyebab gangguan pencernaan
pada anak. Kegagalan hasil diagnosis dan penanganan mengakibatkan adanya operasi darurat
yang mengarah ke hasil yang fatal. Gejala klasik terlihat kurang dari sepertiga dari anak yang
terkena dampak. Tujuan dari pembelajaran ini adalah untuk mengevaluasi intususepsi secara
keseluruhan pada anak, mengevaluasi hasil penanganan konservatif dengan pengurangan
hydrostatic ultrasound dan operasi.
Bahan dan metode: sebuah analisa terdahulu telah dilakukan termasuk pasien anak-anak (diatas
14 tahun) dengan diagnosis intussupeksi bowel. Pengelolaan dan pengobatan tergantung pada
situasi pasien: untuk anak yang secara umum dalam keadaan baik pengurangan hydrostatic awal
dibawah kelangsungan ultrasonografi merupakan percobaan; jika beberapa mengalami dehidrasi
hebat dan/atau syok septic sudah diobservasi, penanganan konservatif merupakan kontraindikasi
dan melangsungkan penanganan operasi.
Hasil: total ada 44 pasien anak-anak yang ada dalam studi ini. Gejala yang paling sering adalah
sakit pada abdominal proksimal (kejadian 100%) dan muntah (72%); hanya 29% pasien yang
menunjukkan gejala klasik (sakit pada abdominal, massa teraba, dan tinja berdarah). 28 pasien
(64%) telah menangani dengan tradisional dengan reduksi hydrostatic ultrasound. 10 pasien
(23%) mengharuskan operasi karena kondisi klinis; 6 pasien (14%) dioperasikan setelah
kegagalan pendekatan tradisional. Persentasi total 36%, teridentifikasi dalam 12 kasus.
Kesimpulan: data kami mengkonfirmasi bahwa reduksi hydrostatic adalah mudah, waktu
tatacaranya, radiasi, non invasive dan aman. Umur tidak berpengaruh pada penurunan meskipun
tinja berdarah, gejala yang berlangsung lama dan adanya penyebab utama merupakan faktor
resiko kegagalan.
Pendahuluan
Intususepsi adalah gejala yang paling umum yang terjadi pada gangguan pencernaan pada
bayi dan anak kecil. Kegagalan dalam diagnosis dan penanganan mengakibatkan seringnya
operasi darurat yang disebabkan oleh perkembangan iskemia pada saluran pencernaan, perforasi
dan peritonitis yang menyebabkan kejadian fatal.1 Intususepsi sering terlihat pada anak yang
berumur 4 bulan sampai 2 tahun dengan insiden tertinggi antara 4-9 bulan. Etiologi intususepsi
telah dilaporkan kasus idiopatik sekitar 90% dan jarang berhubungan dengan patologi utama
seperti diverticulum Meckel, usus buntu, polip intestinal, lesi padat di usus dan limpoma pada
pencernaan.2-4 Gejala klasik terjadi sakit pada abdominal, muntah dan tinja berdarah adalah
kejadian luar biasa dan terlihat kurang dari sepertiga anak yang terkena dampak. Kasus ini sering
memberikan gejala yang non spesifik, termasuk emesis, sakit, iritasi, penurunan nafsu makan dan
letargi, membuat diagnosis intususepsi semakin sulit.5-7 Keberhasilan pengelolaan intususepsi
tergantung pada pengenalan awal dan diagnosis, cairan resusitasi, terapi antibiotik dan
pengurangan yang cepat.8 Ultrasound abdominal merupakan dukungan utama untuk
mendiagnosis. Pengelolaan non operasi termasuk reduksi hidrostatik dengan udara, cairan atau
enema kontras. Pengelolaan operasi biasanya berhubungan dengan ploratory laparotomy dengan
penurunan manual dan reseksi usus mungkin dibutuhkan pada beberapa anak-anak jika bantuan
darah membahayakan.
Tujuan dari pembelajaran ini adalah untuk mengevaluasi pengelolaan secara keseluruhan
intususepsi pada anak, mengevaluasi hasil penanganan yang sederhana dengan ultrasound HR
dan operasi.
Bahan dan Metode
Pasien
Analisa yang terdahulu 3 tahun terakhir (2013-2016) telah dilakukan di pusat kami;
semua pasien anak-anak (diatas 14 tahun) dirawat di rumah sakit dengan diagnosis intususepsi
usus termasuk yang di dalam pembelajaran ini. Hasil klinis termasuk: usia, jenis kelamin, tanda-
tanda, gejala (tipe dan serangan), angka pada episode intususepsi sebelumnya dan penanganan
mereka, patologi yang bersamaan dan intoleransi, data ultrasound, parameter laboratorium dan
menjalankan pengobatan. Kami menilai faktor resiko dari kegagalan HR.
Pengelolaan
Ultrasonografi sudah dilakukan ketika pasien memperlihatkan gejala yang mencurigakan
dan tanda-tanda dari intususepsi, untuk mengkonfirmasi diagnosis dan diluar kasus yang lain.
Mendiagnosis berdasarkan adanya “target sign” pada cross section dan “sleeve sign” pada
vertical section pada gambar ultrasound. Data gambar ultrasound yang di dapat termasuk: lokasi
dan diameter intususepsi, cairan bebas pada abdomen, dilatasi pencernaan pada akhir proximal
dan adanya terlihat penyebab patologi.
Elektrolit dan otot polos yang melemah memberikan infus jika dignosa sudah tepat.
Pengelolaan dan pengobatan tergantung pada situasi pasien: jika beberapa mengalami dehidrasi
hebat dan/atau syok septic sudah dilakukan, pengobatan sederhana merupakan kontraindikasi
dan disegerakan operasi. Untuk anak yang secara umum dalam keadaan baik pengurangan
hydrostatic awal dibawah kelangsungan ultrasonografi merupakan percobaan; jika pengurangan
gagal atau tanda vital yang tidak stabil dilakukan observasi,enema sudah dihentikan dan
pengelolaan operasi dijadwalkan. Jika intususepsi kambuh dilakukan observasi pada jam
berikutnya, HR dilakukan lagi kapanpun.
Teknik Reduksi
Setelah perbaikan cairan dan elektrolit, HR dilakukan dengan menggunakan saline
dibawah peraturan ultrasound. Dengan posisi anak yang telentang dan keluarga mereka berada
didepan anak itu, memasukan kateter foley kedalam rectum dan menjaga dengan
menggembungkan balon dengan 60 ml udara; pantat ikut serta membalut untuk menghindari
kebocoran. Rectal cannula menghubungkan 1,5 L botol saline hangat (370C) tergantung 1-1.2 m
dibawah meja untuk mempertahankan pengurangan tekanan hidrostatik yang tepat di usus besar,
pada awalnya sekitar 80 cm H2O meningkat sampai ke maksimum yaitu 120. Bagian dari saline
sampai ke ileum menuju ke katup ileocecal untuk memastikan keberhasilan reduksi. Tidak ada
batas waktu prosedur yang ditentukan; tapi penghentian pergerakan retrograde intususepsi lebih
dari 15 menit dianggap percobaan yang gagal. Prosedurnya dilakukan pengulangan setiap 10
menit dengan maksimal percobaan 4 kali.
Semua anak-anak menerima analgesia disesuaikan dengan rasa sakit mereka sebelum
dilakukan percobaan reduksi (paracetamol); pemberian obat penenang menggunakan midazolam
(intrarectal, sublingual atau intravena) digunakan berdasarkan tujuan khusus, tergantung pada
klinis. Semua anak-anak dijaga dibawah pengawasan penjagaan medis, tidak diizinkan
memasukan obat oral selama 24 jam dan diberikan cairan intravena dan antibiotik. Setelah 12
sampai 24 jam ultrasonografi diulang kecuali jika kambuh.
Analisa Statistik
Analisa data kuantitatif dan kualitatif dilakukan untuk semua jenis. Data yang
berkelanjutan sangat berarti. Perbedaan antar grup telah diuji oleh tes chi-square yang
dibutuhkan untuk mengkategorikan variabel; analisa univariat keberagaman (ANOVA)
dilakukan untuk variabel parametric. Nilai P dua sisi dan p <0,05 dianggap signifikan secara
statistik.
Hasil
Total ada 44 pasien anak-anak (pts) termasuk yang berada di pembelajaran ini. Data
demografi dan patologi diringkas dalam table 1. 30% dari kasus (13 pts) terjadi dibawah 2 tahun
ketika 71% (31 pts) adalah pasien yang lebih tua. Penyajian klinis dan korelasi dengan
pengobatannya dijelaskan di table 2. Gejala yang paling sering adalah sakit parosistik pada
abdominal (100% kejadian) dan muntah (72%); secara karakteristik terlihat hanya 29% pasien
yang mengalami gejala klasik (sakit abdomen, massa yang jelas dan tinja berdarah) dimana 73%
memperlihatkan keduanya yaitu sakit pada bagian abdomen dan muntah.
Tabel 1. Data Demografi dan Patologi

All HR success* HR failure^ Primary p


surgery$
Number 44 28 6 10 <0,05* vs ^$
Age (mean years) 3,56 3,64 2,1 4,7 <0,05^ vs $
Sex (M/F) 30/14 19/9 3/3 8/2 <0,05 in *$
Onset symptoms
<24 hrs 21 20 1 / <0,05* vs ^$
>24 hrs 23 8 5 10 <0,05$ vs *^
Lead points 21 9 4 8 <0,05*$ vs ^
Type of investigation
Ileoileal 3 1 2 / NS
Ileocolic 41 26 6 9 <0,05* vs ^$
Left colon involved 14 / 6 8 <0,05* vs ^$
Tabel 2. Penyajian Klinis dan Hasil

Total HR success* HR failure^ Primary p


surgery$
Number 44 28 6 10
Abdominal Pain 44 28 6 10 <0,05* vs ^$
(100%) (100%) (100%) (100%)
Vomiting 32 17 6 9 <0,05* vs ^$
(73%) (61%) (100%) (90%)
Rectal bleeding 15 3 3 9 <0,05* vs ^$
(34%) (11%) (50%) (90%)
Diarrhea 12 7 4 1 <0,05* vs ^$
(27%) (25%) (67%) (10%)
Abdominal pain 32 20 4 8 <0,05* vs ^$
+ vomiting (73%) (71%) (67%) (80%)
Abdominal pain 13 5 2 6 <0,05* vs ^$
+ rectal bleeding (30%) (18%) (33%) (60%)
+ abdominal
palpable mass

Berdasarkan serangannya, 48% (21 pts) gejala terakhir kurang dari 24 jam; 23% pasien
dievaluasi sebelum terdiagnosa gastroenteritis akut; durasi dari gejalanya lebih lama 24 jam dan
tinja berdarah berhubungan dengan pengobatan sederhana dan operasi.
Ultrasonografi merupakan metode mendiagnosis 100%, dengan tipikal gambar yang
divisualisasikan di kuadran kanan atas dan bawah pada 80% kasus dan pada 86% diameter
intususepsi lebih besar dari 3 cm.
Kejadian yang paling umum dari intususepsi adalah ileocolic (93%) diikuti dengan
ileoileal 7% dimana usus besar sebelah kiri dihubungkan pada kasus 32%.
Diantara semua kasus, 64% (28 pts) telah dikelola dengan sederhana dengan ultrasound
HR dengan rata-rata 2.8 kali percobaan selama 1 kali prosedur. Tidak ada celah atau komplikasi
yang lain selama atau sesudah semua prosedur. 53% anak-anak mempercayai kepada HR yang
diberikan obat penenang oleh midazolam sebelum percobaan reduksi.
23% (10 pts) diharuskan operasi karena kondisi klinis dengan tanda akut abdomen dan
pada 8 (18%) penyebab utama patologinya dilakukan observasi selama operasi; 14% (6 pts)
dioperasikan setelah kegagalan pendekatan konservatif dan pada 4 (9%) penyebab utama
patologinya sudah diobservasi. Total persentasi pasien yang telah dijalankan adalah 36%, dengan
teridentifikasi 12 kasus: 3 divertikulum meckel, 1 polip, 1 lesi polip fokal dan 7 kelenjar getah
bening hipertrofi (diameter > 1 cm). 3 pasien diperlukan reseksi usus. Tidak ada komplikasi
setelah operasi, hanya 1 pasien yang telah menunda dimulainya kembali pemberian makanan
oral dengan membutuhkan nutrisi parenteral secara berkepanjangan.
9% (4 pts) mempunyai pengalaman episode sebelumnya intususepsi dan 2 sudah diobati
secara sederhana dan 2 dengan operasi.
Selama dirawat di rumah sakit, kekambuhan (kambuh dini) diangka 9% (4 pts), dan
setelah semuanya di HR; 1 sudah diobati lagi dengan HR meskipun 3 harus dilakukan operasi.
Selama follow up 3 tahun, hanya 2 pasien yang ditemukan kambuh (kambuh lama): 1 sudah
diobati dengan HR dan 1 dilakukan operasi.
Diskusi
Pasien intususepsi merupakan penyakit umum pada pasien anak-anak yang terjadi ketika
bagian proximal invaginasi kedalam bagian usus distal dilihat dari teleskop. Kebanyakan bayi
intususepsi berhubungan dengan invaginasi ileum kedalam cecum menuju katup ileocecal.
Karena lilitan dan tekanan dari pembuluh darah mesentrik, usus yang terkena menjadi inflamasi
dan edem dengan tekanan yang terus menerus bisa menyebabkan gangguan usus, gangguan
veskular dan nekrosis usus jika tidak diobati dengan tepat.1-3 Dalam beberapa kasus intususepsi
berkurangn secara spontan tapi jika tidak diobati dapat menjadi fatal.
Kira-kira 90% kasus pathogenesis intususepsi adalah idiopatik dan diasumsikan
berhubungan dengan tidak terkoordinasinya peristaltik usus atau hyperplasia limfoid, yang
mungkin disebabkan karena infeksi gastrointestinal baru-baru ini.9 Hanya 10% yang
dihubungkan dengan penyebab utama patologisnya (intersuspeksi kedua) sebagai massa fokal
atau tersebar di dinding usus secara abnormal4-5; adanya penyebab utama patologisnya tidak
boleh mereduksi secara spontan dan intususepsi kedua biasanya berhubungan dengan gejala yang
nyata dari gangguan usus, lebih dari itu intususepsi usus dan adanya cairan bebas intraperitoneal.
Sayangnya, sangat tidak mungkin untuk memprediksi penyebab utama patologisnya hanya
berdasarkan manifestasi klinis.
Diagnosis awal dapat menjadi sulit karena banyaknya kasus yang tiba-tiba sakit perut
secara berulang dengan iritasi atau keluhan yang non spesifik; mereka juga dapat menjadi
nyaman dan normal, antara sakit yang tiba-tiba muncul, membuat semuanya menjadi sulit untuk
membedakan dari penyebab jinak yang berada di perut. Penelitian sebelumnya memperlihatkan
bahwa penyajian tipe penyakit perut (muntah, dubur berdarah dan massa yang teraba) terjadi
kurang dari 25% pasien.6,7
Untuk semua alasan, penelitian gambar memainkan peran penting dalam pengelolaan
pasien dengan berdasarkan kecurigaan klinis intususepsi. Radiografi yang biasa tidak terlalu
berguna dalam mendiagnosis karena rendahnya sensifitas dan kejelasannya. Membedakan atau
udara enema sudah digunakan untuk mendiagnosis sebaik reduksi pengobatan tapi karena resiko
celah yang ditimbulkan dan paparan radiasi, sekarang digunakan lebih dalam pengobatan
dibandingkan untuk diagnosis.
Ultrasound merupakan sebuah modalitas gambaran yang tidak ternilai dalam
mengevaluasi pasien anak-anak patologi gastrointestinal dengan sensitifitas 98% sampai 100%
dan kejelasannya 88% sampai 100% untuk diagnosis intususepsi10; ulasan baru-baru ini dicatat
bahwa lebih besar diameter intususepsi dan adanya kelenjar getah bening dengan intususepsi
yang disukai tipe ileocolic dan panjangnya lebih besar daripada 3,5 cm merupakan alat prediksi
yang kuat untuk kebutuhan operasi.11
Pengelolaan pasien anak-anak intususepsi telah berkembang pesat, dari yang
menyegerakan operasi setelah diagnosis sampai rutin reduksi radiologi merupakan sebagai
pelepasan teleskop pada usus dan dapat dilakukan secara manual dengan operasi atau sederhana
dengan salah satu hidrostatik atau pneumatic dibawah pengawasan fluroskopi atau
ultrasonografi.
Operasi saat ini merupakan yang dipesan oleh pasien yang tidak stabil dengan bukti
peritonitis atau perforasi, untuk pasien dengan tanpa keahlian radiologi atau sangat umum untuk
semua pasien yang reduksi enema tidak berhasil.12
Tetapi, tanpa kontraindikasi, pengobatan sederhana adalah standard dan beberapa faktor
seperti usia yang lebih muda, darah di rectum dan durasi gejala lebih lama sudah ditunjukkan
sebelumnya untuk mengurangi angka keberhasilan reduksi enema, tak satupun yang
menghalangi percobaan awal.13
Metode yang lebih disukai reduksi enema adalah tidak standar; kedua hidrostatik dan
reduksi udara enema dapat digunakan untuk mengurangi intususepsi usus, baik dibawah petunjuk
fluroskopi atau ultrasonografi.
Beberapa penelitian pendukung penggunaan ultrasound karena dapat mengeliminasi
paparan radiasi pembentukan ion, memastikan untuk terus memonitoring pergerakkan retrograde
intususepsi; visualisasi aliran bebas saline kedalam ileum mengindikasi reduksi yang
mengevaluasi perbedaan antara katup yang menebal dan intususepsi residual.14-17
Angka kekambuhan secara keseluruhan untuk intususepsi kira-kira 10%, dengan
kekambuhan awal (dalam 24 jam) dari 0% sampai 6% setelah pengobatan sederhana 0-4%
setelah operasi, mungkin karena dibuat adesi dalam usus ke jaringan sekitarnya.18-21 Faktor
resiko untuk kekambuhan belum jelas didefinisikan dan pengelolaan episode kambuh juga
controversial.
Data kami memastikan bahwa HR adalah mudah dan aman karena kami tidak
menemukan perforasi atau komplikasi dengan angka kesuksesan ke literature (60%); kami
menggunakan juga pada anak dengan episode intussupeksi sebelumnya, tanpa memperhatikan
bagaimana mereka sudah diobati. Pengobatan dengan operasi merupakan pengobatan pilihan
hanya dalam beberapa kasus saja dan setelah kegagalan HR.
Dibandingkan dengan literature, di dalam penelitian kami penyajian klinis terdahulu telah
diobservasi hanya dalam beberapa kasus saja dengan resiko tinggi kesalahan diagnosis
gastroenteritis. Perbedaan utama memperhatikan insiden penyebab utama karena lebih tinggi dan
juga anak kecil; insiden pada kekambuhan awal lebih rendah dan mungkin berhubungan dengan
keefektifan spesifik protocol yang kami gunakan, dapat dibedakan kekambuhan atau intususepsi
residual dari ketebalan katup ileocecal.
Kesimpulannya penyakit yang mempunyai prognosis yang jelas dengan diagnosis awal
dan pengobatan dan karena itu kami merekomendasikan penggunaan sementara ultrasound
abdomen pada semua pasien yang dicurigai gejala intususepsi, karena penundaan diagnosis
berhubungan dengan kegagalan pengobatan. Kasus episode kekambuhan penyakit abdomen
terkonsentrasi pada periode pendek, meskipun tanpa tanda, harus mendapat perhatian khusus,
karena mereka dapat menajadi episode intususepsi sementara yang mungkin tidak lama
terselesaikan secara spontan jika terulang atau kesalahan diagnosa.
Daftar Pustaka
1. Ladebauche P. Intussusception in pediatric patients. J Emerg Nurs. 1992;18(3):275-7.
2. Jiang J, Jiang B, Parashar U, Nguyen T, Bines J, Patel MM. Childhood intussusception: a
literature review. PloS ONE. 2013;8(7):e68482.
3. Blanch AJ, Perel SB, Acworth JP. Paediatric intussusception: epidemiology and outcome.
Emerg Med Australas. 2007;19:45-50.
4. Blakelot RT, Beasley SW. The clinical implications of non-idiopathic intussusception.
Pediatr Surg Int. 1998;14:163-7.
5. Zhang Y, Dong Q, Li SX, Ren WD, Shi B, Bai YZ, Zhang SC, Zheng LQ. Clinical and
Ultrasonographic features of secondary intussusception in children. Eur Radiol.
2016;26(12):4329-38.
6. Territo HM, Wrotniak BH, Qiao H, Lillis K. Clinical signs and symptoms associated with
intussusception in young children undergoing ultrasound in the emergency room. Pediatr
Emer Care. 2014;30(10):718-22.
7. Justice FA, Auldist A, Bines JE. Intussusception: trend in clinical presentation and
management. J Gastroenterol Hepatol. 2006;21:842-6.
8. Daneman A, Navarro O. Intussusception: a review of diagnostic approaches. Pediatr
Radiol. 2003;33:79-85.
9. Mansour AM, El Koutby M, El Barbary MM, Mohamed W, Shehata S, El Mohammady
H, Mostafa M, Riddle MS, Sebeny PJ, Young SY, Abdel-Messih I. Enteric viral
infections as potential risk factor for intussusception. J Infect Dev Ctries. 2013;7(1):28-
35.
10. Gale HI, Gee MS, Westra SJ, Nimkin K. Abdominal ultrasonography of the pediatric
gastrointestinal tract. World J Radiol. 2016;8(7):656-67.
11. Lioubashevsky N, Hiller N, Rozovsky K, Segev L, Simanovsky N. Ileocolic versus
small-bowel intussusception in children: can US enable reliable differentiation?
Radiology. 2013;269(1):266-71.
12. Daneman A, Navarro O. Intussusception. Part 2: an update on the evolution of
management. Pediatr Radiol. 2004;34:97-108.
13. Sadigh G, Zou KH, Razavi SA, Khan R, Applegate KE. Meta-analysis of air versus
liquid enema for intussusception reduction in children. AJR Am J Roentgenol.
2015;205(5):W542-9.
14. Woods GD, Liu SJ. Childhood intussusception: US-guided hydrostatic reduction.
Radiology. 1992;182:77-80.
15. Di Renzo D, Colangelo M, Lauriti G, De Girolamo F, Persico A, Lelli Chiesa P.
Ultrasound-guided Hartmann’s solution enema: first-choice procedure for reducing
idiopathic intussusception. Radiol Med. 2012;117(4):679-89.
16. Flaum V, Scheider A, Gomes Ferreira C, Philippe P, Sebastia Sancho C, Lacreuse I,
Moog R, Kauffmann I, Koob M, Christmann D, Douzal V, Lefebvre F, Becmeur F.
Twenty years’ experience for reduction of ileocolic intussusceptions by saline enema
under sonography control. J Pediatr Surg. 2016;51(1):179-82.
17. Wang Z, He Q, Zhang H, Zhong W, Xiao WQ, Lu LW, Yu JK, Xia HM. Intussusception
patients older than 1 year tend to have early recurrence after pneumatic enema reduction.
Pediatr Surg Int. 2015;31(9):855-8.
18. Lessenich EM, Kimia AA, Mandeville K, Li J, Landschaft A, Tsai A, Bachur RG. The
frequency of postreduction interventions after successful enema reduction of
intussusception. Academ Emerg Med. 2015;22(9):1042-7.
19. Gray MP, Li SH, Hoffmann RG, Gorelick MH. Recurrence rates after intussusception
enema reduction. A meta-analysis. Pediatr. 2014;134(1):110-9.
20. Ksia A, Mosbahi S, Brahim MB, Sahnoun L, Haggui B, Youssef SB, Maazoun K,
Krichene I, Mekki M, Belghith M, Nouri A. Recurrent intussusception in children and
infants. Afr J Ped Surg. 2013;10(4):299-302.
21. Karadağ ÇA, Abbasoğlu L, Sever N, Kalyoncu MK, Yıldız A, Akın M, Candan M,
Dokucu Aİ. Ultrasound-guided hydrostatic reduction of intussusception with saline: safe
and effective. J Pediatr Surg. 2015:50(9):1563-5.

Вам также может понравиться