Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. Y
Umur : 17 tahun
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
Suami
Umur : 22 tahun
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Buruh
2
II. Anamnesis
Keluhan utama :
Pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahir setelah melahirkan bayi
sejak ± 8 jam SMRS
Riwayat Haid
Haid : teratur
Siklus : 28 hari
3
Bentuk Perdarahan/Haid : Encer
Riwayat Perkawinan
Status perkawinan : Ya
Jumlah : 1 kali
Lama : 1 tahun
Umur : 16 tahun
b. Riwayat KB
DM : Tidak ada
4
2. Perilaku Kesehatan yang Lalu
DM : Disangkal
Hepatitis : Disangkal
Hipertensi : Disangkal
Tifoid : Disangkal
PJK : Disangkal
TB : Disangkal
Tanda Vital
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 94x/menit
Temperatur : 36,7 ºC
Pernapasan : 22x/menit
BB : 60 kg
TB : 153 cm
b. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
a. Kepala : Dalam batas normal
Mata : Conjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-
5
Telinga : Dalam batas normal
b. Leher
2. Dada
Inspeksi : Simetris, benjolan mamae (-), pembesaran
mammae simetris (+), bekas luka (-), retraksi (-).
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS IV
Perkusi : Apex jantung berapa di ICS V
Auskultasi : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop s3 (-)
Pulmo :
3. Abdomen
Inspeksi : Membesar , linea (+), striae (+)
6
Perkusi : Tympani (+) pada seluruh bagian abdomen
5 .Genitalia Externa:
2. Auskultasi
Bising Usus : Positif
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah Rutin
WBC : 20,21 x 10 3 /mm3
RBC : 3,08 x 10 6 /mm3
HB : 8,7 g/dl
HT : 23,9 %
PLT : 219.000/mm3
b. GDS : 81 mg/dl
7
c. USG abdomen (10/12/2018)
DIAGNOSIS
P1A0 Hemoragic Post Partum ec atonia uteri + anemia
PENATALAKSANAAN
- Observasi KU, TTV, dan perdarahan
- Eksplorasi uterus dan membersihkan bekuan darah (stolcell)
- IVFD RL + oksitosin 20 UI + methergin 0,2 mg
- Misoprosol 1000 mcg ( 3 tab po, 2 tab per rektal)
- Inj. Ceftriaxon 2x2gr
- Infus metronidazole 3x500 mg
- Kaltropen supp 2x1
- SF 2x1 ta
- Dexamethason 1 ampul sebelum transfusi
- Transfusi darah 1 kolf
8
FOLLOW UP
No Tanggal Follow up
11-12-2018
1 S : Os merasa lemas, perdarahan aktif (-), lokia
10.30 wib rubra (+)
O : KU sedang GCS : 15 ( E4 M6 V5)
N: 88x/i
TD : 110/80
RR : 22 x/i
S : 36,7 C
Pemeriksaan fisik :
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-,
pupil isokor +/+
Thorax :
Pulmo: vesikuler (+/+), Rhonki basah halus (-/-)
Cor : BJ I/II regular, gallop s3 (-), mumur (-)
Abdomen: soepel (+) konut : Baik TFU : 1 jari
dibawah pusat
Ektremitas : akral hangat, CRT< 2 detik , edema
(-)
P:
- Bed rest
9
- Pantau TTV, Konut, dan perdarahan
Medika Mentosa :
12-12-2018
2 S : perdarahan aktif (-), lokia rubra (+)
O : KU sedang GCS : 15 ( E4 M6 V5)
N: 84x/i
TD : 120/80
RR : 20 x/i
S : 36,5 C
Pemeriksaan fisik :
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-,
pupil isokor +/+
Thoraks
Pulmo: vesikuler (+/+), Rhonki basah halus (-/-)
Cor : BJ I/II regular, gallop s3 (-), mumur (-)
Abdomen: soepel (+) konut : baik. TFU : 2 jari
dibawah pusat
Ektremitas : akral hangat, CRT< 2 detik , edema
(-)
P:
- Bed rest
10
- Pantau TTV, Konut, dan perdarahan
Medika Mentosa :
- IVFD RL 20 tpm
- Inj Ceftriaxone 2 x 2 gr
- Infus metronidazole 3x500 mg
- Kaltropen supp 2 x 1
- SF 2x1 tab
- B complex 1x1 tab
- BLPP
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Primer Sekunder
Penyebab: Penyebab:
1. Atonia uteri (50-60%) 1. Sisa plasenta
2. Sisa plasenta (23-24%) 2. Endometritis
3. Retensio plasenta (16-17%)
4. Laserasi jalan lahir (4-5%)
5. Kelainan pembekuan darah (0,5-0,8%) Sub involusio
6. Inversio uteri
12
3.2 Atonia uteri
3.2.1 Definisi
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana miometrium tidak dapat
berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat
melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. Kegagalan uterus untuk
berkontraksi secara adekuat setelah pelahiran merupakan penyebab tersering
perdarahan obstetris, terutama perdarahan postpartum. Pada banyak perempuan,
atonia uteri paling tidak dapat diantisipasi dengan baik jauh sebelum pelahiran.
Meskipun faktor risiko diketahui dengan baik, kemampuan untuk
mengidentifikasi perempuan hamil yang akan mengalami atonia masih terbatas.7,8
3.2.2 Epidemiologi
Atonia uteri merupakan penyebab tersering perdarahan postpartum.Sekurang-
kurangnya dua per tiga dari semua perdarahan postpartum disebabkan oleh atonia
uteri. Upaya penanganan perdarahan postpartum akibat atonia uteri harus dimulai
dengan mengenal ibu yang memiliki kondisi yang berisiko terjadinya atonia
uteri.Jika seorang wanita memiliki salah satu dari kondisi-kondisi yang berisiko
tersebut,maka penting bagi penolong untuk mengantisipasi kemungkinan terjadiny
atonia uteri postpartum. Meskipun demikian, sekitar 20% atonia uteri postpartum
dapat terjadi pada ibu tanpa faktor resiko tersebut.4,9
3.2.3 Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko yang terkait dengan perdarahan postpartum yang
disebabkan oleh atonia uteri diantaranya adalah : 6,8
1. Uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan, diantaranya :
- Jumlah air ketuban yang berlebihan (polihidramnion)
- Kehamilan gemelli
- Janin besar (makrosomia)
2. Kala satu atau kala dua memanjang
3. Persalinan cepat (partus presipitatus)
4. Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin
5. Infeksi intrapartum
6. Multiparitas tinggi
13
7. Umur yang terlalu tua atau terlalu muda(<20 tahun dan >35 tahun)
3.2.4 Manifestasi Klinis
Tanda-tanda dan gejala klinis dari atonia uteri antara lain: 6,7,10
1. Perdarahan pervaginam
Perdarahan yang sangat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa
yang sering terjadi pada kondisi ini adalah darah keluar disertai
gumpalan yang disebabkan tromboplastin sudah tidak mampu lagi
sebagai antikoagulan darah.
2. Konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang
membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.
3. Fundus uteri naik
4. Terdapat tanda-tanda syok :
a. Nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)
b. Tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg
c. Pucat
d. Keringat/ kulit terasa dingin dan lembab
e. Pernafasan cepat dengan frekuensi 30 kali/ menit atau lebih
f. Gelisah, bingung, atau kehilangan kesadaran
g. Urin yang sedikit (< 30 cc/ jam)
3.2.5 Patofisiologi
Pada awal persalinan, estrogen akan meningkat dalam darah, hal ini
menyebabkan uterus menjadi lebih mudah terangsang. Meningkatnya jumlah taut-
celah antar sel-sel miometrium dan pembentukan prostaglandin yang lebih banyak
akan menyebabkan kontraksi uterus. Jumlah reseptor oksitosin di miometrium dan
desidua (endometrium kehamilan) meningkat lebih dari 100 kali selama
kehamilan dan mencapai puncaknya selama awal persalinan.Estrogen
meningkatkan jumlah reseptor oksitosin dan peregangan uterus pada akhir
kehamilan juga dapat meningkatkan pembentukan reseptor tersebut. Pada awal
kehamilan konsentrasi oksitosin dalam plasma ibu tidak lebih tinggi dari kadar
prapersalinan yaitu sekitar 25pg/ml.Peningkatan mencolok reseptor oksitosin
dapat menyebabkan uterus berespon terhadap konsentrasi oksitosin plasma yang
14
normal. Begitu persalinan dimulai,kontraksi uterus menyebabkan dilatasi serviks,
dilatasi ini selanjutnya menimbulkan sinyal pada saraf aferen yang dipancarkan ke
nukleus supraoptik dan paraventrikel yang akan meningkatkan sekresi oksitosin.
Kadar oksitosin plasma meningkat dan lebih banyak oksitosin tersedia untuk
bekerja pada uterus. Dengan demikian, terjadi umpan balik positif yang
membantu persalinan dan berakhir setelah hasil konsepsi dikeluarkan.Oksitosin
meningkatkan kontrasi uterus dengan dua cara, yaitu:10
1) Bekerja langsung pada sel otot polos uterus untuk membuatnya
kontraksi.
2) Merangsang pembentukan prostaglandin di desidua. Dalam persalinan,
pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan sirkulasi
kesana.Setelah persalinan, kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk
mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Adanya peregangan yang berlebih
atau berkurangnya kerja reseptor oksitosin di miometrium pasca persalinan
menyebabkan kontraksi uterus menurun atau disebut hipotonia uteri yang jika
tidak tertangani akan jatuh menjadi atonia uteri. Perdarahan postpartum secara
fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi
pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri
terjadi apabila serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi.7,13
3.2.6 Pencegahan
Langkah-langkah dalam upaya mencegah atonia uteri adalah melakukan
penanganan kala tiga secara aktif. Langkah-langkah penanganan yang dapat
dilakukan antara lain: 7,10,13
1. Menyuntikkan oksitosin
Memeriksa fundus uteri untuk memastikan kehamilan tunggal
Menyuntikkan oksitosin 10 IU secara intramuskular pada
bagian luar paha kanan 1/3 atas setelah melakukan aspirasi
terlebih dahulu untuk memastikan bahwa ujung jarum tidak
mengenai pembuluh darah.
2. Peregangan tali pusat terkendali
15
Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm
dari vulva atau menggulung tali pusat
Meletakkan tangan kiri atas di simfisis sehingga menahan
bagian bawahuterus, sementara tangan kanan memegang tali
pusat dengan memakai klem atau kain kassa dengan jarak 5-10
cm dari vulva
Saat uterus kontraksi, lakukan penegangan tali pusat dengan
tangan kanan, sementara tangan kiri menekan uterus dengan
hati-hati ke arah dorso-kranial
3. Mengeluarkan plasenta
Jika dengan penegangan tali pusat terkendali tali pusat terlihat
bertambah panjang dan terasa adanya pelepasan plasenta, minta
ibu untuk meneran sedikit sementara tangan kanan menarik tali
pusat ke arah bawah, kemudian ke atas sesuai dengan kurva
jalan lahir hingga plasenta tampak pada vulva.
Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir,
pindahkan kembali klem hingga berjarak ±5-10 cm dari vulva
Bila plasenta belum lepas setelah mencoba langkah tersebut
selama 15 menit
Suntikkan ulang oksitosin 10 IU intramuskular
Periksa kandung kemih, lakukan kateterisasi bila penuh
Tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan plasenta
manual
3. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan pelahiran plasenta
dengan hati-hati. Bila terasa ada tahanan, penegangan plasenta dan
selaput secara perlahan dan sabar untuk mencegah robeknya selaput
ketuban.
4. Masase uterus
Segera setelah plasenta lahir, lakukan masase pada fundus uteri dengan
menggosok fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari
tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras).
5. Memeriksa kemungkinan adanya perdarahan pascapersalinan
16
Kelengkapan plasenta dan ketuban
Kontraksi uterus
Perlukaan jalan lahir
2.2.1.7 Tatalaksana
Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien bisa
masih dalam keadaaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat
hipovolemik.Tindakan pertama yang harus dilakukan tergantung pada keadaaan
klinisnya. Adapun tindakan yang dapat dilakukan antara lain:8,9,10,13
1. Resusitasi
Apabila terjadi perdarahan pospartum yang banyak, maka penanganan
awal yaitu resusitasi dengan oksigenasi serta pemberian cairan cepat,
monitoring tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring
saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu
dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
2. Masase dan kompresi bimanual
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi
uterus yang akan menghentikan perdarahan. Pemijatan fundus uteri segera
setelah lahirnya plasenta (maksimal 15 detik), jika uterus berkontraksi
maka lakukan evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus
berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami
laserasi dan jahit atau rujuk segera.
Kompresi bimanual atonia uteri diklasifikasikan menjadi:
a) Kompresi bimanual internal
Letakkan satu tangan pada dinding perut dan usahakan
untuk menahan bagian belakang uterus sejauh mungkin. Letakkan
tangan yang lain pada korpus depan dari dalam vagina, kemudian
tekan kedua tangan untuk mengkompresi pembuluh darah di
dinding uterus. Amati jumlah darah yang keluar yang ditampung
dalam pan. Jika perdarahan berkurang, teruskan kompresi,
pertahankan hingga uterus dapat berkontraksi atau hingga pasien
sampai di tempat rujukan. Jika tidak berhasil, cobalah mengajarkan
pada keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal
17
sambil penolong melakukan tahapan selanjutnya untuk
pelaksanaan atonia uteri.
b) Kompresi bimanual eksternal
Letakkan satu tangan pada dinding perut dan usahakan
sedapat mungkin meraba bagian belakang uterus. Letakkan tangan
yang lain dalam keadaan terkepal pada bagian depan korpus uteri,
kemudian rapatkan kedua tangan untuk menekan pembuluh darah
di dinding uterus dengan jalan menjepit uterus diantara kedua
tangan tersebut.
3. Jika uterus tidak berkontraksi maka :
Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina dan
lubang serviks.Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong, lalu lakukan
Kompresi Bimanual Internal (KBI) selama 5 menit.
4. Pemberian Uterotonika
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus
posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya
meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya
reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan
meningkatkan frekuensi, tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani.
Oksitosin dapat diberikan secara intamuskular atau intravena,
untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU
perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU
intramiometrikal.
Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu
nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang
ditemukan.Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid
yang dapat menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian
intramuskular. Dapat diberikan secara 0,25 mg intramuskular, dapat
diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga
diberikan langsung secara intramiometrikal jika diperlukan, atau 0,125 mg
secara bolus intavena.Obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme
perifer dan hipertensi, menimbulkan nausea, dan vomitus. Obat ini tidak
18
boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi. Uterotonika prostaglandin
merupakan sintetik analog 15 metil prostaglandin F2 alfa. Dapat diberikan
secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal, intravena,
intramuskular, dan perrektal. Pemberian secara intramuskular atau
intramiometrikal sebanyak 0,25 mg dapat diulang setiap 15 menit sampai
dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara perrektaldapat dipakai untuk
mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1 gram).
Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat
menimbulkan efek samping seperti nausea, vomitus, diare, sakit kepala,
hipertensi, dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus,
bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-kadang
menyebabkan muka kemerahan,berkeringat, dan gelisah yang disebabkan
peningkatan temperatur basal, hal ini akan menyebabkan penurunan
saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan
kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan disfungsi hepatik.
Efek samping serius penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian
besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan
prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang
disebabkan atoniauteri dengan angka kesuksesan 84%-96%. Perdarahan
pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka perlu
dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi perdarahan
masif yang terjadi.
5. Operatif
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka
keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang
berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim.Jika
dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah
rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan
benang absorbable yang sesuai.arteri dan vena uterina diligasi dengan
melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium
keluar di bagian avaskular ligamentum latum lateral vasauterina. Saat
melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai
19
cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan
2-3 cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas
tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen
bawah rahim. Dengan menyisihkan vesica urinaria, ligasi kedua dilakukan
bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa
uterina atas.Ligasi ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri uterina
pada segmen bawah rahim dan cabang arteri uterina yang menuju
keservik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu dilakukan
bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.
6. Ligasi Arteri Iliaca Interna
Identifikasi bifurkasio arteri iliaca, tempat ureter menyilang,
untuk melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum
lateral paralel dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter
ditarik ke medial kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio
iliaka interna dan eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri dan dengan
menggunakan benang non absobable dilakukan dua ligasi bebas berjarak1,5-2
cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri
iliaka eksterna dan femoralis harus dilakukan sebelum dan sesudah ligasi.
Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat
menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus
mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.
7. Teknik B-Lynch
Teknik B-Lynch dikenal juga dengan brace suture, ditemukan oleh
Christopher B Lynch 1997, dilakukan sebagai tindakan operatif alternatif
untuk mengatasi perdarahanpospartum akibat atonia uteri.
8. Histerektomi
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan
jika terjadi perdarahan pospartum masif yang membutuhkan tindakan
operatif.Insidensimencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak
terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal.
20
Masase fundus uteri segera
sesudah plasenta lahir
(maksimal 15 detik)
tidak
-Ajarkan keluarga KBE
-Keluarkan tangan secara hati-hati
-Suntik ergometrin 0,2 mg IM
-Pasang infus + 20 IU oksitosin
-Lakukan KBI lagi
tidak
-Rujuk ke rumah sakit untuk persiapan laparotomi
(bisa dilakukan pemasangan tampon kondom
kateter)
-Lanjutkan infus + 20 IU oksitosin minimal 500 cc /
jam hingga sampai tempat rujukan
-Selama perjalanan dapat dilakukan kompresis aorta
abdominalis atau kompresi bimanual eksterna
-B-Lynch method
21
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosis
Anamnesis
Teori Kasus
Perdarahan post partum yaitu Dari anamnesis didapatkan
perdarahan melebihi 500 ml Pasien mengeluhkan keluar darah
yang terjadi setelah bayi lahir. dari jalan lahir sejak 8 jam
Darah yang keluar disertai setelah melahirkan, darah
dengan gumpalan bergumpal-gumpal berwarna
Termasuk perdarahan post merah gelap dengan jumlah
partum dini yaitu perdarahan perdarahan ± 900 ml.
setelah bayi lahir < 24 jam. Dari pasien ini ditemukan faktor
Faktor resiko atonia uteri resiko terjadinya atonia uteri
diantaranya : Polihidramnion, yaitu usia yang terlalu muda
gemelli, makrosomia, kala satu
atau kala dua memanjang,
persalinan cepat (partus
presipitatus),infeksi intrapartum,
multiparitas tinggi, umur yang
terlalu tua atau terlalu muda
(<20 tahun dan >35 tahun)
Pemeriksaan Fisik
Teori Kasus
Gejala klinis pada atonia uteri : Pemeriksaan tanda-tanda vital di
dapatkan pasien mengalami syok
1. Perdarahan pervaginam
derajat 1 dikarenakan darah yang
2. Konsistensi rahim/ uteri keluar ± 900 ml yang ditandai
dengan nadi yang naik namun
lunak
tekanan darah dalam batas
3. Fundus uteri naik normal.
Pada pemeriksaan obstetric
22
4. Terdapat tanda-tanda syok didapatkan konsistensi uteri
(Konut) yang lunak dan TFU
setinggi pusat.
Tatalaksana
Teori Kasus
Bila perdarahan terjadi maka Pada pasien diberikan uterotonika dan
dilakukan bersihkan stolcell, dibersihkan stolcell, dan dilakukan
KBI selama 5 menit, dan KBI.
uterotonika.
23
BAB V
KESIMPULAN
24
DAFTAR PUSTAKA
25