Вы находитесь на странице: 1из 21

MAKALAH

Tentang
WACANA

DISUSUN OLEH :

Kelompok Harimurti Kridalaksana

Nama : 1. Desi Rahmadani


2. Siti Aisyah
3. Romaliana

Dosen Pembimbing : H. Suhyar, M.Pd

STAIN MANDAILING NATAL


T.A. 2018 / 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
hidayah-Nya. Shalawat serta salam atas nikmat dan karunia yang tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan pembimbing.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak H. Suhyar, M.Pd selaku dosen
mata kuliah Bahasa Indonesia, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengerjakan tugas tentang Wacana Bahasa Indonesia. Tidak lupa juga penulis mengucapkan
terima kasih kepada keluarga yang telah memberikan motivasi dan masukan sehingga
makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah yang mengenai wacana bahasa Indonesia ini merupakan bacaan yang baik
untuk semua kalangan dari orang tua hingga anak pelajar. Tidak lupa juga kami
menyampaikan bahwa masih kurangnya isi dari makalah kami ini mungkin dengan adanya
kritik dan saran dari pembaca kami sangat berterimakasih dan berlapang dada untuk
menerima masukannya.
Tiada gading yang tak retak, pepatah ini mewakili penulis untuk meminta kritik dan
saran bagi kesempurnaan makalah ini apabila terdapat banyak kesalahan untuk menambah
wawasan keilmuan penulis.

Panyabungan, Oktober 2018


Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
1.1 LATAR BELAKANG................................................................................... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH.............................................................................. 1
1.3 TUJUAN PENULISAN................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................ 2
2.1 PENGERTIAN WACANA........................................................................... 2
2.2 KONTEKS WACANA.................................................................................. 4
2.3 KOHESI DAN KOHERENSI....................................................................... 5
2.4 BIOGRAFI HARIMURTI KRIDALAKSANA............................................ 14
BAB III PENUTUP.......................................................................................................... 16
3.1 KESIMPULAN............................................................................................. 16
3.2 SARAN......................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam pengajaran bahasa ada suatu hierarki atau tingkatan disiplin ilmu yang
dipelajari. Kebanyakan masyarakat berasumsi bahwa tingkatan itu adalah sesuatu
yang mutlak dan keputusan akhir. Adapun tingkatan itu adalah morfem-kata-
kalimat-paragraf-wacana. Dalam tingkatan ini wacana mendapat tingkat yang
tertinggi. Seperti yang diketahui, bila ditinjau dari segi ukuran, urutan tersebut
adalah dari kecil ke ukuran paling besar. Secara tidak langsung bisa diambil
kesimpulan bahwa wacana adalah satuan yang paling besar.

Untuk mengenal wacana ini lebih dekat maka perlu diketahui jenis-jenis atau
klasifikasi wacana ini, sehingga dari hal itu akan tergambar jelas apa sebenarnya
yang disebut dengan wacana. Sebagai suatu disiplin ilmu, wacana tentu mempunyai
ruang lingkup yang sangat besar. Wacana bisa terbagi lagi dalam kelompok-
kelompok kecil yang akan menambah khazanah pengetahuan masyarakat tentang
wacana itu sendiri.

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa pengertian dari wacana?
2) Apa pengertian kohesi dan koherensi?
3) Apa syarat pembangunan wacana yang baik?
4) Apa saja jenis-jenis wacana?

1.3 Tujuan Penulisan


Disamping untuk memenuhi tugas mata kuliah, makalah ini disusun dengan
tujuan untuk lebih mengetahui tentang :
1) Pengertian dari wacana
2) Pengertian kohesi dan koherensi
3) Syarat-syarat pembangunan wacana yang baik
4) Jenis-jenis wacana

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Wacana

Wacana merupakan salah satu bagian dari strata kebahasan yang menduduki posisi
tertinggi. Berdasarkan pernyataan itu, dapat dikatakan bahwa wacana merupakan satuan
bahasa terlengkap, yang dalam hirarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau
terbesar.

Menurut Harimurti Kridalaksana, Discourse atau Wacana adalah satuan bahasa


terlengkap dan merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar dalam hierarki gramatikal.

Menurut James Deese, Wacana adalah seperangkat proposisi yang saling


berhubungan untuk menghasilkan suatu rasa kepaduan atau rasa kohesi untuk penyimak atau
pembaca. Kepaduan atau kohesi sendiri harus muncul dari isi wacana, akan tetapi banyak
sekali rasa kepaduam yang dirasakan oleh penyimak atau pembaca harus muncul dari cara
pengutaraan yakni pengutaraan wacana tersebut.

Menurut Fatimah Djajasudarma, Wacana adalah rentetan kalimat yang berhubungan,


menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lain, membentuk satu kesatuan,
proposisi sebagai isi konsep ang masih kasar yang akan melahirkan statement atau pernyataan
dalam bentuk wacana atau kalimat.

Menurut Henry Guntur Tarigan, Wacana adalah satuan bahasa yang paling lengkap,
lebih tinggi dari klausa dan kalimat, mempunyai kohesi dan koherensi yang baik, mempunyai
awal serta akhir yang jelas, berkesimnambungan dan bisa disampaikan secara lisan dan
tulisan.

Menurut Alwi, dkk (2003:42), wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan
sehingga membentuk makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu. Menurut Tarigan
(dalam Djajasudarma, 1994:5), wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau
terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang
berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata. Lebih lanjut,
menurut Kinneavy (dalam Supardo 1988:54) wacana pada umumnya adalah teks yang
lengkap yang disampaikan baik secara lisan maupun tulisan yang tersusun oleh kalimat yang
berkaitan, tidak harus selalu menampilkan isi yang koheren secara rasional. Wacana dapat
diarahkan ke satu tujuan bahasa atau mengacu sejenis kenyataan.

2
Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa wacana adalah satuan
bahasa yang terstruktur secara lengkap yang disajikan secara teratur dan membentuk suatu
makna yang disampaikan secara tertulis maupun lisan. Dalam peristiwa komunikasi secara
lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi antar penyapa dan pesapa,
sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari pengungkapan
ide/gagasan penulis.

Wacana berasal dari bahasa Inggris “discourse” merupakan tulisan atau ucapan yang
merupakan wujud penyampaian pikiran secara formal dan teratur. Dalam realisasinya wacana
diwujudkan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedi, dan
sebagainya), paragraf, kalimat, atau kata yang membawa amanat yang lengkap. Wacana yang
diwujudkan dalam bentuk karangan akan ditandai oleh satu judul karangan. Wacana yang
diwujudkan dalam bentuk karangan (karangan yang dituliskan) akan ditandai oleh satu judul
karangan. jika karanagan itu dilisankan, maka wacana tersebut akan ditandai oleh adanya
permulaan salam pembuka dan adanya penyelesaian dengan salam penutup.

Di atas dikatakan bahwa wacana dapat berbentuk karangan utuh, paragraf, kalimat,
atau kata. Hal ini menunjukkan bahwa panjang pendeknya karangan bersifat relatif. Artinya,
wacana itu dapat panjang sampai berjilid-jilid, dapat pula hanya atas satu paragraf. Jadi ciri
penanda wacana bukan dilihat dari panjang pendeknya pernyataan, tetapi dilihat dari
kelengkapan amanat yang disampaikan.

Ciri-ciri wacana adalah sebagai berikut :

 Terdapat tema

 Satuan terbesar, tertinggi, atau terlengkap

 Memiliki hubungan kontinuitas, berkesinambungan

 Memiliki hubungan koherensi

 Memiliki hubungan kohesi

 Medium bisa lisan maupun tulis

 Sesuai dengan konteks

Wacana dapat dibeda-bedakan atas beberapa macam penggolongan. Dapat dibedakan


atas wacana ilmiah dan nonilmiah. Dapat dibedakan atas wacana fiksi dan nonfiksi. Dan
masih dapat dibedakan atas penggolongan lain lagi, sesuai dengan kebutuhan penulisnya.

3
Adanya berbagai macam penggolongan itu disebabkan oleh perbedaan dasar penggolongan
masing-masing. Penulis dapat membedakan wacana menurut dasar penggolongan tertentu,
sesuai dengan kebutuhan pembahasannya. Wacana bedasarkan cara pemaparannya di
golongkan dalam lima bentuk, yakni narasi (kisahan), deskripsi (perian), eksposisi (paparan),
argumentasi (bahasan), persuasi.

2.2 Konteks Wacana

Beberapa definisi dan pendapat dari pakar-pakar bahasa mengenai wacana. Dalam
pengertian linguistik, wacana adalah kesatuan makna (semantis) antarbagian di dalam suatu
bangun bahasa. Oleh karena itu wacana sebagai kesatuan makna dilihat sebagai bangun
bahasa yang utuh karena setiap bagian di dalam wacana itu berhubungan secara padu. Selain
dibangun atas hubungan makna antarsatuan bahasa, wacana juga terikat dengan konteks.
Konteks inilah yang dapat membedakan wacana yang digunakan sebagai pemakaian bahasa
dalam komunikasi dengan bahasa yang bukan untuk tujuan komunikasi. Menurut Hawthorn
(1992) wacana adalah komunikasi kebahasaan yang terlihat sebagai sebuah pertukaran di
antara pembicara dan pendengar, sebagai sebuah aktivitas personal di mana bentuknya
ditentukan oleh tujuan sosialnya. Sedangkan Roger Fowler (1977) mengemukakan bahwa
wacana adalah komunikasi lisan dan tulisan yang dilihat dari titik pandang kepercayaan, nilai,
dan kategori yang termasuk di dalamnya. Foucault memandang wacana kadang kala sebagai
bidang dari semua pernyataan, kadang kala sebagai sebuah individualisasi kelompok
pernyataan, dan kadang kala sebagai sebuah praktik regulatif yang dilihat dari sejumlah
pernyataan. Pendapat lebih jelas lagi dikemukakan oleh J.S. Badudu (2000) yang
memaparkan;

Berdasarkan level konseptual teoretis, wacana diartikan sebagai domain dari semua
pernyataan, yaitu semua ujaran atau teks yang mempunyai makna dan mempunyai efek dalam
dunia nyata. Wacana menurut konteks penggunaannya merupakan sekumpulan pernyataan
yang dapat dikelompokkan ke dalam kategori konseptual tertentu. Sedangkan menurut
metode penjelasannya, wacana merupakan suatu praktik yang diatur untuk menjelaskan
sejumlah pernyataan.

Dari uraian di atas, jelaslah terlihat bahwa wacana merupakan suatu pernyataan atau
rangkaian pernyataan yang dinyatakan secara lisan ataupun tulisan dan memiliki hubungan
makna antarsatuan bahasanya serta terikat konteks. Dengan demikian apapun bentuk
pernyataan yang dipublikasikan melalui beragam media yang memiliki makna dan terdapat
konteks di dalamnya dapat dikatakan sebagai sebuah wacana.

4
2.3 Kohesi dan Koherensi

Kohesi adalah hubungan antarbagian dalam teks yang ditandai penggunaan unsur
bahasa. Kohesi dalam wacana artinya terdapat keserasian hubungan unsur-unsur dalam
wacana. Konsep kohesi pada dasarnya mengacu pada bentuk, artinya unsur-unsur wacana
(kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki ketertkaitan
secara padu dan utuh.

Koherensi adalah keterkaitan antara bagian satu dengan bagian yang lainnya, sehingga
kalimat memiliki kesatuan makna yang utuh. Koherensi dalam wacana artinya wacana
tersebut terpadu sehingga mengandung pengertian yang apik dan benar.

Kohesi merujuk pada perpaduan bentuk sedangkan koherensi pada perpautan makna.
Pada umumnya, wacana yang baik memiliki keduanya. Kalimat atau kata yang dipakai
bertautan, pengertian yang satu menyambung pengertian yang lainnya secara berturut-turut.
Jadi, wacana yang kohesif dan koheren merupakan wacana yang utuh.

2.3 Syarat-Syarat Pembangunan Wacana yang Baik

Agar wacana menjadi baik, kita harus memperhatikan persyaratan dalam


pembangunan wacana. Syarat tersebut adalah wacana tersebut harus kohesif dan koheren. Bila
wacana tersebut kohesif dan koheren, akan terciptalah wacana yang memiliki kepaduan,
kesatuan, kelengkapan.

1) Kepaduan Wacana

Untuk mencapai kepaduan, langkah-langkah yang harus kita lakukan adalah


kemampuan merangkai kalimat dan paragraf sehingga bertalian secara logis dan padu. Untuk
mempertahankan kalimat dan paragraf agar tetap logis kita harus menggunakan kata hubung.

Terdapat dua jenis kata hubung yaitu kata penghubung intrakalimat dan kata
penghubung antarkalimat. Kata penghubung intrakalimat adalah kata yang menghubungkan
antara anak kalimat dengan induk kalimat, sedangkan kata penghubung antarkalimat adalah
kata yang menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat yang lain. Contoh kata
penghubung intrakalimat yaitu karena, sehingga, tetapi, sedangkan, apabila, jika, maka dan
lain-lain. Contoh kata penghubung antarkalimat yakni oleh karena itu, jadi, kemudian, namun,
selanjutnya, bahkan dan lain-lain.

2) Kesatuan Wacana

5
Selain kepaduan, persyaratan penulisan wacana yang baik adalah prinsip kesatuan.
Yang dimaksud dengan prinsip kesatuan wacana adalah tiap paragraf-paragraf sebagai
penyusun wacana memiliki keterkaitan yang dibahas.

Keterkaitan tersebut dapat dilakukan, misalnya dengan menggunakan pola


pengembangan khusus ke umum. Dengan pengembangan cara ini kita mampu menjeaskan
sesuatu dengan secara umum terlebih dahulu.

3) Kelengkapan Wacana

Sebuah wacana dikatakan lengkap apabila di dalamnya terdapat paragraf-paragraf


yang menjadi inti dari suatu pembahasan yang diangkat dalam wacana tersebut secara lengkap
untuk menunjuk pokok pikiran. Ciri-ciri paragraf penjelas yaitu berisi penjelasan-penjelasan
berupa rincian, keterangan, contoh dan lain-lain. Paragraf penjelas juga memerlukan kata
penghubung, baik kata penghhubung antarkalimat maupun intrakalimat.

2.4 Jenis-Jenis Wacana

A) Wacana Berdasarkan Media Komunikasi


Berdasarkan media komunikasi, wacana dibedakan menjadi dua wacana lisan dan
wacana tulis. Berikut penjelasanya :

1) Wacana Lisan
Menurut Henry Guntur Tarigan wacana lisan adalah wacana yang disampaikan secara
lisan, melalui media lisan. Sedangkan, Menurut Mulyana wacana lisan adalah jenis wacana
yang disampaikan secara lisan atau langsung dalam bahasa verbal. Jenis wacana ini sering
disebut sebagai tuturan (speech) atau ujaran (utterance). Pada dasarnya bahasa lahir melalui
mulut atau lisan. Oleh karena itu, wacana yang paling utama, primer, dan sebenarnya adalah
wacana lisan. Jauh sebelum manusia mengenal huruf, bahasa telah digunakan oleh manusia.
Bahasa lisan menjadi bahasa yang utama dalam hidup manusia karena lebih dahulu dikenal
dan digunakan oleh manusia dari pada bahasa tulis.
Wacana lisan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Wacana lisan memerlukan daya simak yang tinggi agar interaksi tidak terputus.
b. Wacana lisan sulit diulang, dalam arti mengulang hal yang sama dengan ujaran
pertama.
c. Wacana lisan dapat dilengkapi dengan gerakan anggota tubuh untuk memperjelas
makna yang dimaksud.
d. Wacana lisan biasanya lebih pendek daripada wacana tulis.

6
e. Wacana lisan juga melibatkan unsur kebiasaan atau pengetahuan yang telah diketahui
bersama
2) Wacana Tulis
Menurut Henry Guntur Tarigan wacana tulis adalah wacana yang disampaikan secara
tertulis, melalui media tulis. Sedangkan menurut Mulyana, wacana tulis adalah jenis wacana
yang disampaikan melalui tulisan.
Berbagai bentuk wacana sebenarnya dapat dipresentasikan atau direalisasikan melalui
tulisan. Sampai saat ini, tulisan masih merupakan media yang sangat efektif dan efisian untuk
menyampaikan berbagai gagasan, wawasan, ilmu pengetahuan, atau apapun yang dapat
mewakili kreativitas manusia. Wacana dapat direalisasikan dalam bentuk kata, kalimat,
paragraf atau karangan yang utuh (buku, novel, ensiklopedia, dan lain-lain) yang membawa
amanat yang lengkap dan cukup jelas berorientasi pada jenis wacana tulis.
Wacana tulis mulai dikenal setelah ditemukan huruf. Huruf dibuat untuk mengganti
peran bunyi bahasa sehingga biasanya orang mengatakan bahwa huruf adalah lambang bunyi.
Huruf – huruf itu dipelajari manusia dan kemudian digunakan untuk menyampaikan informasi
kepada orang lain yang tinggal berjauhan.
Wacana lisan memiliki ciri –ciri sebagai berikut :
a. Wacana tulis biasanya panjang dan menggunakan bentuk bahasa yang baku
b. Wacana tulis dapat dilihat kembali tanpa ada perbedaan unit–unit kebahasaannya.
c. Wacana tulis biasanya mempunyai unsur kebahasan yang lengkap

B) Wacana Berdasarkan Pelibatnya


Berdasarkan cara pelibatnya, wacana dibedakan menjadi tiga. Wacana monolog,
wacana dialog, dan wacana polilog. Berikut penjelasanya :

1) Wacana Monolog
Pada wacana monolog pendengar tidak memberikan tanggapan secara langsung atas
ucapan pembicara. Contohnya pidato,ceramah.
2) Wacana Dialog
Apabila peserta dalam komunikasi itu ada dua orang dan terjadi pergantian peran
Contohnya antara dua orang yang sedang mengadakan perbincangan.
3) Wacana Polilog
Apabila peserta dalam komunikasi lebih dari dua orang dan terjadi pergantian peran.
Contohnya perbincangan antara beberapa orang dan mereka memiliki peran pembicara dan
pendengar.

C) Wacana Berdasarkan Cara Pemaparan

7
Berdasarkan cara pemaparan, wacana dibedakan menjadi lima. Wacana narasi,
deskripsi, eksposisi, argumentatif, dan persuasi. Berikut penjelasanya :

1) Wacana Narasi

Istilah narasi (dalam bahasa inggris: naration) berarti kisahan. Penyusunan wacana
narasi erat kaitannya dengan rangkaian peristiwa. Wacana ini berusaha menyampaikan
serangkaian kejadian menurut urutan terjadinya, dengan maksud memberi arti kepada sebuah
kejadian atau serentetan kejadian, dan agar pembaca dapat memetik hikmahnya dari cerita itu.

Penataan gagasan dilakukan secara kronologis berdasarkan atas urutan waktu. Wacana
narasi berisi fakta-fakta yang benar terjadi atau pula berupa khayalan. Wacana narasi yang
berupa fakta misalnya otobiografi seorang tokoh terkenal dan sebaliknya wacana yang
berbentuk novel, cerpen, roman, hikayat, drama, dan lain-lain digolongkan dalam wacana
yang fiktif. Selain apa yang ada di atas terdapat beberapa bentuk lain yang termasuk narasi
faktual, yaitu anekdot, laporan perjalanan, pengalaman seseorang.

 Unsur-unsur penting dalam sebuah narasi adalah :


a. kejadian,
b. tokoh,
c. konflik,
d. alur/plot.
e. latar yang terdiri atas latar waktu, tempat, dan suasana.
 Tahapan menulis narasi, yaitu sebagai berikut :
a. menentukan tema cerita
b. menentukan tujuan
c. mendaftarkan topik atau gagasan pokok
d. menyusun gagasan pokok menjadi kerangka karangan secara kronologis atau urutan
waktu.
e. mengembangkan kerangka menjadi karangan.

Perhatikan contoh berikut ini.

Bandar Upal Diringkus

Bandar uang palsu (upal) yang beredar di kawasan Surabaya Timur, Asmat Syaeri 27
diringkus di rumahnya di kawasan Bulak Banteng Gg Lebar 10A oleh Polsekta Kenjeran,
Kamis (20/3). Tersangka ditangkap setelah menjadi buron hampir setahun. Penangkapan ini
berdasarkan informasi dan pengembangan tiga orang pengedar upal yang telah tertangkap
Polresta Surabaya Timur dan Polsekta Rungkut

8
Ketiga pelaku tersebut, Nurhaji 40, Rohimah 35, dan Hatip 25 ditangkap dua bulan
lalu. Keduanya ditangkap ketika membelanjakan upalnya di toko kawasan Jalan Kapasan.
Dari tersangka disita upal senilai Rp.200.000,00 dalam pecahan Rp.20.000-an.

Sementara Hatip ditangkap Polsekta Rungkut saat membeli rokok dan buah pakai
uang palsu di kawasan Kali Rungkut. Petugas menyita barang bukti upal Rp.2.020.000 serta
enam bungkus rokok.

(Dikutip dari Surya, 21 Maret 2003, halaman 27)

2) Wacana Deskripsi

Istilah deskripsi (dalam bahasa Inggris : description) artinya perian. Wacana deskripsi
adalah wacana yang menggambarkan sesuatu sesuai dengan keadaan sebenarnya, sehingga
pembaca dapat melihat, mendengar, mencium, dan merasakan apa yang dipahaminya itu
sesuai dengan pikiran penulisnya. Wacana ini bermaksud menyampaikan kesan-kesan tentang
sesuatu, dengan kesan utama sebagai pengikat semua kesan yang dilukisnya.

Wacana deskripsi ini ada dua macam, yaitu wacana deskripsi yang faktawi dan wacana
deskripsi yang khayali. Wacana deskripsi yang pertama merupakan wacana yang berusaha
menjelaskan bangun, ukuran, susunan, warna, bahan sesuatu menurut kenyataan, dengan
tujuan untuk memberitahu/memberi informasi saja. Wacana deskripsi yang kedua merupakan
wacana deskripsi yang berusaha menjelaskan ciri-ciri fisik, cara-cara berlaku, sikap-sikap
seseorang, keadaan suatu tempat menurut khayalan penulisnya. Hal ini bertujuan membangun
alur cerita agar lebih mampu memberikan gambaran ke depan dan mampu menarik
keingintahuan pembaca.

Tahapan menulis karangan deskripsi, yaitu:

a. menentukan objek pengamatan


b. menentukan tujuan
c. mengadakan pengamatan dan mengumpulkan bahan
d. menyusun kerangka karangan
e. mengembangkan kerangka menjadi karangan.

3) Wacana Eksposisi

Istilah eksposisi (dalam bahasa Inggris : exposition) yang artinya membuka atau
memulai. Wacana eksposisi adalah wacana yang berusaha menerangkan atau menjelaskan
pokok pikiran yang dapat memperluas pengetahuan pembaca karangan itu. Wacana ini
bertujuan menyampaikan fakta-fakta secara teratur, logis, dan saling bertautan dengan maksud

9
untuk menjelaskan sesuatu ide, istilah, masalah, proses, unsur-unsur sesuatu, hubungan sebab-
akibat, dan sebagainya. Hal ini dilakukan agar diketahui oleh pembaca.

Tahapan menulis karangan eksposisi, yaitu sebagai berikut.


a. menentukan objek pengamatan
b. menentukan tujuan dan pola penyajian eksposisi
c. mengumpulkan data atau bahan
d. menyusun kerangka karangan, dan
e. mengembangkan kerangka menjadi karangan.

Perhatikan contoh berikut ini.

Konsep Pengajaran SD Islam Disamakan

Sebanyak 44 guru SD Islam se-Sidoharjo selama tiga hari melakukan pelatihan guna
meningkatkan profesionalitas dan pengelolaan proses belajar-mengajar. Pelatihan yang
dilakukan Konsorsium Pendidikan Islam (KPI) bekerja sama dengan Yayasan Dana Sosial
Alfalah (YDSF) ini, dilakukan bertahap. Untuk awal minggu ini pelatihan diprioritaskan
pada guru IPA.

Saifullah, seorang pengurus KPI usia pembukaan pelatihan mengatakan perlunya


pelatihan dikarenakan kepercayaan masyarakat terhadap sekolah Islam mulai berkurang.
Selain itu, belum terjadinya komunikasi yang baik antarsekolah Islam.

“Melalui pelatihan ini semua guru SD Islam yang ada akan dihadapkan pada
kesamaan konsep pengajaran dengan landasan Islam,” jelasnya. Ini mencontohkan bila
selama ini seorang guru yang mengajar keilmuan misalnya fenomena gerhana matahari
selalu dilihat dari sisi ilmiah saja. “Dengan pelatihan guru SD Islam ini, setidaknya nanti
fenomena alam seperti gerhana matahari akan diwarnai dengan sudut ilmu keislaman,”
papar Saifullah.

Hadir dalam kesempatan itu Kepala Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan Sidoharjo,
Tafrani SH dan Penilik Pendidikan Agama Islam dari Departemen Agama, Bashori.

(Dikutp dari “Surya” Senin, 12 Mei 2003 halaman 28).

4) Wacana Argumentasi

Wacana argumentasi adalah wacana yang berusaha memberikan alasan untuk


memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian, atau gagasan. Wacana ini termasuk
wacana yang paling sulit bila dibandingkan dengan wacana-wacana lain yang telah diuraikan
terdahulu. Kesulitan tersebut muncul karena perlu adanya alasan dan bukti yang dapat

10
menyakinkan, sehingga pembaca terpengaruh dan membenarkan gagasan, pendapat, sikap,
dan keyakinannya.

Penulis argumen harus berpikir kritis dan logis serta mau menerima pendapat orang
lain sebagai bahan pertimbangan. Agar dapat mengajukan argumentasi, penulis argumentasi
harus memiliki pengetahuan dan pandangan yang luas tentang apa yang dibicarakan itu.
Kelogisan berpikir, keterbukaan sikap, dan keluasaan pandangan memiliki peranan yang besar
untuk mempengaruhi orang lain. Ini semua merupakan persyaratan yang diperlukan untuk
menyusun wacana argumentasi.

Tahapan menulis karangan argumentasi, sebagai berikut.


(1) Menentukan tema atau topik permasalahan
(2) Merumuskan tujuan penulisan
(3) Mengumpulkan data atau bahan berupa: bukti-bukti, fakta, atau pernyataan yang
mendukung
(4) Menyusun kerangka karangan
(5) Mengembangkan kerangka menjadi karangan

Perhatikan contoh berikut ini.

Ada yang Bertindak Membabi Buta

Sekarang ini kita lihat ada yang bertindak membabi buta. Jauh dari semangat
reformasi. Di dalam tubuh bangsa ini banyak orang yang bukan minta maaf dalam berbuat
dosa dan kesalahan, tetapi malah justru meningkatkan perbuatan dosanya itu dengan
berlipat ganda dari waktu ke waktu.

Keadaan semakin gawat dan semakin tertutup sulit dideteksi. Tindakan mereka itu
menunjukkan kalau mereka semakin merasa tidak berdosa untuk berbuat kedhaliman yang
luar biasa jahatnya. Kata-kata saya ini merujuk pada orang yang menjadi dalang kerusuhan-
kerusuhan yang tidak pernah kapok menumpahkan darah anak-anak bangsanya sendiri di
berbagai wilayah dan daerah di negara kita. Ini betul-betul sebuah kemunduran yang sangat
serius dari sifat kemanusiaan bangsa kita sebagai sebuah bangsa besar, bangsa Indonesia.

Beberapa waktu ini saya pergi ke Jakarta di Wisma Ahmad Yani di dekat Taman
Suropati. Di sana dikumpulkan tokoh-tokoh Nasional. Karena saya memang pernah
mengatakan kala ada sebuah usulan yang bagus, inisiatif yang baik, darimanapun datangnya
maka seperti ajaran Muhammadiyah kita harus mendatangiya. Nah pertemuan malam itu

11
namanya pertemuan tokoh Ciganjur Plus yang terdiri dari Sri Sultan HB X, Abdurrahman
Wahid, Megawati, Amin Rais, Jenderal Wiranto, Setiawan Jodi, Jenderal SB Yudhoyono,
Nurcholis Majid dan lain-lain.

Saya mengatakan kepada Jenderal Wiranto bahwa saya ini sebagai anggota
masyarakat yang awam dan tidak ahli dalam bidang intelijen, bukan ahli asalah hankam,
tetapi sebagai orang awam pun sayan prihatin melihat seluruh kejadian kerusuhan dan
seluruh ledakan sosial yang terjadi di negeri ini yang telah menumpahkan banyak darah
sesama anak bangsa. Modus operandinya lebih kurang sama dan selalu mirip. Saya katakan
pada Pak Wiranto bahwa kejadian di Banyuwangi berlanjut ke Semanggi ke Ketapang. Ke
Kupang kembali ke Lohksumawe Aceh, ke Krawang kemudian sekarang di Ambon Maluku
dan nanti entah di mana lagi itu jelas ada pemegang skenarionya ada barisan provokatornya,
ada barisan pelakunya, ada dalang-dalangnya dan lain-lain. Kemudian saya katakan ini
bukan pekerjaan orang biasa. Bukan pekerjaan orang-orang kampong yang buta huruf atau
orang-orang tidak terdidik. Tetapi, semua ini dilakukan orang-orang terlatih dengan baik
yang terorganisir dengan baik dan terkondisi dengan baik pula dan ada pendanaan yang baik
pula. Bukan dilakukan oleh Paijo dan Paijem yang buta huruf itu. Tetapi ini jelas dilakukan
dalam scenario yang sistematik.

(Dikutip dari suara Muhammadiyah, No. 4/Th. Ke-84, Februari 1999).

5) Wacana Persuasi

Pesuasi (dalam bahasa Inggris : persuasion) merupakan suatu cara yang dilakukan oleh
orang untuk menyakinkan orang lain agar orang tersebut mau melakukan apa yang yang
dikehendaki penulis baik masa sekarang atau masa yang akan datang. Dengan demikian,
wacana persuasi adalah wacana yang disusun penulis dengan tujuan akhir agar pembaca mau
melakukan sesuai dengan apa yang dikehendaki penulis dalam wacana tersebut. Untuk itu,
wacana semacam ini erat kaitannya upaya penulis untuk mempengaruhi cara-cara
pengambilan keputusan pembaca. Keberhasilan penulis menyusun wacana persuasi akan
mengakibatkan keputusan-keputusan pembaca merupakan keputusan yang disasarkan atas
kesadarannya sendiri, dilakukan secara bijak, dan benar.

Perhatikan contoh berikut ini.

Kurangi Efek Samping Obat Kimia

12
Pengobatan menggunakan bahan-bahan alami seperti tumbuhan, sudah lama dikenal
masyarakat. Keahlian meracik atau membuat ramuan yang sering disebut jamu ini adalah
salah satu warisan nenek moyangyang harus terus kita gali dan kembangkan.

Karena itu sentra-sentra pengobatan alternative, terutama yang menggunakan bahan-


bahan alami seperti tanaman obat keluarga (Toga) harus dibina, dikaji dan diteliti sejauh
mana manfaatnya bagi kesehatan masyarakat, demikian dikatakan Prof Dr. dr PG Konthen,
Ketua Sentra P3T (Penelitian, Pengembangan dan Penggunaan Obat Tradisional).

Kepada Surya seusai meresmikan Warung Toga 2 Dayang Sumbi di Desa Puri,
Mojokerto, Kamis (8/5) lalu, Prof Konthen menyatakan menggunakan obat-obat tradisional
seperti Jamu Toga, semakin diminati masyarakat. Karena itu, lanjut dia, P3T berkewajiban
melakukan pendekatan dan pembinaan pada sentra pengobatan tradisional, guna meneliti
apakah pengobatan yang dilakukan memang berkhasiat baik dan aman.

Ia menjelaskan bila pengobatan menggunakan bahan alami ini ternyata dicari banyak
orang, karena mereka merasakan khasiatnya dan tidak ditemukan efek samping maka produk
tersebut bisa diangkat ke permukaan dan direkomendasikan menjadi obat alternatif di
samping obat modern atau kimia. “Tetapi tentu saja obat itu harganya harus dapat dijangkau
masyarakat atau tidak lebih mahal dari obat-obatan modern,” kata Kothen.

Bila obat alternatif itu lebih mahal dari obat-obatan modern, meskipun khasiat atau
kegunaannya dicari masyarakat maka perlu dilakukan pendekatan agar produsen mau
memikirkan harganya bisa dijangkau masyarakat. Sebab tujuan orang beralih ke pengobatan
alternative salah satunya memperoleh pengobatan dengan harga lebih murah daripada
dating ke dokter atau beli obat di apotik. “Kalau lebih mahal dari pengobatan modern, untuk
apa,” ujar Kothen.

(Dikutip dari “Surya”, Senin, 12 Mei 2003, halaman 30).

13
BIOGRAFI HARIMURTI KRIDALAKSANA

Nama Lengkap : K.P.H. Hubert Emmanuel Harimurti Kridalaksana Martanegara


Alias : Harimurti Kridalaksana
Profesi : Sastrawan
Tempat Lahir : Ungaran,Semarang
Tanggal Lahir : Sabtu, 23 Desember 1939
Zodiac : Capricorn

BIOGRAFI
Bahasa Indonesia dan Harimurti Kridalaksana, dua nama ini seperti telah ditakdirkan
menjadi dua sisi keping mata uang yang sama. Lahir di Ungaran, Semarang, Jawa Tengah
pada 23 Desember 1939, pakar Bahasa Indonesia ini telah berkecimpung, mengabdi dan
menyumbang prestasi selama lebih dari 4 dasawarsa dalam kancah pengembangan riset dan
pendidikan ilmu kebahasaan.
Menamatkan pendidikan tingkat sarjana di Universitas Indonesia pada 1963,
Kridalaksana melanjutkan studi pascasarjana dalam bidang didaktif bahasa di Pittsburgh
University pada 1970. Setahun kemudian, pakar linguistik ini menerima penghargaan ilmiah
Fulbright Scholar dari universitas yang sama. Pada 1973, Kridalaksana mengikuti program
musim untuk bertindak selaku pengajar tamu pada University of Michigan, Amerika Serikat.
Pada 1985, Harimurti Kridalaksana terpilih sebagai penerima salah satu penghargaan
paling bergengsi di dunia akademik internasional, Humboldt Fellow, dan bertugas meneliti
serta mengajar pada Johann Wolfgang Goethe University yang berlokasi di Frankfrut am
Main, Jerman. Gelar akademik tertinggi tingkat doktoral diselesaikan Kridalaksana selang 2
tahun berikutnya dari Universitas Indonesia.
Kiprah dan prestasi salah satu putra terbaik Indonesia ini memang tidak perlu
diragukan lagi. Mengawali karir sebagai penerjemah lepas dan guru Kewarganegaraan, karir
akademik Kridalaksana terus menanjak dengan menjadi staf pengajar di berbagai universitas
baik dalam maupun luar negeri. Sempat menjabat sebagai Ketua Jurusan Sastra Indonesia,
Fakultas Sastra, Universitas Indonesia, pakar bahasa ini juga pernah bertindak selaku Ketua
Yayasan Atma Jaya dan Rektor Universitas Katolik Atma Jaya periode 1999 - 2003.
Harimurti Kridalaksana aktif terlibat dalam berbagai penelitian kebahasaan serta
dalam berbagai organisasi keilmuan baik dalam maupun luar negeri. Namanya pernah tercatat
sebagai Ketua Masyarakat Linguistik Indonesia dan anggota Royal Asiatic Society serta
banyak organisasi keilmuan lain. Hingga profil diunggah, Harimurti Kridalaksana telah

14
menghasilkan lebih dari 100 makalah ilmiah dan sekitar 30 buku yang telah diterbitkan,
termasuk sebagai editor Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua.
Pada 2004, Kridalaksana memperoleh gelar kebangsawanan Pangeran Sentana dari
Pura Pakualaman Yogyakarta dan sejak itu berhak menyandang nama panjang Kanjeng
Pangeran Harya Harimurti Kridalaksana Martanegara.

PENDIDIKAN
 Sarjana Sastra, Fakultas Sastra, Universitas Indonesia, 1963
 Master (didaktik bahasa), Fulbright Scholar, University of Pittsburgh, Pennsylvania,
Amerika Serikat, 1972
 Summer Short Course, University of Michigan, Amerika Serikat, 1973
 Doktor, ilmu Susastra, Universitas Indonesia, 1987

KARIR
 Guru Besar, bidang Teori Linguistik dan Bahasa Indonesia, Universitas Indonesia

PENGHARGAAN
 Fellow Scholar, University of Michigan, Amerika Serikat, 1973
 Humboldt Fellow, Universitas Johann Wolfgang Goethe, Frankfurt am Main, Jerman,
1985
 Gelar Pangeran Sentana, Kanjeng Pangeran Harya (KPH) Martanegara, Pura Pakualaman
Yogyakarta, 2004

15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

- Wacana merupakan satuan bahasa terlengkap, yang dalam hirarki gramatikal merupakan
satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.

- Kohesi adalah hubungan antarbagian dalam teks yang ditandai penggunaan unsur bahasa
sedangkan koherensi adalah keterkaitan antara bagian satu dengan bagian yang lainnya,
sehingga kalimat memiliki kesatuan makna yang utuh.

- Dalam pembuatan wacana diperlukan syarat dalam pembuatannya agar wacana tersebut
menjadi baik. Wacana yang baik harus bersifat kohesif dan koheren. Apabila wacana
tersebut kohesif dan koheren, maka terciptalah wacana yang padu, memiliki kesatuan dan
memiliki kelengkapan.

- Dalam membuat wacana, kita perlu memperhatikan tujuan dari pembuatan wacana tersebut
agar mempermudah dalam mengembangkan bahasa yang kita gunakan. Setelah mengetahui
tujuan dibuatnya wacana tersebut, tentu kita akan mengetahui termasuk ke dalam jenis apa
wacana yang kita buat. Terdapat beberapa jenis wacana yakni :

 Wacana Berdasarkan Media Komunikasi


a. Wacana Lisan

b. Wacana Tulis

 Wacana Berdasarkan Pelibatnya

a. Wacana Monolog
b. Wacana Dialog
c. Wacana Polilog
 Wacana Berdasarkan Cara Pemaparan

a. Wacana Narasi

b. Wacana Deskripsi

c. Wacana Eksposisi

d. Wacana Argumentasi

e. Wacana Persuasi

16
3.2 Saran

Dengan adanya makalah ini, penulis mengharapkan kepada para pembaca setelah
membaca, mempelajari serta memahami isi dari makalah ini dapat menerapkan dalam konteks
berbahasa yang baik dan benar. Karena membuat wacana tidaklah gampang, maka diperlukan
latihan secara intensif dalam pembuatan wacana. Seorang pemula dalam menulis pasti
mengalami berbagai kesulitan dalam menuangkan pikirannya ke dalam bentuk tulisan.
Dengan membaca makalah ini, penulis berharap pembaca dapat lebih mudah dalam
menuangkan pikirannya ke dalam bentuk tulisan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Mujianto dkk, Gigit. 2010. Bahasa Indonesia untuk karangan ilmiah. Malang : UMM Press.

Rahardi, Kunjana. 2009. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta : Erlangga.

Syafi’ie, Imam. 1990. Bahasa Indonesi Profesi. Malang : IKIP Malang.

18

Вам также может понравиться