Вы находитесь на странице: 1из 15

Nama : Laila Roikhatul Jannah

NIM : 17030234025
Kelas : KA 2017

1. Pengertian Rasionalisme

Rasionalisme berasal dari kata bahasa Inggris rationalism. Kata ini berakar dari kata
bahasa Latin ratio yang berarti “akal”. A.R. Lacey7 menambahkan bahwa berdasarkan akar
katanya Rasionalisme adalah sebuah pandangan yang berpegangan bahwa akal merupakan
sumber bagi pengetahuan dan pembenaran. Rasionalisme adalah paham filsafat yang
mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting dalam memperoleh dan mengetes
pengetahuan. Jika empirisme mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan alam
mengalami objek empiris, maka rasionalisme mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh
dengan cara berpikir. Alat dalam berpikir itu ialah kaidah-kaidah logis atau kaidah-kaidah
logika.

Ciri-ciri Rasionalisme antara lain adalah: (1) Kepercayaan pada kekuatan akal budi
manusia. (2) Penolakan terhadap tradisi, dogma, dan otoritas. Dengan ini berpengaruh pada
pelbagai bidang antara lain: bidang sosial politik, agama dan ilmu-ilmu pengetahuan. (3)
Rasionalisme mengembangakan metode baru bagi ilmu pengetahuan yang jelas
menunjukkan ciri-ciri kemodernan. (4) Sekularisasi yang menimbulkan minimal tiga
hal: pertama, demitologisasi sejarah, kedua, alam, ketiga, perpisahan antara negara dan
agama.

Kelebihan dan Kelemahan:

 Kelebihan Rasionalisme adalah dalam menalar dan menjelaskan pemahaman-


pemahaman yang rumit, kemudian Rasionalisme memberikan kontribusi pada mereka
yang tertarik untuk menggeluti masalah – masalah filosofi. Rasionalisme berpikir
menjelaskan dan menekankan kala budi sebagai karunia lebih yang dimiliki oleh semua
manusia, mampu menyusun sistem-sistem kefilsafatan yang berasal dari manusia.[4]
 Kelemahan rasionalisme adalah memahami objek di luar cakupan rasionalitas sehingga
titik kelemahan tersebut mengundang kritikan tajam, sekaligus memulai permusuhan
baru dengan sesama pemikir filsafat yang kurang setuju dengan sistem-sistem filosofis
yang subjektif tersebut, doktrin-doktrin filsafat rasio cenderung mementingkan subjek
daripada objek, sehingga rasionalisme hanya berpikir yang keluar dari akal budinya
saja yang benar, tanpa memerhatikan objek – objek rasional secara peka.

Tokoh dan Karya :

A. Leibniz (1646-1716)

Tokoh yang ketiga yaitu Leibniz lahir di Jerman, nama kengkapnya Gottfried Wilhem
von Leibniz. Sama halnya Spinoza, Leibniz termasuk pengagum sekaligus pengkritik
Descartes. Baginya, ia khawatir tentang kehidupan dan bagaimana menjalani hidup. Tetapi
berbeda dengan Spinoza yang kesepian, ia justru termasuk orang yang kaya raya dan dipuja.
Leibniz juga dikenal sebagai penemu kalkulus bersama Newton. Ia adalah ilmuan, pengacara,
sejarawan, akademisi, ahli logika, ahli bahasa, dan teolog. Bagi Leibniz, filsafat adalahhobi
yang berkesinambungan dan ia terlibat dalam diskusi filosofis dan melakukan korespondensi
sepanjang hidupnya bersama para filsuf di zamnnya. Sayangnya, karyanya tidak bisa dinikmati
banyak orang, karena setelah ia meninggal, karyanya tidak diterbitkan.

Adapun pemikirannya yang terkenal terkait filsafat rasionalisme yaitu “monadologi”-


nya, dia berpendapat bahwa banyak sekali subtansi yang terdapat di dunia ini, yang disebutnya
“monad” (monos: satu, monad: satu unit). Secaraa singkat, sistem Leibniz dijelaskan dalam
lima tesisnya, yaitu:

1. Alam semesta itu sepenuhnya rasional


2. Setiap bagian elementer alam semesta berdiri sendiri
3. Ada harmoni yang dikehendaki Allah di antara segala hal di alam semesta ini
4. Dunia ini secara kuantitatif dan kualitatif tidak terbatas
B. Rene Descartes (1596-1650 M)

Descartes adalah filsuf Perancis yang dilahirkan pada tanggal 31 Maret 1596 M di
wilayah Tourine, Perancis. Ia mempelajari bahasa-bahasa kuno, Sastra (Prosa Dan Syair),
Geografi, Sejarah, Astronomi, Filsafat dan Teologi. Setelah mendapat gelar sarjana strata
satu di bidang hukum, ia mengabdikan dirinya di dunia militer. Setelah itu, ia keluar dan
mulai berkelana di Eropa selama sembilan tahun. Ia memikirkan bagaimana menyelesaikan
persoalan-persoalan ilmu alam dengan cara matematis. Rene Descartes berhasil
menemukan ilmu mekanika-analitik, dimana ia dapat mengungkapkan bentuk-bentuk
mekanis dengan kode-kode ilmu aljabar.[10] Ia adalah filosof perancis, ahli matematika
dan santis yang mendapatkan pendidikan di sekolah jesuit.[11] Ia menentang terhadap cara
pendidikan yang pernah diterimanya dan mengemukakan akan penggunaan akal sebagai
alat penyelidikan falsafi.[12]

Descartes memegang bendera reformasi dan inovasi kajian filsafat abad XVII M.
Ia melandaskan filsafatnya atas asas spontanitas dan keyakinan positif dalam matematika.
Ia memanfaatkan metode matematis yang kaidah-kaidahnya dibatasi sendiri olehnya. Ia
ingin menerapkan hal itu di semua cabang ilmu pengetahuan, agar terbukti adanya
kecermatan dan keyakinan ilmu-ilmu matematis pada ilmu-ilmu lain tersebut. Demikianlah
descartes mendeklarasikan trend rasionalisme pada masa modern. Trend inilah yang dulu
dibawa plato pada zaman klasik, sehingga karena itulah descartes pantas mendapat
julukan “Bapak Filsafat Eropa Modern”.

C. Baruch Spinoza (1632-1677 M)

Adapun aliran rasionalisme yang ke dua yaitu bruch spinoza, yaitu bermuara dari
mengucilkan diri dari agama Yahudi ia mengubah namanya menjadi Benedictus De Spinoza.
Ia hidup dipinggiran kota Amsterdam. Spinoza berhasil menyusun sebuah sistem filsafat yang
menyerupai ilmu ukur. Seperti halnya orang-orang Yunani, Spinoza mengatakan dalil-dalil
ilmu merupakan kebenaran-kebenaran yang tidak perlu dibuktikan lagi. Artinya jika seseorang
memahami makna yang dikandung oleh kata-kata yang dipergunakan dalam dalil-dalil ilmu
ukur, maka ia akan memahami kebenaran dalil-dalil tersebut. Misalnya, ia kn yakin jika kita
memahami makna yang dikandung oleh pernyataan “sebuah garis lurus merupakan jarak
terdekat diantara dua titik”, maka kita dapat mengakui kebenaran pernyataan tersebut.

Spinoza mengikuti pemikiran Rene Descartes. Spinoza mencoba menjawab


pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan kebenaran tentang sesuatu, sebagaimana
pertanyaan, apa substansi dari sesuatu, bagaimana kebenaran itu bisa benar-benar yang
terbenar. Spinoza menjawabnya dengan pendekatan yang juga sebelumnya dilakukan oleh
Rene Descartes, yakni pendekatan deduksi matematis, yang dimulai dengan meletakkan
definisi, aksioma, proposisi, kemudian barulah membuat pembuktian berdasarkan definisi,
aksioma, proposisi itu.

De Spinoza memiliki cara berfikir yang sama dengan Rene Descartes, ia mengatakan
bahwa kebenaran itu terpusat pada pemikiran dan keluasan. Pemikiran adalah jiwa, sedangkan
keluasan adalah tubuh, yang eksistensinya berbarengan.
Adapun pandangan rasio menurut Spinoza, ada tiga taraf pengetahuan, yaitu berturut-
turut: taraf persepsi indrawi atau imajinasi, taraf refleksi yang mengarah pada prinsip-prinsip
dan taraf intuisi. Hanya taraf kedua dan ketigalah yang dianggap pengetahuan sejati.

Dengan ini, Spinoza menunjukkan pendiriannya sebagai seorang rasionalis.


Pendiriannya dapat dijelaskan demikian, menurutnya sebuah idea berhubungan dengan
ideatum atau obyek dan kesesuaian antara idea dan ideatum inilah yang disebut dengan
kebenaran. Dia membedakan idea ke dalam dua macam, yaitu idea yang memiliki kebenaran
intrinsik dan idea yang memiliki kebenaran ekstrinsik.

Idea yang benar secara intrinsik menurutnya memiliki sifat “memadai”, sedangkan idea yang
benar secara ekstrinsik disebutnya “kurang memadai”. Misalnya, anggapan bahwa matahari
adalah bola raksasa yang panas sekali pada pusat tata surya lebih “memadai” dari pada
anggapan bahwa matahari adalah bola merah kecil. Memadai atau tidaknya suatu idea,
tergantung dari modifikasi badan yang mengamatinya, dan modifikasi ini menyertai pula
modifikasi mental. Jadi, karena kita mengamatinya dari jauh, maka matahari tampak kecil.
Teori pengetahuannya pada akhirnya menyarankan bahwa setiap idea adalah cermin proses-
proses fisik dan sebaliknya setiap proses fisik adalah perwujudan idea.

D. CHRISTIAN WOLFF (1679-1754 M)

Christian Wolff dikenal juga dengan Wolfius adalah seorang filosof Jerman, ia lahir
pada tanggal 24 Januari 1679 di Breslau, Habsburg, Silesia. Ia mengusahakan agar filsafat
menjadi suatu ilmu pengetahuan yang pasti dan berguna, dengan mengusahakan adanya
pengertian-pengertian yang jelas dan bukti-bukti yang kuat. Penting sekali baginya adalah
susunan sistem filsafat yang bersifat didaktis, gagasan-gagasan yang jelas dan penguraian yang
tegas. Dialah yang menciptakan pengistilahan-pengistilahan filsafat dalam bahasa Jerman dan
menjadikan bahasa itu menjadi serasi bagi pemikiran ilmiah.

Pada dasarnya filsafatnya adalah suatu usaha menyusun pemikiran Leibniz menjadi
satu sistem, sehingga bisa diterapkan pada segala bidang ilmu pengetahuan. Dalam bagian-
bagian yang kecil memang terdapat perbedaan dari filsafat Leibniz. Dalam penyusunan nya itu
Wolff banyak menggunakan unsur skolastik. Karena Wolff inilah rasionalisme di Jerman pada
masanya merajalela di semua universitas. Ia berjasa membuat filsafat menjadi menarik
perhatian masyarakat umum.
2.Empirisme adalah paham filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar ialah yang logis dan
ada bukti empiris. Dengan empirisme aturan (untuk mengatur manusia dan alam) itu dibuat.
Empirisme juga memiliki kekurangan yaitu ia belum terukur. Empirisme hanya sampai pada
konsep-konsep yang umum.[6] Seorang empirisme biasanya berpendirian, kita dapat
memperoleh pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan diperoleh dengan perantaraan
indera.[7]

Kelebihan empirisme adalah pengalaman indera merupakan sumber pengetahuan yang benar,
karena faham empiris mengedepankan fakta-fakta yang terjadi di lapangan.

Kelemahan empirisme cukup banyak diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Indra terbatas. Benda yang jauh kelihatan kecil..

b. ndera menipu. Pada orang yang sakit malaria, gulanya rasanya pahit, udara panas dirasakan
dingin. Ini akan menimbulkan pengetahuan empiris yang salah juga.

c. Objek yang menipu. Contohnya ilusi, fatamorgana. Jadi, objek itu sebenarnya tidak
sebagaimana ia tangkap oleh alat indera; ia membohongi indera. Ini jelas dapat menimbulkan
inderawi yang salah.

d. Indera dan objek sekaligus. Empirisme lemah karena keterbatasan indera manusia.[8]

Tokoh dan Karya :

a. David Hume (1711-1776).

David Hume lahir di Edinburg Scotland tahun 1711 dan wafat tahun 1776 di kota yang
sama. Hume seorang nyang menguasai hukum, sastra dan juga filsafat. Karya tepentingnya
ialah an encuiry concercing humen understanding, terbit tahun 1748 dan an encuiry into the
principles of moral yang terbit tahun 1751.

Pemikiran empirisnya terakumulasi dalam ungkapannya yang singkat yaitu I never


catch my self at any time with out a perception (saya selalu memiliki persepsi pada setiap
pengalaman saya). Dari ungkapan ini Hume menyampaikan bahwa seluruh pemikiran dan
pengalaman tersusun dari rangkaian-rangkaian kesan (impression). Pemikiran ini lebih maju
selangkah dalam merumuskan bagaimana sesuatu pengetahuan terangkai dari pengalaman,
yaitu melalui suatu institusi dalam diri manusia (impression, atau kesan yang disistematiskan )
dan kemudian menjadi pengetahuan. Di samping itu pemikiran Hume ini merupakan usaha
analisias agar empirisme dapat di rasionalkan teutama dalam pemunculan ilmu pengetahuan
yang di dasarkan pada pengamatan “(observasi ) dan uji coba (eksperimentasi), kemudian
menimbulkan kesan-kesan, kemudian pengertian-pengertian dan akhirnya pengetahuan.

Empirisme menganjurkan agar kita kembali kepada kenyataan yang sebenarnya (alam)
untuk mendapatkan pengetahuan, karena kebenaran tidak ada secara apriori di benak kita
melainkan harus diperoleh dari pengalaman. Melalui pandangannya, pengetahuan yang hanya
dianggap valid adalah bentuk yang dihasilkan oleh fungsi pancaindra selain daripadanya adalah
bukan kebenaran (baca omong kosong). Dan mereka berpendapat bahwa tidak dapat dibuat
sebuah klaim (pengetahuan) atas perkara dibalik penampakan (noumena) baik melalui
pengalaman faktual maupun prinsip-prinsip keniscayaan. Artinya dimensi pengetahuan hanya
sebatas persentuhan alam dengan pancaindra, diluar perkara-perkara pengalaman yang dapat
tercerap secara fisik adalah tidak valid dan tidak dapat diketahui dan tidak dianggap keabsahan
sumbernya.

Usaha manusia untuk mencari pengetahuan yang bersifat, mutlak dan pasti telah
berlangsung dengan penuh semangat dan terus-menerus. Walaupun begitu, paling tidak sejak
zaman Aristoteles, terdapat tradisi epistemologi yang kuat untuk mendasarkan din kepada
pengalaman manusia, dan meninggalkan cita-cita untuk mencari pengetahuan yang mutlak
tersebut. Doktrin empirisme merupakan contoh dan tradisi ini. Kaum empiris berdalil bahwa
adalah tidak beralasan untuk mencari pengetahuan mutlak dan mencakup semua segi, apalagi
bila di dekat kita, terdapat kekuatan yang dapat dikuasai untuk rneningkatkan pengetahuan
manusia, yang meskipun bersifat lebih lambat namun lebih dapat diandalkan. Kaum empiris
cukup puas dengan mengembangkan sebuah sistern pengetahuan yang rnempunyai peluang
yang besar untuk benar, meskipun kepastian mutlak takkan pernah dapat dijamin.

Kaum empiris memegang teguh pendapat bahwa pengetahuan manusia dapat diperoleh
lewat pengalaman. Jika kita sedang berusaha untuk meyakinkan seorang empiris bahwa sesuatu
itu ada, dia akan berkata “Tunjukkan hal itu kepada saya”. Dalam persoalan mengenai fakta
maka dia harus diyakinkan oleh pengalamannya sendiri. Jika kita meng takan kepada dia bahwa
ada seekor harimau di kamar mandinya, pertama dia minta kita untuk menceriterakan
bagairnana kita sampai pada kesimpulan itu. Jika kemudian kita terangkan bahwa kita melihat
harimau itu dalam kamar mandi, baru kaum empiris akan mau mendengar laporan mengenai
pengalaman kita itu, namun dia hanya akan menerima hal tersebutjika dia atau orang lain dapat
memeriksa kebenaran yang kita ajukan, denganjalan melihat harimau itu dengan mata
kepalanya sendiri.
Dua aspek dan teori empiris terdapat dalam contoh di atas tadi. Pertama adalah
perbedaan antara yang mengetahui dan yang diketahui. Yang mengetahui adalah subyek dan
benda yang diketahui adalah obyek. Terdapat alam nyata yang terdiri dan fakta atau obyek
yang dapat ditangkap oleh seseorang. Kedua, kebenaran atau pengujian kebenaran dan fakta
atau obyek didasarkan kepada pengalaman manusia. Agar berarti bagi kaum empiris, maka
pernyataan tentang ada atau tidak adanya sesuatu haruslah memenuhi persyaratan pengujian
publik.

Contoh :

Salah satu contoh nya seperti “Bagaimana kita mengetahui garam itu asin?” Maka,
seseorang empirisme akan berpandangan bahwa garam itu asin karena memang dia
mengalaminya sendiri dengan merasakan atau mencicipi langsung garam tersebut dan
memperoleh pengalaman yang kita sebut “asin”. Dengan kata lain, dengan menggunakan alat
inderawi, kita akan memperoleh pengalaman yang menjadi pengetahuan kita kelak.

b. Jonh Locke (1673-1704)


Ia lahir tahun 1632 di Bristol Inggris dan wafat tahun 1704 di Oates Inggris. Ia juga ahli
politik, ilmu alam, dan kedokteran. Pemikiran John termuat dalam tiga buku pentingnya yaitu
essay concerning human understanding, terbit tahun 1600; letters on tolerantion terbit tahun
1689-1692; dan two treatises on government, terbit tahun 1690. Aliran ini muncul sebagai
reaksi terhadap aliran rasionalisme. Bila rasionalisme mengatakan bahwa kebenaran adalah
rasio, maka menurut empiris, dasarnya ialah pengalaman manusia yang diperoleh melalui
panca indera. Dengan ungkapan singkat Locke :
Segala sesuatu berasal dari pengalaman inderawi, bukan budi (otak). Otak tak lebih dari
sehelai kertas yang masih putih, baru melalui pengalamanlah kertas itu terisi. Dengan demikian
dia menyamakan pengalaman batiniah (yang bersumber dari akal budi) dengan pengalaman
lahiriah (yang bersumber dari empiri).

Pragmatisme
Menurut Kamus Ilmiah Populer, Pragmatisme adalah aliran filsafat yang menekankan
pengamatan penyelidikan dengan eksperimen (tindak percobaan), serta kebenaran yang
mempunyai akibat – akibat yang memuaskan. Sedangkan, definisi Pragmatisme lainnya
adalah hal mempergunakan segala sesuatu secara berguna.
Sedangkan menurut istilah adalah berasal dari bahasa Yunani “ Pragma” yang berarti
perbuatan ( action) atau tindakan (practice). Isme sendiri berarti ajaran atau paham. Dengan
demikian Pragmatisme itu berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikran itu menuruti
tindakan.
Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu, asal saja hanya membawa akibat praktis.
Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua bisa diterima sebagai kebenaran
dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang bermanfaat. Dengan
demikian, patokan pragmatisme adalah “manfaat bagi hidup praktis”. Pragmatisme
memandang bahwa kriteria kebenaran ajaran adalah “faedah” atau “manfaat”. Suatu teori
atau hipotesis dianggap oleh Pragmatisme benar apabila membawa suatu hasil. Dengan kata
lain, suatu teori itu benar kalau berfungsi (if it works).
Kata pragmatisme sering sekali diucapkan orang. Orang-orang menyebut kata ini
biasanya dalam pengertian praktis. Jika orang berkata, Rencana ini kurang pragmatis, maka
maksudnya ialah rancangan itu kurang praktis. Pengertian seperti itu tidak begitu jauh dari
pengertian pragmatisme yang sebenarnya, tetapi belum menggambarkan keseluruhan
pengertian pragmatisme.
Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran
sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.
Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep
atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi
terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh
masyarakat yang kedua.
Tokoh dan Karya :

Filosuf yang terkenal sebagai tokoh filsafat pragmatisme adalah William James dan John
Dewey.

1. William James (1842-1910 M)

William James lahir di New York pada tahun 1842 M, anak Henry James, Sr. ayahnya
adalah orang yang terkenal, berkebudayaan tinggi, pemikir yang kreatif. Selain kaya,
keluarganya memang dibekali dengan kemampuan intelektual yang tinggi. Keluarganya juga
menerapkan humanisme dalam kehidupan serta mengembangkannya. Ayah James rajin
mempelajari manusia dan agama. Pokoknya, kehidupan James penuh dengan masa belajar yang
dibarengi dengan usaha kreatif untyuk menjawab berbagai masalah yang berkenaan dengan
kehidupan.

Karya-karyanya antara lain, Tha Principles of Psychology (1890), Thee Will to Believe
(1897), The Varietes of Religious Experience (1902) dan Pragmatism (1907). Di dalam
bukunya The Meaning of Truth, Arti Kebenaran, James mengemukakan bahwa tiada kebenaran
yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan terlepas dari
segala akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap
benar dalam pengembangan itu senantiasa berubah, karena di dalam prakteknya apa yang kita
anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu, tidak ada
kebenaran mutlak, yang ada adalah kebenaran-kebenaran (artinya, dalam bentuk jamak) yaitu
apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus yang setiap kali dapat diubah oleh
poengalaman berikutnya.

Nilai pengalaman dalam pragmatisme tergantung pada akibatnya, kepada kerjanya artinya
tergantung keberhasilan dari perbuatan yang disiapkan oleh pertimbangan itu. Pertimbangan
itu benar jikalau bermanfaat bagi pelakunya, jika memperkaya hidup serta kemungkinan-
kemungkinan hidup.

Di dalam bukunya, The Varietes of Religious Experience atau keanekaragaman


pengalaman keagamaan, James mengemukakan bahwa gejala keagamaan itu berasal dari
kebutuhan-kebutuhan perorangan yang tidak disadari, yang mengungkapkan diri di dalam
kesadaran dengan cara yang berlainan. Barangkali di dalam bawah sadar kita, kita menjumpai
suatu relitas cosmis yang lebih tinggi tetapi hanya sebuah kemungkinan saja. Sebab tiada
sesuatu yang dapat meneguhkan hal itu secara mutlak. Bagi orang perorangan, kepercayaan
terhadap suatu realitas cosmis yang lebih tinggi merupakan nilai subjektif yang relatif,
sepanjang kepercayaan itu memberikan kepercayaan penghiburan rohani, penguatan
keberanian hidup, perasaan damain keamanan dan kasih kepada sesama dan lain-lain.

James membawakan pragmatisme. Isme ini diturunkan kepada Dewey yang


mempraktekkannya dalam pendidikan. Pendidikan menghasilkan orang Amerika sekarang.
Dengan kata lain, orang yang paling bertanggung jawab terhadap generasi Amerika sekarang
adalah William James dan John Dewey. Apa yang paling merusak dari filsafat mereka itu? Satu
saja yang kita sebut: Pandangan bahwa tidak ada hukum moral umum, tidak ada kebenaran
umum, semua kebenaran belum final. Ini berakibat subyektivisme, individualisme, dan dua ini
saja sudah cukup untuk mengguncangkan kehidupan, mengancam kemanusiaan, bahkan
manusianya itu sendiri.

2. John Dewey (1859-1952 M)

Sekalipun Dewey bekerja terlepas dari William James, namun menghasilkan pemikiran
yang menampakkan persamaan dengan gagasan James. Dewey adalah seorang yang pragmatis.
Menurutnya, filsafat bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia serta lingkungannya
atau mengatur kehidupan manusia serta aktifitasnnya untuk memenuhi kebutuhan manusiawi.

Sebagai pengikut pragmatisme, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat adalah
memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-
pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya.
Dewey lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah instrumentalisme. Pengalaman adalah
salah satu kunci dalam filsafat instrumentalisme. Oleh karena itu filsafat harus berpijak pada
pengalaman dan mengolahnya secara aktif-kritis. Dengan demikian, filsafat akan dapat
menyusun sistem norma-norma dan nilai-nilai.

Instrumentalisme ialah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari
konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan, penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya
yang bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu
dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu berfungsi dala penemuan-
penemuan yang berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-konsekuensi di masa
depan.

Menurut Dewey, kita ini hidup dalam dunia yang belum selesai penciptaannya. Sikap
Dewey dapat dipahami dengan sebaik-baiknya dengan meneliti tiga aspek dari yang kita
namakan instrumentalisme. Pertama, kata “temporalisme” yang berarti bahwa ada gerak dan
kemajuan nyata dalam waktu. Kedua, kata futurisme, mendorong kita untuk melihat hari esok
dan tidak pada hari kemarin. Ketiga, milionarisme, berarti bahwa dunia dapat diubah lebih baik
dengan tenaga kita. Pandangan ini dianut oleh William James.

Contoh Pragmatis :

1. Pahami Bahwa Tidak Semua Orang Bisa Mengerti


Perlu untuk anda ketahui, kemauan humor tiap orang sangatlah beragam. Apabila anda
mendapatkan tatapan kebingungan, maka anda bersikap sopan saja dan catatkan rasa malu apa
pun untuk nantinya digunakan komedi.

2. Jadilah Sadar Diri

Dalam hal ini maksudnya, anda sadari bahasa tubuh anda pada setiap saat. Hal ini untuk
menganalisis bahasa tubuh bisa menjadi berguna. Anda bisa mengetahui cara menampilkan
diri anda sendiri.
Tugas Surat Einsten
KOMPAS.com - Tanggal 2 Agustus 1939, Albert Einstein menulis surat kepada Presiden
Amerika Serikat saat itu, Franklin D Roosevelt.

Surat yang berisi dorongan untuk meneliti atom itu kemudian berperan besar dalam
mengubah dunia sekaligus kehidupan Einstein.

Penulisan surat yang diawali Einstein dengan "dorongan" untuk menyelamatkan dunia dari
ancaman Jerman yang juga punya perhatian pada riset atom itu pada akhirnya justru memicu
kerusakan besar akibat Amerika Serikat yang mengebom Jepang.

Sejarah surat tersebut diawali dari rangkaian penemuan yang dipublikasikan di jurnal
terkemuka Die Naturwissenschaften dan Nature pada tahun 1939.

Publikasi sejumlah fisikawan di kedua jurnal itu menyita perhatian para ilmuwan karena
mengungkap soal reaksi uranium dan potensinya dalam pembangkitan energi.

Para ilmuwan menyadari, penemuan tersebut bisa menjadi pedang bermata dua. Reaksi inti
berantai dengan uranium bisa membangkitkan listrik efektif tetapi di sisi lain bisa pula
menjadi dasar pengembangan bom atom.

Leo Szilard dan Enrico Fermi, fisikawan terkemuka saat itu, menyadari bahwa sejumlah
ilmuwan Jerman juga meneliti soal atom dan uranium.

Hal itu menjadi perhatian sebab saat itu Jerman berada di bawah kekuasaan Hitler. Sangat
mungkin Jerman mengembangkan bom atom dan menggunakannya untuk menyerang bangsa
lain.

Szilard yang juga rekan Einstein semasa tinggal di Jerman merasa harus mendorong orang di
balik Teori Relativitas itu untuk bertindak.

Einstein diminta mengirim surat ke Presiden Roosevelt. Kala itu, para ilmuwan menilai
bahwa keterlibatan Amerika Serikat pada penelitian nuklir masih sedikit.

Ketika diberitahu tentang potensi pengembangan bom atom dari uranium, Einstein
mengatakan pada Szilard, "Bahkan saya tak memikirkannya."

Setelah berdiskusi, Einstein kemudian menyetujui pengiriman surat pada Roosevelt. Szilard
dan Einstein menyusun naskah surat pada 2 Agustus 1939, tepat 47 tahun yang lalu.

Surat dikirimkan pada 9 Agustus 1939. Roosevelt membalas dengan berterima kasih dan
menyatakan bahwa dirinya akan menginvestigasi kemungkinan penyalahgunaan uranium.
Einstein kemudian mengirimkan dua surat lagi pada 7 Maret 1940 dan 25 April 1940.
Rangkaian surat itu kemudian mendasari awal penelitian Amerika Serikat soal bom atom.

Awalnya, penelitian tak fokus pada pengembangan skala besar bom atom itu sendiri. Barulah
pada tahun 1942, pengembangan dilakukan oleh United States Army Corps of Engineers atas
perintah Roosevelt lewat program "Manhattan Project". Einstein sendiri tak pernah terlibat
langsung proyek itu.

Jerman yang awalnya diwaspadai ternyata gagal mengembangkan bom atom. Justru Amerika
Serikat-lah yang akhirnya berhasil.

Punya pengalaman buruk dengan Jepang atas serangan di Pearl Harbor pada 7 Desember
1941, Amerika Serikat merancang serangan balik.

Amerika Serikat kemudian menjatuhkan bom atom ke Hiroshima dan Nagasaki pada 6 dan 9
Agustus 1945. Serangan yang meluluhlantakkan Jepang itu mengubah peta kekuatan dunia.

Bagi Indonesia, serangan itulah yang kemudian memicu sejumlah pemuda mendorong
proklamasi kemerdekaan. Jepang sudah kalah.

Menyadari kenyataan tersebut, Einstein sangat menyesal. Dalam wawancaranya


dengan Newsweek pada tahun 1947, Einstein mengatakan, "Kalau saya tahu Jerman akan
gagal mengembangkan bom atom, saya tak akan melakukan apa-apa."

Surat Einstein memberi gambaran akan dua sisi teknologi, memicu perkembangan sekaligus
menghancurkan.

Kini, manusia mengembangkan sejumlah teknologi mulai internet, penyuntingan gen,


kecerdasan artifisial, dan lainnya.

Sungguh pengembangan teknologi perlu dibarengi dengan pengembangan etika dalam


penelitian maupun penggunaannya.

Вам также может понравиться