Вы находитесь на странице: 1из 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah perdagangan manusia (Human Trafficking) bukan lagi hal yang


baru, tetapi sudah menjadi masalah nasional dan internasional yang berlarut-larut,
yang sampai saat ini belum dapat diatasi secara tepat, baik oleh pemerintah setiap
Negara, maupun oleh organisasi-organisasi internasional yang berwenang dalam
menangani masalah perdagangan manusia tersebut. Perdagangan manusia (human
trafficking ) berkaitan erat dengan hubungan antar negara, karena perdagangan
tersebut biasanya dilakukan di daerah perbatasan negara dan modus operasi yang
dilakukan adalah pengiriman ke berbagai negara penerima seperti Malaysia dan
Singapura. Lemahnya penjagaan dan keamanan daerah perbatasan menjadikan
faktor utama perdagangan manusia, sehingga dengan mudah seseorang dapat
melakukan transaksi perdagangan tersebut. Indonesia adalah negara di kawasan
ASEAN yang letaknya strategis dan merupakan negara yang 2/3 daerahnya
merupakan lautan. Di sebelah barat Indonesia berbatasan dengan Samudera
Hindia, sebelah timur berbatasan dengan Papua New Guinea, sebelah utara
berbatasan dengan Laut Cina Selatan, Singapura, Malaysia, dan Filipina, serta
sebelah Selatan berbatasan dengan Australia. Dari penjelasan tersebut, dapat kita
ketahui bahwa Indonesia merupakan sebuah negara yang mempunyai
banyak daerah yang langsung berbatasan dengan negara lain. Banyaknya negara
yang berbatasan langsung dengan Indonesia ini memiliki banyak keuntungan dan
kerugian yang didapatkan dari daerah perbatasan tersebut. Seperti salah satu isu
yang menjadi isu nasional maupun internasional untuk sekitar daerah perbatasan
adalah perdagangan manusia (human trafficking) yaitu perdagangan manusia
terutama pada perempuan dan anak-anak, baik di dalam negeri maupun di luar
negeri. Namun pada makalah kami kali ini kami lebih focus membahas masalah

1
perdagangan anak (child Trafficking). Semakin maraknya kasus perdagangan
anak yang terjadi di berbagai berbagai negara mengharuskan dunia menberikan
perhatian serius untuk mengatasi masalah ini. Untuk menangani masalah ini, PBB
telah membentuk sebuah organisasi yang yang berwenang menangani masalah
perdagangan anak , yakni UNICEF (United Nations Children’s Fund). Upaya
UNICEF dalam menangani kasus child trafficking telah dilakukan sejak dulu,
namun sampai saat ini kasus child trafficking di beberapa Negara justru semakin
meningkat, , misalnya Indonesia. Perdagangan anak adalah permasalahan yang
harus segera ditangani bukan hanya pada permukaannya saja, tetapi
penanganannya harus tuntas sampai kepada akarnya. Anak-anak diperdagangkan
dengan berbagai tujuan, banyak dari mereka yang berada pada kondisi yang mirip
dengan perbudakan dimana anak tersebut tidak diberikan kebebasan oleh
pemiliknya. Pengetahuan tentang perdagangan anak di Indonesia masih terbatas.
Namun demikian ada indikasi kuat bahwa hal tersebut menjadi perhatian
utama, tidak hanya menyangkut perdagangan didalam batas negara saja tetapi
juga ada yang diperdagangkan antar negara. Orang tua, keluarga dan masyarakat
bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara hak anak sesuai kewajiban
yang dibebankan oleh hukum. Demikian juga dalam rangka penyelenggaraan
perlindungan anak, negara bertanggung jawab menyediakan fasilitas dan
aksesbilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan
perkembangannya secara optimal dan terarah baik fisik, mental, spiritual maupun
sosial yang dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak
sebagai penerus bangsa. Indonesia telah mengambil kebijakan untuk meniadakan
perdagangan anak, namun implementasi kebijakan tersebut masih dirasa kurang
dan memang belum secara maksimal dalam mencegah masalah perdagangan anak
ini.

2
B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Trafficking?


2. Faktor faktor apa saja yang menjadi pendorong terjadinya kejahatan
Trafficking ?
3. Bagaimana karakteristik anak anak yang rentan diperdagangkan ?
4. Bagaimana betuk perdagangan manusia yang sering terjadi pada
perempuan dan anak ?
5. Apa dampak / pengaruh dari Trafficking
6. Apasaja pencegahan yang bisa dilakukan dalam menangani Trafficking ?
7. Bagaimana upaya pemerintah Indonesia dalam menangani masalah child
Trafficking yang terjadi di Indonesia ?

C. Tujuan Penulisan

1. Dapat mengetahui dan memahami apa itu Trafficking


2. Dapat mengetahui faktor faktor yang menjadi pendorong terjadinya
kejahatan child Trafficking
3. Dapat memahami karakteristik seperti apakah anak anak yang rentan
diperdagangkan
4. Dapat mengetahui dan memahamibentuk perdagangan manusia yang
sering terjadi pada perempuan dan anak
5. Dapat mengetahui dampak / pengaruh Trafficking
6. Dapat mengetahui pencegahan yang harus dilakukan dalam menangani
Trafficking
7. Dapat mengetahui upaya pemerintah Indonesia dalam menangani
masalah child Trafficking yang terjadi

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Pengertian Trafficking

Trafficking merupakan suatu bentuk kejahatan kemanusiaan yang sangat


kompleks. Trafficking tidak lagi sekedar praktik kebudakan manusia oleh
manusia sebagaimana telah terjadi pada masa lalu, melainkan prosesnya
dilakukan dengan kekerasan fisik, mental, seksual, penindasan, social, dan
ekonomi dengan modus yang sangat beragam, mulai dengan cara yang halus
seperti bujukan dan penipuan sampai dengan cara yang kasar seperti paksaan dan
perampasan (Wyatt,2009).

Perdagangan anak adalah Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan,


atau penerimaan seseorang, dengan ancaman, atau penggunaan kekerasan, atau
bentuk- bentuk pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan,
penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, memberi atau menerima bayaran
atau manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yang mempunyai wewenang atas
orang lain, untuk tujuan eksploitasi. (PBB dan ODCCP Office for Drug Control
and Crime Prevention). Human Trafficking Istilah dalam perdagangan manusia
ini dapat diartikan sebagai “rekrutmen, transportasi, pemindahan, penyembunyian
atau penerimaan seseorang dengan ancaman atau penggunaan kekerasan,
penculikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan
ataupun menerima atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh
persetujuan dari orang yang memegang kendali atas oranglain tersebut, untuk
kepentingan eksploitasi yang secara minimal termasuk eksploitasi lewat prostitusi
atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa,
perbudakan atau praktek- praktek lain yang serupa dengan
perbudakan, penghambaan atau pengambilan organ-organ tubuh.”(Sumber: Pasal
3, Protokol untuk Mencegah, Menekan dan Menghukum Perdagangan Manusia,

4
terutama Perempuan dan Anak, sebagai Tambahan terhadap Konvensi PBB
menentang Kejahatan Terorganisir Transnasional, 2000)

2.2. Faktor-faktor pendorong terjadinya Trafficking

a. Kemiskinan (Permasalahan Ekonomi). Semenjak terjadinya krisis


ekonomi mulai tahun 1997, semuanya berdampak kepada seluruh elemen
masyarakat. Perekonomian semakin sulit, semakin banyak rakyat yang
tidak mampu untuk membiayai keluarganya khususnya anaknya. Mulai
dari biaya pendidikan, hingga biaya kehidupan sehari-hari. Himpitan
perekonomian itu membuat keluarga khususnya orangtua semakin mudah
terbujuk rayu oleh agen atau pelaku perdagangan anak dengan iming-
iming serta janji palsu akan pekerjaan yang dapat membuat hidup lebih
baik lagi dengan gaji yang besar. Ketidakjelasan akan pekerjaan juga
membuat orang menjadi pasrah dalam menerima pekerjaan
untuk dipekerjakan sebagai apa saja dan hal ini yang membuat para pelaku
menargetkan anak sebagai korban.
b. Kurangnya Pendidikan dan Informasi Pendidikan yang memadai tentunya
akan sangat membantu masyarakat agar tidak terjebak dalam kasus
perdagangan anak. Kekurangtahuan akan informasi mengenai
perdagangan anak membuat orang-orang lebih mudah untuk terjebak
menjadi korban perdagangan anak khususnya di pedesaan dan terkadang
tanpa disadari pelaku perdagangan anak tidak menyadari bahwa ia sudah
melanggar hukum. Para korban perdagangan biasanya susah untuk
mencari bantuan dinegara dimana mereka dijual karena mereka tidak
memiliki kemampuan unutuk menggnakan bahasa dinegara tersebut.
c. Kurangnya Kepedulian Orang Tua. Tidak jarang ditemukan orang tua
yang kurang peduli untuk membuat akta kelahiran
sang anaknya dengan berbagai alasan. Orang tanpa tanda pengenal yang
memadai lebih mudah menjadi korban trafficking karena usia dan
kewarganegaraan mereka tidak terdokumentasi. Sehingga pelaku dapat

5
melakukan aksinya tanpa khawatir identitas korban tidak mudah terlacak.
Anak- anak korban trafficking misalnya, lebih mudah diwalikan ke orang
dewasa manapun yang memintanya.

2.3. Karakteristik anak- anak yang rentan diperdagangkan

Perdagangan anak adalah suatu permasalahan yang berdampak pada negara


diseluruh dunia. Pada umumnya alur perdagangan adalah dari megara-negara
yang kurang berkembang menuju negara-negara industri, termasuk amerika
serikat atau menuju negara-negara tetangga yang secara marjinal mempunyai
standard hidup yang lebih baik.

Adapun karakteristik anak-anak yang rentan di perdagangkan, meliputi:

1. Anak yang memiliki permasalahan di sekolah (Drop Out)


2. Anak yang mengalami kekerasan di rumah atau lingkungan
3. Anak yang merasa bosan hidup di desa
4. Anak yang berfikiran hidup di kota lebih baik dari hidup di desa
5. Masih berusia muda
6. Anak yang berjenis kelamin perempuan lebih rentan
7. Anak yang tidak memiliki akte kelahiran
8. Anak yang konsep dirinya rendah
9. Anak yang menjadi korban gaya hidup konsumerisme

2.4. Beberapa bentuk perdagangan manusia yang terjadi pada perempuan


dan anak

a. Kerja paksa seks dan ekploitasi Seks – baik diluar maupun di dalam negeri.
Dalam banyak kasus, perempuan dan anak-anak dijanjikan bekerja sebagai
buruh migran, PRT, pekerja restoran, penjaga toko, atau pekerjaan tanpa

6
keahlian tetapi kemudian dipaksa bekerja pada industri seks saat mereka tiba di
daerah tujuan. Kasus lain menyebutkan, beberapa perempuan tahu bahwa
mereka akan memasuki industri seks tetapi mereka ditipu dengan kondisi kerja
dan mereka dikekang dibawah paksaan dan tidak diperbolehkan menolak
bekerja.

b. Pembantu Rumah Tangga (PRT). Baik diluar maupun didalam negeri, anak
yang diperdagangkan ke dalam kondisi kerja yang sewenang-wenang termasuk
jam kerja wajib yang sangat panjang, penyekapan illegal, upah yang tidak dibayar
atau dikurangi, kerja karena jeratan utang, penyiksaan fisik ataupun psikoligis,
penyerangan seksual, tidak diberi makan atau kurang makanan, dan tidak boleh
menjalankan agamanya atau diperintah untuk melanggar agamanya. Beberapa
majikan dan agen menyita paspor dan dokumen lain untuk memastiklan para
pembantu tersebut tidak mencoba melarikan diri.

c. Bentuk lain dari kerja migran . Baik diluar maupun dalam negeri, meskipun
banyak orang Indonensia yang bermigrasi sebagai PRT , yang lainnya dijanjikan
mendapatkan pekerjaan yang tidak memerlukan keahlian dipabrik, restoran,
industri cottage, atau toko kecil. Beberapa dari buruh migran ini ditarik kedalam
kondisi kerja yang sewenang- wenang dan berbahaya dengan bayaran sedikit atau
bahkan tidak dibayar sama sekali. Banyak juga yang dijebak ketempat kerja
seperti melalui jeratan utang, paksaan atau kekerasan.

d. Pengedar Narkoba. Dunia saat ini sudah diserang virus berbahaya yang
namanya narkoba. Narkoba sudah mengglobal di seluruh dunia dan sulit untuk
dicegah penyebarannya mulai dari kota besar sampai kepelosok desa. karena
secara materi hasil dari penjualan narkoba sangat fantastis dibanding dengan
pekerjaan atau bisnis apapun. Inilah salah satu yang menyebabkan orang-orang
terjun kelingkungan mafia, karena satu sisi hasilnya sangat menggiurkan dan
disisi lain ia sulit menemukan pekerjaan yang layak dengan penghasilan besar
walaupun resikonya juga sangat besar. Kemudian juga dimanfaatkan oleh bandar-
bandar narkoba untuk mengedarkan pil setannya juga menjadi penggunanya.

7
Misalnya banyak kasus dalam tayangan berita di mana muda mudi tertangkap
menyeludupkan narkoba termasuk heroin atau ganja tertangkap polisi. Mereka
sangat sulit sekali untuk membuka siapa yang ada dibalik mereka, karena
biasanya mereka sudah diikat dengan perjanjian untuk tidak membuka dan
kadangkala mereka sendiri tidak tau siapa pihak pertama atau pemilik barang
haram tersebut. Akhirnya merekalah yang harus menerima resikonya sementara
bandar narkobanya bebas melenggang. Pekerjaan lain yang juga menjadi penyakit
adalah adanya sindikat bagi para pengemis. Banyak perempuan-perempuan di
lampu merah yang bahkan menggendong anak kecil dengan penampilan yang
amat sangat tidak layak untuk masa sekarang ini yang serba modern berburu
kepingan rupiah dari mereka-mereka yang punya rasa iba. Ternyata banyak
diantara mereka yang dikordinir dan ditempatkan ditempat-tempat yang sudah
ditentukan. Untuk mengatasi masalah ini, dibutuhkan kerja keras dari semua
pihak dengan sungguh-sungguh dan bukan penyelesaian yang hanya bersifat
formalitas belaka. Memang sudah ada upaya dari Dinas Sosial tapi ini mungkin
baru sedikit karena buktinya semakin hari perempuan yang mengemis di jalanan
makin banyak.

e. Donor Paksa Organ Tubuh Perdagangan organ tubuh manusia kini semakin
merajalela seiring dengan kemajuan teknologi dibidang kedokteran, misalnya saja
teknologi cangkok jantung, ini biasanya dipesan untuk mereka para penderita
jantung yang berkantong tebal dan “turis cangkok” sebutan untuk para pasien
yang datang ke negara-negara miskin untuk membeli organ tubuh orang-orang
miskin. Di Indonesia, modus penjualan organ tubuh ini beranika ragam, ada yang
menjual karena terdesak kebutuhan ekonomi, misalnya yang dilakukan seorang
ibu demi memenuhi biaya hidup, pendidikan bahkan untuk pengobatan penyakit
anaknya ia rela menjual organ ginjalnya atau juga yang dilakukan dengan cara
menipu sang donor. Bahkan ditengarai ada kasus pembubuhan dengan tujuan
mengambil organ tubuh korban kemudian dijual.

8
2.5. Dampak/ Pengaruh Trafficking Human

Berdasarkan perspektif historis, startegi dan tahapan, serta faktor penyebab


human trafficking, maka hal tersebut menempatkan perempuan korban trafficking
dalam situasi yang beresiko tinggi yang berdampak terhadap fisik, psikis maupun
kehidupan sosial perempuan korban trafficking sebagaimana yang digambarkan
Course Instruction (2011: 13, 14) sebagai berikut :

1. Dampak Psikologi dan Kesehatan

Mental Menurut Williamson et al. (2010: 2), perempuan korban


trafficking sering mengalami, menyaksikan, atau dihadapkan dengan suatu
peristiwa atau kejadian yang melibatkan cedera aktual atau terancam
kematian yang serius, atau ancaman terhadap integritas fisik diri sendiri
atau orang lain" dan tanggapan mereka terhadap peristiwa ini sering
melibatkan "rasa takut yang sangat, dan ketidakberdayaan, sebagai reaksi
umum dari post traumatic stress disorder (PTSD). Pengalaman traumatis
dan ketakutan dialami perempuan korban trafficking sejak awal mereka
ditangkap secara paksa, mengalami penyekapan di daerah transit sebelum
dikirim ke tempat tujuan untuk dijual dan di eksploitasi (American
Association, 2005: 467). Setelah datang ke tempat tujuan, perempuan
korban trafficking terisolasi secara sosial, yang ditempatkan dalam
kurungan, dan kekurangan makanan. Semua milik pribadi dilucuti dari
mereka, surat identitas, paspor, visa, dan dokumen lainnya (Course
Instruction, 2011:1). Korban mengalami banyak gejala psikologis yang
dihasilkan dari kekerasan mental sehari-hari dan penyiksaan. Ini termasuk
depresi, stres yang berhubungan dengan gangguan, disorientasi,
kebingungan, fobia, dan ketakutan. Korban shock, mengalami penolakan,
ketidakpercayaan, tentang situasi mereka saat itu, perasaan tidak berdaya
dan malu (Stotts & Ramey, 2009:10). Rasa takut yang terus-menerus
untuk keamanan pribadi mereka dan keselamatan keluarga mereka,
ancaman deportasi akhirnya berkembang menjadi rasa kehilangan dan

9
tidak berdaya. Hal ini tidak mengherankan bahwa depresi, kecemasan, dan
post traumatic stress disorder (PTSD) adalah gejala yang umum dialami
oleh para korban yang diperdagangkan. Para perempuan korban
trafficking seringkali mengalami kondisi yang kejam yang mengakibatkan
trauma fisik, seksual dan psikologis. Kegelisahan, insomnia, depresi dan
post traumatic stress disorder menggambarkan standar evaluasi atau
penilaian yang mengecewakan nilai diri dengan memandang rendah diri
sendiri (Taylor, 2012:1). Para perempuan korban trafficking seringkali
kehilangan kesempatan penting untuk mengalami perkembangan sosial,
moral, dan spiritual. Hilang harapan tanpa tujuan hidup yang jelas, suram
dan gelap masa depan.

1) Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).

PTSD merupakan suatu pengalaman individu yang mengalami peristiwa


traumatik yang menyebabkan gangguan pada integritas diri individu dan
sehingga individu mengalami ketakutan, ketidakberdayaan dan trauma
tersendiri (Townsend M.C., 2009). Individu dengan Post Traumatic Stress
Disorder (PTSD) sering menyebabkan peningkatan keadaan siaga yang
berlebihan, seperti insomnia, waspada berlebihan dan iritabilitas terhadap
lingkungan yang berbahaya. Peningkatan ansietas dapat menyebabkan
perilaku agresif atau perilaku menciderai (Fontaine, 2009).

Berdasarkan penelitian Rose (2002) ada 3 tipe gejala yang sering terjadi
pada PTSD, yaitu:

a. Pengulangan pengalaman trauma, ditunjukkan dengan selalu teringat


akan peristiwa yang menyedihkan yang telah dialami itu, flashback
(merasa seolah-olah peristiwa yang menyedihkan terulang kembali),
nightmares (mimpi buruk tentang kejadian-kejadian yang membuatnya
sedih), reaksi emosional dan fisik yang berlebihan karena dipicu oleh
kenangan akan peristiwa yang menyedihkan.

10
b. Penghindaran dan emosional yang dangkal, ditunjukkan dengan
menghindari aktivitas, tempat, berpikir, merasakan, atau percakapan yang
berhubungan dengan trauma. Selain itu juga kehilangan minat terhadap
semua hal, perasaan terasing dari orang lain, dan emosi yang dangkal.

c. Sensitifitas yang meningkat, ditunjukkan dengan susah tidur, mudah


marah / tidak dapat mengendalikan marah, susah konsentrasi,
kewaspadaan yang berlebih, respon yang berlebihan atas segala sesuatu.

2). Kecemasan.

Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan


terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan
perasaan tidak menentu dan tidak berdaya (Videbeck, 2008). Satu studi
melaporkan bahwa orang yang selamat dari trafficker mengalami
kecemasan dengan gejala kegugupan (95%), panik (61%), merasa tertekan
(95%) dan keputusasaan tentang masa depan (76%) (Bradley, 2005).

3) Ketidakberdayaan

Ketidakberdayaan adalah persepsi yang menggambarkan perilaku


seseorang yang tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap hasil,
suatu keadaan dimana individu kurang dapat mengendalikan kondisi
tertentu atau kegiatan yang baru dirasakan. Secara kognitif korban
umumnya kurang konsentrasi, ambivalensi, kebingungan, fokus
menyempit / preokupasi, misinterpretasi, bloking, berkurangnya
kreatifitas, pandangan suram, pesimis, sulit untuk membuat keputusan,
mimpi buruk, produktivitas menurun, pelupa. Afek korban terkadang
tampak sedih, bingung, gelisah, apatis / pasif, kesepian, rasa tidak
berharga, penyangkalan perasaan, kesal, khawatir, perasaan gagal. Korban
sering semakin sering mengeluh kelemahan, pusing, kelelahan, keletihan,
sakit kepala, perubahan siklus haid. Keluarga mungkin melaporkan
perubahantingkat aktivitas pada korban, mudah tersinggung, kurang

11
spontanitas, sangat tergantung, mudah menangis. Kecenderungan untuk
isolasi, partisipasi sosial berkurang pada tingkat lanjut mungkin akan
tampak pada korban (Rahmalia, 2010)

2. Dampak Sosial

Secara sosial para perempuan korban trafficking teralenasi, karena sejak


awal direkrut, diangkut atau ditangkap oleh jaringan trafficker mereka
sudah disekap, diisolir agar tidak berhubungan dengan dunia luar atau
siapapun sampai mereka tiba ditempat tujuan. Eksploitasi seksual yang di
alami para korban ditempat pekerjaan membatasi mereka untuk bertemu
dengan orang lain (Course Instructions, 2011: 3, 4), kecuali harus
melayani nafsu bejat para tamu (lelaki hidung belang). Para korban
semestinya memandang dunia dan masa depan dengan mata bersinar,
hidup aman tentram bersama perlindungan dan kasih sayang keluarganya,
tiba-tiba harus tercabut masuk ke dalam situasi yang eksploitatif dan
kejam, menjadi korban sindikat trafficking.

Konsekuensi sosial tersebut sebagai salah satu dampak yang banyak


dialami oleh perempuan. Korban trafficking. Korban mengalami isolasi
sosial, yang berfungsi sebagai strategi untuk perbudakan dan eksploitasi
seksual. Sementara diperbudak, para korban terutama anak-anak biasanya
kehilangan kesempatan pendidikan dan sosialisasi dengan teman
sebayanya (Stotts & Ramey, 2009: 10). Karena trafficking perempuan
tampaknya mengorbankan seluruh masyarakat, anak dan wanita, isolasi
sosial merupakan upaya untuk mencegah mereka mendapatkan pendidikan
dan meningkatkan kerentanan masa depan mereka untuk diperdagangkan.
Menurut Chatterjee et al. (Wickham, 2009: 12, 13), persoalan sosial yang
sangat tragis dan semakin meningkatkan stress dan depresi para korban
adalah ketika keluarga dan masyarakat menolak untuk menerima mereka
kembali. Selain itu, para pria sering melihat perempuan korban trafficking
sebagai orang yang kotor, telah ternodai dan karena itu menolak untuk

12
menikahi mereka. Diskriminasi terhadap para perempuan korban
trafficking terjadi dalam berbagai sector dan berbagai bentuk. Kenyataan
ini telah menggugah rasa kemanusiaan dari berbagai pihak untuk terus
berjuang agar nilai-nilai kemanusiaan seperti keadilan, kesederajatan, bisa
diwujudkan. Jadi dampak sosial yang dimaksud adalah isolasi sosial,
penolakan dari keluarga & masyarakat mengakibatkan perempuan korban
trafficking kehilangan makna dan tujuan hidup serta penghargaan atas
dirinya.

3. Dampak Kesehatan Fisik

Secara fisik, cedra aktual para perempuan korban trafficking terjadi,


karena mereka mengalami kekerasan fisik dan seksual. Mereka seringkali
terpaksa harus tinggal di lingkungan yang tidak manusiawi dan bekerja
dalam kondisi berbahaya. Mereka tidak memiliki gizi yang cukup dan
dikenakan penyiksaan secara brutal pada fisik dan psikis, apabila mereka
tidakmemberikan pelayanan seksual yang diinginkan pelanggan (“lelaki
hidung belang”) atau karena penolakan para korban terhadap eksploitasi
seksual. Korban sering tidak memiliki akses ke perawatan medis yang
memadai dan tinggal dilingkungan yang najis dan tidak layak (Stotts &
Ramey, 2009: 10). Perawatan kesehatan dan pencegahan penyakit seksual
menular terhadap para korban hampir tidak ada, dan kesehatan biasanya
diabaikan sampai mereka semakin terpuruk menderita penyakit HIV /
AIDS, sipilis, gonorea dan penyakit seksual menular lainnya. Para
perempuan korban trafficking dirugikan dengan berbagai metode yang
digunakan traffickers untuk "kondisi" mereka, termasuk pemerkosaan,
pemerkosaan geng, ancaman untuk menyakiti korban atau keluarga
korban, kronis pada pendengaran, dan kardiovaskular atau masalah
pernapasan yang disebabkan oleh penyiksaan, trans-seksual dan memaksa
penggunaan narkoba. Luka fisik termasuk hal-hal seperti patah tulang,
gegar otak, luka bakar, dan vagina atau dubur robek. Kehamilan korban
yang tidak diinginkan akibat pemerkosaan atau prostitusi. Infertility

13
sebagai akibat infeksi kronis menular seksual yang tidak diobati atau gagal
atau melakukan aborsi tradisional bukan oleh para medis dan tanpa
perawatan medis. Belum lagi penyakit yang tidak terdeteksi atau tidak
diobati, seperti diabetes atau kanker, sebagai ancaman masa depan para
korban (Stotts & Ramey, 2009: 11). Penyalahgunaan zat (obat-obatan
terlarang) sebagai sarana untuk mengatasi situasi depresi korban sekaligus
sebagai strategi traffickers menundukkan korban untuk melakukan
eksploitasi seksual. Jadi dampak kesehatan fisik yang dimaksud adalah
cedera aktual & ancaman terhadap integritas diri para korban yang
mengalami kekerasan fisik dan seksual. Penderitaan secara fisik yang
dialami para perempuan korban trafficking, menciptakan citra diri negatif,
konsep diri para korban semakin terpuruk, kehilangan makna hidup,
harkat dan martabat para korban menjadi hancur.

2.6. Pencegahan yang harus dilakukan dalam menangani “Trafficking”

a) Memperbaiki kualitas pendidikan dari tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah


Menegah Atas untuk memperluas angka partisipasi anak laki-laki dan
anak perempuan di dua kecamatan

b) Mendukung keberlanjutan pendidikan dasar untuk anak perempuan setelah


lulus sekolah dasar

c) Menyediakan pelatihan keterampilan dasar untuk memfasilitasi kenaikan


penghasilan

d) Menyediakan pelatihan kewirausahaan dan akses ke kredit keuangan untuk


memfasilitasi usaha sendiri

14
e) Merubah sikap dan pola fikir keluarga dan masyarakat terhadap trafiking anak.
Inti program ini mencegah anak-anak perempuan dilacurkan dengan
mengupayakan:

a. Peningkatan partisipasi pendidikan anak-anak baik formal maupun non formal

b. Pemberian peluang kerja

c. Penyadaran masyarakat untuk mencegah perdagangan anak untuk pelacuran.


Mengadakan program yang menggunakan basis masyarakat dengan cara
dilakukan di tengah-tengah masyarakat.

Kegiatan-kegiatan program yang dimaksud adalah:

1. Sanggar belajar dan tempat pendampingan bagi anak dan masyarakat

2. Catch-up Education (CE), yaitu kegiatan persiapan masuk kembali sekolah


bagi anak-anak yang telah putus sekolah maupun mereka yang rawan putus
sekolah, baik di SD maupun SLTP. Kegiatan ini berlangsung dalam dua bulan
sebanyak 24 sesi pada bulan Mei dan Juni menjelang tahun ajaran baru

3. Program beasiswa untuk anak-anak

4. Perpustakaan Keliling juga untuk meningkatkan minat baca anak menyediakan


buku-buku pelajaran dan bacaan untuk anak-anak SD dan SLTP

5. Pelatihan keterampilan kerjaf) Pelatihan guru SD dan SLTP untuk


meningkatkan sensivitas dan responsivitas mereka terhadap masalah trafiking
dengan meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas mendidik
dan mengajar

6. Radio Komunitas yang bertujuan untuk menyebarluaskan informasi


pendidikan untuk penyadaran masyarakat.

15
2.7. Upaya pemerintah Indonesia dalam menangani masalah child
trafficking

Pemerintah Indonesia telah berusaha melakukan berbagai upaya untuk


menangani masalah child trafficking yang terjadi di Indonesia. Namun upaya-
upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia tidak menunjukan hasil
yang memuaskan, terbukti kasus child trafficking yang terjadi di Indonesia
bukannya menurun malah semakin meningkat.

Upaya tersebut dapat dilihat pada:

a. dibuatnya undang-undang yang relevan untuk memberikan perlindungan


kepada korban trafiking, UU No.37/1997 tentang Hubungan Luar Negeri :
Undang-undang ini dapat digunakan untuk melindungi orang Indonesia yang
tertrafik diluar negeri

b. undang-undang no 21. Tahun 2007, Tentang pemberantasan tindak pidana


perdagangan orang

c. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pun melarang


perdagangan anak. Dimana Tujuan dari perlindungan anak sendiri disebutkan
dalam Pasal 3 UU No. 23 Th 2002 : “Perlindungan anak bertujuan untuk
menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya
anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.”
Adapun ada penanggulangan lain yang dapat dilakukan untuk memecahkan
masalah trafficking yaitu :

1. Pemetaan masalah perdagangan orang Indonesia ,baik untuk tujuan domestik


maupun luar negeri

16
2. Peningkatan pendidikan masyarakat, khususnya pendidikan alternative bagi
anak-anak dan perempuan, termasuk dengan sarana dan prasarana
pendidikannya

3. Peningkatan pengetahuan masyarakat melalui pemberian informasi seluas-


luasnya tentang perdagangan orang beserta seluruh aspek yang terkait dengan
nya

4. Perlu di upayakan adanya jaminan aksesibilitas bagi keluarga khususnya


perempuan dan anak untuk memperoleh pendidikan, pelatihan, peningkatan
pendapatan dan pelayanan social

5. Pemerintah bersama LSM banyak mensosialisasikan undang-undang tindak


perdagangan orang ke masyarakat. Seringnya memberikan pencerahan
terhadap undang-undang tersebut ke masyarakat, maka kasus trafficking yang
melibatkan anak dibawah umur dan perempuan akan dapat dicegah

6. Masyarakat berperan serta membantu upaya pencegahan dan penanganan


korban tindak pidana perdagangan orang denngan aktif memberikan informasi
dan melaporkan jika ada kejadian kepada penegak hokum atau pihak
berwajib, atau turut serta dalam menangani korban. Sebagai pelapor, namanya
di lindungi dan di rahasiakan. Dalm hal ini pemerintah wajib membuka akses
selua-luasnya bagi peran serta masyarakat baik nasional maupun internasional
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Untuk mengektifkan
penyelenggaraan pencegahan dan pemberantasan tindakan pidana
perdagangan orang, pemerintah republic Indonesia wajib melaksanakan
kerjasama internasional, baik bersifat bilateral, regional,maupun multilateral.

17
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Kasus Human Trafficking


Artikel Perdagangan Manusia (Masih) Marak, Berbungkus Berbagai
Modus Suara Ibu Sulis terdengar geram ketika bercerita mengenai apa
yang terjadi pada salah satu putrinya, yang menjadi korban – dan pada
akhirnya penyintas – perdagangan orang pada akhir 2013. “Tidak bisa
saya bayangkan ketakutannya., Dia jauh dari rumah, bekerja untuk rumah
biadab itu. Dia melihat semuanya., Dia seperti jadi orang lain ketika saya
pertama kali mendengar suaranya (melalui telepon) setelah sekian lama
tidak berhubungan,” kata Ibu Sulis berapi-api. “Keluarga kami broken
home. Anak-anak melihat orangtua tidak akur. Mungkin itu yang
menyebabkan dia memutuskan pergi,” jelas Ibu Sulis yang berasal dari
Palopo, Sulawesi Selatan. “Anak saya mungkin frustasi dan tidak tahan
kondisi keluarga kami,” tegas ibu Sulis, 45 tahun. Bella yang lahir pada
tahun 1995, menurut ibunya, tergoda dengan imingiming gaji Rp 10 juta
per bulan sebagai SPG. Dia mendapat tawaran dari teman masa kecilnya
yang memang sudah lebih dulu bekerja di Dobo, kota kecil di Kepulauan
Aru di Maluku. Bersama dengan teman lama dan sahabatnya, Bella pergi
diam-diam meninggalkan desa dan merasa bahwa mencari nafkah sendiri
merupakan jawaban akan kegalauannya. Dari kampung mereka,
Rawamangun di Palopo, gadis-gadis sebaya ini berangkat ke Makassar.,
Menginap satu malam di sebuah hotel dan bertemu dengan calon pemberi
pekerjaan, yang ternyata adalah pemilik kelab malam. Lalu berangkat
dengan pesawat menuju Ambon pada keesokan harinya. Para pelaku
praktek perdagangan orang ini diduga menggunakan sistem sel yang
terputus-putus di satu daerah ke daerah lain., Hampir serupa dengan cara
sindikat narkoba beroperasi. Sehingga dari Ambon, gadis-gadis Palopo
ini bertemu dengan orang yang berbeda yang membawa mereka ke Pulau

18
Aru. Dan cerita sedih berkepanjangan dimulai ketika mereka
menginjakkan kaki di tempat kerja mereka. “Dia magang untuk 3 bulan
baru boleh dibawa keluar. Selama itu dia kerja melayani tamu, menemani
minum. Setiap hari dia disuruh memakai pakaian seminim mungkin dan
dipajang di ruang kaca. Bisa saya katakan separuh telanjang,” kata Ibu
Sulis menceritakan apa yang dia dengar dari anaknya. Bella dan teman-
temannya melihat perlakuan buruk kepada perempuan yang bekerja di
sana.; Bukan hanya dari para pelanggan tetapi juga pekerja laki-laki serta
pemilik tempat hiburan itu. “Mereka membuat perempuan menjadi
binatang. Menjerat dengan hutang yang jelas-jelas tidak akan sanggup
mereka bayar. Ada ibu-ibu yang sama sekali tidak bisa meninggalkan
tempat itu karena hutang banyak, anak banyak dan tidak jelas siapa saja
bapaknya.” “Bella juga melihat teman-temannya yang sakit atau hamil
dibawa pergi dari pulau dan tidak pernah kembali.” Cerita Bella hanyalah
satu dari ribuan kisah pilu perdagangan orang. Tersamarkan dengan
berbagai modus yang terus diperbaharui seiring dengan perkembangan
jaman untuk menjerat korbannya. Iming-iming gaji bulanan dengan
jumlah fantastis masih sering digunakan, tetapi para pemangsa mulai
menggunakan media sosial untuk menjerat targetnya. Dan sudah ada pula
kasus-kasus dimana korban dijerat melalui perjalanan umrah.

3.2 Asuhan Keperawatan Berdasarkan Kasus


ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PADA Nn. B DENGAN KORBAN HUMAN TRAFFICKING DI
Nama Kelompok : Kelompok 1
Tg/ Jam MRS :
Tgl/ Jam Pengkajian :
No. RM :
Sumber Data : Ny. S Ruangan/ Kelas :
Metode :
No. Kamar :

19
Alat/ Bahan :
Diagnosa Medis :

I. IDENTITAS
1. Nama : Nn. B
2. Umur : Lahir tahun 1995
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Pekerjaan : SPG
5. Alamat dan No. Telp : Rawamangun, Palopor
6. Penanggung Jawab & Hubungan dengan Klien : Ny. S (45 Tahun)
sebagai Ibunya

II. POLA PERSEPSI KESEHATAN ATAU PENANGANAN


KESEHATAN
1. Keluhan Utama: Menurut Ny. S “Anak saya mungkin frustasi dan
tidak tahan kondisi keluarga kami,”
2. Riwayat Penyakit Sekarang (Tidak terdapat dalam Kasus)
3. Lamanya Keluhan (Tidak terdapat dalam Kasus)
4. Faktor yang Memperberat Menurut Ny. S “Keluarga kami broken
home. Anak-anak melihat orangtua tidak akur. Mungkin itu yang
menyebabkan dia memutuskan pergi,”
5. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi Keluhan Menurut Ny. S
bersama dengan teman lama dan sahabatnya, Bella pergi diam-diam
meninggalkan desa dan merasa bahwa mencari nafkah sendiri merupakan
jawaban akan kegalauannya.
6. Riwayat Penyakit Dahulu (Tidak terdapat dalam Kasus)
7. Persepsi Klien tentang status kesehatan dan kesejahteraan (Tidak
terdapat dalam Kasus)
8. Riwayat Kesehatan Keluarga (Tidak terdapat dalam Kasus)
9. Susunan Keluarga (Genogram) (Tidak terdapat dalam Kasus)
10. Riwayat Alergi (Tidak terdapat dalam Kasus)

20
III. POLA NUTRISI DAN METABOLIK (Tidak terdapat dalam Kasus)

IV. POLA ELIMINASI (Tidak terdapat dalam Kasus)

V. POLA AKTIVITAS DAN LATIHAN (Tidak terdapat dalam Kasus)

VI. POLA ISTIRAHAT DAN TIDUR (Tidak terdapat dalam Kasus)

VII. POLA KOGNITIF DAN PERSEPTUAL

Tingkat Ansietas: Menurut Ny. S “Tidak bisa saya bayangkan ketakutannya., Dia
jauh dari rumah, bekerja untuk rumah biadab itu. Dia melihat semuanya., Dia
seperti jadi orang lain ketika saya pertama kali mendengar suaranya (melalui
telepon) setelah sekian lama tidak berhubungan,”

VIII. POLA PERSEPSI DIRI/ KONSEP DIRI

1. Role Peran : Konflik Peran Menurut Ny. S “Dia magang untuk 3 bulan baru
boleh dibawa keluar. Selama itu dia kerja melayani tamu, menemani minum.
Setiap hari dia disuruh memakai pakaian seminim mungkin dan dipajang di ruang
kaca. Bisa saya katakan separuh telanjang,”

2. Identity/ Identitas Diri : Merasa Terkekang dan Kurang Mampu menentukan


Pilihan. Menurut Ny. S “Mereka membuat perempuan menjadi binatang. Menjerat
dengan hutang yang jelas-jelas tidak akan sanggup mereka bayar. Ada ibu-ibu
yang sama sekali tidak bisa meninggalkan tempat itu karena hutang banyak, anak
banyak dan tidak jelas siapa saja bapaknya.” Masalah Keperawatan : Resiko
Harga Diri Rendah

IX. POLA PERAN DAN HUBUNGAN Pekerjaan : SPG

X. POLA SEKSUALITAS/ REPRODUKSI (Tidak Terdapat dalam Kasus)

XI. POLA KOPING/TOLERANSI STRESS (Tidak Terdapat dalam Kasus)

XII. POLA NILAI / KEPERCAYAAN (Tidak Terdapat dalam Kasus)

21
XIII. PENGKAJIAN PERSISTEM (Review of System) (Tidak Terdapat dalam
Kasus)

XIV. PEMERIKSAAN PENUNJANG (Tidak Terdapat dalam Kasus)

XV. TERAPI (Tidak Terdapat dalam Kasus)

22
ANALISA DATA

Nama Klien : Nn. B

Umur : Lahir Tahun 1995

Ruangan/ Kamar :

No. RM :

Penyebab Masalah
Data (Symptom)
No (Etiologi) (Problem)
1 Obyektif
1. Menurut Ny. S “Anak saya Perubahan Proses Perubahan Proses
mungkin frustasi dan tidak tahan Keluarga Keluarga
kondisi keluarga kami,” ↑
2. Menurut Ny.S “Keluarga kami Frustasi
broken home. Anakanak melihat ↑
orangtua tidak akur. Mungkin itu Tidak Tahan
yang menyebabkan dia Kondisi Keluarga
memutuskan pergi,” ↑
Broken Home

Orang Tua Tidak
Aku

23
2 Objektif
1. Menurut Ny. S “Dia magang HDR Harga Diri
untuk 3 bulan baru boleh dibawa ↑ Rendah
keluar. Selama itu dia kerja Kerja Melayani
melayani tamu, menemani Tamu Pria
minum. Setiap hari dia disuruh ↑
memakai pakaian seminim Memakai Pakaian
mungkin dan dipajang di ruang Minim
kaca. Bisa saya katakan separuh ↑
telanjang,” Pekerjaan SPG
2. Menurut Ny. S “Mereka
membuat perempuan menjadi
binatang. Menjerat dengan hutang
yang jelas-jelas tidak akan
sanggup mereka bayar

24
No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
1 Proses Pasien dan Keluarga mampu: Setelah....Pertemuan 1. Pengkajian
Perubahan 1.Memahami perubahan dalam pasien mampu: a. Kaji Interaksi antara pasien dan
Keluarga peran keluarga 1. Mengidentifikasi keluarga, waspada terhadap potensi
Pola Koping perilaku merusak
2. Berpartisipasi dalam b. Kaji Keterbatasan anak, dengan
proses membuat demikian dapat mengakomodasi anak
keputusan tentang untuk berpartisipasi dalam aktivitas
perawatan setelah rawat sehari-hari
inap
3. Berfungsi untuk 2. Intervensi Umum
saling memberikan a. Bina Hubungan Saling Percaya
dukungan kepada setiap b. Beri Kesempatan kepada Keluarga
anggota keluarga sebagai Individu dan Sebagai
4. Mengidentifikasi cara Kelompok untuk saling berbagi
untuk berkoping lebih tentang perasaan yang mereka
efektif pendam
c. Tekankan bahwa anggota keluarga

25
tidak bertanggung jawab atas
kebiasaan mabuk anggota keluarga
lainnya
d. Gali keyakinan keluarga tentang
situasi yang mereka hadapi dan tujuan
mereka
e. Bicarakan tentang metode tak
efektif yang digunakan keluarga
f. Bantu keluarga memahami efek dari
upaya mereka mengontrol kebiasaan
mabuk
g. Tekankan bahwa membantu
pencandu alcohol berarti pertama-
tama harus membantu diri mereka
sendiri h. Bicarakan dengan keluarga
bahwa, selama masa pemulihan,
dinamika keluarga mereka akan
berubah drastic.

26
i. Bicarakan tentang kemungkingan
kambuh dan factor penunjang
j. Bila terdapat diagnosis keperawatan
individu atau keluarga tambahan, lihat
tindak penganiyaan anak atau tindak
kekerasan dalam rumah tangga
dibawah diagnosis ketidakmampuan
koping keluarga
k. Lakukan penyuluhan kesehatan
mengenai sumber daya komunitas dan
lakukan perujukan sesuai indikasi.

3. Promosi Integritas Keluarga


a. Kaji Perasaan Bersalah yang
mungkin dialami keluarga
b. Kaji jenis hubungan keluarga
c. Pantau hubungan keluarga saat ini
d. Kaji pemahaman keluarga tentang

27
penyebab penyakit
e. Identifikasi Prioritas yang
bertentangan diantara anggota
keluarga

4. Penyuluhan untuk Pasien/ Keluarga


a. Ajari keterampilan merawat pasien
yang diperlukan oleh keluarga
(misalnya, manajemen waktu,
pengobatan)
b. Ajari keluarga perlunya kerjasama
dengan system sekolah untuk
menjamin akses kesempatan
pendidikan yang sesuai untuk
penderita penyakit kronis atau anak
cacat.

5. Aktivitas Kolaboratif

28
a. Pelopori konferensi multidisiplin
perawatan pasien, dengan melibatkan
pasien/ keluarga dalam menyelesaikan
masalah dan fasilitasi komunikasi
b. Berikan perawatan berkelanjutan
dengan mempertahankan komunikasi
yang efektif antara anggota staf
mrlalui catatan keperawatan dan
rencana perawatan
c. Anjurkan pelayanan konsultasi
social untuk membantu keluarga
menentukan kebutuhan
pascahospitalisasi dan identifikasi
sumber dukungan di komunitas.
d. Promosi Integrasi keluarga (NIC),
rujuk untuk terapi keluarga sesuai
indikasi

29
2 Gangguan Pasien mampu : Setelah…..pertemuan SP.1 (Tgl…………………….)
konsep diri: 1. Mengidentifikasi klien mampu: 1. Identifikasi kemampuan positif
harga diri kemampuan dan aspek 1. Mengidentifikasi yang dimiliki
rendah posiif yang dimiliki kemampuan aspek a. Diskusikan bahwa pasien masih
2. Menilai kemampuan positif yang dimiliki 2. memiliki sejumlah kemampuan dari
yang dapat digunakan Memiliki kemampuan aspek positif seperti kegiatan pasien
3. Menetapkan/memilih yang dapat digunakan. di rumah adanya keluarga dan
kegiatan yang sesuai Memilih kegiatan sesuai lingkungan terdekat pasien.
dengan kemampuan kemampuan 3. b. Beri pujian yang realistis dan
4. Melatih kegiatan yang Melakukan kegiatan hindarkan setiap kali bertemu dengan
sudah dipilih, sesuai yang sudah dipilih. pasien penilaian yang negative.
kemampuan 4. Merencanakan
5. Merencanakan kegiatan kegiatan yang sudah 2. Nilai kemampuan yang dapat
yang sudah dilatihnya dilatih. dilakukan saat ini
a. Diskusikan dengan pasien
kemampuan yang masih digunakan
saat ini
b. Bantu pasien menyebutkannya dan

30
memberi penguatan terhadap
kemampuan diri yang diungkapkan
pasien
c. Perlihatkan respon yang kondusif
dan menjadi pendengar yang aktif

3. Pilih kemampuan yang akan dilatih


a. Diskusikan dengan pasien
beberapa aktivitas yang dapat
dilakukan dan dipilih sebagai kegiatan
yang akan pasien lakukan sehari-hari
b. Bantu pasien menetapkan aktivitas
mana yang dapat pasien lakukan
secara mandiri :
- Aktivitas yang memerlukan bantuan
minimal dari keluarga
- Aktivitas apa saja yang perlu
bantuan penuh dari keluarga atau

31
lingkungan terdekat pasien
-Beri contoh pelaksanaan aktivitas
yang dapat dilakukan pasien
-Susun bersama pasien aktivitas atau
kegiatan sehari-hari pasien

4. Nilai kemampuan pertama yang


telah dipilih
- Diskusikan dengan pasien untuk
menetapkan urutan kegiatan (yang
sudah dipilih pasien) yang akan
dilatihkan
- Bersama pasien dan keluarga
memeperagakan beberapa kegiatan
yang akan dilakukan pasien.
- Berikan dukungan dan pujian yang
nyata sesuai kemajuan yang
diperlihatkan pasien.

32
5.Masukan dalam jadwal kegiatan
pasien :
- Beri kesempatan pada pasien untuk
mencoba kegiatan
- Beri pujian atas aktivitas/kegiatan
yang dapat dilakukan pasien setiap
hari
- Tingkatkan kegiatan sesuai dengan
toleransi dan setiap perubahan
- Susun daftar aktivitas yang sudah
dilatihkan bersama pasien dan
keluarga
- Berikan kesempatan
mengungkapkan perasaannya setelah
pelaksanaan kegiatan.
- Yakinkan bahwa keluarga
mendukung setiap aktivitas yang
dilakukan pasien

33
Keluarga mampu: Merawat Setelah……pertemuan SP.1 (Tgl…………………….)
pasien dengan harga diri rendah keluarga mampu: 1. Identifikasi masalah yang
di rumah dan menjadi system 1. Mengidentifikasi dirasakan dalam merawat
pendukung yang efektif bagi kemampuan yang pasien
pasien dimiliki pasien 2. Jelaskan proses terjadinya
2. Menyediakan HDR
fasilitas untuk pasien 3. Jelaskan tentang cara merawat
melakukan kegiatan pasien
3. Mendorong pasien 4. Main peran dalam merawat
melakukan kegiatan pasien HDR
4. Memuji pasien saat 5. Susun RTL keluarga/jadwal
pasien dapat keluarga untuk merawat pasien
melakukan kegiatan
5. Membantu melatih SP.2 (Tgl…………………….)
pasien Evaluasi kemampuan SP.1
6. Membantu 1. Latih keluarga langsung ke
menyusun jadwal pasien
kegiatan pasien 2. Menyusun RTL keluarga/jadwal

34
7. Membantu keluarga untuk merawat pasien
perkembangan pasien
SP. 3 (Tgl………………………)
1. Evaluasi Kemampuan Keluarga
2. Evaluasi Kemampuan Pasien
3. RTL Keluarga :
- Follow Up
- Rujukan

35
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Trafficking adalah perdagangan manusia, lebih khususnya perdangan perempuan
dan anak-anak yang dilakukan oleh pelaku perdagangan manusia ‘trafficker’
dengan cara mengendalikan korban dalam bentuk paksaan, penggunaan
kekerasan, penculikan, tipu daya, penipuan ataupun penyalahgunaan kekuasaan
atau kedudukan. Jenis-jenis trafficking ini meliputi perkawinan transinternasional,
eksploitasi seksual phedopilia, pembantu rumah tangga dalam kondisi buruk, dan
penari erotis. Faktor penyebab utama terjadinya tindakan trafficking ini adalah
karena kemiskinan dan beberapa diantaranya adalah, karena tingkat pendidikan
yang rendah, penganiyaan terhadap perempuan, perkawinan usia muda, dan
kondisi sosial budaya masyarakat yang patriarkhis. Dampak yang bisa
ditimbulkan dari trafficking ini adalah kecemasan, stress, dan ketidakberdayaan.

Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan kritik dan
saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan
penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya.

36
DAFTAR PUSTAKA

Capernito, Lyda Juall. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed. 13.
Jakarta: EGC

Farhana. 2010. Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia. Jakarta:


Sinar Grafika

Riyadi, Sujono dan Teguh Purwanto. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: Graha Ilmu

Syafaat, Rachmad. 2002. Dagang Manusia-Kajian Trafficking Terhadap


Perempuan dan Anak di Jawa Timur. Yogyakarta: Lappera Pustaka Utama.

37

Вам также может понравиться