Вы находитесь на странице: 1из 189

KARYA ILMIAH AKHIR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. S DENGAN DIAGNOSIS


MEDIS DM GANGREN PEDIS SINISTRA + ANEMIA
DI RUANG III RUMKITAL DR. RAMELAN
SURABAYA

Oleh :
MUFHIDA PARANINGTYAS ENGGAR SARI, S.Kep
173.0052

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
2018

i
KARYA ILMIAH AKHIR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. S DENGAN DIAGNOSIS


MEDIS DM GANGREN PEDIS SINISTRA + ANEMIA
DI RUANG III RUMKITAL DR. RAMELAN
SURABAYA

Karya Ilmiah Akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat


Untuk memperoleh gelar Ners

Oleh :
MUFHIDA PARANINGTYAS ENGGAR SARI, S.Kep
173.0052

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
2018

ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN LAPORAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa

karya ilmiah akhir ini saya susun tanpa melakukan plagiat sesuai dengan

peraturan yang berlaku di Stikes Hang Tuah Surabaya. Berdasarkan pengetahuan

dan keyakinan penulis, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk, saya

nyatakan dengan benar. Bila ditemukan adanya plagiasi, maka saya akan

bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Stikes

Hang Tuah Surabaya.

Surabaya, 2 Agustus 2018

Mufhida Paraningtyas Enggar Sari, S.Kep

NIM 173.0052

iii
HALAMAN PERSETUJUAN

Setelah kami periksa dan kami amati, selaku pembimbing mahasiswa:

Nama : Mufhida Paraningtyas Enggar Sari, S.Kep

NIM : 173.0052

Program Studi : Pendidikan Profesi Ners

Judul : Asuhan Keperawatan Pada Tn. S dengan Diagnosis Medis

DM Gangren Pedia Sinistra + Anemia di Ruang III

Rumkital Dr.Ramelan Surabaya

Serta perbaikan-perbaikan sepenuhnya, maka kami menganggap dan dapat

menyetujui laporan karya ilmiah akhir ini guna memenuhi sebagian persyaratan

untuk memperoleh gelar:

NERS (Ns.)

Surabaya, 2 Agustus 2018

Pembimbing

Christina Yuliastuti, S.Kep., Ns., M.Kep


03.017

Mengetahui,
Stikes Hang Tuah Surabaya
Ka Prodi Pendidikan Profesi Ners

Ns. Nuh Huda, M.Kep., Sp.Kep.MB


NIP. 03020

iv
MOTTO

Jadilah manusia yang haus akan ilmu, karena Allah berjanji dalam Qur’an Surah Al Mujadilah ayat 11, bahwa
Allah akan meninggikan derajat orang yang beriman dan orang yang berilmu beberapa derajat (:

Karya ilmiah ini saya persembahkan kepada :


1. Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan memberikan kesehatan
sehingga karya ilmiah ini telah selesai dengan waktu yang tepat.
2. Ummi dan Abah yang tidak pernah berhenti mendoakan dan memberikan
dukungan dalam menyelesaikan karya ilmiah akhir.
3. Adik-adikku yang selalu menghibur saat mengerjakan karya ilmiah dan
memberi bantuan dengan tulus dalam penyelesaian karya ilmiah akhir.
4. Mas Fajar Firdaus yang selalu memberikan semangat, motivasi untuk selalu
belajar dengan rajin dan menemani dalam menyelesaikan karya ilmiah akhir
5. Sahabat-sahabatku Dhea Abriyanti, Yuanita Putri, Sarah Safira, Ajeng Rosa,
Retno Fidyawati dan Annisa Aprilia yang saling mendoakan, saling memberi
semangat, dukungan dan motivasi dalam menyusun karya ilmiah akhir.
6. Sahabat SMA-ku Gabriella Benedicta dan Yuniar Nor Safriyani yang saling
mendoakan dan saling memberi dukungan dalam menyusun karya ilmiah
akhir.
7. Teman seperjuangan sejak S1 sampai akhir profesi Viva Dian yang saling
bertukar pendapat dan saling memotivasi dalam menyelesaikan karya ilmiah
akhir.
8. Teman-teman Profesi Ners STIKES Hang Tuah Surabaya angkatan 8 yang
telah membantu dalam penyusunan karya ilmiah akhir yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya pada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini

sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Karya Ilmiah Akhir ini disusun

sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program Pendidikan Profesi Ners.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan dan kelancaran Karya Ilmiah ini

bukan hanya karena kemampuan penulis saja, tetapi banyak bantuan dari pihak

yang telah ikhlas membantu penulis dan penghargaan yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Laksamana Pertama TNI dr. I Dewa Gede Nalendra DI, Sp. B., Sp. BTKV.,

selaku Kepala Rumkital Dr.Ramelan Surabaya, yang telah memberikan ijin

dan lahan praktik untuk penyusunan Karya Ilmiah Ahkir.

2. Ibu Wiwiek Liestyaningrum, S.Kp., M.Kep., selaku Ketua Stikes Hang Tuah

Surabaya yang telah memberikan kesempatan kepada akmi menyelesaikan

pendidikan Ners di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Surabaya.

3. Bapak Ns.Nuh Huda, M.Kep., Sp.Kep.MB., selaku Kepala Program studi

pendidikan profesi ners yang selalu memberikan dorongan penuh dengan

wawasan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

4. Ibu Christina Yuliastuti, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku Pembimbing, yang

dengan tulus bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran serta perhatian

dalam memberikan dorongan, bimbingan dan arahan dalam penyusunan

Karya Ilmiah Akhir ini.

vi
5. Ibu Agustina Sri Patmi S.Kep., Ns selaku Pembimbing ruangan yang dengan

tulus ikhlas telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan

penyelesaian Karya Ilmiah Akhir ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Stikes Hang Tuah Surabaya, yang telah memberikan

bekal bagi penulis melalui materi-materi kuliah yang penuh nilai dan makna

dalam penyempurnaan penulisan Karya Ilmiah Akhir ini, juga kepada seluruh

tenaga administrasi yang tulus ikhlas melayani keperluan penulisa selama

menjalani studi dan penulisannya.

7. Sahabat-sahabat seperjuangan tersayang dalam naungan Stikes Hang Tuah

Surabaya yang telah memberikan dorongan semangat sehingga Karya Tulis

Ilmiah ini dapat terselesaikan.

Selanjutnya, penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak

kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Maka saran dan kritik yang

konstruktif senantiasa penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap, semoga

Karya Ilmiah Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang membaca

terutama bagi Chivitas Stikes Hang Tuah Surabaya.

Surabaya, 2 Agustus 2018

Penulis

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... ii


SURAT PERNYATAAN ........................................................................................ iii
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................ iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................... v
KATA PENGANTAR .............................................................................................. vi
DAFTAR ISI .............................................................................................................viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xii
DAFTAR SINGKATAN ..........................................................................................xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 6
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................................ 6
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................................... 6
1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah ........................................................................... 7
1.5 Metode Penulisan ........................................................................................... 8
1.6 Sistematika Penulisan ..................................................................................... 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 10


2.1 Konsep Diabetes Melitus .............................................................................. 10
2.1.1 Anatomi Fisiologi Pankreas .......................................................................... 10
2.1.2 Definisi Diabetes Melitus ............................................................................... 13
2.1.3 Klasifikasi Diabetes Melitus .......................................................................... 14
2.1.4 Patofisiologi Diabetes Melitus ....................................................................... 15
2.1.5 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus .............................................................. 15
2.1.6 Diagnosis DM Tipe 2 ..................................................................................... 16
2.1.7 Pencegahan Diabetes Melitus......................................................................... 19
2.1.8 Penatalaksanaan Diabetes Melitus ................................................................. 23
2.1.9 Komplikasi Diabetes Melitus ......................................................................... 25
2.2 Konsep Luka Gangren .................................................................................... 26
2.2.1 Definisi Luka Gangren ................................................................................... 26
2.2.2 Etiologi Luka Gangren .................................................................................. 27
2.2.3 Batasan Luka Gangren ................................................................................... 35
2.2.4 Patofisiologi Luka Gangren ........................................................................... 36
2.2.5 Penatalaksanaan Luka Diabetik Gangren ...................................................... 38
2.3 Konsep Anemia ............................................................................................. 41
2.3.1 Definisi Anemia ............................................................................................. 41
2.3.2 Tanda Dan Gejala Anemia ............................................................................. 41
2.3.3 Patofisiologi Anemia ...................................................................................... 41
2.3.4 Pemeriksaan Diagnostik Anemia .................................................................. 42
2.3.5 Penatalaksanaan Anemia ................................................................................ 43
2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus ........................................... 45

viii
2.4.1 Pengkajian ..................................................................................................... 45
2.4.2 Analisa Data ...................................................................................................52
2.4.3 Diagnosis Keperawatan ..................................................................................52
2.4.4 Rencana Keperawatan ....................................................................................53
2.4.5 Implementasi Keperawatan ............................................................................63
2.4.6 Evaluasi Keperawatan ....................................................................................63
2.5 Kerangka Masalah Keperawatan ....................................................................65

BAB 3 TINJAUAN KASUS ....................................................................................66


3.1 Pengkajian ......................................................................................................66
3.1.1 Data Dasar ......................................................................................................66
3.1.2 Pemeriksaan Fisik ..........................................................................................68
3.1.3 Pengkajian ......................................................................................................70
3.2 Diagnosis Keperawatan ..................................................................................73
3.3 Intervensi Keperawatan .................................................................................75
3.4 Implementasi Dan Evaluasi ...........................................................................81

BAB 4 PEMBAHASAN ...........................................................................................104


4.1 Pengkajian .....................................................................................................104
4.1.1 Identitas .........................................................................................................104
4.1.2 Riwayat Sakit Dan Kesehatan ........................................................................105
4.1.3 Pemeriksaan Fisik ..........................................................................................107
4.2 Diagnosis Keperawatan .................................................................................114
4.3 Intervensi .......................................................................................................118
4.4 Implementasi ..................................................................................................124
4.5 Evaluasi ..........................................................................................................130

BAB 5 PENUTUP.....................................................................................................139
5.1 Simpulan ........................................................................................................139
5.2 Saran ..............................................................................................................141

Daftar Pustaka .........................................................................................................143


Lampiran ..................................................................................................................148

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kadar Tes Laboratorium Darah Untuk Diganosis Diabetes Dan
Prediabetes ...............................................................................................................
17

Tabel 2.2 Kadar Glukosa Darah Sewaktu Dan Puasa Sebagai Penyaring
dan Patokan Penyaring Diagnosis DM ......................................................................
18

Tabel 2.3 Sistem Klasifikasi Ulkus DM berdasarkan Sistem Wagner ......................................


35

Tabel 2.4 Sistem Klasifikasi Ulkus DM ....................................................................................


35

Tabel 3.1 Hasil Laboratorium Pada Tn.S Dengan Diagnosis Medis DM


Gangren Pedis Sinistra + Anemia Pada Tanggal 16 Juli 2018 ...........................
69 50

Tabel 3.2 Terapi Obat Pada Tn.S Dengan Diagnosis Medis DM Gangren 69
Pedis Sinistra + Anemia Pada Tanggal 16 Juli 2018 ................................................

Tabel 3.3 Pemeriksaan Nervus Kranial .....................................................................................


72

Tabel 3.4 Intervensi Pada Tn.S Dengan Diagnosis Medis DM Gangren 75


Pedis Sinistra + Anemia Pada Tanggal 16 Juli 2018 ................................................

Tabel 3.5 Implementasi Dan Evaluasi Tn.S Dengan Diagnosis Medis DM 81


Gangren Pedis Sinistra + Anemia Pada Tanggal 16 Juli 2018 ..................................

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Pankreas ......................................................................... 10

Gambar 2.2 Langkah-Langkah Diagnosis DM Tipe 2 .................................... 16

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Curiculum Vitae ...................................................................... 148

Lampiran 2 SOP Mengukur Tekanan Darah ............................................... 149

Lampiran 3 SOP Mengukur Nadi ............................................................... 150

Lampiran 4 SOP Mengukur Suhu Axilla .................................................... 151

Lampiran 5 SOP Mengukur Pernapasan (Respiratory Rate) ...................... 152

Lampiran 6 SOP Pemberian Obat Injeksi Intra Vena (IV) ....................... 153

Lampiran 7 SOP Perawatan Luka ............................................................... 155

Lampiran 8 SOP Latihan Tehnik Relaksasi ................................................ 157

Lampiran 9 Luka Gangren Pedis Sinistra ..................................................... 158

Lampiran 10 Perawatan Luka Gangren Pedis Sinistra ................................ 159

Lampiran 11 Diabetes Self Management Education..................................... 160

xii
DAFTAR SINGKATAN

ABI : Ankle Brachial Index


ADA : American Diabetes Association
ADL : Activity Daily Living
BB : Berat Badan
BAB : Buang Air Besar
BAK : Buang Air Kecil
BUN : Blood Urea Nitrogen
C : Celcius
Cm : Centimeter
CRT : Cappilary Refill Time
DepKes : Departemen Kesehatan
DM : Diabetes Melitus
DSME : Diabetes Self Management Education
GDP : Gula Darah Puasa
GDPT : Gula Darah Puasa Terganggu
GDS : Gula Darah Sewaktu
GD 2 JPP : Gula Darah 2 Jam Post Prandial
GCS : Glascow Coma Scale
GDA : Gula Darah Acak
HGB : Hemoglobin
HHNK : Hiperglikemic Hiperosmolar Non Ketotic
HPM : Health Promotion
IDDM : Insulin Dependent Diabetes Mellitus
IGD : Instalasi Gawat Darurat
Inj : Injeksi
Inf : Infus
IV : Intra Vena
KEMENKES : Kementrian Kesehatan Indonesia
mg/dL : Miligram per desiliter
mmHg : Milimeter Hydragyrum
MRS : Masuk Rumah Sakit
N : Nadi
NGT : Naso Gastric Tube
NIDDM : Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
NSAID : Non Steroidal Anti Inflamatory Drug
OHO : Obat Hiperglikemik Oral
PERKENI : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
PLT : Platelets
PQRST : Provokasi Quality Region Severityscale Time
RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar
ROM : Range of Motion
RR : Respiration Rate
RUMKITAL : Rumah Sakit Angkatan Laut

xiii
RUMKITMAR : Rumah Sakit Marinir
S : Suhu
SDKI : Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia
SMA : Sekolah Menengah Atas
SMRS : Sebelum Masuk Rumah Sakit
SOP : Standart Operasional Procedure
TB : Tinggi Badan
TD : Tekanan Darah
TGT : Toleransi Glukosa Terganggu
TNM : Terapi Nutrisi Medis
TTGO : Tes Toleransi Glukosa Oral
WBC : White Blood Cell
WHO : World Health Organization
WIB : Waktu Indonesia Barat
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Dibetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin atau kedua-duanya (Perkeni, 2015). Luka diabetes terjadi karena adanya

kelainan pada saraf, kelainan pembuluh darah dan kemudian adanya infeksi. Bila

infeksi tidak ditangani dengan manajemen yang baik, hal itu akan berlanjut

menjadi ulkus bahkan dapat diamputasi (Prabowo, 2007). Luka gangren

merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling ditakuti oleh setiap

penderita DM. Gangren kaki diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-

hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi dipembuluh darah sedang

atau besar ditungkai. (Tjokroprawiro, 2007). Pasien rawat inap di Ruang III

dengan komplikasi luka gangren dikarenakan sebagian besar dari mereka kurang

mengetahui penatalaksanaan yang baik pada penyakit DM sehingga luka menjadi

semakin parah dan nekrosis, sangat diperlukan tindakan debridement untuk

mempercepat proses penyembuhan luka. Masalah yang sering muncul pada pasien

DM Gangren Pedis Sinistra + Anemia post op debridement diantaranya adalah

nyeri Akut berhubungan dengan insisi pembedahan, kerusakan integritas kulit

berhubungan dengan adanya luka post debridement dan resiko infeksi

berhubungan dengan post debridement ulkus DM (Handayani, 2015).

Berdasarkan data dari World Health Organization tahun 2016 didapatkan

penderita Diabetes Melitus sebanyak 422.000.000 orang dewasa, dimana 90%-nya

1
15

adalah Diabetes Melitus tipe 2, sehingga Diabetes Melitus telah dikategorikan

sebagai penyakit global karena terjadi peningkatan empat kali lipat mulai tahun

1980 hingga tahun 2016 (WHO, 2016). Kejadian Diabetes Melitus menjadi salah

satu penyebab kematian terbesar nomor 3 di Indonesia dengan pesentase sebesar

sebesar 6,7% setelah stroke (21,1%) dan penyakit jantung coroner (12,9%)

(KemenKes RI, 2016). Prevalensi penderita Diabetes Melitus di Provinsi Jawa

Timur menempati urutan ke Sembilan dengan prevalensi 6,8. Angka ini satu

tingkat diatas DKI Jakarta yang berada diurutan kesepuluh dengan prevalensi 6,6.

Prevalensi untuk Surabaya lebih tinggi dibandingkan Jatim, yaitu tujuh (Kominfo

Jatim, 2015). Surabaya sendiri seperti yang kita ketahui terdapat perkembangan

dari tahun 2009 sejumlah 15.961, meningkat pada jumlah 21.729 pada tahun

2010, kemudian meningkat kembali pada tahun 2011 menjadi 26.613. Penderita

Diabetes Melitus ini terus mengalami peningkatan pada tahun 2009 hingga 2011,

namun pada tanggal 2012 terjadi penurunan menjadi sebesar 21.268 (Putri dan

Isfandiari, 2013).

Data yang diperoleh berdasarkan buku register pasien di ruang III Rumkital

Dr. Ramelan Surabaya dalam tiga tahun terakhir, didapatkan hasil jumlah

penderita Diabetes Melitus pada tahun 2015-2016 sebanyak 170 orang, dimana

sebanyak 54 orang (31,8%) adalah pasien Diabetes Melitus dan 116 orang

(68,2%) adalah pasien Diabetes Melitus dengan komplikasi Gangren Diabetik.

Tahun 2016-2017 sebanyak 217 orang, dimana sebanyak 42 orang (19,4%) adalah

pasien Diabetes Melitus dan 175 orang (80,6%) adalah pasien Diabetes Melitus

dengan komplikasi Gangren Diabetik, sedangkan pada tahun 2017-2018

meningkat sebanyak 379 orang, dimana sebanyak 35 orang (9,3%) adalah pasien
16

Diabetes Mellittus dan 344 orang (90,7%) adalah pasien Diabetes Mellitus dengan

komplikasi Gangren Diabetik. Jumlah pasien diabetes melitus ratarata dalam tiga

bulan terakhir sebanyak 109 orang, dimana sebanyak 11 orang (10,09%) adalah

pasien Diabetes Melitus dan 98 orang (89,9%) adalah pasien Diabetes Melitus

dengan komplikasi Gangren Diabetik. Dalam satu bulan rata-rata pasien Diabetes

Melitus sebanyak 42 orang, dimana sebanyak 3 orang (7,2%) adalah pasien

Diabetes Melitus dan 39 orang (92,8%) adalah pasien Diabetes Melitus dengan

komplikasi Gangren Diabetik.

Diabetes Melitus disebabkan oleh tingginya kadar gula darah, yang disertai

dengan adanya kelainan metabolik. Normalnya, gula darah dikontrol oleh insulin,

suatu hormon yang dihasilkan oleh pankreas, yang memungkinkan sel untuk

menyerap gula di dalam darah. Akan tetapi, pada diabetes terjadi defisiensi insulin

yang disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin dan hambatan kerja insulin pada

reseptornya (Handaya, 2016). Pada Diabetes Melitus tipe II, pankreas masih dapat

membuat insulin, tetapi kualitas insulin yang dihasilkan buruk dan tidak dapat

berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk memasukkan glukosa ke dalam sel.

Akibatnya, glukosa dalam darah meningkat (Tandra, 2013). Faktor lain yang bisa

menyebabkan terjadinya Diabtes Melitus adalah kelainan genetik, usia, gaya

hidup stres, pola makan yang salah, obesitas, dan infeksi. Insulin merupakan

hormon anabolik, hormon yang dapat membantu memindahkan glukosa dari darah

ke otot, hati dan sel lemak. Pada Diabetes terjadi berkurangnya insulin atau tidak

adanya insulin berakibat pada gangguan tiga metabolisme yaitu menurunnya

penggunaan glukosa, meningkatnya mobilisasi lemak dan meningkatnya

penggunaan protein (Riyadi dan Sukarmin, 2008). Pasien Diabetes Melitus sering
17

kali mengalami gangguan neuropati yang berdampak pada system saraf autonomi,

dimana berfungsi untuk mengontrol fungsi otot-otot halus, kelenjar dan organ

visceral. Efek pada autonomi neuropati ini menimbulkan kulit menjadi rusak dan

luka sukar sembuh, dan dapat menimbulkan infeksi serta berkontribusi terjadinya

gangren (Tarwoto, 2012). Kondisi penyakit juga dapat memperberat kerja sel

dalam memperbaiki luka sehingga penting sekali melakukan tindakan kolaborasi

untuk mengatasi penyebab dan penyulit penyembuhan. Semua luka atau radang

yang terjadi pada luka dibawah mata kaki harus segera diobati, karena bila

terlambat, mudah timbul gangren diabetik (luka kehitaman karena sebagian

jaringannya mati dan berbau busuk) dan pada akhirnya kaki harus diamputasi/

dipotong (Misnadiarly, 2006).

Hasil dari Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) menunjukkan

bahwa pengendalian Diabetes Melitus yang baik dapat mengurangi komplikasi

kronik Diabetes Melitus antara 20–30%. Bila diremehkan, komplikasi penyakit

Diabetes Melitus dapat menyerang seluruh anggota tubuh dan dapat menyebabkan

kerusakan gangguan fungsi, kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal,

jantung, saraf dan pembuluh darah lainnya (Putri dan Isfandiari, 2013). Perawat

memberikan pelayanannya selama 24 jam terus menerus pada pasien (Nursalam,

2011). Peranan perawat dalam melakukan pelayanan kesehatan kesehatan di

rumah sakit sering dijadikan ukuran oleh pelanggan rumah sakit tersebut sebagai

gambaran pelayanan rumah sakit secara keseluruhan. Dampak dari Diabetes

Mellitus harus diatasi, tidak hanya fokus pada perawatan luka gangren atau

perawatan luka post debridement maupun post operasi amputasi yang

diperhatikan (Pratiwi, 2016). Maka hal utama yang diperlukan adalah


18

pengendalian Diabetes Melitus dengan pedoman 4 pilar pengendalian Diabetes

Melitus, yang terdiri dari edukasi, pengaturan makan, olahraga dan kepatuhan

pengobatan (PERKENI, 2011). Salah satu aspek yang memegang peranan penting

dalam penatalaksanaan DM tipe 2 adalah edukasi. Edukasi kepada pasien DM tipe

2 penting dilakukan sebagai langkah awal pengendalian DM tipe 2 (Wahid, 2016).

Dalam edukasi tersebut akan ditekankan bahwa yang terpenting dalam

pengendalian Diabetes Melitus adalah perubahan gaya hidup pasien meliputi

perubahan pola makan sesuai kebutuhan, rutin melakukan aktifitas fisik dan

kepatuhan mengkonsumsi obat. Asuhan keperawatan yang tepat dan

komprehensif pada pasien Diabetes Melitus merupakan salah satu cara yang dapat

dilakukan oleh seorang perawat untuk membantu mengatasi masalah pasien.

Melalui proses pemberian asuhan keperawatan dan komunikasi terapeutik pada

pasien, diharapkan kebutuhan pasien dapat terpenuhi dan masalah pasien dapat

teratasi. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu melakukan penerapan

asuhan keperawatan pada Tn.S dengan diagnosa medis DM Gangren Pedis

Sinistra + Anemia di Ruang III Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.

1.2 Rumusan Masalah

“Bagaimanakah asuahan keperawatan pada Tn.S dengan diagnosa medis

DM Gangren Pedis Sinistra + Anemia di Ruang III Rumkital Dr. Ramelan

Surabaya.”
19

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu mengidentifikasi asuhan keperawatan pada Tn.S

dengan diagnosa medis DM Gangren Pedis Sinistra + Anemia di Ruang III

Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengkaji Tn.S dengan diagnosa medis DM Gangren Pedis Sinistra +

Anemia di Ruang III Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.

2. Merumuskan diagnosis keperawatan pada Tn.S dengan diagnosa medis

DM Gangren Pedis Sinistra + Anemia di Ruang III Rumkital Dr. Ramelan

Surabaya.

3. Merencanakan tindakan keperawatan pada Tn.S dengan diagnosa medis

DM Gangren Pedis Sinistra + Anemia di Ruang III Rumkital Dr. Ramelan

Surabaya.

4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada Tn.S dengan diagnosa medis

DM Gangren Pedis Sinistra + Anemia di Ruang III Rumkital Dr. Ramelan

Surabaya.

5. Mengevaluasi Tn.S dengan diagnosa medis DM Gangren Pedis Sinistra +

Anemia di Ruang III Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.

6. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada Tn.S dengan diagnosa

medis DM Gangren Pedis Sinistra + Anemia di Ruang III Rumkital Dr.

Ramelan Surabaya.
20

1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah

Terkait dengan tujuan, maka tugas akhir ini diharapkan dapat memberikan

manfaat :

1. Akademisi

Hasil studi kasus ini merupakan sumbangan bagi ilmu pengetahuan

khususnya dalam hal asuhan keperawatan pada Tn.S dengan diagnosa medis DM

Gangren Pedis Sinistra + Anemia di Ruang III Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.

Dari segi praktisi , tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi :

a. Bagi pelayanan keperawatan di rumah sakit

Hasil studi kasus ini, dapat menjadi masukan bagi pelayanan dirumah

sakit agar dapat melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan

DM Gangren Pedis Sinistra + Anemia.

b. Bagi penulis

Hasil penulisan ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi penulisan

berikutnya, yang akan melakukan studi kasus pada asuhan

keperawatan pada pasien DM Gangren Pedis Sinistra + Anemia

dengan baik.

c. Bagi profesi kesehatan

Hasil karya tulis ilmiah ini dapat sebagai tambahan ilmu bagi profesi

keperawatan dan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang

asuhan keperawatan pada pasien DM Gangren Pedis Sinistra +

Anemia di Ruang III Rumkital dr. Ramelan Surabaya.


21

1.5 Metode Penulisan

1. Metode

Studi kasus yaitu metode yang memusatkan perhatian pada satu obyek

tertentu yang diangkat sebagai sebuah kasus untuk dikaji secara mendalam

sehingga mampu membongkar realitas di balik fenomena.

2. Tenik pengumpulan data

a. Wawancara

Data yang diambil / diperolah melalui percakapan baik dengan pasien,

keluarga maupun dengan tim kesehatan lain.

b. Observasi

Data yang diambil melalui penelitian secara baik dengan pasien,

reaksi, respon pasien dan keluarga pasien sangat diterima kehadiran saya

dengan baik.

c. Pemeriksaan

Dengan pemeriksaan yang meliputi pemeriksaan fisik dan

laboratorium dapat menunjang menegakkan diagnosa dan penanganan

selanjutnya.

3. Sumber data

a. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari pasien

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari keluarga atau orang

terdekat dengan pasien catatan medik perawat, hasil-hasil pemeriksaan

dan catatan dari tim kesehatan yang lain.


22

c. Studi kepustakaan

Studi kepustakaan yaitu mempelajari buku sumber yang berhubungan

dengan judul karya tulis dan masalah yang dibahas.

1.6 Sistematika penulisan

Supaya lebih jelas dan lebih mudah dalam memahami dan mempelajari

studi kasus ini, secara keseluruhan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :

1. Bagian awal, memuat halaman judul, persetujuan komisi pembimbing,

pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi.

2. Bagian inti terdiri, dari lima bab, yang masing – masing bab terdiri dari

sub bab berikut ini :

BAB 1 : Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, tujuan,

manfaat penelitian, dan sistematika penulisan studi kasus.

BAB 2 : Tinjauan pustaka, berisi tentang konsep penyakit dari sudut

medis, dan asuhan keperawatan pasien dengan diagnosa selulitis dan

diabetes melitus.

BAB 3 : Tinjauan kasus berisi tentang diskripsi data hasil pengkajian,

diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

BAB 4 : Pembahasan kasus yang ditemukan yang berisi data, teori dan

opini serta analis.

BAB 5 : Penutup: Simpulan dan saran.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan diuraikan secara teoritis, meliputi : 1) Konsep Diabetes

Mellitus, 2) Konsep Luka Gangren, 3) Konsep Anemia, 4) Konsep Asuhan

Keperawatan Diabetes Mellitus, 5) Kerangka Masalah Diabetes Melitus.

2.1 Konsep Diabetes Melitus

2.1.1 Anatomi Fisiologi Pankreas

Pankreas adalah sebuah kelenjar yang letaknya di belakang lambung. Di

dalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti pulau pada peta, karena

itu disebut pulau-pulau langerhans yang berisi sel beta yang mengeluarkan hormon

insulin, yang sangat berperan dalam mengatur kadar glukosa darah (FKUI, 2007).

Tarwoto (2012), Pankreas adalah organ pipih yang berada dibelakang

lambung dalam abdomen, panjangnya 20-25 cm, tebal ± 2,5 cm dan beratnya

sekitar 80 gram, terbentang dari atas sampai ke lengkungan besar dari abdomen

dan dihubungkan oleh dua saluran ke duodenum. Struktur organ ini lunak dan

berlobulus, tersusun atas :

1. Kepala pankreas, merupakan bagian yang paling besar, terletak disebelah

kanan rongga abdomen dan didalam lekukan duodenum yang praktis

melingkarinya.

2. Badan pankreas, merupakan bagian utama pada organ ini, letaknya dibelakang

lambung dan didepan vertebra lumbalis pertama.

3. Ekor pankreas, adalah bagian yang runcing disebelah kiri dan berdekatan atau

menyentuh limpa.

10
11

Tiap pankreas mengandung lebih kurang 100.000 pulau Langerhans dan tiap
pulau berisi 100 sel beta. Di samping sel beta ada juga sel alfa yang memproduksi
glukagon yang bekerja sebaliknya dari insulin yaitu meningkatkan kadar glukosa
darah. Juga ada sel delta yang mengeluarkan somatostatin (FKUI, 2007).

Sumber : Sobotta, 2007.

Gambar 2.1 Anatomi Pankreas

Sloane (2003) menyatakan bahwa pulau langerhans manusia memiliki empat


jenis sel penghasil hormon yang teridentifikasi yaitu :
1. Sel – sel A ( alfa ), jumlahnya sekitar 20 – 40 persen, Sel ini memproduksi

glukagon yang menjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai

antiinsulin like activity, yang berfungsi meningkatkan kadar gula darah.

2. Sel – sel B ( beta ), jumlahnya sekitar 60 – 80 persen, bertugas membuat

insulin, yang berfungsi menurunkan kadar gula darah.

3. Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 persen, bertugas membuat

somatostatin, yaitu hormon penghalang hormon pertumbuhan, yang

menghambat sekresi glukagon dan insulin.


12

4. Sel – sel F, jumlahnya kurang dari 5 persen, bertugas membuat polipeptida

pankreas, sejenis hormon pencernaan untuk fungsi yang tidak jelas, yang

dilepaskan setelah makan.

Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan


sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak
berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada
penderita diabetes mellitus, sel beta sering ada tetapi berbeda dengan sel beta
yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin
sehingga dianggap tidak berfungsi (Nabyl, 2009).
Insulin dihasilkan di darah dalam dengan bentuk bebas dengan waktu

paruh plasma ±6 menit, bila tidak berikatan dengan reseptor pada sel target, maka

akan didegradasi oleh enzim insulinase yang dihasilkan terutama di hati dalam

waktu 10-15 menit (Guyton & Hall, 2006). Reseptor insulin merupakan kombinasi

dari empat subunit yang berikatan dengan ikatan disulfida yaitu dua subunit-α

yang berada di luar sel membran dan dua unit sel-ß yang menembus membran.

Insulin akan mengikat serta mengaktivasi reseptor α pada sel target, sehingga akan

menyebabkan sel ß terfosforilasi. Sel ß akan mengaktifkan tyrosine kinase yang

juga akan menyebabkan terfosforilasinya enzim intrasel lain termasuk insulin-

receptors substrates (IRS) (Guyton & Hall, 2006). Dalam tubuh kita terdapat

mekanisme reabsorbsi glukosa oleh ginjal, dalam batas ambang tertentu. Kadar

glukosa normal dalam tubuh kira-kira 100mg glukosa/100ml plasma dengan

GFR/Glomerular Filtration Rate 125 ml/menit. Glukosa akan ditemukan diurin

jika telah melewati ambang ginjal untuk reabsorbsi glukosa yaitu 375 mg/menit

dengan glukosa di plasma darah 300mg/100m l (Sherwood, 2011).

2.1.2 Definisi Diabetes Melitus


13

Diabetes Melitus adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh tingginya

kadar gula darah, yang disertai dengan adanya kelainan metabolik. Normalnya,

gula darah dikontrol oleh insulin, suatu hormon yang dihasilkan oleh pankreas,

yang memungkinkan sel untuk menyerap gula di dalam darah. Akan tetapi, pada

diabetes terjadi defisiensi insulin yang disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin

dan hambatan kerja insulin pada reseptornya (Handaya, 2016).

Pada Diabetes Melitus tipe II, pankreas masih dapat membuat insulin,

tetapi kualitas insulin yang dihasilkan buruk dan tidak dapat berfungsi dengan baik

sebagai kunci untuk memasukkan glukosa ke dalam sel yang dapat menyebabkan

glukosa dalam darah meningkat (Tandra, 2013). Jadi, dapat disimpulkan bahwa

Diabetes Melitus merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan peningkatan

kadar glukosa darah (hiperglikemia) dan disebabkan oleh adanya resistensi insulin,

gangguan sekresi insulin, atau kedua-duanya.

2.1.3 Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi diabetes melitus menurut American Diabetes Association

(ADA 2010) meliputi empat kelas klinis :

1. DM Tipe 1 (IDDM)

Diabetes Melitus tipe 1 adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai

oleh kenaikan kadar gula darah akibat destruksi (kerusakan) sel beta pankreas

(kelenjar ludah perut) karena suatu sebab tertentu yang menyebabkan produksi

insulin tidak ada sama sekali sehingga penderita memerlukan tambahan insulin

dari luar (DepKes RI, 2008).

2. DM Tipe 2 (NIDDM)
14

Diabetes Melitus tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai

oleh kadar gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan

fungsi insulin (resistensi insulin) (DepKes RI, 2008).

3. DM Tipe lain

Diabetes Melitus tipe lain adalah penyakit gangguan metabolik yang

ditandai oleh kenaikan kadar gula darah akibat defek genetik fungsi sel beta, defek

genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau

zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang, sindrom penyakit lain yang

berkaitan dengan DM (DepKes RI, 2008).

4. DM Tipe Gestasional

Diabetes Melitus tipe Gestasional adalah penyakit gangguan metabolik

yang ditandai oleh kenaikan kadar gula darah yang terjadi pada wanita hamil.

Biasanya terjadi pada usia 24 minggu masa kehamilan, dan setelah melahirkan

kadar gula darah kembali normal (DepKes RI, 2008).

2.1.3 Etiologi Diabetes Melitus

Diabetes Melitus secara umum disebabkan oleh defisiensi insulin akibat

adanya kerusakan pada sel beta pankreas dan gangguan hormonal (Mansjoer dkk.,

2005 dalam Yuanita, 2013). DM tipe 2 atau Non Insulin Dependent Diabetes

Mellitus (NIDDM) disebabkan oleh gangguan resistensi insulin dan sekresi insulin.

Resistensi insulin terjadi karena reseptor yang berikatan dengan insulin tidak

sensitif sehingga mengakibatkan menurunnya kemampuan insulin dalam

merangsang pengambilan glukosa dan menghambat produksi glukosa oleh sel hati.

Gangguan sekresi insulin terjadi karena sel beta pankreas tidak mampu

mensekresikan insulin sesuai dengan kebutuhan (PERKENI, 2011; Smeltzer &

Bare, 2001).
15

2.1.4 Patofisiologi DM tipe 2

Pada DM Tipe 2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan

insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya, insulin

akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya

insulin dan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme

glukosa dalam sel. Resistensi insulin pada DM Tipe 2 disertai dengan penurunan

reaksi intrasel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi

pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan

mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah

insulin yang disekresikan. DM Tipe 2 paling sering terjadi pada penderita DM

yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Obesitas merupakan faktor utama

penyebab timbulnya DM Tipe 2. Pada keadaan kegemukan respons sel beta

pankreas terhadap peningkatan gula darah sering berkurang. Selain itu reseptor

insulin pada target sel di seluruh tubuh termasuk otot berkurang jumlah dan

keaktifannya (kurang sensitif) sehingga keberadaan insulin di dalam darah kurang

atau tidak dapat di manfaatkan (Ernawati, 2013).

2.1.5 Manifestasi Klinis DM tipe 2

Diagnosis DM tipe 2 awalnya ditunjukkan dengan adanya gejala khas

berupa polifagia, poliuria, polidipsia (Kariadi, 2009:36). Gejala lain yang mungkin

dikeluhkan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur, impotensi pada pria, dan

pruritus vulva pada wanita (Mansjoer dkk., 2005).

Berdasarkan studi kohort yang dilakukan oleh Sudore et.al., (2012 dalam

Park, et.al.), hampir setengah pasien DM tipe 2 dewasa (total 13.171 responden)

melaporkan telah merasakan gejala selain gejala khas DM yang berupa kelelahan,

depresi, dyspnea, insomnia, emosi yang tidak stabil, dan nyeri. Pasien berusia
16

lebih dari 60 tahun mengeluh sering merasakan nyeri dan dyspnea (physical

symptoms), sedangkan pasien berusia kurang dari 60 tahun mengeluh sering

kelelahan, insomnia, dan depresi (psychosocial symptoms).

2.1.6 Diagnosis DM tipe 2

Diagnosis DM tipe 2 ditegakkan berdasarkan pemeriksaan kadar glukosa

darah dan tidak dapat ditegakkan dengan adanya glukosuria (PERKENI, 2015).

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM

perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti di bawah ini :

1. Keluhan klasik DM : poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat

badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

2. Keluhan lain : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi

ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita

Menurut PERKENI (2015), diagnosis DM tipe 2 dapat ditegakkan melalui

empat cara, yaitu:

a. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak

ada asupan kalori minimal 8 jam.

b. Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi

Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.

c. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik.

d. Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang

terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program

(NGSP).

Saat ini tidak semua laboratorium di Indonesia memenuhi standard NGSP,

sehingga harus hati-hati dalam membuat interpretasi terhadap hasil pemeriksaan

HbA1c. Pada kondisi tertentu seperti: anemia, hemoglobinopati, riwayat transfusi


17

darah 2-3 bulan terakhir, kondisi yang mempengaruhi umur eritrosit dan gangguan

fungsi ginjal maka HbA1c tidak dapat dipakai sebagai alat diagnosis maupun

evaluasi.

Langkah-langkah diagnosis DM tipe 2 secara skematik dapat dilihat pada

gambar berikut:

Gambar 2.2. Langkah-langkah diagnosis DM tipe 2


(Sumber: PERKENI 2011)

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM

digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa

terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT) (PERKENI, 2015).
18

1) Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa

plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa

plasma 2-jam < 140 mg/dl.

2) Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma

2-jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa <100

mg/dl.

3) Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT Diagnosis prediabetes dapat

juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan

angka 5,7-6,4%.

Tabel 2.1 Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis diabetes dan prediabetes
HbA1c (%) Glukosa darah puasa Glukosa plasma 2 jam
(mg/dL) seelah TTGO (mg/dL)
Diabetes > 6,5 % > 126 mg/dL > 200 mg/dL
Prediabetes 5,7-6,4 % 100-125 mg/dL 140-199 mg/dL
Normal < 5,7 % < 100 mg/dL < 140 mg/dL
Sumber : PERKENI 2015

Pemeriksaan penyaring dilakukan untuk menegakkan diagnosis Diabetes

Melitus Tipe-2 (DMT2) dan prediabetes pada kelompok risiko tinggi yang tidak

menunjukkan gejala klasik DM yaitu:

1. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh [IMT] ≥23

kg/m2) yang disertai dengan satu atau lebih faktor risiko sebagai berikut:

a. Aktivitas fisik yang kurang.

b. First-degree relative DM (terdapat faktor keturunan DM dalam keluarga).

c. Kelompok rasa tau etnis tertentu.

d. Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL > 4 kg

atau mempunyai riwayat diabetes melitus gestasional.

e. Hipertensi (≥140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk hipertensi).


19

f. HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida >250 mg/dL.

g. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium.

h. Riwayat prediabetes.

i. Obesitas berat, akantosis nigrikans.

j. Riwayat penyakit kardiovaskular.

2. Usia > 45 tahun tanpa faktor risiko di atas.

Catatan:

Kelompok risiko tinggi dengan hasil pemeriksaan glukosa plasma normal

sebaiknya diulang setiap 3 tahun, kecuali pada kelompok prediabetes pemeriksaan

diulang tiap 1 tahun. Pada keadaan yang tidak memungkinkan dan tidak tersedia

fasilitas pemeriksaan TTGO, maka pemeriksaan penyaring dengan mengunakan

pemeriksaan glukosa darah kapiler, diperbolehkan untuk patokan diagnosis DM.

Dalam hal ini harus diperhatikan adanya perbedaan hasil pemeriksaan glukosa

darah plasma vena dan glukosa darah kapiler seperti pada tabel 2.2 di bawah ini.

Tabel 2.2 Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (mg/dl)
Bukan Belum pasti DM DM
DM
Kadar glukosa darah Plasma Vena <100 100-199 >200
sewaktu (mg/dL) Darah Kapiler <90 90-199 >200
Kadar glukosa darah Plasma Vena <100 100-125 >126
puasa (mg/dL) Darah Kapiler <90 90-99 >100
Sumber : PERKENI 2015:14
2.1.7 Pencegahan Diabetes Melitus

Pencegahan DM terdiri dari pencegahan primer, sekunder, dan tersier,

meliputi (PERKENI, 2011) :

1. Pencegahan Primer
20

Pencegahan primer adalah suatu upaya pencegahan yang ditujukan pada

kelompok yang memiliki faktor resiko, yaitu kelompok yang belum mengalami

DM namun berpotensi untuk mengalami DM karena memiliki faktor resiko

sebagai berikut:

a. Faktor resiko yang tidak bisa dimodifikasi:

1) Ras dan etnik. African Americans, Mexican Americans, American

Indians, Hawaiians dan beberapa Asian Americans memiliki resiko

tinggi mengalami DM dan penyakit jantung, dikarenakan tingginya

kadar glukosa darah, obesitas, dan jumlah populasi DM dalam etnik

tersebut (Shai et.al., 2006).

2) Jenis kelamin. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Wexler

et.al. (2005), pria lebih beresiko mengalami DM daripada wanita.

Wanita yang mengalami menopause akan lebih beresiko mengalami

DM daripada wanita yang belum menopause;

3) Riwayat keluarga dengan DM. Seseorang yang memiliki riwayat

keluarga dengan DM akan lebih beresiko mengalami DM daripada

seseorang yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan DM (Arslanian

et.al., 2005); dan

4) Usia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Meneilly &

Elahi (2005:1498), resiko DM lebih tinggi pada usia dewasa daripada

lansia.

b. Faktor resiko yang bisa dimodifikasi:

1) Obesitas (IMT > 23 kg/m2). Berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Shai et.al. (2006), seseorang yang obesitas akan

mengalami resiko DM lebih tinggi daripada seseorang yang tidak


21

obesitas. Hal tersebut dikarenakan kandungan lemak yang lebih banyak

dapat menurunkan sensitivitas insulin;

2) Kurangnya aktivitas fisik. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Morato et.al. (2007), seseorang yang kurang bergerak atau sedikit

melakukan aktivitas fisik akan lebih beresiko mengalami DM. Hal

tersebut dikarenakan kurangnya aktivitas fisik dapat menurunkan

sensitivitas insulin terhadap reseptor;

3) Hipertensi (> 140/90 mmHg). Berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Eyre et.al. (2004), hipertensi menjadi salah satu faktor

resiko DM karena hipertensi dapat meningkatkan kejadian

aterosklerosis yang berdampak pada penurunan fungsi sel beta

pankreas dalam memproduksi insulin;

4) Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL).

Dislipidemia menjadi salah satu faktor resiko DM karena dyslipidemia

merupakan indikator meningkatnya jaringan adiposa yang berdampak

pada penurunan sensitivitas insulin (Eyre et.al., 2004); dan

5) Diet tidak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi gula dan rendah

serat akan meningkatkan resiko mengalami DM.

c. Faktor lain yang terkait dengan resiko diabetes :

1) Pasien Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain

yang terkait dengan resistensi insulin. PCOS merupakan kelainan

endokrinopati pada wanita usia reproduksi. PCOS lebih sering

dikaitkan dengan adanya timbunan lemak yang berlebih. Timbunan

lemak yang berlebih terutama di rongga perut dapat menyebabkan


22

penurunan sensitivitas insulin sehingga berdampak pada peningkatan

kadar glukosa darah (PERKENI, 2011).

2) Pasien sindrom metabolik yang memiliki riwayat toleransi glukosa

terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT)

sebelumnya; dan pasien yang memiliki riwayat penyakit

kardiovaskular, seperti stroke, PJK, atau PAD (Peripheral Arterial

Diseases). Pasien yang memiliki riwayat penyakit kardiovaskular akan

lebih beresiko mengalami DM karena kondisi pembuluh darah dan

hemostasis yang buruk akan menyebabkan ketidakseimbangan

endokrin dalam tubuh. Tindakan penyuluhan dan pengelolaan pada

kelompok masyarakat yang mempunyai resiko tinggi merupakan salah

satu aspek penting dalam pencegahan primer. Materi penyuluhan yang

dapat diberikan meliputi program penurunan berat badan, diet sehat,

latihan jasmani, dan menghentikan merokok (PERKENI, 2011).

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah suatu upaya yang dilakukan untuk mencegah

timbulnya komplikasi pada pasien yang telah mengalami DM. Pencegahan

sekunder dapat dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan

deteksi dini sejak awal pengelolaan penyakit DM. Program penyuluhan memegang

peranan penting dalam upaya pencegahan sekunder untuk meningkatkan

kepatuhan pasien dalam menjalani program pengobatan dan menuju perilaku sehat

(PERKENI, 2011).

3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk

mencegah kecacatan lebih lanjut pada pasien DM yang mengalami komplikasi.


23

Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan

berkembang dan menetap. Penyuluhan pada pasien dan keluarganya memegang

peranan penting dalam upaya pencegahan tersier. Penyuluhan dapat dilakukan

dengan pemberian materi mengenai upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk

mencegah kecacatan lebih lanjut. Pencegahan tersier memerlukan pelayanan

kesehatan yang menyeluruh dan kolaborasi antar tenaga medis. Kolaborasi yang

baik antar para ahli di berbagai disiplin (jantung dan ginjal, mata, bedah ortopedi,

bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatris, dan lain sebagainya)

sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan pencegahan tersier (PERKENI,

2011).

2.1.8 Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Penatalaksanaan DM tipe 2 secara umum bertujuan untuk meningkatkan

kualitas hidup pasien. Penatalaksanaan DM tipe 2 terdiri dari penatalaksanaan

jangka pendek dan penatalaksanaan jangka panjang. Tujuan penatalaksanaan

jangka pendek adalah menghilangkan tanda dan gejala DM tipe 2,

mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah.

Tujuan penatalaksanaan jangka panjang adalah mencegah dan menghambat

progresivitas komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler, dan neuropati diabetik.

Tujuan akhir dari penatalaksanaan DM tipe 2 adalah turunnya morbiditas dan

mortalitas DM tipe 2 (PERKENI, 2011). Pengendalian glukosa darah, tekanan

darah, berat badan, dan profil lipid perlu dilakukan untuk mencapai tujuan

tersebut, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan

perawatan mandiri dan perubahan perilaku (Mansjoer dkk, 2005).


24

Menurut PERKENI (2015), ada 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu

edukasi, terapi nutrisi medis, latihan jasmani, dan intervensi farmakologis.

1. Edukasi

Edukasi memegang peranan yang sangat penting dalam penatalaksanaan

DM tipe 2 karena pemberian edukasi kepada pasien dapat merubah perilaku pasien

dalam melakukan pengelolaan DM secara mandiri. Pemberian edukasi kepada

pasien harus dilakukan dengan melihat latar belakang pasien, ras, etnis, budaya,

psikologis, dan kemampuan pasien dalam menerima edukasi. Edukasi mengenai

pengelolaan DM secara mandiri harus diberikan secara bertahap yang meliputi

konsep dasar DM, pencegahan DM, pengobatan DM, dan selfcare (Funnell et.al.,

2009).

2. Terapi Nutrisi Medis

Terapi Nutrisi Medis (TNM) atau diet merupakan bagian dari

penatalaksanaan DM tipe 2. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan secara

menyeluruh dari tenaga kesehatan (dokter, ahli gizi, tenaga kesehatan yang lain

serta pasien dan keluarganya). Prinsip pengaturan nutrisi pada pasien DM tipe 2

yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi

masing-masing individu. Pengaturan jadwal, jenis, dan jumlah makanan

merupakan aspek yang sangat penting untuk diperhatikan, terutama pada pasien

dengan terapi insulin (PERKENI, 2015).

3. Latihan jasmani

Latihan jasmani dilakukan secara teratur sebanyak 3-4 kali seminggu

selama kurang lebih 30 menit yang sifatnya CRIPE (Continous, Rhytmical,

Interval, Progressive, Endurance training). Prinsip CRIPE tersebut menjadi dasar

dalam pembuatan materi DSME yang memiliki arti latihan jasmani dilakukan
25

secara terus menerus tanpa berhenti, otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara

teratur, gerak cepat dan lambat secara bergantian, berangsur-angsur dari latihan

ringan ke latihan yang lebih berat secara bertahap dan bertahan dalam waktu

tertentu. Latihan jasmani bertujuan untuk menjaga kebugaran tubuh, menurunkan

berat badan, dan memperbaiki sensitivitas insulin. Latihan jasmani yang

dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki,

bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan

dengan usia dan status kesegaran jasmani. Pasien DM tipe 2 yang relatif sehat

dapat meningkatkan intensitas latihan jasmani, sedangkan pasien DM tipe 2 yang

mengalami komplikasi dapat mengurangi intensitas latihan jasmani (PERKENI,

2015).

4. Intervensi farmakologis

Intervensi farmakologis meliputi pemberian obat-obatan kepada pasien

DM tipe 2. Obat-obatan yang diberikan dapat berupa obat oral dan bentuk

suntikan. Obat dalam bentuk suntikan meliputi pemberian insulin dan agonis GLP-

1/incretin mimetic (PERKENI, 2011). Berdasarkan cara kerjanya, obat

hiperglikemik oral (OHO) dibagi menjadi 5 golongan, yaitu pemicu sekresi insulin

(misalnya sulfonilurea dan glinid), peningkat sensitivitas terhadap insulin

(misalnya metformin dan tiazolidindion), penghambat gluconeogenesis (misalnya

metformin), penghambat absorpsi glukosa (misalnya penghambat glukosidase

alfa), dan DPP-IV inhibitor (PERKENI, 2015).

2.1.9 Komplikasi Diabetes Melitus

Komplikasi yang muncul akibat penyakit DM antara lain (Mansjoer dkk.,

2005; Smeltzer & Bare, 2001):


26

1. Akut, meliputi koma hipoglikemia, ketoasidosis, dan koma Hiperglikemic

Hiperosmolar Non ketotic (HHNK). Koma hipoglikemia terjadi akibat terapi

insulin secara terus-menerus, ketoasidosis terjadi akibat proses pemecahan lemak

secara terus-menerus yang menghasilkan produk sampingan berupa benda keton

yang bersifat toksik bagi otak, sedangkan koma HHNK terjadi akibat

hiperosmolaritas dan hiperglikemia yang menyebabkan hilangnya cairan dan

elektrolit sehingga terjadi perubahan tingkat kesadaran; dan

2. Kronik, meliputi makrovaskuler (mengenai pembuluh darah besar seperti

pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, dan pembuluh darah otak),

mikrovaskuler (mengenai pembuluh darah kecil : retinopati diabetik, nefropati

diabetik), neuropati diabetik, rentan infeksi, dan kaki diabetik. Komplikasi

tersering dan paling penting adalah neuropati perifer yang berupa hilangnya

sensasi distal dan berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus diabetik dan amputasi.

2.2 Konsep Luka Gangren

2.2.1 Definisi Luka Gangren

Gangren kaki diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman

dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi dipembuluh darah sedang atau

besar ditungkai. Luka gangren merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang

paling ditakuti oleh setiap penderita DM (Tjokroprawiro, 2007).

Ulkus kaki diabetic adalah kerusakan sebagian (partial thickness) atau

keseluruhan (full thickness) pada kulit yang meluas ke jaringan di bawah kulit,

tendon, otot, tulang atau persendian yang terjadi pada seseorang yang menderita

penyakit Diabetes Milletus (DM), kondisi ini timbul sebagai akibat terjadinya

peningkatan kadar gula darah yang tinggi. Jika ulkus kaki berlangsung lama, tidak
27

dilakukan penatalaksanaan dan tidak sembuh, luka akan menjadi terinfeksi. Ulkus

kaki, infeksi sering mengakibatkan gangrene dan amputasi ekstriminitas bagian

bawah (Tarwoto, 2012). Luka diabetik terdiri dari luka ulkus dan gangren. Tujuan

perawatan luka diabetik adalah mencegah terjadinya komplikasi dan mempercepat

proses pemulihan luka. Ulkus yang tidak dirawat dengan baik dapat

mengakibatkan timbulnya luka gangren. Gangren adalah luka yang sudah

membusuk dan sudah melebar, ditandai dengan jaringan yang mati berwarna

kehitaman dan membau disertai pembusukan oleh bakteri (Rinne, 2006).

2.2.2 Etiologi Luka Gangren

Secara umum, gangren diabetik biasanya terjadi akibat neuropati perifer,

insufisiensi vaskuler perifer (iskemik), infeksi, penderita yang berisiko tingi

mengalami gangren diabetik yaitu pasien dengan lama penyakit diabetes yang

melebiihi 10 tahun, usia pasien yang lebih dari 40 tahun, riwayat merokok,

penurunan denyut nadi perifer, penurunan sensibilitas, deformitas anatomis atau

bagian yang menonjol (seperti bunion atau kalus), riwayat ulkus kaki atau

amputasi serta pengendalian kadar gula darah yang buruk (Rinne, 2006).

Morison (2013) juga menyebutkan penyebab ulkus kaki diabetes melitus

adalah sebagai berikut :

1. Neuropati perifer (kaki kebas)

2. Insufisiensi vaskuler perifer (iskemia)

3. Infeksi
28

Desalu, et.al (2011) mengungkapkan bahwa proses terjadinya kaki diabetik

diawali oleh angiopati, neuropati, dan infeksi. Neuropati menyebabkan gangguan

sensorik yang menghilangkan atau menurunkan sensasi nyeri kaki, sehingga ulkus

dapat terjadi tanpa terasa. Gangguan motorik menyebabkan atrofi otot tungkai

sehingga mengubah titik tumpu yang menyebabkan ulserasi kaki. Angiopati akan

mengganggu aliran darah ke kaki; penderita dapat merasa nyeri tungkai sesudah

berjalan dalam jarak tertentu. Infeksi sering merupakan komplikasi akibat

berkurangnya aliran darah atau neuropati. Ulkus diabetik bisa menjadi gangren

kaki diabetik. Penyebab gangren pada penderita DM adalah bakteri anaerob, yang

tersering Clostridium. Bakteri ini akan menghasilkan gas, yang disebut gas

gangren.

Pada umumnya luka dapat sembuh dengan sendirinya. Luka akan

mengalami kegagalan penyembuhan jika ada faktor yang menghambat sehingga

luka yang awalnya biasa menjadi luar biasa sulit untuk sembuh. Ada beberapa

faktor yang sangat berperan dalam mendukung penyembuhan luka, yaitu faktor

lokal dan faktor umum (Arisanty, 2013).

1. Faktor Lokal

a. Hidrasi Luka

Hidrasi luka atau pengairan pada luka adalah kondisi kelembapan pada luka

yang seimbang yang sangat mendukung penyembuhan luka. luka yang terlalu

kering atau basah kurang mendukung penyembuhan luka. luka yang terlalu kering

menyebabkan luka membentuk fibrin yang mengeras, terbentuk scab (keropeng),

atau nekrosis kering. Luka yang terlalu basah menyebabkan luka cenderung rusak

dan merusak sekitar luka.


29

b. Penatalaksanaan Luka

Penatalaksanaan luka yang tidak tepat menghambat penyembuhan luka.

Tenaga kesehatan harus memehami proses penyembuhan luka dan kebutuhan pada

setiap fasenya. Kebersihan luka dan sekitar luka harus diperhatikan, kumpulan

lemak, dan kotoran pada sekitar luka harus selalu dibersihkan. Saat pencucian

luka, pilih cairan pencuci yang tidak korosif terhadap jaringan granulasi yang

sehat. Pemilihan balutan (topical therapy) harus disesuaikan dengan fungsi dan

manfaat balutan terhadap luka. Kadang tenaga kesehatan kurang memperhatikan

pentingnya pencucian di setiap pergantian balutan.Perawatan luka tradisional

menekenkan perawatan luka dengan prinsip kering atau basah.

c. Temperatur Luka

Efek temperatur luka dipelajari oleh Lock pada tahun 1979 yang muncul

bahwah temperatur yang stabil (37o C ) dapat meningkatkan proses motosis 108%

pada luka. Oleh sebab itu, dianjurkan untuk meminimalkan penggantian balutan

dan mencuci luka dengan kondisi hangat. Gesekan dan tekanan sering muncul

akibat aktivitas atau tidak beraktivitas, pakaian dan balutan yang terlalu kencang,

dan kompresi bandaging. Hal ini dapat menekan pembuluh darah sehingga

tersumbat dan jaringan luka tidak mendapatkan temperatur optimal. Perlingdungan

awal terhadap luka yang paling tepat harus diperhatikan.

d. Tekanan dan Gesekan

Tekanan dan gesekan penting diperhatikan untuk terjadinya hipoksia

jaringan yang mengakibatkan kematian jaringan. Pembuluh darah sangat mudah

rusak karena sangat tipis, resistensi tekanan pada pembuluh darah arteri mencapai

30mmHg dengan variasi tekanan hingg pembuluh darah vena. Tekanan dan
30

gesekan dapt ditimbulkan akibat penggunaan balutan yang kurang tepat atau luka

yang tidak ditutup dengan baik.

e. Benda Asing

Benda asing pada luka dapat menghalangi proses granulasi dan epitelisasi

bahkan dapat menyebabkan infeksi. Benda asing pada luka di antaranya adalah

sisa debris pada luka (scab), sisa jahitan, kotoran, rambut, sisa kasa, kapas yang

tertinggal, dan adanya bakteri. Benda asing ini harus dibersihkan dari luka

sehingga luka dapat menutup.

2. Faktor Umum

a. Faktor Usia

Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi tubuh sehingga dapat

memperlambat waktu penyembuhan luka. jumlah dan ukuran fibroblas menurun,

begitu pula kemampuan proliferasi sehingga terjadi penurunan respons terhadap

growth factor dan hormon-hormon yang dihasilkan selama penyembuhan luka.

jumlah dan ukuran sel menurun. Kondisi kulit cenderung kering, keriput, dan tipis

sangat mudah mengalami luka karena gesekan dan tekanan. Hal ini menyebabkan

luka pada usia lanjut akan lama sembuhnya (Arisanty, 2013).

Kulit kering merupakan kondisi yang sering terjadi pada usia tua. Kondisi

ini terjadi pada usia 64 tahun keatas (Benbow, 2010). Hampir 59%-85% terjadi

pada usia tersebut. Meningkatnya usia kulit menjadi tipis dan berkerut sehingga

mudah sekali terjadi luka ketika ada gesekan yang kuat. Pada usia yang tua proses

penyembuhannya lambat karena biasanya disertai dengan adanya penyakit

rematoid arthitis, keganasan atau penggunaan obat. Faktorini akan diperburuk

dengan adanya mobilitas yang kurang, asupan nutrisi yang tidak adekuat, dan

gangguan kognitif.
31

b. Penyakit Penyerta

Penyakit penyerta yang sering mepengaruhi penyembuhan luka adalah

penyakit diabetes, jantung, ginjal, dan gangguan pembuluh darah (penyempitan

atau penyumbatan pada pembuluh darah arteri dan vena). Kondisi penyakit

tersebut memperberat kerja sel dalam membperbaiki luka sehingg penting sekali

melakukan tindakan kolaborasi untuk mengatasi penyebab dan penyulit

penyembuhan. Pada diabetes, kondisi hiperglikemia menyebebkan lambatnya

aliran darah ke sel. Gagal ginjal jantung juga memperlambat aliran darah. Pada

gangguan jantung, cairan yang mengisi rongga intraseluler menghambat

pertumbuhan sel yang baru. Oksigen dan nutrisi sangat dibutuhkan selama proses

penyembuhan luka (Morison, 2013). Tanda dan gejala akibat perubahan struktur

pembuluh darah perifer adalah kaki terba dingin, nadi teraba kecil, perbahan

warna kulit menjadi pucat atau kebiruan dan jika terdapa luka akan lama

sembuhnya (Tarwoto, 2012).

Penundaan penyembuhan luka pada proses penyembuha luka pada diabetes

merupakan komplikasi utama dari diabetes karena terjadi perubahan fisiologi

penyembuhan luka. Luka pada diabetes akan mengalami penundaan pada setiap

fase penyembuhan. Fase homeostasis dan dan inflamasi terjadi penurunan suplai

darah, resiko infeksi, inflamasi yang terus menerus dan produksi notropil yang

lambat. Fase proliferasi terjadi penurunan aktivitas fibroblas, kolagen deposit dan

kekuatan serta kelenturan kolagen, sedangakan pada fase maturasi resiko luka

kembali dan menurunnya kekuatan dan keleturn kolagen (Sharp, 2011).

c. Vaskulerisasi

Vaskulerisasi yang baik dapat menghantarkan oksigen dan nutrisi ke bagian

sel terujung. Pembuluh darah arteri yang terhambat dapat menurunkan asupan
32

nutrisi dan oksigen ke sel untuk mendukung penyembuhan luka sehingga luka

cenderung nekrosis. Gangguan pembuluh darah vena dapat menghambat

pengambalian darah ke jantung sehingga terjadi pembengkakan atau penumpukan

cairan yang berlebih dan mengganggu proses penyembuhan. Penurunan fungsi

yang diakibatkan oleh oksigen yang kurang dapat menyebabkan keadaan hipoksia.

Kondisi hipoksia yang terus menerus akhirnya membuat jaringan nekrosis.

Tingkat kebutuhan oksigen yang tepat sangat penting pada penyembuhan luka.

Kondisi hipoksia dala penyembuhan luka berfungsi untuk pelepasan faktor

pertumbuhan dan angiogenesis, sedangakan oksigen dibutuhkan untuk

mempertahnkan proses penyembuhan luka (Bishop, 2008).

d. Nutrisi

Nutrisi atau asupan makanan sangat memengaruhi penyembuhan luka.

Nutrisi yang buruk akan menghambat proses penyembuhan bahkan menyebabkan

infeksi luka. Nutrisi yang dibutuhkan dan penting adalah asam amino (protein),

lemak, energi sel (karbohidrat), vitamin (C, A, B kompleks, D, K, E), zink, Trace

element (besi, magnesium), dan air. Asam amino penting untuk revaskularisasi,

proliferasi fibroblas, sintesis kolagen, dan pembentukan limpa. Asam amino

esensial dan non-esensial dapat ditemukan pada daging, ikan, dan putih telur.

Lemak dapat berfungsi sebagai energi selular, proliferasi, fagositosis, produksi

prostaglandin yang memengaruhi metabolisme dan sirkulasi serta inflamasi.

Lemak dapat ditemukan pada gandum, minyak, kacang-kacangan, ikan, dan

daging. Karbohidrat sangat berperan untuk energi selular dari leukosit, fibroblas,

sintesis DNA-RNA, saraf, eritrosit, pengaturan gula darah, dan penempatan

nutrisi. Karbohidrat banyak ditemukan pada sereal, gula, tepung, daging, dan

kentang. Vitamin C sangat berperan dalam produksi fibroblas, angiogenesis, dan


33

respons imun. Vitamin C banyak ditemukan di kiwi, black currat, stroberi, dan

jeruk. Vitamin B kompleks berperan dalam metabolisme selular, mendukung

epitelisasi, penyimpanan kolagen, dan kontraksi sel. Vitamin ini dapat ditemukan

pada sereal, hati. Asam folat membantu metabolisme protein dan pertumbuhan sel,

biasanya dapat ditemukan pada susu dan ikan salmon. Vitamin A mendukung

epitelisasi dan sintesis kolagen dan berfungsi sebagai anto oksidan. Vitamin A

dapat ditemukan pada cod lover oil, jeruk, dan sayuran hijau. Vitamin D

membantu metabolisme kalsium, didapat dari salmon, sarden, dan saat terpapar

matahari. Vitamin K membantu sintesis protrombin dan faktorpembekuan darah,

didapatkan dari bayam dan kacang kedelai. Vitamin E sebagai antioksidan didapat

dari minyak sayur, minyak kacang, dan minyak zaitun (Morison, 2013).

Status gizi seseorang ditandai dengan nilai albumin. Albumin merupakan

protein viseral yng berfungsi membawa protein dan menjaga tekanan onkolitik.

Rendahnya nilai albumin sebagai indikator morbiditas dan mortalitas, sedangkan,

peningkatan albumin mencerminkan adanya perbaikan status klinis seseorang

(Pastheur, 2011). Pemberian protein parenteral dan diet protein merupakan faktor

yang mempercepat penyembuhan luka dan pemeriksaan albumn untuk mengetahui

adanya hipoalbumin merupakan tindakan yang tepat sebagai indikator

diperlukannya diet protei (Utariani, 2012). Kekurangan nutrisi dalam jangka

waktu yang lama pada pasien denga ulkus akan mengakibatkan terjadinya

penurunan sintesis kolagen, waktu peradangan yang memanjang, penurunan

pagositosis ole lekosit, dan penurunan kekuatan mekanis luka (Wild et al, 2010).

e. Kegemukan

Kondisi obesitas akan menyebabkan timbulnya komplikasi pada proses

penyembuhan luka seperti dehisen, infeksi, venus alcer, arteria alcer dan rata rata
34

infeksi luka operasi lebih tinggi trjadi pada pasien obesitas (Greco, 2008).Obesitas

atau kegemukan mengahambat penyembuhan luka, teruatam luka dengan tipe

penyembuhan primer (dengan jahitan) karena lemak tidak memiliki banyak

pembuluh darah. Lemak yang berlebih dapat memengaruhi aliran darah ke sel.

f. Gangguan Sensasi dan Pergerakan

Ganngguan sensasi dapat memperburuk kondisi luka karena tidak ada rasa

sakit atau terganggu terhadap luka tersebut, begitu pula gangguan pergerakan

dapat menghambat aliran darah dari dan ke perifer. Sering sekali pemilik luka

tidak menyadari bahwa lukanya memburuk.

g. Status Psikologi

Stres psikologi dapat menyebabkan keterlambatan dalam proses

penyembuhan luka. Stresor dapat ditimbulkan dari emosional yang negatif seperti

kecemasan yang akan mengganggu proses fisiologis tubuh. Kecemasan akan

membuat seseorng berperilaku tidak sehat seperti merokok, tidak olah raga, dan

penyalahgunaan obat narkotik dan alkohol. Semua keadaan ini akan berdampak

pada lamanya proses penyembuhan. Stres berkepanjangan dapat mempengearuhi

kekebalan tubuh dan menjadi penyebab gangguan secara fisiologis fungsi tubuh.

Hasil penelitian tentang hubungan stres terhadap penyembhan luka menunjukkan

bahwa stres terbukti memberi dampak negatif dalam penyembuhan luka (Munn,

2010).

h. Obat

Obat-obatan yang menghambat penyembuhan luka adalah nonsteroidal anti-

inflamatory drug/NSAID (menghambat sintesis prostaglandin), obat sitotoksik

(merusak sel yang sehat), kortikosteroid (menekan produksi makrofag, kolagen,

menghambat angiogenesis dan epitelisasi), imunosupresan (menurunkan kinerja


35

sel darah putih), dan penisilin/penisilamin (menghambat kolagen untuk

berikatan/resistensi bakteri pada luka). Menurut penelitian (Diehr et al, 2007)

menunjukkan sedikit bukti tentang terapi antibiotik topikal yang terus menerus

pada pasien luka kronis, namun untuk luka kecil terapi topikal antibiotik sangat

efektif.

2.2.3 Batasan Luka Gangren

Adapun sistem klasifikasi Ulkus DM adalah sebagai berikut :

Tabel 2.3 Sistem Klasifikasi Ulkus DM Berdasarkan Sistem Wagner


Tingkat Deskripsi
Kulit utuh, tidak terdapat lesi terbuka, mungkin hanya deformitas dan
0 selulitas
1 Ulkus diabetic superfisialis (partial atau full thickness)
Ulkus meluas mengenai ligament, tendon, kapsul sendi atau otot
2 dalam tanpa abses atau osteomyelitis
3 Ulkus dalam dengan abses, osteomielitis atau infeksi sendi
4 Gangren stempat pada bagian depan kaki, tumit atau 1-2 jari kaki
5 Gangren luas meliputi seluruh kaki
Sumber : (Ernawati, 2013).

Tabel 2.4 Sistem Klasifikasi Ulkus DM


Stadium Derajat
0 1 2 3
A Lesi dengan Ulkus superficial, Ulkus Ulkus penetrasi
epitelisasi tidak mencapai penetrasi ke ke tulang atau
komplit tendon, dan tulang tendon atau sendi
kapsul
B Infeksi Infeksi Infeksi Infeksi
C Iskemik Iskemik Iskemik Iskemik
D Infeksi dan Infeksi dan skemik Infeksi dan Infeksi dan
skemik skemik skemik
Sumber : (Tarwoto, 2012).
36

Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka dibagi menjadi beberapa stadium, yaitu

(Taylor, 1997 dalam Yuliana, 2016):

1. Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang

terjadi pada lapisan epidermis kulit.

2. Stadium II : Luka “Partial Thickness” yaitu hilangnya lapisan kulit pada

lapisanepidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial

dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.

3. Stadium III : Luka “Full Thickness” yaitu hilangnya kulit keseluruhan

meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas

sampai bawah tetapitidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya

sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot.

Luka timbul secara klinissebagai suatu lubang yang dalam dengan atau

tanpa merusak jaringan sekitarnya.

4. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot,

tendon dantulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

2.2.4 Patofisiologi Luka Gangren

Ulkus kaki diabetik diakibatkan oleh aktivitas beberapa factor yang

simultan. Penyebab umum yang mendasari adalah terjadinya neuropati perifer dan

iskemia dari penyakit vaskuler (Tarwoto, 2012). Faktor yang dapat menghambat

proses penyembuhan luka terbagi menjadi dua faktor lokal dan faktor sistemik.

Faktor lokal terdiri dari : oksigenasi, infeksi, sedangkan faktor sistemiknya adalah

umur, hormon seks, stres, diabetes, obat, obesitas, alkohol, merokok dan nutrisi

(Guo & DiPitrio, 2010).


37

Masalah luka yang terjadi pada klien dengan diabetik terkait dengan

adanya pengaruh pada saraf yang terdapat pada kaki dan biasanya dikenal sebagai

neuropati perifer. Pada klien dengan diabetik sering kali mengalami gangguan

pada sirkulasi. Gangguan sirkulasi ini adalah yang berhubungan dengan

“peripheral vascular diseases”. Efek sirkulasi inilah yang menyebabkan

kerusakan pada saraf. Hal ini terkait dengan diabetik neuropati yang berdampak

pada system saraf autonomi, yang mengontrol fungsi otot-otot halus, kelenjar dan

organ visceral. Dengan adanya gangguan pada saraf autonomi pengaruhnya adalah

terjadi perubahan tonus otot yang menyebabkan abnormalnya aliran darah.

Dengan demikian kebutuhan akan nutrisi dan oksigen maupun pemberian

antibiotik tidak mencukupi atau tidak dapat mencapai jaringan perifer, dan atau

untuk kebutuhan metabolism pada lokasi tersebut. Efek pada autonomi neuropati

ini menimbulkan kulit menjadi rusak dan luka sukar sembuh, dan dapat

menimbulkan infeksi serta berkontribusi terjadinya gangren. Dampak lain adalah

karena adanya neuropati (Tarwoto, 2012).

Proses penyembuhan luka merupakan proses yang komplek dan dinamis

karena merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi saling

berkeseimbangan. Setiap kejadian luka, mekanisme tubuh akan mengupayakan

pengembalian komponen jaringan yang rusak tesebut dengan membentuk struktur

baru dan fungsional sama dengan keadaan sebelumnya proses penyembuhan luka

tidk hanya sebatas pada regenerasi yang bersifat lokal saja pada luka, tetapi juga

dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat menghambat penyembuhan luka.

Faktor penghambat penyembuhan luka meliputi faktor umum dan faktor lokal

(Carville, 2007).
38

Pada gangren, tindakan debridement yang baik sangat penting untuk

mendapatkan hasil pengelolaan yang perawatan luka diabetik yang memuaskan

dengan melihat kondisi luka terlebih dahulu, apakah luka yang dialami pasien

dalam keadaan kotor atau tidak, ada apus atau ada jaringan nekrotik (mati) atau

tidak. Setelah dikaji , barulah dilakukan perawatan luka. Untuk perawatan luka

biasanya menggunakan antiseptik dan kassa steril.Setelah luka dibersihkan lalu

tutup dengan kassa basah yang diberi larutan NaCl lalu dibalut disekitar luka,

dalam penutupan dengan kassa jaga agar jaringan luar luka tertutup. Sebab jika

jaringan luar ikut tertutup akan menimbulkan maserasi (pembengkakan). Setelah

luka ditutup dengan kassa basah bercampur NaCl, lalu tutup kembali dengan kassa

steril yang kering untuk selanjutnya dibalut (Ismayati, 2007). Jika luka sudah

mengalami penumbuhan granulasi, selanjutnya akan ada penutupan luka (skin

draw). Penanganan luka diabetik, harus ekstra agresif sebab pada luka diabetik

kuman akan terus menyebar dan memperparah kondisi luka (Hermawati, 2007).

2.2.5 Penatalaksanaan Luka Diabetik (Gangren)

Penatalaksanaan kaki diabetes atau luka diabetik dapat dibagi menjadi 2

kelompok besar yaitu pencegahan terjadinya kaki diabetes dan terjadinya ulkus

(pencegahan primer sebelum terjadi perlukaan pada kulit) dan pencegahan agar

tidak terjadi kecacatan yang parah (pencegahan sekunder dan penggolongan ulkus

atau gangren diabetik yang sudah terjadi) (Sudoyo, 2006).

1. Pencegahan primer

Pencegahan kaki terutama ditunjukkan untuk pencegahan terjadinya luka,

disesuaikan dengan keadaan resiko kaki. Berbagai usaha pencegahan

dilakukkan sesuai dengan tingkat besarnya resiko tersebut. Peran ahli


39

rehabilitasi medis terutama dari segi ortodontik sangat besar pada usaha

pencegahan terjadinya ulkus. Dengan memberikan alas kaki yang baik,

berbagai hal yang terkait terjadinya ulkus karena faktor mekanik dapat

dicegah.

2. Pencegahan sekunder

Penatalaksanaan kaki diabetes sangat memerlukan kerja sama. Berbagai hal

yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh hasil yang maksimal dapat di

golongkan sebagai berikut dan semuanya harus dikelola bersama:

a. Mechanical control-pressure control (terapi farmakologis).

Kalau mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan akibat

aterosklerosis di tempat lain (jantung, otak). Mungkin otak seperti aspirin

dan lain sebagainya, yang akan bermanfaat pula untuk penyandang DM.

Tetapi samapai saat ini belum ada bukti yang cukup untuk menganjurkan

pemakaian otak secara rutin guna memperbaiki penyakit pembuluh darah

kaki penyandang DM.

b. Wound Control

Perawatan luka sejak pertama kali klien datang merupakan hal yang harus

dikerjakan dengan baik dan teliti. Klasifikasi ulkus pedis dilakukan setelah

debridemen yang kuat. Saat ini terdapat banyak sekali macam dressing

(pembalut) yang masing-masing tentu dimanfaatkan sesuai dengan

keadaan luka dan juga letak luka tersebut. Debridemen yang baik dan

adekuatakan sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang harus

dikeluarkan tubuh dengan demikian sangat mengurangi produksi pus dari

pus atau cairan atau dari ulkus atau gangren.


40

Selam proses inflamsi masih ada, proses penyembuhan luka tidak beranjak

pada proses selanjutnya yaiut proses granulasi. Untuk menjaga kondusif

bagi kesembuhan luka dapat pula di pakai kasa yang dibasahi dengan salin.

Cara tersebut saat ini dipakai banyak tempat perawatan kaki diabetik.

c. Micribiological Control-infection Control

Data mengenai pola kuman perlu perbaiki secara berkala untuk setiap

daerah berbeda. Antibiotik yang dianjurkan harus sesuai dengan hasil

biakan kuman dan resistensinya.

d. Vascular Control (kontrol vaskuler).

Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka.

Berbagai langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai kondisi

klien. Kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui berbagai

cara sederhana seperti : warna dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis pedis

dan arteri tibialis posterior serta ditambah pengukuran tekanan darah.

e. Metabolic Control (kontrol metabolik)

Keadaan umum klien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar glukosa

darah diusahakan senormal optimal mungkin untuk memperbaiki berbagai

faktor terkait hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka

yang umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi kadar glukosa

darah. Berbagai hal lain harus juga diperhatikan dan diperbaiki seperti

kadar albumin serum, kadar Hb dan derajat oksigenasi jaringan. Semua

faktor tersebut dapat mengahmbat kesembuhan luka jika tidak diperbaiki.

f. Eductional Control

Edukasi sangat penting untuk semua tahap penatalaksanaan kaki diabetik

atau luka diabetik. Penyuluhan yang baik dapat membantu dan mendukung
41

berbagai tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal

(Sudoyo, 2006).

2.3 Konsep Anemia

2.3.1 Definisi Anemia

Anemia merupakan penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai

dibawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Wijaya, et.al, 2013).

Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit dan atau masa

hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen

bagi jaringan tubuh (Handayani, 2008).

2.3.2 Tanda dan Gejala Anemia

Anemia dapat menimbulkan manifestasi klinis yang luas tergantung pada

kecepatan timbulnya anemi, usia, mekanisme kompensasi, tingkat aktivitasnya,

keadaan penyakit yang mendasarinya dan beratnya anemia. Secara umum gejala

anemia adalah (Wijaya, et.al, 2013) :

1. Hb menurun ( < 10 g / dl ), trombositosis / trombositopena, pansitopenia

2. Penurunan BB, Kelemahan

3. Takikardia, TD menurun, pengisian kapiler lambat, extremitas dingin,

palpitasi, kulit pucat

4. Mudah lelah ; sering istirahat, nafas pendek

5. Sakit kepala, pusing, kunang – kunang, peka rangsang.

2.3.3 Patofisiologi Anemia

Handayani (2008) mengungkapan bahwa timbulnya anemia mencerminkan

adanya kegagalan sumsum tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau

keduanya. Kegagalan sumsum tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi,


42

pajanan toksik, invasi tumor, atau akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah

merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis. Lisis sel darah merah

terjadi dalam sel fagositik atau dalam sistem retikulo endothelial, terutama dalam

hati dan limpa. Sebagai hasil sampingan dari proses tersebut, bilirubin yang

terbentuk dalam fagosit akan memasuki aliran darah. Apabila sel darah merah

mengalami penghancuran dalam sirkulasi, maka hemoglobin akan muncul dalam

plasma. Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas hemoglobin plasma,

hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan ke dalam urine. Pada

dasarnya gejala anemia timbul karena 3 hal berikut ini :

1. anoksia organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa

oleh darah ke jaringan

2. mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia

3. kombinasi kedua penyebab ini akan menimbulkan gejala yang disebut sindrom

anemia.

2.3.4 Pemeriksaan Diagnostik Anemia

Pemeriksaan diagnostik pada pasien Anemia adalah (Handayani, 2008) :

1. Pemeriksaan laboratorium hematologis

Pemeriksaan laboratorium hematologis dilakukan secara bertahap sebagai

berikut :

a. Tes Penyaring : tes ini pada tahap awal pada setiap kasus Anemia.

Dengan pemeriksaan ini,, dapat dipastikan adanya Anemia dan bentuk

morfologi Anemia tersebut. Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada

komponen-komponen berikut

1) Kadar hemoglobin : bila nilainya < 8 g/dl : indikasi dilakukan

tranfusi darah meskipun tidak ada gejala.


43

2) Pemeriksaan HCT : bila nilainya > 70 % artinya terdapat indikasi

untuk dilakukan flebotomi dengan segera.

3) Hitung platelet : bila nilainya < 10.000/mm3 maka terdapat risiko

terjadinya perdarahan spontan. Bila nilainya > 50.000/mm3, maka

risiko perdarahan meningkat pada trauma dan pembedahan. Bila

nilainya > 2.000.000/mm3 maka terdapat resiko tinggi thrombosis.

4) PT (Protombin Time) : bila nilainya < 1,5 x control, maka tidak ada

peningkatan risiko perdarahan . akan tetapi bila nilainya < 2,5 x

control dapat terjadi resiko tinggi terjadinya perdarahan spontan.

Pada pemeriksaan PTT : bila nilainya 1,5 x control, maka tidak ada

peningkatan risiko perdarahan. Akan tetapi, bila niolainya 2,5 x

control, maka resiko tinggi terjadinya perdarahan spontan.

2. Pemeriksaan penunjang lain

Pada beberapa kasus Anemia diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai

berikut:

a. Radiologi : thorak, USG

b. Biopsy kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan hispatologi

c. Pemeriksaan sitogenetik

2.3.5 Penatalaksanaan Anemia

Menurut Handayani (2008), penatalaksanaan pada setiap kasus Anemia

perlu diperhatikan prinsip – prinsip sebagai berikut ini :

1. Terapi spesifik sebaiknya diberikan setelah diagnosis ditegakkan

2. Terapi diberikan atas indikasi yang jelas, rasional, dan efisien.


44

Jenis – jenis terapi yang dapat diberikan adalah

a) Terapi gawat darurat

Pada kasus anemia dengan payah jantung atau ancaman payah jantung,

maka harus segera diberikan terapi darurat denganb transfuse sel darah

merah yang dimampatkan (PRC) untuk mencegah perburukan payah

jantung tersebut.

b) Terapi khas untuk masing – masing anemia

Terapi ini bergantung pada jenis anemia yang dijumpai, misalnya preparat

besi untuk anemia defisiensi besi.

c) Terapi kausal

Terapi kausal merupakan terapi untuk mengobati penyakit dasar yang

menjadi penyebab anemia. Misalnya, anemia defisiensi besi yang

disebabkan oleh infeksi cacing tambang harus diberikan obat anti-cacing

tambang.

d) Terapi ex-juvantivus (empiris)

Terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat dipastikan, jika

terapi ini berhasil, berarti diagnosis dapat dikuatkan. Terapi ini hanya

dilakukan jika tidak tersedia fasilitas diagnosis yang mencukupi. Pada

pemberian terapi jenis ini, penderita harus diawasi dengan ketat. Jika

terdapat respons yang baik, terapi diteruskan, tetapi jika tidak terdapat

respons, maka harus dilakukan evaluasi kembali.


45

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus

2.4.1 Pengkajian

1. Identitas pasien

Pada faktor resiko dari Diabetes Mellitus disebutkan bahwa resiko

Diabetes Mellitus bertambah sejalan dengan usia, insiden Diabetes

Mellitus tipe 2 bertambah sejalan dengan pertambahan usia dikarenakan

jumlah sel β yang produktif berkurang seiring dengan pertambahan usia

(Arisman, 2010). Awitan Diabetes Mellitus tipe 1 biasanya terjadi sebelum

usia 30 tahun (meskipun dapat terjadi pada semua usia), sebaliknya DM

tipe 2 biasanya terjadi pada dewasa obese diatas usia 40 tahun (Kowalak, et

al. 2011)

2. Riwayat sakit dan kesehatan

a. Keluhan utama

Pada pasien dengan DM Gangren + Anemia biasanya mengalami

hipertermi, lemas, poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan

peningkatan, nyeri kepala (Riyadi dan Sukarmin, 2008).

b. Riwayat penyakit sekarang

Sejak kapan pasien mengalami tanda dan gejala penyakit diabetes melitus

dan apakah sudah dilakukkan untuk mengatasi gejala tersebut (Tarwoto,

2012). Pada penderita dengan DM gangren + Anemia biasanya mengeluh

demam, menggigil, dan gejala konstitutif seperti lelah, malaise, gelisah

atau kebingungan dan kurang Hb < 10.000 g/dl (Smeltzer, 2006).

Seringkali pasien DM Gangren mengeluh adanya luka yang lama

sembuhnya. Luka ini dapat timbul karena akibat hal yang sepele seperti

luka lecet karena sepatu atau tertusuk peniti (Wijaya dan Putri, 2013).
46

3. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat Diabetes Mellitus kehamilan atau pernah melahirkan anak dengan

BB > 4 kg. Pasien memiliki riwayat infark miocard, riwayat Hipertensi,

penyakit pembuluh darah perifer menyebabkan timbulnya gangren kaki

pada penderita Diabetes Mellitus, yang merupakan penyebab utama

amputasi nontraumatik. Kelebihan BB 20% meningkatkan risiko Diabetes

Mellitus 2 kali (Arisman, 2010).

4. Riwayat penyakit keluarga

Resiko berkembangnya Diabetes Mellitus pada saudara kandung

mendekati 40% dan 33% untuk anak cucunya. Transmisi genetic adalah

paling kuat dan contoh terbaik terdapat dalam Diabetes awitan dewasa

muda (MODY), yaitu subtipe penyakit Diabetes yang diturunkan dengan

pola autosomal dominan. Dari riwayat kesehatan keluarga biasanya

terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau

penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin

seperti jantung, hipertensi (Price & Wilson, 2006).

5. Riwayat alergi

Riwayat pengobatan yaitu obat obatan yang diberikan sekarang dan reaksi

pemakaian yang berlebih dan obat obatan yang diresepkan pada masa lalu

Bahan bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang

pankreas, radang pada pankreas akan mengakibatkan fungsi pankreas

menurun sehingga tidak ada sekresi hormon hormon untuk proses

metabolisme tubuh termasuk insulin (Arisman, 2010).


47

6. Pola fungsi kesehatan

Pola fungsi kesehatan menurut teori Gordon adalah sebagai berikut :

a. Persepsi terhadap kesehatan (Keyakinan terhadap kesehatan dan sakitnya)

Ketidakmampuan pasien tentang informasi penyakit yang di deritanya serta

kurangnya pengetahuan pasien tentang faktor faktor penyebab dan dan

faktor faktor yang mempengaruhi Diabetes Mellitus. Gaya hidup:

Olahraga, kurang dari 3 kali seminggu bagi penderita Diabetes Mellitus

olahraga merupakan potent protective factor yang meningkatkan kepekaan

jaringan terhadap insulin hingga 6%, merangsang sirkulasi dan membantu

tubuh dalam penggunaan insulin, disamping itu menggunakan energi untuk

mengurangi berat badan. Diet, untuk menngawasi/ mengontrol gula darah

serta menurunkan berat badan (Arisman, 2010)

b. Aktivitas dan latihan

Otot melemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, keterbatasan aktual/

antisipasi yang dimungkinkan oleh kondisi (Misnadiarly, 2009).

c. Istirahat dan tidur

Istirahat menjadi tidak efektif karena adanya poliuri, nyeri pada luka

sehingga pasien mengalami kesulitan tidur (Kariadi, 2009)

d. Nutrisi – metabolik

Nafsu makan meningkat (polifagia) dan kurang tenaga, pada Diabetes

Mellitus yang bermasalah adalah insulin. Pemasukan gula kedalam sel sel

tubuh kurang sehingga energi yang dibentuk pun kurang. Inilah yang

menyebabkan orang merasa kurang bertenaga. Dengan demikian otak akan

berfikir bahwa kurang energi itu karena kurang makan, maka tubuh
48

berusaha meningkatkan asupan makanan dengan menimbulkan rasa lapar,

timbulah perasaan selalu ingin makan (Kariadi, 2009)

e. Eliminasi

Seringkali buang air kecil dengan volume yang banyak (poliuri), yaitu

lebih sering daripada biasanya, apalagi malam hari. Untuk menjaga agar

urine yang keluar (yang mengandung gula) itu tidak terlalu pekat, tubuh

akan menarik air sebanyak mungkin ke dalam urine sehingga volume urine

yang keluar banyak dan sering (Kariadi, 2009)

f. Kognitif perseptual

Adanya kekhawatiran karena gejala kesemutan, pusing, luka yang tidak

juga sembuh, gangguan penglihatan, gangguan koordinasi, pikiran yang

kurang konsentrasi (Misnadiarly, 2006)

g. Konsep diri

Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan pendrita

mengalami gangguan gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lama

perawatan dan pengobatan akan menimbulkankecemasan pada pasien dan

keluarga (Kariadi, 2009)

h. Pola koping

Toleransi stress, mengalami stress yang berat baik emosional maupun fisik,

emosi labil dan depresi. Pasien tampak tidak bergairah, bingung bahkan

kadang terlihat menyendiri (Riyadi & Sukarmin, 2008)

i Pola seksual – reproduksi

Reproduksi mengalami penurunan libido, hipoamenore, amenore dan

impoten. Apabila selama urat saraf yang memelihara alat seksual tidak

terganggu, kemampuan seksual penderita Diabetes Mellitus tetap normal.


49

Apabila terganggu dalam waktu yang tidak terlalu lama sekitar (3 – 4

bulan), biasanya dapat disembuhkan dengan perawatan Diabetes Mellitus

yang dideritanya. Akan tetapi, jika kerusakan sarafnya sudah berat dan

permanen, penderita Diabetes Mellitus yang bersangkutan akan impoten.

(Misnadiarly, 2006)

j. Pola peran – hubungan

Pada periode awal emosi pasien masih stabil dan mampu mengekspresikan

emosi dengan baik. Sedangkan pada pasien dengan Diabetes Mellitus lama,

pasien mengalami penurunan optimisme dan cenderung emosi labil,

mudah tersinggung dan marah. Penderita kadang merasa tidak berguna

sendiri sehingga kurang respek terhadap anggota keluarga (Riyadi &

Sukarmin, 2008).

k. Pola nilai - kepercayaan

Setelah mengalami gejala yang tak kunjung sembuh, pasien Diabetes

Mellitus mulai berusaha mencari kekuatan yang luar biasa dari Tuhan.

Kegiatan ibadah semakin terlihat meningkat sebagai bentuk kompensasi

kejiwaan untuk mencari kesembuhan dari Tuhan Yang Maha Esa (Riyadi

& Sukarmin, 2008)

7. Pemeriksaan fisik

a. Sistem pernapasan

Frekuensi pernapasan meningkat, batuk dengan / tanpa sputum purulen

(tergangung adanya infeksi / tidak). Kadang terdengar suara napas

tambahan (krekels), pada kasus KAD didapatkan tanda khas: pernapasan

cepat dan dalam (kusmaul), napas bau keton (Doenges, 2012). Penderita

Diabetes Mellitus kalau batuk biasanya berlangsung lama. Lama sembuh


50

karena pertahanan tubuhnya menurun dibandingkan orang non Diabetes

Mellitus, penderita Diabetes Mellitus lebih mudah menderita TBC, terlebih

lagi bila Diabetes Mellitus yang di deritanya tidak terkendali, tidak terawat

dengan baik (Misnadiarly, 2006).

b. Sistem Cardiovaskuler.

Riwayat HT, kebas, infark miocard akut, kesemutan pada ekstremitas,

ulkus kaki yang penyembuhannya lama, CRT > 2 detik, takhicardia,

perubahan tekanan darah, nadi perifer melemah, gangguan perfusi pada

ekstremitas (Doenges, 2012). Cardiomegali, irama gallop dan

kemungkinan gagal jantung kongestive (Arisman, 2010).

c. Sistem Persyarafan

Pusing, sakit kepala, nyeri, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot,

parestesia, gangguan penglihatan (Doenges, 2012). Neuropati perifer,

nyeri, rabaan atau sensasri sensorik berkurang, reflek tendon berkurang,

neuropati autonom, respon pupil menurun. Penurunan ketajaman

penglihatan secara mendadak atau perlahan lahan, yang boleh dicurigai

sebagai penjelmaan retinopati atau katarak (Arisman, 2010)

d. Sistem Perkemihan

Perubahan pola berkemih (poliuria, nokturia, anuria). Pada penderita

Diabetes Mellitus urat saraf kandung kemih rusak, sehingga dinding

kandung kemih menjadi lemah, kandung kemih akan menggelembung dan

kadang kadang penderita tidak bisa buang air kecil spontan, urine

tertimbun dan tertahan yang disebut retensio urine. Sebaliknya bila urat

sarafnya yang terganggu, penderita akan sering buang air kecil/


51

inkontinensia urine. Semua ini dapat diobati dengan memberi suntikan

insulin, obat untuk saraf dan obat untuk infeksi (Misnadiarly, 2006)

e. Sistem Pencernaan

Anoreksia, mual, muntah, perut mudah terasa penuh, kembung, makanan

tidak lekas turun, kadang timbul rasa sakit di ulu hati karena makanan

terhenti di dalam dada. Pasien tidak mengikuti diet, penurunan berat badan.

Penderita Diabetes Mellitus yang lama dapat menyebabkan urat saraf yang

terdapat di lambung rusak sehingga fungsi lambung menghancurkan

makanan lebih lama hingga makanan tertinggal lama di lambung

(Misnadiarly, 2006)

f. Sistem Muskuloskeletal

Letih, lemah, sulit bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun, nyeri

saat aktifitas (Doenges, 2012)

g. Sistem Integumen

Pada umumnya kulit penderita Diabetes Mellitus umumnya kurang sehat

atau kurang kuat dalam hal pertahanannya, sehingga mudah terkena infeksi

dan penyakit jamur. Karena itu, lebih sering mengalami bisul (furukel),

bahkan bisul tersebut bisa sangat besar (kurbukel) misalnya di dada,

punggung, leher, kulit kering, gatal, ulkus kulit/ gangren (Misnadiarly,

2006). Timbul ulkus pada kaki sering ditemukan/ tanda tanda keterjadian

gangren (Arisman, 2010)

h. Sistem Endokrin

Hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa serum yang lebih dari

110 mg/ dl dan hipoglikemia sebagai kadar glukosa kurang dari 70 mg/ dl.

Insulin yaitu homon penurun kadar glukosa darah, meningkat setelah


52

makan dan kembali turun ke nilai dasar dalam waktu tiga jam. Insulin

berperan penting dalam mengatur metabolisme karbohidrat, lemak dan

protein. Glukagon, hormon pertumbuhan, epinefrin dan kortisol merupakan

hormon pelawan regulasi yang meningkatkan glukosa darah dan memiliki

efek efek yang berlawanan dengan insulin. Hormon ini penting dalam

mencegah terjadinya hipoglikemia selama puasa dan stress (Price &

Wilson, 2005). Diabetes Mellitus tipe 1 terkait dengan tingginya prevalensi

gangguan autoimun, terutama penyakit tiroid (Arisman, 2010).

2.4.2 Analisa Data

Analisa data adalah menggabungkan data dengan konsep, teori dan prinsip

yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan

dan keperawatan klien (Setiadi, 2010).

2.4.3 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisa data subjektif dan

objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosis

keperawatan (Deswani, 2009). Berdasarkan perjalanan patofisiologi penyakit dan

manifestasi klinik maka diagnostik keperawatan yang sering muncul pada klien

DM Gangren + Anemia menurut SDKI (2016) adalah :

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi)

2. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan ketidakefektifan

produksi insulin

3. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot


53

5. Deficit pengetahuan diabetes self management education berhubungan dengan

kurang terpapar informasi

6. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan

konsentrasi Hb dan darah, suplai oksigen berkurang

2.4.4 Rencana Keperawatan

Perencanaan tindakan adalah tahap ketiga dari proses keperawatan. Setelah

perawat mengkaji kondisi pasien dan menetapkan diagnosis keperawatan, perawat

perlu membuat rencana tindakan dan tolak ukur yang dapat digunakan untuk

mengevaluasi perkembangan pasien. Ada empat elemen penting yang harus

diperhatikan saat perencanaan keperawatan yaitu: membuat prioritas, menetapkan

tujuan dan kriteria hasil, merencanakan intervensi keperawatan yang akan

diberikan (termasuk tindakan mandiri dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan

lainnya), pendokumetasian (Debora, 2012).


54

Tabel 2.5 Daftar Rencana Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Diagnosa Medis Diabetes Mellitus

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1. Nyeri Akut b.d faktor Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tanda-tanda vitalsetiap 1. Untuk mengetahui keadaan umum
psikologis (inflamasi) keperawatan diharapkan 6 jam pasien
nyeri hilang, dengan kriteria
hasil : 2. Kaji intensitas nyeri 2. Untuk mengetahui tingkat nyeri
1. Tanda-tanda vital dalam menggunakan skala nyeri yang dialami pasien
rentang normal
- Systole : 100-130 3. Bantu dan ajarkan penanganan 3. Teknik relaksasi dan distraksi bisa
mmHg terhadap nyeri, penggunaan mengurangi rasa nyeri yang
- Diastole : 60-80 mmHg teknik relaksasi dan distraksi dirasakan pasien
- Suhu : 36-37,50C
- RR : 14-20x/menit 4. Jelaskan pada pasien sebab-sebab 4. Pemahaman pasien tentang
- SpO2 : 99-100% timbulnya nyeri penyebab nyeri yang terjadi akan
- Nadi : 60-100x/menit mengurangi ketegangan pasien
2. Skala nyeri berkurang
3. Pasien mengungkapkan 5. Kolaborasi dengan dokter dalam 5. Obat analgesic dapat membantu
perasaan nyaman pemberian obat analgesic atau mengurangi nyeri pasien
berkurangnya nyeri anti nyeri
4. Pasien tidak cemas saat
bergerak
5. Ekspresi wajah pasien
rileks

54
55

2. Ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tanda dan gejala 1. Untuk mengetahui adanya
gula darah b.d gangguan keperawatan diharapkan hiperglikemia; polyuria, polidipsi, pengaruh peningkatan kadar gula
toleransi glukosa darah kadar gula darah stabil, polifaghia, kelemahan. darah yang terjadi
dengan kriteria hasil :
1. Pasien mampu mengontrol 2. Lakukan pemeriksaan kadar gula 2. Untuk mengetahui kondisi kinis
glukosa darah secara darah puasa dan kadar gula 2JPP pasien
mandiri
2. Pasien mampu melakukan 3. Memberikan edukasi diabetes 3. Pemberian edukasi bertujuan
injeksi insulin sesuai sesuai standart diabetes self untuk meningkatkan pengetahuan
indikasi secara mandiri management eduction dan ketrampilan pasien sehingga
3. Kadar gula darah pasien pasien memiliki perilaku preventif
dalam rentang normal dalam gaya hidupnya untuk
a. Gula darah acak = menghindari komlpikasi
100-199 mg/dl
b. Gula darah puasa = 4. Kolaborasi dengan dokter dalam 4. Obat anti diabetik untuk
80-109 mg/dl pemberian OAD (obat anti menstabilkan kadar gula darah
c. Gula darah 2JPP = diabetes)
110-140 mg/dl

3. Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tanda-tanda vital 1. Untuk mengetahui keadaan umum
b.d kurang terpapar keperawatan diharapkan pasien
informasi tentang upaya pasien dapat pasien dapat
mempertahankan mempertahankan integritas 2. Kaji kerusakan kulit pada kaki 2. Pengkajian yang tepat terhadap
integritas jaringan jaringan, dengan kriteria hasil: kiri pasie luka dan proses penyembuhan
1. Tanda-tanda vital dalam akan membantu dalam
rentang normal menentukan tindakan selanjutnya
- Systole : 100-130 mmHg
- Diastole : 60-80 mmHg

55
56

- Suhu : 36-37,50C 3. Pertahankan istirahat di tempat 3. Sirkulasi yang lancar bisa


- RR : 14-20x/menit tidur dengan peningkatan mempercepat proses
- SpO2 : 99-100% ekstremitas dan mobilisasi penyembuhan luka
- Nadi : 60-100x/menit
2. Lesi atau luka membaik 4. Pertahankan teknik aseptic 4. Dapat mempercepat proses
3. Komplikasi dapat dihindari penyembuhan luka
atau diminimalkan
4. Pasien mengetahui tentang 5. Gunakan kompres dan balutan 5. Kompres dan balutan bisa
perawatan kaki diabetes mengurangi kontaminasi bakteri
melitus dari luar
5. Kadar gula darah 2JPP
dalam rentang normal. 6. Pantau suhu dan laporkan 6. Peningkatan suhu merupakan
(110-140mg/dl) indikasi dini terhadap komplikasi
infeksi

7. Edukasi pasien tentang perawatan 7. Perawatan kaki pada pasien


kaki diabetes diabetes sangat penting dilakukan
untuk mencegah komplikasi ulkus
kaki

8. Kolaborasi dengan dokter dalam 8. Obat antipiretik berfungsi untuk


pemberian obat antipiretik menurunkan suhu tubuh pasien
yang mengalami infeksi

56
57

4. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat kemampuan pasien 1. Untuk menentukan tingkat
b.d nyeri keperawatan diharapkan untuk berpindah dari tempat kemandirian pasien dalam
pasien dapat pasien dapat tidur, berdiri, dan ambulasi. memenuhi kebutuhan dasar
mencapai tingkat kemampuan manusianya
aktivitas yang optimal,
dengan kriteria hasil : 2. Observasi tanda-tanda vital 2. Sebagai dasar dalam menilai
1. Pasien dapat pasien kestabilan pasien
mempertahankan kekuatan
otot dan ROM sendi 3. Kaji respon emosi, sosial, dan 3. Mengetahui perasaan pasien
2. Pasien dapat melakukan spiritual terhadap aktivitasnya dalam hal keinginannya untuk
aktifitas sesuai dengan melakukan aktivitas pada
kemampuan umumnya
3. Pasien dapat memenuhi 4. Evaluasi motivasi dan 4. Menggali lebih dalam motivasi
kebutuhan sendiri secara keinginan pasien untuk diri pasien dalam meningkatkan
bertahap sesuai dengan meningkatkan aktivitas kemampuan untuk dapat
kemampuan. melakukan aktivias dasar

5. Anjurkan pasien untuk 5. Untuk melatih otot-otot kaki


menggerakkan atau sehingga berfungsi dengan baik
mengangkat ekstremitas bawah
sesuai kemampuan

6. Bantu pasien untuk memenuhi 6. Kebutuhan dasar manusia sangat


ADL (Activity Daily Living) penting diperhatikan karena
berhubungan dengan tingkat
kenyamanan pasien saat berada
di RS

57
58

7. Ajarkan kepada keluarga untuk 7. Memandirikan keluarga dalam


selalu membantu pasien dalam menjaga dan merawat
memenuhi kebutuhannya keluarganya secara maksimal

8. Edukasi tentang pentingnya 8. Pasien mengerti pentingnya


melakukan aktivitas untuk aktivitas sehinga dapat
melancarkan sirkulasi darah kooperatif dalam tindakan
keperawatan

9. Kolaborasi dengan fisioterapi 9. Untuk mengembalikan fungsi


dalam mengembalikan fungsi otot secara optimal sehingga
saraf yang mengalami pasien mampu melakukan
gangguan. aktivitas mandiri
5. Nausea b.d faktor Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tanda-tanda vital 1. Untuk mengetahui keadaan umum
psikologis (keengganan keperawatan diharapkan pasien
untuk makan) pasien sudah tidak mual,
dengan kriteria hasil : 2. Observasi asupan cairan dan 2. Untuk mengkaji konsumsi zat gizi
1. Tanda-tanda vital dalam makanan pasien dan perlunya pemberian suplemen
rentang normal
- Systole : 100-130 3. Tanyakan pada pasien penyebab 3. Untuk merencanakan intervensi
mmHg mual atau ketidakmauan makan yang tepat
- Diastole : 60-80 mmHg dan dokumentasikan.
- Suhu : 36-37,50C
- RR : 14-20x/menit 4. Berikan sejumlah nutrisi atau 4. Untuk memenuhi kebutuhan dasar
- SpO2 : 99-100% makanan yang dianjurkan (nutrisi) yang digunakan sebagai
- Nadi : 60-100x/menit dengan porsi sedikit tetapi sering metabolisme tubuh

58
59

2. Pasien menyatakan 5. Ajarkan pasien dan anggota 5. Dapat mendorong pasien dan
penyebab mual kelurga dalam prosedur anggota keluarga untuk
3. Nafsu makan meningkat pemberian makan sedikit tetapi berpasrtisipasi dalam perawatan
4. Penurunan berat badan sering
tidak terjadi
5. Porsi makan habis 6. Kolaborasi dengan dokter dalam 6. Obat anti emetik berguna untuk
pemberian obat anti emetic mengurangi rasa mual dan muntah
pasien

7. Kolaborasi dengan ahli gizi 7. Diit pasien disuaikan dengan


dalam pemberian diit pasien kondisi klinis yang dialami oleh
pasien karena akan berpengaruh
pada proses pencernaan
6. Defisit perawatan diri b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tingkat fungsional 1. Melalui tindakan ini perawat
kelemahan keperawatan diharapkan pasien dalam melakukan dapat menentukan tindakan yang
pasien dapat melakukan perawatan diri sesuai untuk memenuhi
perawatan diri secara mandiri, kebutuhan pasien
dengan kriteria hasil :
1. Kebutuhan perawatan diri 2. Bantu pasien sebagian atau 2. Untuk memenuhi kebutuhan
pasien terpenuhi sepenuhnya saat melakukan perawatan diri pasien dan
2. Keluarga mampu perawatan diri; mandi dan meningkatkan perasaan mandiri
berpartisipasi dalam berpakaian pasien
memenuhi kebutuhan
perawatan diri pasien 3. Ajarkan keluarga dalam 3. Keluarga berperan penting dalam
3. Komplikasi dapat dihindari memenuhi kebutuhan perawatan perawatan diri pasien untuk
atau diminamalkan diri pasien; mandi dan berpakaian mencegah komplikasi yang
diakibatkan oleh infeksi

59
60

4. Kolaborasi dengan keluarga 4. Untuk meningkatkan pengetahuan


dalam pemenuhan kebutuhan keluarga dalam perawatan diri
perawatan diri anggota keluarga yang sakit
7. Defisit pengetahuan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji pengetahuan pasien tentang 1. Untuk mengetahui tingkat
diabetes self management keperawatan diharapkan diabetes self management pengetahuan pasien terhadap
education b.d kurang pasien menunjukkan education diabetes self management
terpapar informasi pengetahuan tentang proses education
dan penatalaksanaan
penyakitnya, dengan kriteria 2. Jelaskan pada pasien sesi 1-4 2. Untuk meningkatkan
hasil : diabetes self management pengetahuan pasien tentang
1. Pasien menyatakan education secara bertahap proses penyakit diabetes melitus
pemahaman tentang dan penatalaksanaan diabetes
diabetes self management melitus
education 3. Diskusikan dengan pasien dan 3. Memberikan informasi yang
2. Pasien mampu keluarga mengenai adekuat atau pilihan yang tepat
menyebutkan kembali 4 penatalaksanaan terapi diabetes bagi proses kesembuhan pasien
pilar penatalaksaan melitus
diabetes melitus
3. Pasien mampu melakukan 4. Evaluasi tingkat pemahaman 4. Untuk mengetahui tingkat
perawatan kaki dan pasien terhadap diabetes self pemahaman pasien terhadap
aktifitas fisik secara rutin management education diabetes self management
yang dianjurkan dalam education
diabetes self management
education 5. Anjurkan pasien untuk 5. Untuk mengontrol kadar gula
4. Pasien patuh terhadap menerapkan dan melakukan 4 darah dan mencegah komplikasi
terapi nutrisi dalam pilar penatalaksanaan diabetes diabetes melitus yang tidak
diabetes self management melitus yang ada dalam DSME diinginkan.
education dengan baik

60
61

8. Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Meminimalkan risiko infeksi 1. Mencuci tangan adalah salah
berhubungan dengan keperawatan, resiko infeksi pasien dengan mencuci tangan satu cara terbaik untuk mencegah
penyakit kronis (Diabetes tidaka bterjadi, dengan sebelum dan sesudah penularan patogen.
Melitus) kriteria hasil : memberikan perawatan.
1. Suhu tubuh dalam rentang
normal (36.5-37.5) 2. Pantau peningkatan suhu tubuh 2. Suhu tubuh yang terus
2. Urine bewarna kuning pasien. meningkat setelah pembedahan
3. Luka insisi terlihat bersih, dapat merupakan tanda awitan
tidak ada rembesan, warna infeksi pada luka
merah muda dan bebas
dari drainase purulent 3. Ajarkan kepada keluarga untuk 3. Untuk membantu mencegah
4. Hasil WBC dalam batas melakukan miring kanan miring statis vena dan kerusakan kulit.
normal (4.00-10.0 10ˆ9/L) kiri setiap 2 jam.

4. Kolaborasi dengan dokter 4. Mencegah kemungkinan


pemberian Antibiotik. terjadinya infeksi.
9. Resiko ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Jelaskan pada pasien penyebab 1. Dengan pengetahuan yang cukup
perfusi jaringan perifer keperawatan, resiko gangguan perfusi perifer, tanda mengenai penyebab penurunan
berhubungan dengan ketidakefektifan perfusi dan gejala. hemoglobin, pasien akan
kondisi hiperglikemia. jaringan perifer tidak terjadi, mengerti dan mampu
dengan kriteria hasil: menerapkan cara cara mencegah
1. Konjungtiva tidak penurunan hemoglobin.
anemis. 2. Observasi hemodinamik (TTV,
2. Akral hangat, merah, akral, CRT). 2. Mengobservasi kondisi umum
kering. pasien sehingga penting untuk
3. CRT < 2 detik. intervensi selanjutnya.
4. Kadar Hb normal (11-15
g/dl) 3. Evaluasi penyebab penurunan
hemoglobin dan kemungkinan

61
62

5. TTV dalam batas normal : kehilangan darah akibat proses 3. Deteksi dini untuk menentukan
TD : Sistole 100- 130 pembedahan. tindakan yang segera dapat
mmHg, Diastole : 60- 80 dilakukan selanjutnya.
mmHg 4. Anjurkan pasien untuk banyak
Nadi : 60 -100 makan makanan yang bergizi.
RR : 12- 20 x/ menit. 4. Makanan yang tinggi zat besi
akan membantu meningkatkan
5. Kolaborasi dengan dokter dalam hemoglobin.
pemberian tranfusi darah bila
diperlukan. 5. Meningkatkan volume sirkulasi
darah, jumlah sel darah merah
dan untuk mempertahankan
kadar hemoglobin pada pasien
yang mengalami anemia berat.

62
63

2.4.5 Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012). Menurut

Potter & Perry (2009), Implementasi merupakan tahap proses keperawatan

dimana perawat memberikan intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung

pada pasien. Tujuan dari implementasi adalah:

1. Melakukan, membantu/ mengarahkan kinerja aktifitas kehidupan sehari

hari.

2. Memberikan arahan keperawatan untuk mencapai tujuan yang berpusat

pada pasien.

3. Mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan

perawatan kesehatan yang berkelanjutan dari pasien.

Tahapan implementasi adalah:

1. Pengkajian ulang terhadap pasien.

2. Meninjau dan merevisi rencana asuhan keperawatan yang ada.

3. Mengorganisasi sumber daya dan pemberian asuhan keperawatan.

4. Mengimplementasikan intervensi keperawatan.

2.4.6 Evaluasi Keperawatan

Menurut Hidayat (2006), evaluasi merupakan tahap akhir proses

keperawatan dengan cara menilai sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan

tercapai atau tidak. Dalam mengevaluasi, perawat harus memiliki pengetahuan

dan kemampuan untuk memahami respon terhadap intervensi keperawatan,

kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta

63
63
64

kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil.

Tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu evaluasi proses dan evaluasi

hasil. Evaluasi proses dilakukan selama proses keperawatan berlangsung atau

menilai respons pasien, sedangkan evaluasi hasil dilakukan atas target tujuan yang

diharapkan. Evaluasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Evaluasi Formatif

Evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan respons

segera.

2. Evaluasi Sumatif

Merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status pasien pada

waktu tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan pada tahap

perencanaan. Disamping itu, evaluasi juga menjadi alat ukur atas tujuan

yang mempunyai kriteria tertentu untuk membuktikan apakah tujuan

tercapai, tidak tercapai atau tercapai sebagian.

a. Tujuan Tercapai

Tujuan ini dikatakan tercapai apabila pasien telah menunjukan perubahan

dan kemajuan yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.

b. Tujuan Tercapai Sebagian

Tujuan ini dikatakan tercapai sebagian apabila tujuan tidak tercapai secara

keseluruhan sehingga masih perlu dicari masalah atau penyebabnya.

c. Tujuan Belum Teratasi

Tujuan dikatakan tidak tercapai apabila tidak menunjukan adanya

perubahan ke arah kemajuan sebagaimana kriteria yang diharapkan.

64
Genetik Imunologi Lingkungan Lingkungan
Usia Obesitas Riwayat keluarga

Respon autoimun Infeksi virus


Mempengaruhi reseptor insulin

2.5 Kerangka DM tipe lain


Kerusakan pankreas Insulin tidak efektif dalam menstimulasi pengambilan
Masalah glukosa oleh jaringan
V
Keperawatan
Penghancuran sel – sel beta
DM tipe 2

DM tipe 1
Resistensi insulin
Defisiensi insulin Hiperglikemia

Penurunan
Sistem pernapasan Sistem Sistem Persyarafan Sistem Perkemihan Sistem Pencernaan Sistem Integumen Sistem
produksi
kardiovascular insulin/kerusakan Muskuluskleta
reseptor penerima
Pemecahan lemak Glikosilasi protein Ginjal tidak dapat Pola lmakan Sel Schwan
insulin sehingga Penebalan membr
(lipolisis) meningkat Penebalan membran menyerap kembali yg tidak tidak rusak
sel tidak dasar vaskuler
dasar vaskuler glukosa konsusmsi FE seluruh bagian
Komplikasi mendapat glukosa
luka
Produksi keton mikrovaskular
meningkat makroangiopati glukosuria Pembentukan Hb Kematian Disfungsi endot
Proses pencernaan jaringan perifer
menurun mikrovaskuler
Neuropati Neuropati metabolisme sebagian
Gangguan Artherosklerosis otonom Diuresis Osmotik karbohidrat
perifer
Keseimbangan Anemia menurun
Asam Basa Ulkus diabetik
Pembuluh darah Gangguan sensorik Produksi dan Poliuria
jantung dan motorik pelepasan Mk : Hambatan
Asidosis metabolik eritopoitin Peningkatan kadar gula Gangren mobilitas fisik
Dehidrasi
Hilang atau turun terganggu dalam darah
Infark miokard
sensasi nyeri
Kadar CO2 dalam Pengobatan yang kuran
Mk : Defisit volume
darah Mk : ketidak stabilan Mk : Nyeri Akut adekuat
Penurunan curah cairan
jantung Mk : Resiko Cedera kadar gula darah
Mk : Pola nafas Demam Sepsis
tidak efektif Mk :Kerusakan
Mk : Ketidak efektifan
Integritas Jaringan
perfusi jaringan 10
Mk : PK: infeksi

65
BAB 3

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian

3.1.1 Data Dasar

Tn. S (51 tahun), beragama islam. Jawa/Indonesia, Purnawirawan TNI-

AL, sudah menikah dan mempunyai 2 orang anak. No. register 14-76-48. Tn. S

dirawat dengan diagnosa medis DM Gangren Pedis Sinistra + Anemia. Tn. S

datang ke IGD RUMKITAL Dr. Ramelan Surabaya pada tanggal 12 Juli 2018

pukul 13.20 WIB atas rujukan dari RUMKITMAR Ewa Pangalila. Pengkajian

dilakukan pada tanggal 16 Juli 2018 pukul 09:00 WIB di ruang 3 (Diabet)

RUMKITAL Dr. Ramelan Surabaya.

Keluhan utama masuk rumah sakit adalah Tn. S mengeluh badan terasa

lemas, mual dan terdapat luka pada bagian ibu jari, punggung kaki dan tepi kanan

kaki kiri sejak ± 1 bulan yang lalu. Luka pada kaki kiri awalnya terkena gesekan

motor saat mau berkendara, lalu tiba-tiba bengkak dan melepuh pada kaki kiri

tersebut. Dua hari sebelum lebaran tanggal 13 Juni 2018 Tn. S melakukan

perjalanan jauh ke kediri naik kereta dengan keadaan kaki dibalut kasa saja, saat

pulang mudik tiba-tiba luka semakin melebar lalu dibawa ke Puskesmas dan

dirawat sendiri oleh istrinya menggunakan kasa sufratul dan cairan infus NaCl

0,9% tetapi luka tidak kunjung sembuh malah semakin parah.

Pengkajian di IGD RUMKITAL Dr. Ramelan Surabaya didapatkan hasil

tekanan darah 140/80 mmHg, nadi 86x/menit, respirasi 18x/menit, suhu 36,8oC.

Tingkat kesadaran composmentis, GCS E4V5M6. Hasil pemeriksaan

laboratorium RS RUMKITMAR Ewa Pangalila Surabaya pada tanggal 12 Juli

66
67
mg
2018 menunjukkan hasil kadar HGB 6,3 /dl, WBC 21.300, PLT 798 10^3/UL,
mg mg mg
BUN 6 /dl, Creat 1,1 /dl, Gluc 322 /dl. Hasil pemeriksaan laboratorium

RUMKITAL Dr. Ramelan Surabaya pada tanggal 12 Juli 2018 menunjukkan hasil

kadar Na 131,5 mmol/L, Kalium 4,16 mmol/L, Chlorida 103,1 mmol/L. Tn. S

mendapatkan terapi infus NS 0,9% 7 tpm yang sudah terpasang sejak di

RUMKITMAR Ewa Pangalila Surabaya.

Tanggal 12 Juli 2018 pukul 16.00 WIB Tn.S dipindahkan ke Ruang 3

Rumkital Dr. Ramelan dengan hasil pengkajian didapatkan tekanan darah 140/70

mmHg, nadi 100 x/menit, respirasi 20x/menit, suhu 36,6oC, SpO2 98% dan GCS

E4V5M6. Tn. S terpasang infus NaCl 0,9 % 7 tpm dan mendapatkan terapi obat

oral Asam Folat 2x1mg tablet, injeksi Cefoperazone 3x1gr (IV), injeksi Ranitidin

2x50mg/2ml (IV), injeksi insulin Novorapid 3x10ui (SC), injeksi insulin Lavemir

10ui 0-0-1 (SC), infus Metronidazole 3x500mg/100ml (IV), dan infus Asering

500ml 30 tpm.

Pengkajian pada tanggal 16 Juli 2018 pukul 09:00 WIB didapatkan hasil

pengkajian tekanan darah 130/70 mmHg, nadi 90 x/menit, respirasi 20x/menit,

suhu 37,5oC, SpO2 99%. Kesadaran composmentis, GCS E4V5M6. Pasien

mengeluh nyeri pada kaki kiri di bagian ibu jari, punggung kaki dan tepi kanan

kaki kiri dan badannya terasa lemas. Pasien mengatakan mempunyai riwayat

penyakit Diabetes sejak tahun 1998, dan tidak rutin mengkonsumsi obat selama 2

tahun terakhir. Istri Tn.S membenarkan hal tersebut, bahwa Suaminya (Tn.S)

jarang mengkonsumsi obat sejak 2 tahun yang lalu saat TN.S mulai pindah rumah

di Perumahan TNI-AL yang jaraknya jauh dari fasilitas kesehatan. Ayah Tn.S

juga mempunyai riwayat penyakit Diabetes dan meninggal karena penyakit

67
68

Diabetes Melitus. Tn. S sebelumnya tidak pernah dirawat di Rumah Sakit dan

belum pernah mempunyai luka diabetes melitus yang parah seperti saat ini.

3.1.2 Pemeriksaan Fisik

Luka pada bagian ibu jari, punggung kaki dan tepi kanan kaki kiri dengan

masing-masing ukuran (ibu jari P 2,5cm x L 1,5cm, punggung kaki P 5cm x L

3cm dengan kedalaman luka +1-2 cm, tepi kanan kaki kiri P 3cm x L 2cm), luka

terbalut kasa dan terdapat rembesan pus pada kasa luka. Tn.S mengatakan nyeri

pada luka kaki kiri dengan skala 7 dari skor 1-10, nyeri dirasakan 1-3 kali tiap jam

saat diam maupun saat kaki digerakkan. Pemeriksaan glukosa darah 2 JPP pada

tanggal 16 Juli 2018 pukul 19.00 didapatkan hasil 125 mg/dl. Pernafasan 20x/menit,

suara nafas vesikuler, irama nafas regular, tidak ada tarikan dinding dada, tidak

terdapat suara nafas tambahan ronchi -/-, wheezing -/-, suara jantung S1 S2

tunggal, tidak ada gallop ataupun murmur, tidak ada sianosis, CRT <2 detik,

saturasi oksigen 99%, nilai ABI didapatkan 0,8 (Infusiensi arteri ringan), tidak

terpasang kateter, menggunakan pispot saat buang air kecil di tempat tidur, jumlah

±1000-2000cc/24jam, urine berwarna kuning jernih, tidak ada distensi kandung

kemih, kekuatan otot 5555 5555 kesadaran composmentis, GCS E4V5M6,


5555 5532
pemeriksaan nervus cranial tida ada parese, pupil isokor, reflek cahaya +/+,

konjungtiva merah muda, lapang pandang normal, bentuk telinga normal, tidak

terdapat penurunan fungsi pendengaran, tidak ada nyeri telan, dan Tn. S tidak

terpasang NGT.

68
69

Tabel 3.1 Hasil Laboratorium Pada Tn.S Dengan Diagnosis Medis DM Gangren
Pedis Sinistra + Anemia Pada Tanggal 16 Juli 2018
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hematologi
Leukosit 11.001 g/dl 4.000 - 10.000
Eritrosit 4,20 10ˆ6/ul 3,50 – 5,50
Hemoglobin 11,5 g/dl 11,0 – 16,0
Hematokrit 35,1 % 37,0 – 54,0
Trombosit 798.000 g/dl 150.000 - 400.000
Liver Fungsi Test
BSN 210 mg/dl 74-106
BUN 18 mg/dl 10-24
Creat 1.0 mg/dl 0,6-1,1
SGPT 35 u/L 0-50
SGOT 40 u/L 0-50
Albumin 2,34 g/dl 3,40-4,80
Globulin 3,47 mg/dl 2,20-3,50
Elektrolit
Natrium 131,5 mmol/L 135,0 – 145,0
Kalium 4,16 mmol/L 3,5 – 5
Chlorida 103 mmol/L 95,0 – 108,0

Tabel 3.2 Terapi Obat Pada Tn.S Dengan Diagnosis Medis DM Gangren Pedis
Sinistra + Anemia Pada Tanggal 16 Juli 2018
Terapi Obat Dosis Indikasi
Asam folat 1mg 2 x 1 (tablet) Anemia
Cefoperazone 1gr 3 x 1 (IV) Mengobati infeksi akibat bakteri
Ranitidin 50mg/2ml 3 x 1 (IV) Gangguan asam lambung
Novorapid 10ui 3 x 10 ui/sc Terapi DM tipe 1 dan 2
Lavemir 10ui 0-0-1 10 ui/sc Terapi DM tipe 1 dan 2
Infus Asering 500ml 2 x 1 (IV) Ketidakseimbangan elektrolit
Metronidazole 500mg/100ml 3 x 1 (IV) Adanya infeksi yang disebabkan
oleh kuman an aerob dan kuman
lainnya yang sensitive terhadap
Metronidazole

69
70

3.1.3 Pengkajian

1. Oksigenasi

Fungsi pernafasan baik, tidak ada sesak, RR 20 x/menit, suara nafas

vesikuler, irama nafas regular, tidak ada retraksi dinding dada, tidak terdapat suara

nafas tambahan ronchi (-/-), tidak ada wheezing (-/-), tekanan darah 130/70

mmHg, bunyi jantung S1 dan S2 tunggal, tidak ada gallop, tidak ada murmur,

CRT < 2 detik, saturasi oksigen 99%, tidak ada sianosis, tidak terpasang oksigen.

2. Nutrisi

Makanan diit DM 1900 kcal, nafsu makan Tn. S bik, makan selalu habis satu

porsi, Tn. S tidak ada distensi abdomen, bising usus normal 14x/menit, reflek

menelan baik, tidak ada nyeri telan, tidak terpasang NGT. Hasil Laboratorium

tanggal 16 Juli 2018 didapatkan hasil HB 11,5 g/dl, eritrosit 4,20 10ˆ6/ul,

Hematokrit 35,1 %, trombosit 798.000 g/dl, albumin 2,34 g/dl. Tinggi badan 170

cm, berat badan 71 kg. Gula Darah Puasa 210 mg/dl.

3. Eliminasi

Tidak terpasang kateter, warna urine kuning jernih, tidak keruh, tidak ada

hematuria, aliran lancar, output urine + 1000-2000cc/24jam. Eliminasi Alvi BAB

terakhir tanggal 15 Juli 2018 pukul 14.00

4. Aktivitas dan Istirahat

Keadaan umum lemah, aktivitas dilakukan hanya di tempat tidur saja,

seluruh activity daily living dibantu oleh istri dan perawat, pasien lebih banyak

5555 5555
5555 5532 70
71

istirahat di tempat tidur, jam tidur malam saat MRS jam 21.00-04.00, jam tiur

siang 12/00-15.00, kekuatan otot

5. Proteksi

Terdapat luka pada bagian ibu jari, punggung kaki dan tepi kanan kaki kiri

dengan masing-masing ukuran (ibu jari P 2,5cm x L 1,5cm, punggung kaki P 5cm

x L 3cm dengan kedalaman luka +1-2 cm, tepi kanan kaki kiri P 3cm x L 2cm),

luka terbalut kasa dan terdapat rembesan pus pada kasa luka. Hasil lab leukosit

11,001 g/dl, suhu aksila 37,5oC.

6. Sensori

Fungsi pendengaran normal, Tn. S dapat merespon dan menjawab setiap

pertanyaan yang diajukan perawat dengan baik, Tn. S tidak menggunakan

kacamata minus, lapang pandang baik, dan dapat melihat objek jarak jauh.

7. Cairan dan Elektrolit

Terpasang infus NaCl 0,9% 500 cc/12 jam, tidak ada edema, minum

1000–1500 ml/24 jam, tekanan darah 130/70 mmHg, nadi 90 x/menit, hasil

laborat tanggal 16 Juli 2018 didapatkan hasil Natrium 131,5 mmol/L, Kalium 4,16

mmol/L, Chlorida 103 mmol/L.

8. Fungsi Persyarafan

Kesadaran composmentis, GCS E4V5M6, orientasi lingkungan baik,

pasien mengingat hari dan tanggal saat ini, orientasi orang dan tempat baik, pupil

isokor, diameter 2/2 mm. Tn.S mengeluh nyeri pada kaki kirinya dengan skala 7

(1-10). Pemeriksaan nervus kranial didapatkan hasil :

71
72

Tabel 3.3 Pemeriksaan Nervus Kranial Pada Tn.S Dengan Diagnosis Medis DM
Gangren Pedis Sinistra + Anemia Pada Tanggal 16 Juli 2018
Nervus Kranial Hasil Pemeriksaan Kesimpulan
N I (Olfaktorious) Tn.S mampu mengenali Tidak ada gangguan
bau-bauan (ex : minyak pembauan.
kayu putih).
N II (Optikus) Tn.S mampu membaca Ketajaman mata baik,
kaimat dengan ukuran huruf lapang pandang baik
16 dalam jarak 20 cm, tidak
menggunakan kacamata
minus
N III (Okulomotorikus) Tn.S mampu membuka Tidak ditemukan
N IV (Toklearis) kelopak mata, pupil isokor, adanya gangguan gerak
N VI (Abdusen) Tn.S mampu menggerakkan kelopak mata,
bola mata ke samping kanan konstraksi pupil baik,
dan kiri, ke bawah dan ke rotasi bola mata baik.
atas.
N V (Trigeminal) Tn.S mampu membuka Sensasi wajah tidak ada
rahang dengan baik, mampu gangguan, mampu
merasakan sensasi sentuhan merasakan sentuhan
dengan baik. dengan baik.
N VII (Fasial) Tn.S mampu mengangkat Wajah simetris, tidak
alis dan mengerutkan dahi. ada mencong.
N VIII (Vestibulokoklear) Tn.S dapat merespon dan Fungsi pendengaran
menjawab setiap pertanyaan baik.
yang diajukan perawat
dengan baik.
N IX (Glosofaringeal) Tn.S mampu menelan Pengecapan baik.
dengan baik, tidak ada nyeri
telan, tidak terpasang NGT.
N X (Vagus) Tn.S mampu membuka Reflek menelan baik,
mulut, tidak ada nyeri telan. palatum mole ditengah.
N XI (Aksesoris) Tn.S mampu menggerakkan Tidak ada gangguan.
kepala, mangangkat bahu
dan leher dengan baik.
N XII (Hipoglosus) Tn.S mampu menggerakkan Gerakan lidah baik,

72
73

lidah ke atas, ke bawah, ke tidak ada deviasi.


samping kanan dan kiri.

9. Fungsi Endokrin

Pasien mengatakan mempunyai riwayat penyakit Diabetes melitus sejak tahun

1998, dan tidak rutin mengkonsumsi obat selama 2 tahun terakhir. Kadar gula

darah puasa tanggal 16 Juli 2018 didapatkan hasil 210 mg/dl. Tn.S mendapatkan

terapi injeksi insulin Navorapid 3 x 10ui/sc dan Lavemir 0-0-10ui/sc.

3.2 Diagnosa Keperawatan

Hasil pengkajian pada Tn.S didapatkan hasil diagnosis keperawatan

sebagai berikut :

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi)

yang ditandai adanya keluhan nyeri pada luka kaki kiri dengan skala 7 dari

skor 1-10, nyeri dirasakan 1-3 kali tiap jam saat diam maupun saat kaki

digerakkan. Luka terdapat pada bagian ibu jari, punggung kaki dan tepi

kanan kaki kiri dengan masing-masing ukuran (ibu jari P 2,5cm x L 1,5cm,

punggung kaki P 5cm x L 3cm dengan kedalaman luka +1-2 cm, tepi

kanan kaki kiri P 3cm x L 2cm), luka terbalut kasa dan terdapat rembesan

pus pada kasa luka. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan

tekanan darah 130/70 mmHg, Nadi 90 x/menit, RR 20 x/menit, suhu tubuh

(aksila) 37,5oC.

2. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan ketidakefektifan

produksi insulin ditandai dengan hasil pemeriksaan glukosa darah 2 JPP


mg
pada tanggal 16 Juli 2018 pukul 19.00 didapatkan hasil 125 /dl. Tn.S

mengatakan mempunyai riwayat penyakit Diabetes melitus sejak tahun

1998, dan tidak rutin mengkonsumsi obat selama 2 tahun terakhir.


73
74

3. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan kurang terpapar

informasi ditandai dengan adanya luka pada bagian ibu jari, punggung

kaki dan tepi kanan kaki kiri dengan masing-masing ukuran (ibu jari P

2,5cm x L 1,5cm, punggung kaki P 5cm x L 3cm dengan kedalaman luka

+1-2 cm, tepi kanan kaki kiri P 3cm x L 2cm), luka terbalut kasa dan

terdapat rembesan pus pada kasa luka. Luka awalnya terkena gesekan

motor saat mau berkendara, lalu tiba-tiba bengkak dan melepuh pada kaki

kiri tersebut. Dua hari sebelum lebaran tanggal 13 Juni 2018 Tn. S

melakukan perjalanan jauh ke kediri naik kereta dengan keadaan kaki

dibalut kasa saja, saat pulang mudik tiba-tiba luka semakin melebar lalu

dibawa ke Puskesmas dan dirawat sendiri oleh istrinya menggunakan kasa

sufratul dan cairan infus NaCl 0,9% tetapi luka tidak kunjung sembuh

malah semakin parah.

4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot

ditandai dengan keadaan umum lemah, aktivitas dilakukan hanya di

tempat tidur saja, seluruh activity daily living dibantu oleh istri dan

perawat, pasien lebih banyak istirahat di tempat tidur, jam tidur malam

saat MRS jam 21.00-04.00, jam tiur siang 12/00-15.00 dan kekuatan otot
5555 5555
5555 5532

5. Defisit pengetahuan diabetes self management education berhubungan

dengan kurang terpapar informasi ditandai dengan kurangnya pemahaman

Tn.S terhadap diabetes self management education dan 4 pilar

penatalaksanaan diabetes melitus.

74
3.3 Intervensi

Tabel 3.4 Intervensi keperawatan Pada Tn.S Dengan Diagnosis Medis DM Gangren Pedis Sinistra + Anemia Pada Tanggal 16 Juli 2018

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1 Nyeri Akut b.d faktor Setelah dilakukan asuhan 6. Observasi tanda-tanda vitalsetiap 1. Untuk mengetahui keadaan
psikologis (inflamasi) keperawatan selama 3x24 jam 6 jam umum pasien
diharapkan nyeri hilang,
dengan kriteria hasil : 7. Kaji intensitas nyeri 2. Untuk mengetahui tingkat
menggunakan skala nyeri nyeri yang dialami pasien
6. Tanda-tanda vital dalam
rentang normal
- Systole : 100-130 mmHg 8. Bantu dan ajarkan penanganan 3. Teknik relaksasi dan distraksi
- Diastole : 60-80 mmHg terhadap nyeri, penggunaan bisa mengurangi rasa nyeri
- Suhu : 36-37,50C teknik relaksasi dan distraksi yang dirasakan pasien
- RR : 14-20x/menit
- SpO2 : 99-100% 9. Jelaskan pada pasien sebab-sebab 4. Pemahaman pasien tentang
- Nadi : 60-100x/menit timbulnya nyeri penyebab nyeri yang terjadi
7. Skala nyeri berkurang akan mengurangi ketegangan
(skala nyeri 7 menjadi 0-1) pasien
8. Pasien mengungkapkan
perasaan nyaman 10. Kolaborasi dengan dokter 5. Obat analgesic dapat
berkurangnya nyeri dalam pemberian obat analgesic membantu mengurangi nyeri
9. Pasien tidak cemas saat atau anti nyeri pasien
bergerak
10. Ekspresi wajah pasien
rileks

74
75

2. Ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan asuhan 1. Observasi tanda dan gejala 5. Untuk mengetahui adanya
gula darah b.d keperawatan selama 3x24 jam hiperglikemia; polyuria, pengaruh peningkatan kadar
ketidakefektifan produksi diharapkan kadar gula darah polidipsi, polifaghia, kelemahan. gula darah yang terjadi
insulin stabil, dengan kriteria hasil :
2. Lakukan pemeriksaan kadar gula 6. Untuk mengetahui kondisi
4. Pasien mampu mengontrol
darah puasa dan kadar gula kinis pasien
glukosa darah secara
darah 2JPP
mandiri
5. Pasien mampu melakukan
injeksi insulin sesuai 3. Memberikan edukasi diabetes 7. Pemberian edukasi bertujuan
indikasi secara mandiri sesuai standart diabetes self untuk meningkatkan
6. Kadar gula darah pasien management eduction pengetahuan dan ketrampilan
dalam rentang normal pasien sehingga pasien
a. Gula darah acak = 100- memiliki perilaku preventif
199 mg/dl dalam gaya hidupnya untuk
b. Gula darah puasa = 80- menghindari komlpikasi
109 mg/dl
c. Gula darah 2JPP = 110- 8. Obat anti diabetik untuk
4. Kolaborasi dengan dokter dalam
140 mg/dl menstabilkan kadar gula darah
pemberian OAD (obat anti
diabetes)

75
76

3. Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji kerusakan kulit pada kaki 1. Pengkajian yang tepat terhadap
b.d kurang terpapar keperawatan selama 3x24 jam kiri pasien luka dan proses penyembuhan
informasi tentang upaya diharapkan pasien dapat akan membantu dalam
menentukan tindakan
mempertahankan pasien dapat
selanjutnya
integritas jaringan mempertahankan integritas
jaringan, dengan kriteria 2. Pertahankan istirahat di tempat
tidur dengan peningkatan 2. Sirkulasi yang lancar bisa
hasil: mempercepat proses
ekstremitas dan mobilisasi
6. Tanda-tanda vital dalam penyembuhan luka
rentang normal
3. Pertahankan teknik aseptic
- Systole : 100-130 mmHg 3. Dapat mempercepat proses
- Diastole : 60-80 mmHg penyembuhan luka
- Suhu : 36-37,50C
- RR : 14-20x/menit 4. Gunakan kompres dan balutan
4. Kompres dan balutan bisa
- SpO2 : 99-100% mengurangi kontaminasi
- Nadi : 60-100x/menit bakteri dari luar
7. Lesi atau luka membaik
8. Komplikasi dapat dihindari 5. Pantau suhu dan laporkan 5. Peningkatan suhu merupakan
atau diminimalkan
indikasi dini terhadap
9. Pasien mengetahui tentang
komplikasi infeksi
perawatan kaki diabetes
melitus
10. Kadar gula darah 2JPP 6. Edukasi pasien tentang perawatan 6. Perawatan kaki pada pasien
dalam rentang normal. kaki diabetes diabetes sangat penting
(110-140mg/dl) dilakukan untuk mencegah
komplikasi ulkus kaki

76
77

7. Kolaborasi dengan dokter dalam 7. Antipiretik untuk menurunkan


pemberian obat antipiretik suhu tubuh pasien yang infeksi
4. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan asuhan 10. Kaji tingkat kemampuan pasien 1. Untuk menentukan tingkat
b.d penurunan kekuatan keperawatan selama 3x24 jam untuk berpindah dari tempat kemandirian pasien dalam
otot diharapkan pasien dapat tidur, berdiri, dan ambulasi. memenuhi kebutuhan dasar
manusianya
pasien dapat mencapai
tingkat kemampuan aktivitas
11. Observasi tanda-tanda vital 2. Sebagai dasar dalam menilai
yang optimal, dengan kriteria kestabilan pasien
pasien
hasil :
4. Pasien dapat 12. Kaji respon emosi, sosial, dan 3. Mengetahui perasaan pasien
mempertahankan kekuatan spiritual terhadap aktivitasnya dalam hal keinginannya untuk
otot dan ROM sendi melakukan aktivitas pada
5. Pasien dapat melakukan umumnya
aktifitas sesuai dengan
kemampuan 4. Menggali lebih dalam motivasi
6. Pasien dapat memenuhi 13. Evaluasi motivasi dan keinginan diri pasien dalam
kebutuhan sendiri secara pasien untuk meningkatkan
meningkatkan kemampuan
bertahap sesuai dengan aktivitas
untuk dapat melakukan
kemampuan. aktivias dasar

5. Untuk melatih otot-otot kaki


14. Anjurkan pasien untuk sehingga berfungsi dengan
menggerakkan atau mengangkat baik
ekstremitas bawah sesuai
kemampuan

77
78

15. Bantu pasien untuk memenuhi 6. Kebutuhan dasar manusia


ADL (Activity Daily Living) sangat penting diperhatikan
karena berhubungan dengan
tingkat kenyamanan pasien
saat berada di RS

7. Memandirikan keluarga dalam


16. Ajarkan kepada keluarga untuk
menjaga dan merawat
selalu membantu pasien dalam
keluarganya secara maksimal
memenuhi kebutuhannya
8. Pasien mengerti pentingnya
17. Edukasi tentang pentingnya
aktivitas sehinga dapat
melakukan aktivitas untuk
kooperatif dalam tindakan
melancarkan sirkulasi darah
keperawatan

9. Untuk mengembalikan fungsi


18. Kolaborasi dengan fisioterapi otot secara optimal sehingga
dalam mengembalikan fungsi pasien mampu melakukan
saraf yang mengalami aktivitas mandiri
gangguan.

78
79

5. Defisit pengetahuan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji pengetahuan pasien tentang 6. Untuk mengetahui tingkat
diabetes self management keperawatan selama 3x 24 diabetes self management pengetahuan pasien terhadap
education b.d kurang jam diharapkan pasien education diabetes self management
education
terpapar informasi menunjukkan pengetahuan
tentang proses dan
2. Jelaskan pada pasien sesi 1-4 7. Untuk meningkatkan
penatalaksanaan penyakitnya, pengetahuan pasien tentang
diabetes self management
dengan kriteria hasil : education secara bertahap proses penyakit diabetes
5. Pasien menyatakan melitus dan penatalaksanaan
pemahaman tentang diabetes melitus
diabetes self management
education 8. Memberikan informasi yang
6. Pasien mampu 3. Diskusikan dengan pasien dan
adekuat atau pilihan yang tepat
menyebutkan kembali 4 keluarga mengenai
bagi proses kesembuhan pasien
pilar penatalaksaan penatalaksanaan terapi diabetes
diabetes melitus melitus
7. Pasien mampu melakukan
perawatan kaki dan 4. Evaluasi tingkat pemahaman 9. Untuk mengetahui tingkat
pasien terhadap diabetes self pemahaman pasien terhadap
aktifitas fisik secara rutin
management education diabetes self management
yang dianjurkan dalam
education
diabetes self management
education
8. Pasien patuh terhadap 10. Untuk mengontrol kadar
5. Anjurkan pasien untuk
terapi nutrisi dalam gula darah dan mencegah
menerapkan dan melakukan 4
diabetes self management komplikasi diabetes melitus
pilar penatalaksanaan diabetes
education yang tidak diinginkan.
melitus yang ada dalam diabetes
self management education
dengan baik
79
80

3.4 Implementasi dan Evaluasi

Tabel 3.5 Implementasi dan Evaluasi Pada Tn.S Dengan Diagnosis Medis DM Gangren Pedis Sinistra + Anemia Pada Tanggal 16-21 Juli 2018

Tanggal Masalah Waktu Implementasi Paraf Catatan Perkembangan (SOAP) Paraf


Keperawatan
Senin 09.00 Melakukan pengkajian dan anamnesa kepada Tn.S Muf Diagnosa keperawatan 4
16/07/2018 - S : Tn.S mengatakan kesulitan saat
09.30 Memastikan kembali data hasil pengkajian dengan data Muf mau berjalan ke kamar mandi untuk
yang ada pada rekam medis buang air besar da buang air kecil
karena kaki kiri terasa nyeri saat
digerakkan
10.00 Menentukan diagnosis dan membuat intervensi Muf
- O : Tn.S terlihat dibantu oleh istrinya
saat buang air besar di tempat
10.30 Melakukan pemeriksaan ECG Muf tidurnya. Tn.S melakukan mobilisasi
dari berbaring hingga duduk dengan
11.00 Hasil ECG dikonsulkan ke poli jantung untuk Muf bantuan
persiapan debridement - A : masalah teratasi sebagian
- P : lanjutkan intervensi 1-9
11.30 Mengobservasi tanda-tanda vital Tn.s Muf
TD : 130/70 mmHg
Nilai ABI (110/130) = 0.84
S/N : 37,5 ˚C / 90x/mnt
RR : 20x/menit

11.45 Memberikan terapi obat sesuai advis dokter Muf

80
81

Injeksi Ranitidin 50mg/2ml (IV)


Injeksi Cefoperazon 1 gr (IV)
Infus Metronedazole 500mg/100ml
12.00 Injeksi Novorapid 10 ui (SC) Muf
13.30 Mengkaji respon emosi, sosial dan spiritual terhadap Muf
aktifitasnya

13.40 Mengevaluasi motivasi dan keinginan Tn.S untuk Muf


meningkatkan aktivitas

13.50 Memantau status nutrisi Tn.S ; Tn.S menghabiskan 1 Muf Diagnosa keperawatan 1
porsi makanan yang telah disediakan - S : Tn.S mengatakan nyeri sengkring-
sengkring dengan skala 8 pada luka
15.30 Memotivasi Tn.S untuk melakukan perawatan diri Muf kaki kiri, dirasakan 1-3x/menit saat
diarawat luka
terhadap Tn.S ; menyeka dan mengganti baju Tn.S
- O : Tn.S tampak menahan nyeri dan
meringis kesakitan saat dirawat luka.
16.00 Merawat luka pada kaki kiri Tn.S Muf
Tn.S tampak enggan melakukan
pergerakan kaki. Tampak luka pada
16.10 Mengkaji kerusakan kulit dan jaringan pada luka Tn.S Muf bagian ibu jari, punggung kaki
terdapat banyak pus dan tepi kanan
16.15 Membersihkan luka dengan saflon dan membilas Muf kaki kiri dengan masing-masing
ukuran (ibu jari P 2,5cm x L 1,5cm,
menggunakan cairan infus NaCl 0,9% pada luka
punggung kaki P 5cm x L 3cm
dengan kedalaman luka +1-2 cm, tepi
16.35 Mengkaji skala nyeri luka pada saat dirawat luka Muf
kanan kaki kiri P 3cm x L 2cm), luka
terbalut kasa dan terdapat rembesan
81
82

O : 1-3kali/menit pus pada kasa luka.


P : luka diabetes melitus - A : masalah teratasi sebagian
Q : cekot-cekot - P : lanjutkan intervensi 1-5
R : punggung kaki, ibu jari, tepi kanan kaki kiri
S:8
T : saat dirawat luka
U : menahan dan meringis kesakitan
V : skala nyeri yang diharapkan ; skala 4
Muf
16.37 Mengajarkan dan memotivasi Tn.S untuk melakukan
teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi rasa
nyeri saat dirawat luka
Muf
16.40 Membersihkan luka dan memberikan kompres
menggunakan kasa + cairan infus NaCl 0,9% lalu
menutup luka kembali menggunakan kasa gulung
Muf
17.00 Memberikan terapi obat sesuai advis dokter
Injeksi Novorapid 10 ui (SC)
Infus Metronedazole 500mg/100ml
Obat oral asam folat 1 mg (P.O)
Muf
18.00 Mengobservasi tanda-tanda vital Tn.s Diagnosa keperawatan 2
TD : 130/80 mmHg - S : Tn.S mengatakan memiliki
riwayat penyakit diabetes melitus

82
83

Nilai ABI (110/130) = 0.84 sejak tahun 1998. Tn.S mengatakan 2


S/N : 37,2 ˚C / 98x/menit RR : 20x/menit Muf tahun terakhir tidak rutin minum obat
- O : hasil pemeriksaan gula darah 2
JPP : 125 mg/dl
18.30 Memantau status nutrisi Tn.S ; Tn.S menghabiskan 1
- A : masalah teratasi sebagian
porsi makanan yang telah disediakan Muf
- P : lanjutkan intervensi 1-4
Diagnosa keperawatan 3
19.00 Kontrak waktu dengan Tn.S untuk pemeriksaan gula - S : Tn.S mengatakan belum pernah
darah 2 JPP Muf mendapatkan informasi tentang
perawatan kaki diabetes. Tn.S
19.30 Melakukan pemeriksaan kadar gula darah 2 JPP ; hasil Muf mengatakan bahwa luka semakin
125 mg/dl parah saat dirinya pulang dari kediri
21.00 Memberikan terapi obat sesuai advis dokter - O : tampak kerusakan pada lapisan
kulit kaki kiri Tn.S. Tampak luka
Injeksi Ranitidin 50mg/2ml (IV) pada bagian ibu jari, punggung kaki
Injeksi Cefoperazon 1 gr (IV) terdapat banyak pus dan tepi kanan
Infus Metronedazole 500mg/100ml Muf kaki kiri dengan masing-masing
ukuran (ibu jari P 2,5cm x L 1,5cm,
22.00 Memberikan terapi obat hasil kolaborasi dengan dokter punggung kaki P 5cm x L 3cm
; Injeksi insulin Lavemir 10ui/sc Muf dengan kedalaman luka +1-2 cm, tepi
kanan kaki kiri P 3cm x L 2cm).
- A : masalah teratasi sebagian
03.00 Memantau Tn.S istirahat tidur - P : lanjutkan intervensi 1-5
Selasa 05.00 Memberikan terapi obat sesuai advis dokter Retno
17/07/2018 Injeksi Ranitidin 50mg/2ml (IV)
Injeksi Cefoperazon 1 gr (IV)
Obat oral asam folat 1mg (P.O)

83
84

Infus Metronedazole 500mg/100ml

05.30 Mengobservasi tanda-tanda vital Tn.s Retno


TD : 120/70 mmHg
Nilai ABI (100/120) = 0.83
S/N : 36,6 ˚C / 94x/menit RR : 18x/menit

06.00 Memberikan terapi obat sesuai advis dokter; Injeksi Retno


Novorapid 10 ui/sc

07.15 Mengkaji tingkat fungsional Tn.S dalam melakukan Retno


perawatan diri dan toileting ; sudah diseka istri dan
buang air besar di kamar mandi dengan bantuan istri

07.20 Mengobservasi kedaan umum Tn.S Retno


Kesadaran : composmentis
Keadaan umum : baik
Akral : HKM
GCS : 456

08.00 Mengkaji dan mengevaluasi skala nyeri pada luka Retno Diagnosa keperawatan 1
pasien - S : Tn.S mengatakan paham terhadap
penyebab timbulnya nyeri. Tn.S
08.10 Menjelaskan pada pasien sebab-sebab timbulnya nyeri Retno mengatakan nyeri pada luka kaki kiri
dengan skala 5
84
85

Retno - O : Tampak balutan luka pada kaki


08.25 Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam saat nyeri kiri, Tn.S dapat menyebutkan 2
tiba-tiba timbul penyebab nyeri dan mempraktekkan
Retno teknik relaksasi nafas dalam saat
nyeri tiba-tiba timbul
08.35 Mengobservasi tanda dan gejala hiperglikemi - A : masalah teratasi sebagian
Retno - P : lanjutkan intervensi 1-5
11.00 Tn.S konsul ke poli anastesi

Retno
11.30 Mengobservasi tanda-tanda vital Tn.S
TD : 120/80 mmHg
Nilai ABI (110/120) = 0.9
S/N : 37,5 ˚C / 90x/menit
RR : 20x/menit Diagnosa keperawatan 2
Retno - S : Tn.S mengatakan saat dirumah
12.00 Memberikan terapi obat sesuai advis dokter; Injeksi sakit minumnya kurang dari 1500ml
Novorapid 10 ui/sc dalam sehari, jadi jarang buang air
Retno kecil saat malam hari
13.00 Memberikan terapi obat sesuai advis dokter - O : input + 900ml dan output + 600ml
dalam 24 jam
Injeksi Ranitidin 50mg/2ml (IV)
- A : masalah teratasi sebagian
Injeksi Cefoperazon 1 gr (IV) - P : lanjutkan intervensi 1-4
Infus Metronedazole 500mg/100ml
Retno
85
86

13.30 Memantau status nutrisi Tn.S ; Tn.S menghabiskan 1


porsi makanan yang telah disediakan Retno

15.10 Merawat luka pada kaki kiri Tn.S Reny

15.15 Membuka dan mengkaji kerusakan kulit dan jaringan


pada luka Tn.S Reny

15.35 Membersihkan luka dengan saflon dan membilas Reny


menggunakan cairan infus Nacl 0,9% pada luka Tn.S
Mengkaji skala nyeri luka pada saat dirawat luka
O : 1-3kali/menit Diagnosa keperawatan 1
P : luka gangren diabetes melitus - S : Tn.S mengatakan nyeri saat
Q : sengkring-sengkring seperti disayat dirawat luka dengan skala 8,
R : punggung kaki, ibu jari, tepi kanan kaki kiri dirasakan saat luka diberi saflon.
S:8 - O : Tn.S tampak meringis kesakitan
dan menahan nyeri luka pada kaki
T : saat dirawat luka dan digerakkan kiri. Tn.S menahan sakit ddengan
U : menahan dan meringis kesakitan melkukan teknik relaksasi nafas
V : skala nyeri yang diharapkan ; skala 4 Reny dalam. Tampak luka gangrene pedis
pada bagian ibu jari, punggung kaki
15.40 Mengevaluasi Tn.S dalam melakukan teknik relaksasi terdapat banyak pus dan tepi kanan
dan distraksi saat nyeri timbul Reny kaki kiri dengan masing-masing
ukuran (ibu jari P 2,5cm x L 1,5cm,
punggung kaki P 5cm x L 3cm

86
87

15.45 Membersihkan luka dan memberikan kompres dengan kedalaman luka +1-2 cm, tepi
menggunakan kasa + cairan infus NaCl 0,9% lalu Reny kanan kaki kiri P 3cm x L 2cm).
menutup kembali luka menggunakan kasa gulung - A : masalah teratasi sebagian
- P : lanjutkan intervensi 1-5
18.00 Memberikan terapi obat sesuai advis dokter :
Injeksi Novorapid 10 ui sc dan obat oral asam folat 1 Reny
mg

18.30 Mengobservasi tanda-tanda vital Tn.S


TD : 130/70 mmHg
Nilai ABI (100/130) = 0.7
S/N : 37,2˚C / 94x/menit Reny
RR : 20x/menit
Diagnosa keperawatan 3
19.00 Memantau status nutrisi Tn.S ; Tn.S menghabiskan 1
- S : Tn.S mengatakan luka tidak
porsi makanan yang telah disediakan kunjung sembuh meskipun sudah
Reny
dirawat di puskesmas dan dirawat
sendiri dirumah menggunakan
sufratul dan cairan infus
20.50 Memberikan terapi obat sesuai advis dokter : - O : terdapat pus pada luka bagian
Injeksi Ranitidin 50mg/2ml (IV) punggung kaki, kedalaman luka pada
Muf bagian kaki + 2cm
Injeksi Cefoperazon 1 gr (IV)
- A : masalah teratasi sebagian
Infus Metronedazole 500mg/100ml
- P : lanjutkan intervensi 1-8
Muf
87
88

22.00 Memberikan terapi obat sesuai advis dokter;


Injeksi insulin Lavemir 10ui/sc
Muf
22.10 Motivasi Tn.S untuk mengurangi kecemasan dalam
menjalani proses debridement di kamar OK

03.00 Memantau pasien istirahat tidur


Rabu 05.00 Memberikan terapi obat sesuai advis dokter : Muf
18/07/2018 Injeksi Ranitidin 50mg/2ml (IV)
Injeksi Cefoperazon 1 gr (IV)
Obat oral asam folat 1mg (P.O)
Infus Metronedazole 500mg/100ml
Diagnosa keperawatan 2
05.20 Mengobservasi tanda-tanda vital Tn.s Muf - S : Tn.S mengatakan mempunyai
TD : 120/70 mmHg riwayat penyakit diabetes melitus
Nilai ABI (100/120) = 0.83 karena dulu saat masih remaja hampir
setiap hari minum susu soda
S/N : 36,6 ˚C / 90x/menit
- O : hasil pemeriksaan gula darah 2
RR : 18x/menit JPP : 164 mg/dl
- A : masalah teratasi sebagian
05.30 Melakukan pemeriksaan kadar gula darah puasa ; hasil Muf - P : lanjutkan intervensi 1-4
164 mg/dl

06.00 Memberikan terapi obat sesuai advis dokter; Muf

88
89

Injeksi Novorapid 10 ui/sc


Nisa
08.00 Mengkaji pengetahuan pasien tentang diabetes self
management education
Nisa
08.20 Memotivasi Tn.S untuk meningkatkan aktivitas
Nisa
08.25 Menganjurkan Tn.S untuk menggerakkan atau
mengangkat ekstremitas bawah sesuai kemampuan
Nisa
09.30 Mengingatkan Tn.S untuk tetap puasa total
Nisa
10.00 Mempersiapkan Tn.S dalam pelaksanaan tindakan pre
debridement Diagnosa keperawatan 3
Nisa - S : Tn.S mengatakan cemas terhadap
10.30 Menjelaskan prosedur tindakan debridement tindakan debridement
Nisa - O : Tn.S tampak cemas
10.45 Memotivasi Tn.S untuk tetap tenang dan tidak cemas - A : masalah teratasi sebagian
- P : lanjutkan intervensi 1-8
dalam menjalani tindakan deridement di kamar OK
Nisa
12.30 Mengobservasi tanda-tanda vital Tn.s
TD : 130/80 mmHg
Nilai ABI (110/130) = 0.84
S/N : 37˚C / 90x/menit

89
90

RR : 20x/menit
Nisa

13.00 Memberikan terapi obat sesuai advis dokter


Injeksi Ranitidin 50mg/2ml (IV)
Injeksi Cefoperazon 1 gr (IV)
Infus Metronedazole 500mg/100ml Nisa

13.30 Mengantarkan Tn.S ke Ruang Pre Medikasi untuk


tindakan debridement di kamar OK Reny

14.00 Operan dinas ; Tn.S sudah di Ruang OK untuk


menjalani proses tindakan debridement Reny

16.30 Menjemput Tn.S di Ruang Recovery room ke Ruang III Reny

16.45 Mengobservasi tanda-tanda vital Tn.s post op


debridement
TD : 130/70 mmHg
Nilai ABI (100/130) = 0.7
S/N : 37,7˚C / 89x/menit RR : 18x/menit Nisa

17.00 Membaca status RM Tn.S selama pelaksanaan


debridement di Ruang Operasi. Debridement dilakukan

90
91

paada tanggal 18 Juli 2018 pukul 14.30 WIB, jenis


anastesi sub-arachnoid block (SAB), post debridement
Tn.S tidak terpasang oksigen tambahan, terpasang
infuse RL, tidak terpasang naso gastric tube (NGT),
tidak terpasang kateter, mendapatkan terapi injeksi Reny
cefoperazone 1gr (IV), ketorolac 30mg (IV),
meropenem 1gr (IV), transamin 50mg (IV).
17.30 Menganjurkan Tn.S untuk tidak bangun dan duduk
sampai dengan tanggal 19 Juli 2018 pukul 05.00 WIB,
hanya boleh miring kanan miring kiri dan tetap puasa Reny
sampai Tn.S sudah buang angin

18.00 Memberikan terapi obat sesuai advis dokter; Injeksi


Novorapid 10 ui/sc dan obat oral asam folat 1mg Reny
sesudah makan

18.30 Mengobservasi tanda-tanda vital Tn.s


TD : 120/70 mmHg
Nilai ABI (100/120) = 0.83 Reny Diagnosa keperawatan 1
S/N : 37,5˚C / 86x/menit RR : 18x/menit - S : Tn.S mengatakan nyeri dan panas
pada luka post op debridement
19.00 Memantau status nutrisi Tn.S ; Tn.S menghabiskan 1 Reny dengan skala 10, nyeri dan panas
dirasakan setiap saat meskipun dalam
porsi makanan yang telah disediakan
keadaan kaki tidak digerakkan
- O : Tn.S tampak menahan nyeri dan

91
92

19.15 Mengkaji skala nyeri luka post op debridement meringis kesakitan, Tn.S melakukan
O : sering teknik relaksasi dan distraksi saat
P : luka post op debridement nyeri semakin panas. Tampak balutan
luka post op debridement pada kaki
Q : panas
kiri Tn.S
R : kaki kiri - A : masalah teratasi sebagian
S : 10 - P : lanjutkan intervensi 1-8
T : saat diam maupun bergerak Reny
U : menahan dan membatasi gerak Reny
V : skala nyeri yang diharapkan ; skala 5

19.30 Menjelaskan pada Tn.S sebab-sebab timbulnya nyeri


20.00 Memberikan terapi obat hasil kolaborasi dengan dokter
Injeksi Cefoperazone 1gr (IV)
Injeksi Meropenem 1gr (IV)
Injeksi Ketorolac 30mg (IV) Muf
Injeksi Transamin 50mg (IV).
Infus Metronedazole 500mg/100ml
Muf
22.00 Memberikan terapi obat sesuai advis;
Injeksi insulin Lavemir 10ui/sc

03.00 Memantau pasien istirahat tidur


Kamis 04.30 Memberikan terapi obat sesuai advis dokter Muf
19/07/2018 Injeksi Ranitidin 50mg/2ml (IV)

92
93

Injeksi Cefoperazone 1gr (IV)


Injeksi Meropenem 1gr (IV)
Injeksi Ketorolac 30mg (IV)
Injeksi Transamin 50mg (IV).
Obat oral asam folat 1mg (P.O)
Infus Metronedazole 500mg/100ml

05.00 Mengobservasi tanda-tanda vital Tn.s Muf


TD : 120/80 mmHg
Nilai ABI (100/120) = 0.83
S/N : 36,4 ˚C / 88x/menit
RR : 20x/menit

05.30 Melakukan pemeriksaan kadar gula darah puasa ; hasil Muf Diagnosa keperawatan 2
173 mg/dl - S:-
- O : hasil cek darah lengkap :
06.00 Memberikan terapi obat hasil kolaborasi dengan Muf hemoglobin 10,6 g/dl, leukosit 12,470
dokter; g/dl, albumin 2,01 g/dl, gula darah
sewaktu 166 mg/dl. Hasil
Injeksi Novorapid 10 ui (SC) pemeriksaan kadar gula darah puasa
Injeksi Transamin 50mg (IV) 173 mg/dl
Obat oral asam folat 1mg (P.O) - A : muncul masalah baru ; perfusi
perifer tidak efektif berhubungan
dengan penurunan konsentrasi
93
94

07.20 Mengobservasi kedaan umum Tn.S Muf hemoglobin


Kesadaran : composmentis - P : intervensi diagnosa 6
Keadaan umum : baik 1. Observasi status hemodinamik
(tanda-tanda vital, akral dan
Akral : HKM GCS : 456 CRT < 2detik
capillary refill time)
2. Evaluasi penyebab penurunan
07.30 Mengevaluasi penyebab penurunan kadar hemoglobin hemoglobin dan kemungkinan
dan kemungkinan kehilangan darah akibat proses kehilangan darah akibat proses
debridement Retno pembedahan
3. Anjurkan Tn.S untuk banyak
07.45 Menganjurkan Tn.S untuk banyak makan makanan makan makanan yang bergizi
dengan tetap memperhatikan
yang bergizi dengan tetap memperhatikan kebutuhan
kebutuhan kalori yang dibutuhkan
kalori yang dibutuhkan Retno
4. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian transfusi darah apabila
11.30 Mengobservasi tanda-tanda vital Tn.S diperlukan
TD : 120/80 mmHg 5. Kolaborasi dengan dokter dan
Nilai ABI (110/120) = 0.9 Retno petugas laboratorium dalam
S/N : 36,7 ˚C / 91x/menit pemantauan kadar hemoglobin dan
albumin
RR : 20x/menit

12.00 Memberikan terapi obat sesuai advis dokter; Retno


Injeksi Novorapid 10 ui sc

12.30 Memberikan terapi obat sesuai advis dokter Retno


Injeksi Ranitidin 50mg/2ml (IV)

94
95

Injeksi Cefoperazone 1gr (IV) Diagnosa keperawatan 6


Injeksi Meropenem 1gr (IV) - S : Tn.S mengatakan habis 1 porsi
Injeksi Ketorolac 30mg (IV) makan siang
Infus Metronedazole 500mg/100ml - O : advis dr.Hendrata : rencana
Retno tranfusi albumin dan tidak perlu
transfuse darah
13.00 Memantau status nutrisi Tn.S ; Tn.S menghabiskan 1
- A : masalah teratasi sebagian
porsi makanan yang telah disediakan - P : lanjutkan intervensi 1-5
Muf
15.00 Mengobservasi kedaan umum Tn.S
Kesadaran : composmentis
Keadaan umum : baik
Akral : HKM GCS : 456
Muf
15.15 Mengkaji skala nyeri luka post op debridement hari
pertama
O : 1-3 kali/jam
P : luka post op debridement
Q : panas dan cekot-cekot Diagnosa keperawatan 1
R : kaki kiri - S : Tn.S mengatakan nyeri dan cekot-
S:7 cekot pada luka post op debridement
T : saat diam maupun bergerak dengan skala 7, nyeri dan panas
U : menahan dan membatasi gerak dirasakan setiap saat meskipun dalam
V : skala nyeri yang diharapkan ; skala 3 Muf keadaan kaki tidak digerakkan
- O : Tn.S tampak menahan nyeri dan
15.40 Menganjurkan Tn.S untuk melakukan teknik distraksi meringis kesakitan, Tn.S melakukan

95
96

maupun relaksasi saat nyeri tiba-tiba timbul Muf teknik relaksasi dan distraksi saat
nyeri semakin panas. Tampak balutan
15.45 Memotivasi keluarga Tn.S untuk melakukan perawatan luka post op debridement pada kaki
Muf kiri Tn.S
diri terhadap Tn.S ; menyeka dan mengganti baju Tn.S
- A : masalah teratasi sebagian
- P : lanjutkan intervensi 1-8
15.30 Mengkaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap
aktivitasnya Muf

15.45 Mengevaluasi motivasi dan keinginan Tn.S untuk Diagnosa keperawatan 4


meningkatkan aktifitasnya Muf
- S : Tn.S mengatakan badan terasa
panas. Tn.S tidak ingin duduk karena
18.00 Memberikan terapi obat sesuai advis dokter badan tersa sakit semua dan hanya
Injeksi Novorapid 10 ui (SC) bisa miring kanan dan miring kiri
Injeksi Transamin 550mg (IV) - O : Tn.S tampak lemah, Tn.S tampak
Muf sering istirahat di tempat tidur, Tn.S
Obat oral asam folat 1mg sesudah makan (P.O)
enggan melakukan pergerakan diatas
tempat tidur
18.30 Mengobservasi tanda-tanda vital Tn.s - A : masalah teratasi sebagian
TD : 110/70 mmHg - P : lanjutkan intervensi 1-9
Nilai ABI (110/110) = 1 Diagnosa keperawatan 2
S/N : 36,8˚C / 89x/menit - S : Tn.S mengatakan belum pernah
RR : 20x/menit Muf mendapatkan penyuluhan tentang
diabetes self management education
sesi 1 sampai 4
19.00 Memantau status nutrisi Tn.S ; Tn.S menghabiskan 1
- O : hasil pemeriksaan gula darah 2
porsi makanan yang telah disediakan JPP : 423 mg/dl

96
97

Muf - A : masalah teratasi sebagian


- P : lanjutkan intervensi 1-4

20.00 Melakukan pemeriksaan kadar gula darah 2 JPP dan


mengobservasi tanda dan gejala hiperglikemi Muf
Hasil gula darah 2 JPP : 423mg/dl

20.20 Kontrak waktu dengan Tn.S dalam pemberian edukasi Muf


sesuai standart diabetes self management education

20.30 Memberikan terapi obat sesuai advis dokter


Injeksi Ranitidin 50mg/2ml (IV)
Injeksi Cefoperazone 1gr (IV)
Injeksi Meropenem 1gr (IV)
Injeksi Ketorolac 30mg (IV)
Infus Metronedazole 500mg/100ml Muf
Memberikan transfusi albumin 1 botol

22.00 Memberikan terapi obat sesuai advis dokter; Nisa


Injeksi insulin Lavemir 10ui/sc

03.00 Memantau pasien istirahat tidur


Jum’at 04.30 Memberikan terapi obat sesuai advis dokter Nisa
20/07/2018 Injeksi Ranitidin 50mg/2ml (IV)

97
98

Injeksi Cefoperazone 1gr (IV)


Injeksi Meropenem 1gr (IV)
Injeksi Ketorolac 30mg (IV)
Injeksi Transamin 50mg (IV).
Obat oral asam folat 1mg (P.O)
Infus Metronedazole 500mg/100ml

05.00 Mengobservasi tanda-tanda vital Tn.s Nisa


TD : 120/70 mmHg
Nilai ABI (100/120) = 0.83
S/N : 36,7 ˚C / 92x/menit
RR : 18x/menit

05.15 Melakukan pemeriksaan kadar gula darah puasa ; hasil Nisa Diagnosa keperawatan 2
136 mg/dl - S:-
- O : hasil pemeriksaan gula darah
05.30 Memberikan terapi sesuai advis dokter ; Nisa puasa : 136 mg/dl
Injeksi Novorapid 10 ui sc - A : masalah teratasi sebagian
- P : lanjutkan intervensi 1-4
07.30 Mengobservasi kedaan umum Tn.S Nisa
Diagnosa keperawatan 5
Kesadaran : composmentis
- S : Tn.S mengatakan belum pernah
Keadaan umum : baik mendapatkan penyuluhan diabetes
Akral : HKM self management education sesi 1-4.
GCS : 456 Tn.S mengatakan bersedia dan
senang apabila perawat memberikan
98
99

CRT < 2detik penyuluhan diabetes self management


education sesi 1-4
08.00 Memberikan penyuluhan diabetes self management Muf - O : Tn.S tampak mendengarkan,
memperhatikan, dan merespon
education sesi 1
kembali saat perawat memberikan
penyuluhan diabetes self management
08.25 Mengevaluasi pemahaman Tn.S terhadap diabetes self Muf education sesi 1
management education sesi 1 - A : masalah teratasi sebagian
- P : lanjutkan intervensi 1-5
08.30 Kontrak waktu dengan Tn.S dalam pemberian
penyuluhan diabetes self management education sesi 2- Muf
4 pada pukul 16.00 Muf
10.00 Mengkaji tingkat kemampuan Tn.S untuk mobilisasi
dari tidur sampai duduk sendiri
Muf
10.10 Mengevaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk
meningkatkan aktivitasnya
Muf
10.15 Menganjurkan keluarga untuk memenuhi activity daily
living (ADL) Tn.S
Muf
11.30 Mengobservasi tanda-tanda vital Tn.S
TD : 130/80 mmHg
Nilai ABI (110/130) = 0.9
S/N : 36,3 ˚C / 84x/menit

99
100

RR : 20x/menit Muf

12.00 Memberikan terapi obat sesuai advis dokter;


Injeksi Novorapid 10 ui sc Muf

12.30 Memberikan terapi obat sesuai advis dokter :


Injeksi Ranitidin 50mg/2ml (IV)
Injeksi Cefoperazone 1gr (IV)
Injeksi Meropenem 1gr (IV)
Injeksi Ketorolac 30mg (IV)
Infus Metronedazole 500mg/100ml Muf

13.00 Memantau status nutrisi Tn.S ; Tn.S menghabiskan 1


porsi makanan yang telah disediakan Muf
Diagnosa keperawatan 5
15.00 Merawat dan mengobservasi luka post debridement - S : Tn.S mengatakan mau
Tn.S Muf mendengarkan penyuluhan diabetes
self management education sesi 2-4
16.00 Melakukan penyuluhan diabetes self management - O : Tn.S tampak mendengarkan,
Muf memperhatikan dan merespon
education sesi 2-4 kembali saat perawat memberikan
penyuluhan diabetes self management
16.30 Berdiskusi dengan Tn.S dan keluarga mengenai education sesi 2-4
penatalaksanaan terapi Diabetes Melitus, terapi nutrisi - A : masalah teratasi sebagian
sesuai kebutuhan kalori dan perawatan kaki dirumah - P : lanjutkan intervensi 1-5
Muf
100
101

post debridement

16.45 Mengevaluasi tingkat pemahaman Tn.S terhadap Muf


diabetes self management education sesi 1-4

17.00 Menganjurkan Tn.S dan keluarga Tn.S untuk


menerapkan dan melakukan 4 pilar penatalaksanaan Muf
DM dirumah dengan baik dan rutin

18.00 Memberikan terapi obat hasil kolaborasi dengan dokter


Injeksi Novorapid 10 ui (SC)
Injeksi Transamin 50mg (IV) Muf
Obat oral asam folat 1mg sesudah makan (P.O)

18.30 Mengobservasi tanda-tanda vital Tn.s


TD : 130/80 mmHg
Nilai ABI (110/130) = 0.8 Muf Diagnosa keperawatan 1
S/N : 36,5˚C / 88x/menit - S : Tn.S mengatakan nyeri dan cekot-
RR : 20x/menit cekot pada luka post op debridement
19.00 Memantau status nutrisi Tn.S ; Tn.S menghabiskan 1 Muf dengan skala 3, dirasakan 1-3x/jam
saat kaki diam atau digerakkan
porsi makanan yang telah disediakan
- O : tampak balutan luka post op
debridement pada kaki kiri Tn.S
19.15 Mengkaji skala nyeri luka post op debridement hari - A : masalah teratasi sebagian
kedua - P : intervensi dipertahankan

101
102

O : 1-2 kali/jam
P : luka post op debridement
Q : cekot-cekot
R : kaki kiri
S:3
T : saat bergerak Muf Diagnosa keperawatan 2
U : meringis kesakitan - S:-
V : skala nyeri yang diharapkan ; skala 1 - O : hasil pemeriksaan gula darah
Nisa 2JPP : 106 mg/dl
20.30 Menganjurkan Tn.S untuk melakukan teknik distraksi - A : masalah teratasi sebagian
- P : lanjutkan intervensi 1-4
maupun relaksasi saat nyeri tiba-tiba timbul
Nisa
20.00 Melakukan pemeriksaan kadar gula darah 2 JPP
Hasil : 106 mg/dl

20.30 Memberikan terapi obat hasil kolaborasi dengan dokter


Injeksi Ranitidin 50mg/2ml (IV)
Injeksi Cefoperazone 1gr (IV)
Injeksi Meropenem 1gr (IV)
Injeksi Ketorolac 30mg (IV)
Infus Metronedazole 500mg/100ml
Memberikan transfusi albumin 1 botol

22.00 Memberikan terapi obat sesuai advis dokter ;

102
103

Injeksi insulin Lavemir 10ui/sc

03.00 Memantau pasien istirahat tidur


Sabtu 04.30 Memberikan terapi obat hasil kolaborasi dengan dokter Nisa Diagnosa keperawatan 2
21/07/2018 Injeksi Ranitidin 50mg/2ml (IV) - S:-
Injeksi Cefoperazone 1gr (IV) - O : hasil pemeriksaan gula darah
Injeksi Meropenem 1gr (IV) puasa : 152 mg/dl dan gula darah
Injeksi Ketorolac 30mg (IV) 2JPP 284 mg/dl
- A : masalah teratasi sebagian
Injeksi Transamin 50mg (IV).
- P : lanjutkan intervensi 1-4
Obat oral asam folat 1mg (P.O)
Infus Metronedazole 500mg/100ml

05.00 Mengobservasi tanda-tanda vital Tn.s Nisa


TD : 130/80 mmHg
Nilai ABI (100/130) = 0.76
S/N : 36,3 ˚C / 82x/menit
RR : 18x/menit

05.30 Melakukan pemeriksaan kadar gula darah puasa ; hasil Nisa


152 mg/dl

06.00 Memberikan terapi obat hasil kolaborasi dengan dokter Nisa


Injeksi Novorapid 10 ui sc

103
104

08.00 Mengobservasi kedaan umum Tn.S viva


Kesadaran : composmentis
Keadaan umum : baik
Akral : HKM
GCS : 456
CRT < 2detik

08.10 Mengevaluasi dan menanyakan kembali pengetahuan viva


dan pemahaman Tn.S terhadap diabetes self Diagnosa keperawatan 5
management education sesi 1 sampai dengan sesi 4 - S : Tn.S mengatakan senang dan akan
membaca kembali booklet diabetes
08.25 Mengkaji tingkat kemampuan Tn.S untuk mobilisasi viva self management education yang
telah diberikan perawat dan akan
dari tidur sampai duduk sendiri
menerapkan 4 pilar penatalaksanaan
diabetes melitus dirumah secara rutin
08.30 Menganjurkan istirahat di tempat tidur dengn viva
- O : Tn.S tampak mendengarkan,
peningkatan ekstremitas dan mobilisasi memperhatikan dan merespon
kembali saat perawat mengevaluasi
08.35 Melakukan pemeriksaan kadar gula darah 2JPP ; hasil viva pengetahuan Tn.S terahadap diabetes
284 mg/dl self management education
- A : masalah teratasi sebagian
viva - P : lanjutkan intervensi 1-5
11.00 Mengevaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk
meningkatkan aktivitasnya

viva
104
105

11.10 Menganjurkan keluarga untuk memenuhi activity daily


living (ADL) Tn.S

11.30 Mengobservasi tanda-tanda vital Tn.S


TD : 130/80 mmHg viva
Nilai ABI (110/120) = 0.9
S/N : 36,3 ˚C / 84x/menit
RR : 20x/menit

12.00 Memberikan terapi obat sesuai advis dokter :


Injeksi Novorapid 10 ui sc viva

12.30 Memberikan terapi obat hasil kolaborasi dengan dokter


Injeksi Ranitidin 50mg/2ml (IV) viva
Injeksi Cefoperazone 1gr (IV)
Injeksi Meropenem 1gr (IV)
Injeksi Ketorolac 30mg (IV)
Infus Metronedazole 500mg/100ml

13.00 Memantau status nutrisi Tn.S ; Tn.S menghabiskan 1


porsi makanan yang telah disediakan viva

105
BAB 4

PEMBAHASAN

Pada bab 4 akan dilakukan pembahasan mengenai asuhan keperawatan

pada Tn.S dengan diagnosis Diabetes Melitus Gangren Pedis Sinistra + Anemia di

ruang III Rumkital Dr. Ramelan Surabaya yang dilaksanakan mulai tanggal 16

Juli 2016 sampai dengan 21 Juli 2016. Melalui pendekatan studi kasus untuk

mendapatkan kesenjangan antara teori dan praktek di lapangan. Pembahasan

terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan dengan pendekatan proses keperawatan

dari tahap pengkajian, diagnosis, perencanaan asuhan keperawatan, pelaksanaan

dan evaluasi.

4.1 Pengkajian

Penulis melakukan pengkajian pada Tn.S dengan melakukan anamesa

pada pasien dan keluarga, melakukan pemeriksaan fisik, dan mendapatkan data

dari pemeriksaan penunjang medis. Pembahasan akan dimulai dari:

4.1.1 Identitas

Data yang didapatkan, pasien bernama Tn.S berjenis kelamin laki-laki,

berusia 55 tahun dan pendidikan terakhir SMA. Berdasarkan hasil studi yang

dilakukan oleh Wexler et.al. (2005), pria lebih beresiko mengalami DM daripada

wanita. Wanita yang mengalami menopause akan lebih beresiko mengalami DM

daripada wanita yang belum menopause. Faktor resiko yang mempermudah

seseorang terkena diabetes melitus adalah faktor usia, resiko terkena diabetes akan

meningkat dengan bertambahnya usia, terutama pada usia diatas 40 tahun

104
105

(Tandra, 2013). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Meneilly &

Elahi (2005), resiko DM lebih tinggi pada usia dewasa daripada lansia. Tingkat

pendidikan secara tidak langsung juga mempengaruhi kadar gula darah. Tingkat

pendidikan berpengaruh terhadap gaya hidup yaitu kebiasaan merokok, kebiasaan

minum alkohol, dan kebiasaan melakukan aktivitas fisik seperti olahraga

(Novitaningtyas, 2014). Hasil penelitian saya tentang efektivitas diabetes self

management education terhadap pengandalian diabetes melitus pada tahun 2017

dari 30 responden pasien diabetes melitus di Puskesmas Tambak Wedi Surabaya

didapatkan sebagian besar responden berpendidikan terakhir SD sebanyak 10

orang (66,7%) pada kelompok intervensi dan sebanyak 7 orang (46,7%) pada

kelompok kontrol, SMP sebanyak 4 orang (26,7%) pada kelompok kontrol, SMA

sebanyak 4 orang (26,7%) pada kelompok kontrol maupun intervensi dan sarjana

sebanyak 1 orang (3,3%) pada kelompok intervensi. Penelitian tersebut

menunjukkan bahwa bahwa penyakit diabetes melitus cenderung tinggi pada

pendidikan rendah dan menurun sesuai dengan peningkatan pendidikan.

Tingginya risiko terkena diabetes melitus pada pendidikan yang rendah,

kemungkinan disebabkan karena kurangnya pengetahuan pada seseorang yang

berpendidikan rendah terhadap kesehatan dan sulit atau lambat menerima

informasi (penyuluhan) yang diberikan oleh petugas sehingga berdampak pada

perilaku/pola hidup sehat (Anggara dan Prayitno, 2013).

4.1.2 Riwayat Sakit dan Kesehatan

Keluhan utama masuk rumah sakit adalah Tn. S mengeluh badan terasa

lemas, mual dan terdapat luka pada bagian ibu jari, punggung kaki dan tepi kanan

kaki kiri sejak ± 1 bulan yang lalu. Luka pada kaki kiri awalnya terkena gesekan
106

motor saat mau berkendara, lalu tiba-tiba bengkak dan melepuh pada kaki kiri

tersebut. Dua hari sebelum lebaran tanggal 13 Juni 2018 Tn. S melakukan

perjalanan jauh ke kediri naik kereta dengan keadaan kaki dibalut kasa saja, saat

pulang mudik tiba-tiba luka semakin melebar lalu dibawa ke Puskesmas dan

dirawat sendiri oleh istrinya menggunakan kasa sufratul dan cairan infus NaCl

0,9% tetapi luka tidak kunjung sembuh malah semakin parah. Riwayat Sakit

sekarang disebutkan bahwa terdapat luka pada pedis sinistra sudah lama tidak

sembuh. Komplikasi pada DM dapat dibedakan menjadi komplikasi akut dan

kronis. Salah satu komplikasi kronis serta efek dari hiperglikemia, termasuk

hiperglikosilasi protein yang melibatkan fungsi saraf yaitu ulkus diabetikum

(Maghfuri, 2016). Kondisi neuropati perifer ini sesuai dengan yang dialami

pasien, dimana pasien tidak merasa sakit saat awal timbulnya luka, namun

keluhan nyeri dirasakan sebagai akibat dari kerusakan jaringan karena adanya

luka yang mengalami infeksi, ditunjang dengan hasil laboratorium tanggal 16 Juli

2018 leukosit: 11.01 x 103/uL dan pada tanggal 19 Juli 2018 leukosit: 12,47 x

103/uL

1. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit dahulu, didapatkan data pasien mempunyai riwayat

penyakit Diabetes sejak tahun 1998, ± 12 tahun yang lalu dan tidak rutin

mengkonsumsi obat selama 2 tahun terakhir. Didukung dengan pola makan Tn.S

yang sering mengonsumsi susu soda saat usia muda. Bila dilihat dari riwayat

Diabetes Melitus yang sudah lama di derita pasien, maka penulis dapat

menyimpulkan kemungkinan terjadinya komplikasi jangka panjang Hal ini

dibuktikan dalam penelitian Mahendra (2008) mengatakan bahwa apabila


107

Diabetes Melitus tidak diobati dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang

memberatkan dan dapat berakibat fatal seperti penyakit jantung, terganggunya

fungsi ginjal, kebutaan, pembusukan kaki yang kadang memerlukan amputasi,

hingga impotensi (Rahmawati, 2016).

2. Riwayat Penyakit Keluarga

Ayah Tn.S memiliki riwayat sakit Diabetes Melitus dan meninggal dunia

karena penyakit Diabetes Melitus, orang tua Tn.S tidak ada yang menderita

Hipertensi, Asma, dan penyakit stroke. Arisman (2010) menyebutkan riwayat

keluarga, orang tua atau saudara kandung yang mengidap Diabetes Mellitus,

sekitar 40% diabetesi terbukti terlahir dari keluarga yang juga mengidap Diabetes

Mellitus. Hal ini dikarenakan faktor genetik berperan penting dalam kerentanan

terhadap Diabetes Melitus. Terbukti Tn.S juga menderita Diabetes Mellitus sesuai

dengan yang dialami oleh pasien saat ini, dimana Tn.S terlahir dari keluarga yang

memiliki keturunan riwayat penyakit Diabetes Melitus. Seseorang yang memiliki

riwayat keluarga dengan DM akan lebih beresiko mengalami DM daripada

seseorang yang tidak memiliki riwayat keluarga dengan DM (Arslanian et.al.,

2005:11)

4.1.3 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik didapatkan beberapa masalah yang bisa dipergunakan

sebagai data dalam menegakkan diagnosa keperawatan yang aktual maupun

resiko. Adapun pemeriksaan fisik dilakukan berdasarkan persistem seperti yang

diuraikan sebagai berikut:


108

1. B1: Breathing (Sistem Pernapasan)

Saat dilakukan pengkajian pertama kali pada Tn.S, di dapatkan napas

spontan, tanpa bantuan oksigen tambahan, tidak sesak, tidak batuk, suara napas

vesikuler, tidak ada penggunaan otot bantu napas, tidak ada retraksi dada, gerakan

dada simetris, suara nafas vesikuler, irama nafas regular, RR 20 x/menit, tidak ada

ronkhi, tidak ada wheezing, bunyi perkusi sonor. Secara teori disebutkan, pada

sistem respirasi munculnya peningkatan pernapasan adalah sebagai kompensasi

penurunan metabolisme sel yang melibatkan oksigen (respirasi aerob) dengan

irama dalam dan cepat karena banyak benda keton yang dibongkar (Riyadi &

Sukarmin, 2008). Keadaan Tn.S tidak jatuh dalam kondisi komplikasi metabolik

akut (ketoasidosis metabolik) sehingga penulis menyimpulkan tidak ada masalah

keperawatan pada sistem respirasi.

2. B2: Blood (Sistem Cardiovaskuler)

Hasil pengkajian awal pada Tn.S, didapatkan konjungtiva tidak anemis,

tidak ada sianosis, CRT < 2 detik, akral hangat kering merah, TD : 130/70

mm/Hg, HR : 90 x/menit, kuat, reguler. Bunyi jantung S1S2 tunggal, tidak ada

gallop, tidak ada murmur, tidak ada distensi vena jugularis. Terdapat luka gangren

pedis sinistra tetutup kassa, ada rembesan dan bau. Berdasarkan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Eyre et.al. (2004), hipertensi menjadi salah satu faktor resiko

DM karena hipertensi dapat meningkatkan kejadian aterosklerosis yang

berdampak pada penurunan fungsi sel beta pankreas dalam memproduksi insulin.

Penulis berpendapat bahwa tekanan darah Tn.S dalam rentang normal, sehingga

penulis menyimpulkan tidak ada masalah keperawatan pada system

cardiovaskular.
109

3. B3: Brain (Sistem Persyarafan)

Kesadaran composmentis, GCS E4V5M6, orientasi lingkungan baik,

pasien mengingat hari dan tanggal saat ini, orientasi orang dan tempat baik, pupil

isokor, diameter 2/2 mm. Ny. A mengeluh nyeri pada kaki kirinya dengan skala 7

(1-10). Pemeriksaan saraf kranial: tidak ada masalah.

Komplikasi akut pada pasien diabetes melitus yaitu koma hipoglikemia

terjadi akibat terapi insulin secara terus-menerus, ketoasidosis terjadi akibat

proses pemecahan lemak secara terus-menerus yang menghasilkan produk

sampingan berupa benda keton yang bersifat toksik bagi otak, sedangkan koma

Hiperglikemic Hiperosmolar Non ketotic (HHNK) terjadi akibat hiperosmolaritas

dan hiperglikemia yang menyebabkan hilangnya cairan dan elektrolit sehingga

terjadi perubahan tingkat kesadaran. Komplikasi kronik pasien Diabetes Melitus,

meliputi makrovaskuler (mengenai pembuluh darah besar seperti pembuluh darah

jantung, pembuluh darah tepi, dan pembuluh darah otak), mikrovaskuler

(mengenai pembuluh darah kecil : retinopati diabetik, nefropati diabetik),

neuropati diabetik, rentan infeksi, dan kaki diabetik. Komplikasi tersering dan

paling penting adalah neuropati perifer yang berupa hilangnya sensasi distal dan

berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus diabetik dan amputasi. (Mansjoer dkk.,

2005; Smeltzer & Bare, 2001). Nyeri yang dialami pasien disebabkan karena agen

cedera fisik yaitu akibat dari luka yang tidak kunjung sembuh sehingga semakin

infeksi. Penulis berpendapat bahwa adanya luka diabetik pada Tn.S merupakan

salah satu komplikasi kronik yang terjadi pada pasien diabetes melitus.

Komplikasi akut seperti Hiperglikemic Hiperosmolar Non ketotic (HHNK) tidak

terjadi pada Tn.S karena tidak mengalami penurunan kesadaran.


110

4. B4: Bladder (Sistem Perkemihan)

Pasien tidak ada keluhan nyeri saat BAK, tidak ada nyeri tekan, tidak ada

distensi kandung kemih, tidak terpasang kateter, warna urine kuning jernih, tidak

keruh, tidak ada hematuria, aliran lancar. Pada saat dikaji, output urine + 1000-

2000cc/24jam. Penderita Diabetes Mellitus mengalami gangguan urat saraf pada

kandung kemih, sehingga dinding kandung kemih menjadi lemah, kandung kemih

akan menggelembung dan kadang kadang penderita tidak bisa buang air kecil

spontan (Misnadiarly, 2006). Penulis berpendapat bahwa tidak ada gangguan

dalam berkemih pada Tn.S karena tidak ditemukan tanda dan gejalan adanya

gangguan berkemih.

5. B5: Bowel (Sistem Pencernaan)

Pengkajian sistem pencernaan pada Tn.S didapatkan bentuk abdomen

supel, tidak acites, tidak mual, tidak muntah, tidak kembung, tidak ada

splenomegali, tidak ada hepatomegali, tidak ada melena. Pada saat dikaji, pasien

menghabiskan 1 porsi dari makanan yang disediakan. Jenis Diit pasien DM 1900

Kcal, mukosa bibir lembab, turgor kulit elastis, peristaltik usus 12 x/menit.

Penderita Diabetes Mellitus yang lama dapat menyebabkan urat saraf yang

terdapat di lambung rusak sehingga fungsi lambung menghancurkan makanan

lebih lama hingga makanan tertinggal lama di lambung dan menimbulkan tanda

dan gejala seperti anoreksia, mual, muntah, perut mudah terasa penuh, kembung,

makanan tidak lekas turun, kadang timbul rasa sakit di ulu hati karena makanan

terhenti di dalam dada. (Misnadiarly, 2006). Penulis berpendapat bahwa tidak ada

gangguan sistem pencernaan, terbukti dari tidak adanya keluhan mual muntah dan

porsi makan selalu habis


111

6. B6 / Bone ( Sistem Muskuloskletal)

Pengkajian sistem muskuloskeletal pada Tn.S diperoleh data tidak ada

edema pada ekstremitas tangan, luka gangren pedis sinistra terbalut kassa, ada

rembesan. Gambaran atau kondisi luka pada kaki kiri Tn.S adalah terdapat uka

pada bagian ibu jari, punggung kaki dan tepi kanan kaki kiri dengan masing-

masing ukuran (ibu jari P 2,5cm x L 1,5cm, punggung kaki P 5cm x L 3cm

dengan kedalaman luka +1-2 cm, tepi kanan kaki kiri P 3cm x L 2cm), luka

terbalut kasa dan terdapat rembesan pus pada kasa luka. Warna dasar luka pada

punggug kaki kuning kehijauan dan terdapa banyak pus, nadi dorsalis pedis kanan

teraba kuat, nadi dorsalis pedis kiri tidak dapat terkaji karena terdapat luka yang

berisi banyak pus dengan kedalaman luka +1-2 cm. Nyeri pada luka kaki kiri

skala 7 (1-10) (numeric scale), hilang timbul (P : luka diabetik, Q : Cekot cekot,

R : Kaki kiri, S : Skala 7 (numeric scale), T : Hilang timbul).

Tn.S sering mengeluhkan badannya lemas, dan hanya berbaring di tempat

tidur saja karena keluhan nyeri pada kaki kirinya, dimana salah satu tanda primer

dari infeksi adalah nyeri. Hal ini menunjukan luka gangren pedis sinistra

mengalami infeksi sehingga juga menghambat proses penyembuhan luka.

Berdasarkan nilai laboratorium untuk leukosit juga mengalami kenaikan,

didapatkan hasil leukosit pada tanggal 16 Juli 2018 leukosit: 11.01 x 103/uL dan

pada tanggal 19 Juli 2018 leukosit: 12,47 x 103/uL

6. Sistem Integumen

Pengkajian sistem integumen pada Tn.S diperoleh data terdapat luka

gangren pada bagian ibu jari, punggung kaki dan tepi kanan kaki kiri dengan

masing-masing ukuran (ibu jari P 2,5cm x L 1,5cm, punggung kaki P 5cm x L


112

3cm dengan kedalaman luka +1-2 cm, tepi kanan kaki kiri P 3cm x L 2cm), luka

terbalut kasa dan terdapat rembesan pus pada kasa luka. Bau gangrene sangat

menyengat saat balutan kassa pada luka dibuka. Secara umum, gangren diabetik

biasanya terjadi akibat neuropati perifer, insufisiensi vaskuler perifer (iskemik),

infeksi, penderita yang berisiko tingi mengalami gangren diabetik yaitu pasien

dengan lama penyakit diabetes yang melebiihi 10 tahun, usia pasien yang lebih

dari 40 tahun, riwayat merokok, penurunan denyut nadi perifer, penurunan

sensibilitas, deformitas anatomis atau bagian yang menonjol (seperti bunion atau

kalus), riwayat ulkus kaki atau amputasi serta pengendalian kadar gula darah yang

buruk (Rinne, 2006).

Luka gangren merupakan komplikasi dari Diabetes Mellitus, yang sering

mengganggu vaskuler perifer sehingga menghambat sirkulasi darah. Pada kondisi

ini juga terjadi penyempitan di arteri perifer yang menyebabkan penurunan

sirkulasi yang signifikan dibagian bawah tungkai dan kaki. Sirkulasi yang buruk

berperan dalam timbulnya ulkus gangren diabetik. Penulis berpendapat bahwa

kondisi hiperglikemia juga mempunyai dampak yang negatif terhadap

metabolisme protein dan lemak yang dapat menimbulkan penyempitan pembuluh

darah yang juga mempengaruhi sirkulasi sehingga luka yang ditimbulkan tidak

juga sembuh, lama penyakit diabetes melitus pasien sudah sejak 20 tahun yang

lalu dan faktor usia pasien juga berpengaruh terhadap timbulnya ulkus kaki

diabetik
113

7. Sistem Penginderaan

Sistem penglihatan: mata simetris, refleks cahaya +/+, pupil isokor, ukuran

2mm/ 2mm, Tn. S tidak menggunakan kacamata minus, lapang pandang baik, dan

dapat melihat objek jarak jauh. Ada kaitan yang kuat antara hiperglikemia dengan

insiden dan berkembangnya retinopati. Manifestasi dini neuropati berupa

mikroaneurisma (pelebaranan sakular yang kecil) dari arteriola retina. Akibatnya

perdarahan, neovaskularisasi dan jaringan parut retina dan dapat mengakibatkan

kebutaan (Price & Wilson, 2005). Sistem penglihatan tidak ditemukan adanya

gangguan, pasien masih dapat melihat dengan normal.

8. Endokrin

Didapatkan data pada Tn.S tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada

nyeri tekan pada tiroid. Kadar gula darah puasa 210 mg/dl dan kadar gula darah 2

JPP 125 mg/dl, napas tidak bau aseton. Diabetes Mellitus tipe 2 terkait dengan

tingginya prevalensi gangguan autoimun, terutama penyakit tiroid (Arisman,

2010). Pada pasien tidak ditemukan gangguan pada tiroid.

Diabetes Melitus Tipe 2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan

dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya,

insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat

terikatnya insulin dan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam

metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin pada DM Tipe 2 disertai

dengan penurunan reaksi intrasel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif

untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi

resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat

peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. DM Tipe 2 paling sering terjadi


114

pada penderita DM yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Obesitas

merupakan faktor utama penyebab timbulnya DM Tipe 2. Pada keadaan

kegemukan respons sel beta pankreas terhadap peningkatan gula darah sering

berkurang. Selain itu reseptor insulin pada target sel di seluruh tubuh termasuk

otot berkurang jumlah dan keaktifannya (kurang sensitif) sehingga keberadaan

insulin di dalam darah kurang atau tidak dapat di manfaatkan (Ernawati, 2013).

Penulis berpendapat bahwa pencetus adanya gangguan toleransi insulin yang

terjadi pada tubuh Tn.S bukan akibat dari obesitas tetapi karena pola makan yang

tidak baik dan tidak rutin mengkonsumsi obat diabetes melitus sesuai advis

dokter.

4.2 Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan pada kasus Tn.S menurut SDKI (2016) adalah

sebagai berikut :

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi)

Data pengkajian yang didapatkan dari diagnosis tersebut adalah keluhan

nyeri pada luka kaki kiri dengan skala 7 dari skor 1-10, nyeri dirasakan 1-3 kali

tiap jam saat diam maupun saat kaki digerakkan. Luka terdapat pada bagian ibu

jari, punggung kaki dan tepi kanan kaki kiri dengan masing-masing ukuran (ibu

jari P 2,5cm x L 1,5cm, punggung kaki P 5cm x L 3cm dengan kedalaman luka

+1-2 cm, tepi kanan kaki kiri P 3cm x L 2cm), luka terbalut kasa dan terdapat

rembesan pus pada kasa luka. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan

tekanan darah 130/70 mmHg, Nadi 90 x/menit, RR 20 x/menit, suhu tubuh

(aksila) 37,5oC. Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional tidak


115

menyenangkan yang muncul sebagai akibat dari kerusakan jaringan aktual atau

potensial atau yang digambarkan sebagai kerusakan, awitan tiba tiba atau lambat

dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi/ diprediksi

(Herdman & Kamitsuru, 2015).

2. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan ketidakefektifan

produksi insulin

Data pengkajian yang didapatkan dari diagnosis tersebut adalah hasil

pemeriksaan glukosa darah 2 JPP pada tanggal 16 Juli 2018 pukul 19.00
mg
didapatkan hasil 125 /dl. Tn.S mengatakan mempunyai riwayat penyakit

Diabetes melitus sejak tahun 1998, dan tidak rutin mengkonsumsi obat selama 2

tahun terakhir. Obat yang dapat menaikkan kadar gula darah antara lain adalah

hormon steroid (prednisone, dexametason); hormone steroid seks (testosterone,

progesterone, pil KB); diuretik dosis tinggi (HCT, furosemida); obat hipertensi

golongan penyekat beta; niasin, INH, pentamidin, siklosporin, hormon tirod, obat

asma salbutamol dan terbutain serta beberapa obat penenang (Tandra 2008).

Cara kerja obat hipoglikemik oral pada umumnya merangsang sel beta

pankreas untuk mengeluarkan insulin atau mengurangi absorpsi glukosa dalam

usus, sehingga dapat menurunkan kadar glukosa dalam darah. Perencanaan makan

masih merupakan pengobatan utama, tetapi bila hal ini bersama latihan jasmani

ternyata gagal, maka diperlukan penambahan obat oral. Obat hipoglikemik oral

diberikan agar Diabetes Melitus dapat terkontrol dengan baik (Qurratuaeni 2009).
116

3. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan kurang terpapar

informasi

Data pengkajian yang didapatkan dari diagnosis tersebut adalah adanya

luka pada bagian ibu jari, punggung kaki dan tepi kanan kaki kiri dengan masing-

masing ukuran (ibu jari P 2,5cm x L 1,5cm, punggung kaki P 5cm x L 3cm

dengan kedalaman luka +1-2 cm, tepi kanan kaki kiri P 3cm x L 2cm), luka

terbalut kasa dan terdapat rembesan pus pada kasa luka. Luka awalnya terkena

gesekan motor saat mau berkendara, lalu tiba-tiba bengkak dan melepuh pada kaki

kiri tersebut. Dua hari sebelum lebaran tanggal 13 Juni 2018 Tn. S melakukan

perjalanan jauh ke kediri naik kereta dengan keadaan kaki dibalut kasa saja, saat

pulang mudik tiba-tiba luka semakin melebar lalu dibawa ke Puskesmas dan

dirawat sendiri oleh istrinya menggunakan kasa sufratul dan cairan infus NaCl

0,9% tetapi luka tidak kunjung sembuh malah semakin parah.

Desalu, et.al (2011) mengungkapkan bahwa proses terjadinya kaki

diabetik diawali oleh angiopati, neuropati, dan infeksi. Neuropati menyebabkan

gangguan sensorik yang menghilangkan atau menurunkan sensasi nyeri kaki,

sehingga ulkus dapat terjadi tanpa terasa. Gangguan motorik menyebabkan atrofi

otot tungkai sehingga mengubah titik tumpu yang menyebabkan ulserasi kaki.

Angiopati akan mengganggu aliran darah ke kaki; penderita dapat merasa nyeri

tungkai sesudah berjalan dalam jarak tertentu. Infeksi sering merupakan

komplikasi akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati. Ulkus diabetik bisa

menjadi gangren kaki diabetik. Penyebab gangren pada penderita DM adalah

bakteri anaerob, yang tersering Clostridium. Bakteri ini akan menghasilkan gas,

yang disebut gas gangren.


117

4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot

Data pengkajian yang didapatkan dari diagnosis tersebut adalah keadaan

umum Tn.S lemah, aktivitas dilakukan hanya di tempat tidur saja, seluruh activity

daily living dibantu oleh istri dan perawat, pasien lebih banyak istirahat di tempat

tidur, jam tidur malam saat MRS jam 21.00-04.00, jam tiur siang 12/00-15.00 dan
5555 5555
kekuatan otot 5555 5532
Makanan diperlukan sebagai bahan bakar dalam

pembentukan Adenosina trifosfat (ATP). Selama pencernaan, banyak zat gizi

yang diabsorbsi untuk memenuhi kebutuhn energi tubuh sampai makanan

berikutnya. Makanan yang dikonsumsi mengandung karbohidrat, lemak, dan

protein (Tandra, 2008:169). Kadar gula darah sebagian tercantum pada apa yang

dimakan dan oleh karenanya sewaktu makan diperlukan adanya keseimbangan

diet. Mempertahankan kadar gula darah agar mendekati nilai normal dapat

dilakukan dengan asupan makanan yang seimbang sesuai dengan kebutuhan

(Qurratuaeni 2009).

5. Defisit pengetahuan diabetes self management education berhubungan

dengan kurang terpapar informasi

Data pengkajian yang didapatkan dari diagnosis tersebut kurangnya

pemahaman Tn.S terhadap diabetes self management education dan 4 pilar

penatalaksanaan diabetes melitus. Pengetahuan merupakan tingkatan terendah

dalam domain kognitif. Pengetahuan merupakan hasil dari tingkah laku, hal ini

terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan pada suatu obyek tertentu.

Pasien Diabetes Melitus akan mampu melakukan pengendalian kadar glukosa

darah dengan baik jika didasari dengan pengetahuan mengenai penyakit Diabetes

Melitus, baik tanda dan gejala maupun penanganannya (Qurratuaeni 2009).


118

4.3 Perencanaan

6. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi)

Tujuan : nyeri teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama

6x24 jam, dengan kriteria hasil : skala nyeri berkurang (skala nyeri 8 menjadi 0-

1), pasien mengungkapkan perasaan nyaman berkurangnya nyeri, pasien tidak

cemas saat bergerak, ekspresi wajah pasien rileks, tanda-tanda vital dalam rentang

normal, systole: 100-130 mmHg, diastole: 60-80 mmHg, Suhu : 36-37,50C, RR :

14-20x/menit, SpO2 : 99-100%, nadi: 60-100x/menit

Rencana keperawatan yang dilakukan pada pasien Tn.S adalah

mengobservasi tanda-tanda vitalsetiap 6 jam, mengkaji intensitas nyeri

menggunakan skala nyeri, membantu dan mengajarkan penanganan terhadap

nyeri, penggunaan teknik relaksasi dan distraksi, menjelaskan pada pasien sebab-

sebab timbulnya nyeri dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat

analgesic atau anti nyeri ketorolac 3x50mg/2ml melalu intravena. Komposisi

ketorolac yaitu ketorolac tromethamine 30 mg/ml. Indikasi Ketorolac merupakan

obat anti nyeri.

7. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan ketidakefektifan

produksi insulin

Tujuan : kadar gula darah stabil setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 6x24 jam, dengan kriteria hasil : pasien mampu mengontrol glukosa darah

secara mandiri, pasien mampu melakukan injeksi insulin sesuai indikasi secara

mandiri, kadar gula darah pasien dalam rentang normal : gula darah acak = 100-

199 mg/dl, gula darah puasa = 80-109 mg/dl dan gula darah 2JPP = 110-140

mg/dl.
119

Rencana keperawatan yang dilakukan pada pasien Tn.S adalah Observasi

tanda dan gejala hiperglikemia; polyuria, polidipsi, polifaghia, kelemahan,

lakukan pemeriksaan kadar gula darah puasa dan kadar gula darah 2JPP,

memberikan edukasi diabetes sesuai standart diabetes self management eduction

dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian dosis insulin Novorapid 3x10ui/sc

dan lavemir 0-0-10ui/sc. DM tipe 2 atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus

(NIDDM) disebabkan oleh gangguan resistensi insulin dan sekresi insulin.

Resistensi insulin terjadi karena reseptor yang berikatan dengan insulin tidak

sensitif sehingga mengakibatkan menurunnya kemampuan insulin dalam

merangsang pengambilan glukosa dan menghambat produksi glukosa oleh sel

hati. Gangguan sekresi insulin terjadi karena sel beta pankreas tidak mampu

mensekresikan insulin sesuai dengan kebutuhan (PERKENI, 2011).

8. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan kurang terpapar

informasi

Tujuan : pasien dapat mempertahankan integritas jaringan setelah

dilakukan asuhan keperawatan selama 6x24 jam, dengan kriteria hasil: lesi atau

luka membaik, komplikasi dapat dihindari atau diminimalkan, pasien mengetahui

tentang perawatan kaki diabetes melitus, kadar gula darah 2JPP dalam rentang

normal. (110-140mg/dl), tanda-tanda vital dalam rentang normal, systole: 100-130

mmHg, diastole: 60-80 mmHg, Suhu : 36-37,50C, RR : 14-20x/menit, SpO2 : 99-

100%, nadi: 60-100x/menit.

Rencana keperawatan yang dilakukan pada pasien Tn.S adalah mengkaji

kerusakan kulit pada kaki kiri pasien, mempertahankan istirahat di tempat tidur

dengan peningkatan ekstremitas dan mobilisasi, mempertahankan teknik aseptik,


120

merawat luka setiap sore, memberikan edukasi kepada pasien tentang perawatan

kaki diabetes, memantau suhu setiap 6 jam dan memberikan obat paracetamol

500mg tablet apabila suhu > 37,50C dan melakukan kolaborasi dengan dokter

dalam melakukan tindakan debridement di Ruang operasi.

Proses penyembuhan luka merupakan proses yang komplek dan dinamis

karena merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi saling

berkeseimbangan. Setiap kejadian luka, mekanisme tubuh akan mengupayakan

pengembalian komponen jaringan yang rusak tesebut dengan membentuk struktur

baru dan fungsional sama dengan keadaan sebelumnya proses penyembuhan luka

tidk hanya sebatas pada regenerasi yang bersifat lokal saja pada luka, tetapi juga

dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat menghambat penyembuhan luka.

Faktor penghambat penyembuhan luka meliputi faktor umum dan faktor lokal

(Carville, 2007).

Pada gangren, tindakan debridement yang baik sangat penting untuk

mendapatkan hasil pengelolaan yang perawatan luka diabetik yang memuaskan

dengan melihat kondisi luka terlebih dahulu, apakah luka yang dialami pasien

dalam keadaan kotor atau tidak, ada apus atau ada jaringan nekrotik (mati) atau

tidak. Setelah dikaji , barulah dilakukan perawatan luka. Untuk perawatan luka

biasanya menggunakan antiseptik dan kassa steril.Setelah luka dibersihkan lalu

tutup dengan kassa basah yang diberi larutan NaCl lalu dibalut disekitar luka,

dalam penutupan dengan kassa jaga agar jaringan luar luka tertutup. Sebab jika

jaringan luar ikut tertutup akan menimbulkan maserasi (pembengkakan). Setelah

luka ditutup dengan kassa basah bercampur NaCl, lalu tutup kembali dengan

kassa steril yang kering untuk selanjutnya dibalut (Ismayati, 2007). Jika luka
121

sudah mengalami penumbuhan granulasi, selanjutnya akan ada penutupan luka

(skin draw). Penanganan luka diabetik, harus ekstra agresif sebab pada luka

diabetik kuman akan terus menyebar dan memperparah kondisi luka (Hermawati,

2007).

9. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot

Tujuan : pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang

optimal, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 6x24 jam, dengan

kriteria hasil : pasien dapat mempertahankan kekuatan otot dan ROM sendi,

pasien dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kemampuan, pasien dapat

memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan.

Rencana keperawatan yang dilakukan pada pasien Tn.S adalah mengkaji

tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri, dan

ambulasi, mengobservasi tanda-tanda vital pasien, mengkaji respon emosi, sosial,

dan spiritual terhadap aktivitasnya, mengevaluasi motivasi dan keinginan pasien

untuk meningkatkan aktivitas, menganjurkan pasien untuk menggerakkan atau

mengangkat ekstremitas bawah sesuai kemampuan, membantu pasien untuk

memenuhi ADL (Activity Daily Living), mengajarkan kepada keluarga untuk

selalu membantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya, memberikan edukasi

tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk melancarkan sirkulasi darah.

Latihan jasmani dilakukan secara teratur sebanyak 3-4 kali seminggu

selama kurang lebih 30 menit yang sifatnya CRIPE (Continous, Rhytmical,

Interval, Progressive, Endurance training). Prinsip CRIPE tersebut menjadi dasar

dalam pembuatan materi DSME yang memiliki arti latihan jasmani dilakukan

secara terus menerus tanpa berhenti, otot-otot berkontraksi dan relaksasi secara
122

teratur, gerak cepat dan lambat secara bergantian, berangsur-angsur dari latihan

ringan ke latihan yang lebih berat secara bertahap dan bertahan dalam waktu

tertentu. Latihan jasmani bertujuan untuk menjaga kebugaran tubuh, menurunkan

berat badan, dan memperbaiki sensitivitas insulin. Latihan jasmani yang

dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki,

bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan

dengan usia dan status kesegaran jasmani. Pasien DM tipe 2 yang relatif sehat

dapat meningkatkan intensitas latihan jasmani, sedangkan pasien DM tipe 2 yang

mengalami komplikasi dapat mengurangi intensitas latihan jasmani (PERKENI,

2015).

10. Defisit pengetahuan diabetes self management education berhubungan

dengan kurang terpapar informasi

Tujuan : pasien dapat menunjukkan pengetahuan tentang proses dan

penatalaksanaan penyakitnya, setelah dilakukan tindakan keperawatan selama

6x24 jam dengan kriteria hasil : Pasien menyatakan pemahaman tentang diabetes

self management education, pasien mampu menyebutkan kembali 4 pilar

penatalaksaan diabetes melitus, pasien mampu melakukan perawatan kaki dan

aktifitas fisik secara rutin yang dianjurkan dalam diabetes self management

education dan pasien patuh terhadap terapi nutrisi dalam diabetes self

management education.

Rencana keperawatan yang dilakukan pada pasien Tn.S adalah mengkaji

pengetahuan pasien tentang diabetes self management education, menjelaskan

pada pasien sesi 1-4 diabetes self management education secara bertahap,

berdiskusi dengan pasien dan keluarga mengenai penatalaksanaan terapi diabetes


123

melitus, mengevaluasi tingkat pemahaman pasien terhadap diabetes self

management education, menganjurkan pasien untuk menerapkan dan melakukan

4 pilar penatalaksanaan diabetes melitus yang ada dalam diabetes self

management education dengan baik.

Sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi perantara dalam

menyampaikan informasi. Semakin banyak sumber informasi yang diperoleh

maka semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki (Qurratuaeni, 2009). Salah

satu faktor yang mempengaruhi tindakan seseorang dalam meningkatkan kualitas

kesehatannya adalah terjangkaunya informasi yaitu tersedianya informasi terkait

dengan tindakan yang akan diambil oleh seseorang. Pada pasien Diabetes Melitus,

dengan adanya kemudahan untuk memperoleh informasi mengenai pengendalian

kadar gula darah memfasilitasi tejadinya tindakan untuk melakukan pengendalian

kadar gula darah mereka (Qurratuaeni, 2009).

Peranan perawat dalam melakukan pelayanan kesehatan kesehatan di

rumah sakit sering dijadikan ukuran oleh pelanggan rumah sakit tersebut sebagai

gambaran pelayanan rumah sakit secara keseluruhan. Dampak dari Diabetes

Mellitus harus diatasi, tidak hanya fokus pada perawatan luka gangren atau

perawatan luka post debridement maupun post operasi amputasi yang

diperhatikan (Pratiwi, 2016). Maka hal utama yang diperlukan adalah

pengendalian Diabetes Melitus dengan pedoman 4 pilar pengendalian Diabetes

Melitus, yang terdiri dari edukasi, pengaturan makan, olahraga dan kepatuhan

pengobatan (PERKENI, 2011). Salah satu aspek yang memegang peranan penting

dalam penatalaksanaan DM tipe 2 adalah edukasi. Edukasi kepada pasien DM tipe

2 penting dilakukan sebagai langkah awal pengendalian DM tipe 2 (Wahid, 2016).


124

Diabetes Self Management Education (DSME) merupakan komponen

penting dalam perawatan pasien DM dan sangat diperlukan dalam upaya

memperbaiki status kesehatan pasien. DSME adalah suatu proses berkelanjutan

yang dilakukan untuk memfasilitasi pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan

pasien DM untuk melakukan perawatan mandiri (Funnell et.al., 2009:87). DSME

merupakan suatu proses memberikan pengetahuan kepada pasien mengenai

aplikasi strategi perawatan diri secara mandiri untuk mengoptimalkan kontrol

metabolik, mencegah komplikasi, dan memperbaiki kualitas hidup pasien DM

(Sidani & Fan, 2009 dalam Yuanita, 2013:5). Intervensi DSME sangat bermanfaat

dalam meningkatkan pengetahuan diabetesi dan keluarganya tentang DM dan

pengelolaannya serta meningkatkan status psikososial diabetesi dan keluarganya

berkaitan dengan kepercayaan dan sikap terhadap program pengobatannya dan

mekanisme koping. Diabetesi yang diberikan pendidikan dan pedoman dalam

perawatan mandiri akan meningkatkan pola hidupnya yang dapat mengontrol

kadar glukosa darah dengan baik (Norris et.al. (2002:39).

4.4 Implementasi

Implementasi merupakan tahap proses keperawatan dimana perawat

memberikan intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung pada pasien.

Pelaksanaan adalah perwujudan atau realisasi dari perencanaan yang telah

disusun. Pelaksanaan rencana keperawatan dilaksanakan secara terkoordinasi dan

terintegrasi. Hal ini karena disesuaikan dengan keadaan Tn.S yang sebenarnya.

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi)

Data pengkajian yang didapatkan dari diagnosis tersebut adalah keluhan

nyeri pada luka kaki kiri dengan skala 7 dari skor 1-10, nyeri dirasakan 1-3 kali
125

tiap jam saat diam maupun saat kaki digerakkan. Luka terdapat pada bagian ibu

jari, punggung kaki dan tepi kanan kaki kiri dengan masing-masing ukuran (ibu

jari P 2,5cm x L 1,5cm, punggung kaki P 5cm x L 3cm dengan kedalaman luka

+1-2 cm, tepi kanan kaki kiri P 3cm x L 2cm), luka terbalut kasa dan terdapat

rembesan pus pada kasa luka. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan

tekanan darah 130/70 mmHg, Nadi 90 x/menit, RR 20 x/menit, suhu tubuh

(aksila) 37,5oC.

Berdasarkan target pelaksanaan maka penulis melakukan beberapa

tindakan yaitu: Menanyakan pada pasien mengenai cara cara mengurangi nyeri

selama ini yang sudah dilakukan dan menanyakan mengenai pengobatan penyakit

Diabetes Mellitus pada Tn.S Memberikan pasien posisi yang nyaman bagi Tn.S

dengan mengatur posisi miring ke kiri atau kanan hingga pasien merasa nyaman.

Mengajarkan dan memotivasi pasien untuk melakukan cara mengurangi nyeri

yaitu dengan teknik relaksasi yaitu menarik napas panjang melalui hidung lalu

tahan beberapa saat, kemudian dihembuskan pelan pelan melalui mulut.

Mengobservasi tanda-tanda vital (nadi, suhu, tekanan darah, respiration rate) dan

mengobservasi skala nyeri pasien, menjelaskan pada pasien sebab-sebab

timbulnya nyeri, melakukan pemberian analgetik Ketorolac 3x50mg/2ml melalui

intravena.

2. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan ketidakefektifan

produksi insulin

Data pengkajian yang didapatkan dari diagnosis tersebut adalah hasil

pemeriksaan glukosa darah 2 JPP pada tanggal 16 Juli 2018 pukul 19.00
mg
didapatkan hasil 125 /dl. Tn.S mengatakan mempunyai riwayat penyakit
126

Diabetes melitus sejak tahun 1998, dan tidak rutin mengkonsumsi obat selama 2

tahun terakhir.

Berdasarkan target pelaksanaan maka penulis melakukan beberapa

tindakan yaitu: mengobservasi tanda dan gejala hiperglikemia; polyuria, polidipsi,

polifaghia, kelemahan, melakukan pemeriksaan kadar gula darah puasa dan kadar

gula darah 2JPP, memberikan edukasi diabetes sesuai standart diabetes self

management eduction sesi 1-4 dan memberikan trapi sesuai advis dokter dengan

memberikan Novorapid 3x10ui/sc dan lavemir 0-0-10ui/sc. Hasil dari Diabetes

Control and Complication Trial (DCCT) menunjukkan bahwa pengendalian

Diabetes Melitus yang baik dapat mengurangi komplikasi kronik Diabetes Melitus

antara 20–30%. Bila diremehkan, komplikasi penyakit Diabetes Melitus dapat

menyerang seluruh anggota tubuh dan dapat menyebabkan kerusakan gangguan

fungsi, kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, jantung, saraf dan

pembuluh darah lainnya (Putri dan Isfandiari, 2013).

3. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan kurang terpapar

informasi

Data pengkajian yang didapatkan dari diagnosis tersebut adalah adanya

luka pada bagian ibu jari, punggung kaki dan tepi kanan kaki kiri dengan masing-

masing ukuran (ibu jari P 2,5cm x L 1,5cm, punggung kaki P 5cm x L 3cm

dengan kedalaman luka +1-2 cm, tepi kanan kaki kiri P 3cm x L 2cm), luka

terbalut kasa dan terdapat rembesan pus pada kasa luka. Luka awalnya terkena

gesekan motor saat mau berkendara, lalu tiba-tiba bengkak dan melepuh pada kaki

kiri tersebut. Dua hari sebelum lebaran tanggal 13 Juni 2018 Tn. S melakukan

perjalanan jauh ke kediri naik kereta dengan keadaan kaki dibalut kasa saja, saat
127

pulang mudik tiba-tiba luka semakin melebar lalu dibawa ke Puskesmas dan

dirawat sendiri oleh istrinya menggunakan kasa sufratul dan cairan infus NaCl

0,9% tetapi luka tidak kunjung sembuh malah semakin parah.

Berdasarkan target pelaksanaan maka penulis melakukan beberapa

tindakan yaitu: mengkaji kerusakan kulit pada kaki kiri pasien, mempertahankan

istirahat di tempat tidur dengan peningkatan ekstremitas dan mobilisasi,

mempertahankan teknik aseptik, merawat luka setiap sore, memberikan edukasi

kepada pasien tentang perawatan kaki diabetes. Edukasi sangat penting untuk

semua tahap penatalaksanaan kaki diabetik atau luka diabetik. Penyuluhan yang

baik dapat membantu dan mendukung berbagai tindakan yang diperlukan untuk

kesembuhan luka yang optimal (Sudoyo, 2006).

4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot

Data pengkajian yang didapatkan dari diagnosis tersebut adalah keadaan

umum Tn.S lemah, aktivitas dilakukan hanya di tempat tidur saja, seluruh activity

daily living dibantu oleh istri dan perawat, pasien lebih banyak istirahat di tempat

tidur, jam tidur malam saat MRS jam 21.00-04.00, jam tiur siang 12/00-15.00 dan
5555 5555
kekuatan otot 5555 5532 … Adanya kerusakan kulit atau jaringan akibat

luka, merupakan jalan mikroorganisme pada jaringan, adanya mikroorganisme

pada jaringan akan direspon oleh tubuh mengeluarkan fagositosis, hal ini ditandai

dengan meningkatnya leukosit dalam darah sebagai mekanisme pertahanan tubuh,

bila tubuh gagal mempertahankan lokasi daerah luka, maka memungkinkan

terjadinya infeksi, didapatkan hasil leukosit pada tanggal 16 Juli 2018 leukosit:

11.01 x 103/uL dan pada tanggal 19 Juli 2018 leukosit: 12,47 x 103/uL.
128

Berdasarkan target pelaksanaan maka penulis melakukan beberapa

tindakan yaitu: mengkaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat

tidur, berdiri, dan ambulasi, mengkaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap

aktivitasnya, mengevaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan

aktivitas, menganjurkan pasien untuk menggerakkan atau mengangkat ekstremitas

bawah sesuai kemampuan, membantu pasien untuk memenuhi ADL (Activity

Daily Living), mengajarkan kepada keluarga untuk selalu membantu pasien dalam

memenuhi kebutuhannya dan memberikan edukasi tentang pentingnya melakukan

aktivitas untuk melancarkan sirkulasi darah.

Latihan jasmani bertujuan untuk menjaga kebugaran tubuh, menurunkan

berat badan, dan memperbaiki sensitivitas insulin. Latihan jasmani yang

dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki,

bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan

dengan usia dan status kesegaran jasmani. Pasien DM tipe 2 yang relatif sehat

dapat meningkatkan intensitas latihan jasmani, sedangkan pasien DM tipe 2 yang

mengalami komplikasi dapat mengurangi intensitas latihan jasmani (PERKENI,

2015).

5. Defisit pengetahuan diabetes self management education berhubungan

dengan kurang terpapar informasi

Data pengkajian yang didapatkan dari diagnosis tersebut kurangnya

pemahaman Tn.S terhadap diabetes self management education dan 4 pilar

penatalaksanaan diabetes melitus.

Berdasarkan target pelaksanaan maka penulis melakukan beberapa

tindakan yaitu: mengkaji pengetahuan pasien tentang diabetes self management


129

education, menjelaskan pada pasien sesi 1-4 diabetes self management education

dalam 2 kali pertemuan, berdiskusi dengan pasien dan keluarga mengenai

penatalaksanaan terapi diabetes melitus, mengevaluasi tingkat pemahaman pasien

terhadap diabetes self management education, menganjurkan pasien untuk

menerapkan dan melakukan 4 pilar pengendalian diabetes melitus yang ada dalam

diabetes self management education dengan baik saat dirumah.

Hal utama yang diperlukan adalah pengendalian Diabetes Melitus dengan

pedoman 4 pilar pengendalian Diabetes Melitus, yang terdiri dari edukasi,

pengaturan makan, olahraga, kepatuhan pengobatan (PERKENI, 2011). Salah satu

aspek yang memegang peranan penting dalam penatalaksanaan DM tipe 2 adalah

edukasi. Edukasi kepada pasien DM tipe 2 penting dilakukan sebagai langkah

awal pengendalian DM tipe 2 (Wahid, 2016). Edukasi diberikan kepada pasien

DM tipe 2 dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

pasien sehingga pasien memiliki perilaku preventif dalam gaya hidupnya untuk

menghindari komplikasi DM tipe 2 jangka panjang (Smeltzer & Bare, 2001 dalam

Wahid 2016). Salah satu bentuk edukasi yang umum digunakan dan terbukti

efektif dalam memperbaiki hasil klinis dan kualitas hidup pasien DM tipe 2 adalah

DSME atau Diabetes Self Management Education (McGowan, 2011). Diabetes

harus diobati karena bisa menyebabkan berbagai komplikasi yang memberatkan

yang dapat berakibat fatal seperti penyakit jantung, terganggunya fungsi ginjal,

kebutaan, pembusukan kaki yang kadang memerlukan amputasi, hingga impotensi

(Mahendra et al, 2008 dalam Rahmawati, 2016:4).

Beberapa penelitian mengenai DSME telah dilakukan dan memberikan

hasil yang berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Alvinda (2013) mengenai
130

pengaruh Diabetes Self Management Education (DSME) terhadap resiko

terjadinya ulkus diabetik memberikan pengaruh yang signifikan terhadap resiko

terjadinya ulkus diabetik sebelum dan sesudah dilakukan DSME. Penelitian yang

sama juga dilakukan oleh McGowan (2011) mengenai The Efficacy of Diabetes

Patient Education and Self-Management Education in Type 2 Diabetes. Hasil dari

penelitian tersebut adalah terdapat perubahan A1C dan berat badan pada kedua

kelompok setelah 6 bulan, namun perubahan perilaku dan hasil biologis hanya

terdapat pada kelompok intervensi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa DSME

memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku dan hasil klinis pasien

DM tipe 2.

4.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir proses keperawatan dengan cara menilai

sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam

mengevaluasi, perawat harus memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk

memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan

kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan

tindakan keperawatan pada kriteria hasil (Hidayat, 2006). Pada evaluasi belum

dapat dilaksanakan secara maksimal karena keterbatasan waktu. Sedangkan pada

tinjauan evaluasi pada pasien dilakukan karena dapat diketahui secara langsung

keadaan pasien. Dimana setelah dilakukan tindakan keperwatan dapat dievaluasi

sebagai berikut:
131

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi)

Pada hari pertama didapatkan hasil evaluasi tindakan keperawatan pada

Tn.S adalah sebagai berikut: Tn.S mengatakan nyeri cekot cekot pada luka di

kaki kiri, skala nyeri 7 dari 1-10. Nyeri dirasakan saat diam maupun saat kaki

digerakkan. Ekspresi menahan rasa sakit dan kadang menyeringai kesakitan saat

dilakukan tindakan perawatan luka di sore hari. Pasien bisa menerapkan dengan

benar teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri, TD : 130/70 mmHg, Nilai ABI

(110/130) = 0.84, S/N : 37,5 ˚C / 90x/mnt, RR : 20x/menit. Nyeri masih belum

teratasi, intervensi no 2, 3, 4, 5, dan 6 dilanjutkan.

Pada hari kedua didapatkan hasil evaluasi tindakan keperawatan pada

Tn.S adalah sebagai berikut: Tn.S mengatakan nyeri cekot cekot pada luka di

kaki kiri, skala nyeri 5 dari 1-10. Nyeri dirasakan saat kaki digerakkan. Ekspresi

menahan rasa sakit dan kadang menyeringai kesakitan saat dilakukan tindakan

perawatan luka di sore hari. Pasien bisa menerapkan dengan benar teknik relaksasi

untuk mengurangi nyeri, TD : 120/80 mmHg, Nilai ABI (110/120) = 0.9, S/N :

37,5 ˚C / 90x/mnt, RR : 20x/menit. Nyeri masih belum teratasi, intervensi no 2, 3,

4, 5, dan 6 dilanjutkan.

Pada hari ketiga didapatkan hasil evaluasi pada pasien Tn.S (post

debridement): Pasien mengatakan nyeri cekot cekot dan panas pada luka post

tindakan debridement di kaki kiri, skala nyeri 10 dari 1-10. Nyeri dirasakan saat

diam dan semakin nyeri saat kaki digerakkan. Ekspresi menahan rasa sakit dan

kadang menyeringai kesakitan TD : 120/70 mmHg, Nilai ABI (100/120) = 0.83,

S/N : 37,5 ˚C / 86x/mnt, RR : 18x/menit. Terdapat luka post debridement sinistra,

luka tertutup elastic bandage, tidak terdapat rembesan luka. Pasien mampu
132

menerapkan dengan benar teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri. Nyeri teratasi

sebagian, intervensi no 2, 3, 4, 5,6 dilanjutkan.

Pada hari keempat didapatkan hasil evaluasi pada pasien Tn.S (post

debridement hari ke-1): Pasien mengatakan nyeri cekot cekot pada luka post

debridement di kaki kiri, skala nyeri 7 dari 1-10, nyeri hilang timbul. Ekspresi

pasien kadang menyeringai kesakitan saat terasa nyeri. TD : 110/70 mmHg, Nilai

ABI (110/110) = 1, S/N : 36,8 ˚C / 89x/mnt, RR : 20x/menit.. Terdapat luka post

debridement pedis sinistra, luka tertutup elastic bandage, tidak terdapat rembesan

luka. Pasien mampu menerapkan dengan benar teknik relaksasi untuk mengurangi

nyeri. Nyeri teratasi sebagian, intervensi no 3, 4, 5,6 dilanjutkan.

Pada hari keempat didapatkan hasil evaluasi pada pasien Tn.S (post

debridement hari ke-2): Pasien mengatakan nyeri cekot cekot pada luka post

debridement di kaki kiri, skala nyeri berkurang menjadi 5 dari 7 (1-10), nyeri

hilang timbul. Ekspresi menahan rasa nyeri. TD : 130/80 mmHg, Nilai ABI

(110/130) = 0,8 , S/N : 36,8 ˚C / 88x/mnt, RR : 20x/menit. Terdapat luka post

debridement pedis sinistra, luka tertutup elastic bandage, tidak terdapat rembesan

luka. Pasien mampu menerapkan dengan benar teknik relaksasi untuk mengurangi

nyeri. Nyeri teratasi sebagian, intervensi no 2, 3, 4, 5,6 dilanjutkan.

Pada hari terakhir didapatkan hasil evaluasi pada Tn.S (post debridement

hari ke-3): Pasien mengatakan nyeri cekot cekot pada luka post debridement di

kaki kiri, skala nyeri berkurang menjadi 3 dari 5 (1-10), nyeri sudah jarang hilang

timbul, terasa nyeri saat kaki digerakkan saja, TD : 130/80 mmHg, Nilai ABI

(110/130) = 0,8 , S/N : 36,3 ˚C / 84x/mnt, RR : 20x/menit.. Skala nyeri berkurang,

Ekspresi wajah tenang. Terdapat luka post debridement pedis sinistra, luka
133

tertutup elastic bandage, tidak terdapat rembesan luka. Pasien mampu menerapkan

dengan benar teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri. Nyeri teratasi sebagian,

intervensi no 2, 3, 4, 5,6 dipertahankan.

Respon nyeri bersifat individu dan tiap orang berbeda beda dalam

mempersepsikan sensasi nyeri, banyak faktor yang mempengaruhi respon nyeri

seseorang misalnya pengalaman sebelumnya, kondisi psikologis. Sampai pada

hari keenam perawatan / post debridement hari ke-3 pasien masih merasakan

keluhan nyeri (nyeri berkurang dengan skala 3) sehingga berdasarkan kriteria

hasil yang diinginkan, dapat disimpulkan masalah nyeri akut teratasi.

2. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan ketidakefektifan

produksi insulin

Pada hari pertama didapatkan hasil evaluasi pada pasien Tn.S adalah

sebagai berikut: Pasien mengatakan mempunyai riwayat penyakit Diabetes

melitus sejak tahun 1998, dan tidak rutin mengkonsumsi obat selama 2 tahun

terakhir. Hasil pemeriksaan Gula darah puasa = 210 mg/dl dan Gula darah 2 JPP =

125 mg/dl. Masalah belum teratasi, intervensi no 1,2,3 dan 4 dilanjutkan.

Pada hari ketiga didapatkan hasil evaluasi pada pasien Tn.S adalah sebagai

berikut: Pasien mengatakan mempunyai riwayat penyakit Diabetes melitus sejak

tahun 1998 dan suka mengkonsumsi susu soda saat usia muda. Hasil pemeriksaan

gula darah puasa menggunakan finger stick adalah 164 mg/dl dan Gula darah

sewaktu post op debridement adalah 166 mg/dl. Terdapat luka post op

debridement, luka tertutup elastic bandage, tidak terdapat rembesan luka. Porsi

makan habis 1 porsi dengan menu makanan yang telah disediakan di Ruang III
134

sesuai dengan advis dokter dan kebutuhan kalori Tn.S. Masalah belum teratasi,

intervensi no 1,2,3 dan 4 dilanjutkan.

Pada hari keempat didapatkan hasil evaluasi pada pasien Tn.S adalah

sebagai berikut: Pasien mengatakan mempunyai riwayat penyakit keluarga

diabetes melitus, Ayah Tn.S pernah menderita penyakit Diabetes Melitus dan

meninggal dunia karena penyakit Diabetes Melitus. Hasil pemeriksaan gula darah

puasa menggunakan finger stick adalah 173 mg/dl dan Gula darah 2JPP =

423mg/dl. Terdapat luka post op debridement hari pertama, luka tertutup elastic

bandage, tidak terdapat rembesan luka. Porsi makan habis 1 porsi dengan menu

makanan yang telah disediakan di Ruang III sesuai dengan advis dokter dan

kebutuhan kalori Tn.S. Masalah belum teratasi, intervensi no 1,2,3 dan 4

dilanjutkan.

Pada hari kelima didapatkan hasil evaluasi pada pasien Tn.S adalah

sebagai berikut: Hasil pemeriksaan gula darah puasa menggunakan finger stick

adalah 136 mg/dl dan Gula darah 2JPP = 106mg/dl. Terdapat luka post op

debridement hari kedua, luka tertutup elastic bandage, tidak terdapat rembesan

luka. Porsi makan habis 1 porsi dengan menu makanan yang telah disediakan di

Ruang III sesuai dengan advis dokter dan kebutuhan kalori Tn.S. Masalah belum

teratasi, intervensi no 1,2,3 dan 4 dilanjutkan.

. Pada evaluasi akhir dari masalah ketidakstabilan kadar glukosa darah

berhubungan dengan ketidakefektifan produksi insulin teratasi sebagian, dimana

Tn.S masih belum mampu mengendalikan kadar glukosa darah. Hasil

pemeriksaan gula darah puasa menggunakan finger stick adalah 152 mg/dl dan
135

Gula darah 2JPP = 284 mg/dl. Masalah belum teratasi, intervensi no 1,2,3 dan 4

dilanjutkan.

3. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan kurang terpapar

informasi

Pada hari pertama didapatkan hasil evaluasi pada pasien Tn.S sebagai

berikut: Pasien mengatakan terdapat luka pada kaki kiri sejak 1 bulan yang lalu,

luka pada kaki kiri semakin parah saat dirinya pulang dari Kediri. Terdapat luka

pada bagian ibu jari, punggung kaki dan tepi kanan kaki kiri dengan masing-

masing ukuran (ibu jari P 2,5cm x L 1,5cm, punggung kaki P 5cm x L 3cm

dengan kedalaman luka +1-2 cm, tepi kanan kaki kiri P 3cm x L 2cm), luka

terbalut kasa dan terdapat rembesan pus pada kasa luka. Masalah belum teratasi,

intervensi no 1-7 dilanjutkan.

Pada hari kedua didapatkan hasil evaluasi pada pasien Tn.S sebagai

berikut: Pasien mengatakan bahwa luka tidak kunjung sembuh meskipun sudah

dirawat di puskesmas dan dirawat sendiri dirumah menggunakan sufratul dan

cairan infus. Terdapat luka pada bagian ibu jari, punggung kaki dan tepi kanan

kaki kiri dengan masing-masing ukuran (ibu jari P 2,5cm x L 1,5cm, punggung

kaki P 5cm x L 3cm dengan kedalaman luka +1-2 cm, tepi kanan kaki kiri P 3cm

x L 2cm), luka terbalut kasa dan terdapat rembesan pus pada kasa luka. Masalah

belum teratasi, intervensi no 1-7 dilanjutkan.

Pada hari ketiga didapatkan hasil evaluasi pada pasien Tn.S sebagai

berikut: Pasien mengatakan cemas terhadap tindakan debridement yang akan

dilaksanakan pada tanggal 18 Juli 2018 pukul 14.00 WIB. Masalah belum teratasi,

intervensi no 1-7 dilanjutkan.


136

Pada hari keempat didapatkan hasil evaluasi pada pasien Tn.S sebagai

berikut: Pasien mengatakan belum pernah mendapatkan edukasi tentang

perawatan kaki pada pasien diabetes melitus dan bersedia menerima pengetahuan

perawatan kaki yang akan disampaikan oleh perawat. Terdapat luka post op

debridement hari pertama, luka tertutup elastic bandage, tidak terdapat rembesan

luka. Masalah teratasi sebagian, intervensi no 1-7 dilanjutkan.

Pada hari kelima didapatkan hasil evaluasi pada pasien Tn.S sebagai

berikut: Pasien mengatakan senang mendapatkan pengetahuan perawatan kaki

yang akan disampaikan oleh perawat dan akan menerapkan serta melakukan

perawatan kaki secara rutin saat dirumah. Terdapat luka post op debridement hari

kedua, luka tertutup elastic bandage, tidak terdapat rembesan luka. Masalah

teratasi sebagian, intervensi no 1-7 dilanjutkan.

Pada evaluasi akhir dari masalah gangguan integritas kulit berhubungan

dengan kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan integritas

jaringan, masalah teratasi sebagian. Pasien masih memerlukan perawatan kaki di

Ruang III sesuai advis dokter dan evaluasi terhadap pengetahuan perawatan kaki

diabetik, intervensi no 1-7 dilanjutkan.

4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot

Pada hari pertama didapatkan hasil evaluasi pada pasien Tn.S sebagai

berikut: Pasien mengatakan kesulitan saat mau berjalan ke kamar mandi untuk

buang air besar da buang air kecil karena kaki kiri terasa nyeri saat digerakkan.

Pasien terlihat dibantu oleh istrinya saat buang air besar di tempat tidurnya dan

melakukan mobilisasi dari berbaring hingga duduk dengan bantuan anak dan

istrinya. Terdapat luka pada bagian ibu jari, punggung kaki dan tepi kanan kaki
137

kiri dengan masing-masing ukuran (ibu jari P 2,5cm x L 1,5cm, punggung kaki P

5cm x L 3cm dengan kedalaman luka +1-2 cm, tepi kanan kaki kiri P 3cm x L

2cm), luka terbalut kasa dan terdapat rembesan pus pada kasa luka. Masalah

belum teratasi, intervensi no 1-9 dilanjutkan.

Pada hari ketiga didapatkan hasil evaluasi pada pasien Tn.S sebagai

berikut: Pasien mengatakan membutuhkan bantuan istri dalam memenuhi ADL

(Activity Daily Living). Terdapat luka pada bagian ibu jari, punggung kaki dan

tepi kanan kaki kiri dengan masing-masing ukuran (ibu jari P 2,5cm x L 1,5cm,

punggung kaki P 5cm x L 3cm dengan kedalaman luka +1-2 cm, tepi kanan kaki

kiri P 3cm x L 2cm), luka terbalut kasa dan terdapat rembesan pus pada kasa luka.

Masalah belum teratasi, intervensi no 1-9 dilanjutkan.

Pada evaluasi akhir dari masalah gangguan mobilitas fisik berhubungan

dengan penurunan kekuatan otot masalah teratasi sebagian, Pasien mengatakan

semakin sulit melakukan aktivitas karena nyeri pada luka post op debridement

semakin nyeri dan masih membutuhkan bantuan istri dalam memenuhi ADL

(Activity Daily Living). Terdapat luka post op debridement hari ketiga, luka

tertutup elastic bandage, tidak terdapat rembesan luka, intervensi no 1-9

dilanjutkan.

5. Defisit pengetahuan diabetes self management education berhubungan

dengan kurang terpapar informasi

Pada hari pertama didapatkan hasil evaluasi pada pasien sebagai berikut:

Pasien mengatakan belum pernah mendapatkan penyuluhan diabetes self

management education sesi 1-4. Masalah belum teratasi, intervensi no 1-5

dilanjutkan.
138

Pada hari keempat didapatkan hasil evaluasi pada pasien sebagai berikut:

Pasien mengatakan bersedia dan senang apabila perawat memberikan penyuluhan

diabetes self management education sesi 1-4. Masalah teratasi sebagian,

intervensi no 1-5 dilanjutkan.

Pada hari kelima didapatkan hasil evaluasi pada pasien sebagai berikut:

pasien mengatakan mau mendengarkan penyuluhan diabetes self management

education sesi 1-4. Pasien tampak mendengarkan, memperhatikan dan merespon

kembali saat perawat memberikan penyuluhan diabetes self management

education sesi 2-4. Masalah teratasi sebagian, intervensi no 4 dan 5 dilanjutkan.

Pada hari keenam didapatkan hasil evaluasi pada pasien sebagai berikut:

Pasien mengatakan senang dan akan membaca kembali booklet diabetes self

management education yang telah diberikan perawat dan akan menerapkan 4 pilar

penatalaksanaan diabetes melitus dirumah secara rutin. Pasien tampak

mendengarkan, memperhatikan dan merespon kembali saat perawat mengevaluasi

pengetahuan Tn.S terahadap diabetes self management education. Masalah

teratasi sebagian, intervensi no 4 dan 5 dilanjutkan.


139

BAB 5

PENUTUP

Setelah penulis melakukan pengamatan dan melaksanakan asuhan

keperawatan secara langsung pada pasien dengan diagnosis DM Gangren Pedis

Sinistra + Anemia di ruang III Rumkital Dr. Ramelan Surabaya, sehingga penulis

dapat menarik simpulan sekaligus saran yang dapat bermanfaat dalam

meningkatkan mutu asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosis DM

Gangren Pedis Sinistra + Anemia.

5.1 Simpulan

Mengacu pada hasil urian tinjauan kasus dan pembahasan pada asuhan

keperawatan pada pasien dengan diagnosis DM Gangren Pedis Sinistra + Anemia.

maka penulis dapat menarik simpulan sebagai berikut:

1. Pengkajian pada Tn.S didapatkan hasil, nyeri pada luka kaki kiri dengan

skala 7 dari skor 1-10, nyeri dirasakan 1-3 kali tiap jam saat diam maupun saat

kaki digerakkan. Luka terdapat pada bagian ibu jari, punggung kaki dan tepi

kanan kaki kiri dengan masing-masing ukuran (ibu jari P 2,5cm x L 1,5cm,

punggung kaki P 5cm x L 3cm dengan kedalaman luka +1-2 cm, tepi kanan kaki

kiri P 3cm x L 2cm), luka terbalut kasa dan terdapat rembesan pus pada kasa luka.

Luka awalnya terkena gesekan motor saat mau berkendara, lalu tiba-tiba bengkak

dan melepuh pada kaki kiri tersebut. Dua hari sebelum lebaran tanggal 13 Juni

2018 Tn. S melakukan perjalanan jauh ke kediri naik kereta dengan keadaan kaki

dibalut kasa saja, saat pulang mudik tiba-tiba luka semakin melebar lalu dibawa

ke Puskesmas dan dirawat sendiri oleh istrinya menggunakan kasa sufratul dan
140

cairan infus NaCl 0,9% tetapi luka tidak kunjung sembuh malah semakin parah.

Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah 130/70 mmHg,

Nadi 90 x/menit, RR 20 x/menit, suhu tubuh (aksila) 37,5oC. hasil pemeriksaan

glukosa darah 2 JPP pada tanggal 16 Juli 2018 pukul 19.00 didapatkan hasil 125
mg
/dl. Tn.S mengatakan mempunyai riwayat penyakit Diabetes melitus sejak tahun

1998, dan tidak rutin mengkonsumsi obat selama 2 tahun terakhir. Tn.S belum

pernah mendapatkan penyuluhan diabetes self management education dan 4 pilar

penatalaksanaan diabetes melitus. Aktivitas Tn.S dilakukan hanya di tempat tidur

saja, seluruh activity daily living dibantu oleh istri dan perawat, pasien lebih

banyak istirahat di tempat tidur, jam tidur malam saat MRS jam 21.00-04.00, jam
5555 5555
tiur siang 12/00-15.00 dan kekuatan5555
otot 5532

2. Diagnosis keperawatan pada Tn.S adalah Nyeri akut berhubungan dengan

agen pencedera fisiologis (inflamasi), Ketidakstabilan kadar glukosa darah

berhubungan dengan ketidakefektifan produksi insulin, Gangguan integritas

jaringan berhubungan dengan kurang terpapar informasi, Gangguan mobilitas

fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot dan Defisit pengetahuan

diabetes self management education berhubungan dengan kurang terpapar

informasi. .

3. Rencana tindakan keperawatan pada Tn.S disesuaikan dengan diagnosa

keperawatan dengan tujuan untuk mengatasi nyeri, kestabilan kadar gula darah,

perbaikan integritas jaringan, pencapaian tingkat kemampuan dalam beraktifitas

dan pengetahuan yang memadai tentang diabetes self management education serta

penerapan 4 pilar pengendalian diabetes melitus.


141

4. Tindakan keperawatan pada Tn.S dilakukan sesuai dengan intervensi

keperawatan yang mengacu secara langsung pada Tn.S yaitu tindakan

mengajarkan teknik rileksasi, distraksi, memberikan posisi yang nyaman,

kolaborasi dalam pemberian analgesik dan antibiotik: Ketorolac 3x50 mg/2ml iv

dan cefoperazone 3x1gr melalui intravena, pemantauan kadar gula darah puasa

dan kadar gula darah 2JPP secara berkala, perawatan luka setiap sore dan tindakan

pencegahan infeksi luka post op debridement gangren pedis sinistra, mencuci

tangan sebelum dan sesudah tindakan untuk mencegah kontaminasi silang/ atau

infeksi luka post operasi, membantu meningkatkan aktifitas Tn.S diatas tempat

tidur, menjelaskan diabetes self management education sesi 1-4 dan memotivasi

Tn.S untuk menerapkan dan melakukan 4 pilar pengendalian diabetes melitus

5. Pada akhir evaluasi tanggal 21 Juli 2018, masalah keperawatan Nyeri akut,

Ketidakstabilan kadar glukosa, Gangguan integritas jaringan dan Gangguan

mobilitas fisik teratasi sebagian sehingga intervensi tetap dilanjutkan, sedangkan

Defisit pengetahuan diabetes self management education teratasi sesuai dengan

tujuan keperawatan yang telah ditetapkan.

5.2 Saran

Bertolak dari simpulan diatas, penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Pasien dan keluarga hendaknya lebih memperhatikan dalam hal perawatan

Diabetes Mellitus dan perawatan post op debridement seperti dalam hal

ketaatan untuk menjalankan diet Diabetes Mellitus, melakukan olahraga/

latihan fisik secara rutin, minum atau injeksi insulin sesuai petunjuk dokter

serta melakukan perawatan kaki Diabetes Mellitus untuk mencegah


142

timbulnya ulkus diabetik yang baru atau mencegah infeksi post op

debridement. Pengobatan Diabetes Mellitus harus dilakukan secara rutin.

Hendaknya keluarga juga berperan dalam melakukan pengawasan dan

memberi dukungan agar pengobatan pasien tetap berkesinambungan.

2. Perawat di Ruang III Rumkital Dr. Ramelan Surabaya hendaknya lebih

meningkatkan pengetahuan serta skill dalam hal perawatan luka misalnya

dengan mengikuti seminar atau pelatihan perawatan luka dengan modern

dressing, memberikan edukasi tentang Diabetes Mellituss dan perawatan

kaki Diabetes Mellitus sesuai standart diabetes self management education

sesi 1 sampai 4 sehingga dapat meningkatkan pelayanan asuhan

keperawatan secara holistik, profesional serta sikap caring bagi pasien.

3. Rumah sakit hendaknya meningkatkan kualitas pelayanan yaitu dengan

memberikan kesempatan perawat untuk mengikuti pendidikan

berkelanjutan baik formal maupun informal. Mengadakan pelatihan

internal yang diikuti oleh perawat khususnya semua perawat ruang Diabet

Rumkital Dr. Ramelan Surabaya mengenai wound care, mengirim perawat

untuk mengikuti pelatihan atau kursus wound care modern serta

menyediakan sarana prasarana untuk pemeriksaan ABPI (Ankle Brachial

Pressure Index).

4. Penulis selanjutnya dapat menggunakan karya ilmiah akhir ini sebagai

salah satu sumber data untuk penelitian selanjutnya dan dilakukan

penelitian lebih lanjut mengenai penerapan perawatan luka dengan konsep

moist.
143

DAFTAR PUSTAKA

Arisanty, Irma P. (2013). Konsep Dasar Manajemen Perawatan Luka. Jakarta :


EGC
Arisman. (2010). Obesitas, Diabetes Mellitus & Dislipidemia: Konsep, Teori &
Penunjang Aplikatif. Jakarta: EGC
Anggara, F. H. D. dan Prayitno, N. (2013). Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Tekanan Darah Di Puskesmas Telaga Murni, Cikarang Barat
Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(1); Jan 201.
Arslanian, S. A., et.al. (2005). Family History of Type 2 Diabetes Is Associated
With Decreased Insulin Sensitivity and an Impaired Balance Between
Insulin Sensitivity and Insulin Secretion in White Youth. Diabetes Care
Volume 28 (1) : p. 127-131.
Bishop A. (2008). Role Of Oxygen In Wound Healing. Journal Wound Care. Vol
17. 399-402

Cerville, K. (2007). Wound Care Manaul. Silve4 Chain Foundation. Western


Australia

Debora, Oda. (2013). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta:


Salemba Medika

Desalu, et.al. (2011). Diabetic foot care: Self reported knowledge and practice
among patients attending three tertiarty hospital in Nigeria. Ghana Med

Deswani. (2009). Proses Keperawatan dan Berpikir Kritis. Jakarta: Salemba


Medika

Ernawati. (2013). Penatalaksanaan Keperawatan Diabetes Melitus Terpadu


dengan Penerapan Teori Keperawatan Self Care Orem. Jakarta : Mitra
Wacana Media.

Eyre, H., et.al. (2004). Preventing Cancer, Cardiovascular Disease, and Diabetes.
Diabetes Care Volume 27 (7): p. 1812-1824.

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2007). Pedoman Diet Diabetes


Melitus. Jakarta: Balai penerbit FKUI

Funnell, M. M., et.al. (2009). National Standards for Diabetes Self-Management


Education. Diabetes Care Volume 31 Supplement 1: p. S87-S94.

Guo, S., & DiPitrio, L.A. (2010). Factor Effecting Wound Healing. Journal Of
Dental Reserch. 89(3) 219-229
Guyton, A.C. dan J.E.Hall. 2006. Textbook of Medical Physiology. 11th ed.
Elsevier Inc. Philadelphia. Pennsylvania.
144

Handaya, A.Y. (2016). Tepat & Jitu Atasi Ulkus Kaki Diabetes. Yogyakarta :
Rapha Publishing.

Handayani, N. (2015). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Post


Debridement Ulkus Diabetes Melitus Di Ruang Gladiol Atas Rumah Sakit
Umum Sukoharjo. Program Studi Diploma Keperawatan. Fakultas Ilmu
Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Handayani, W et al. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan


Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika

Hidayat, Aziz Alimul. (2006). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta:


Salemba

Herdman T. Heather & Kamitsuru Shigemi. (2015). Diagnosa Keperawatan


Definisi dan Klasifikasi 2015- 2017. Edisi 10. Jakarta: EGC

Kowalak, Jenifer P, et al. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC

Mansjoer, A., dkk. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

Misnadiarly. (2006). Diabetes Mellitus: Gangren, Infeksi. Mengenal Gejal,


Menanggulangi dan Mencegah Komplikasi. Jakarta: Pustaka Populer Obor

Morison. Moya J.(2013). Manajemen Luka. Jakarta : EGC

Nabyl. (2009). Cara Mudah Mencegah Dan Mengobati Diabetes Melitus.


Yogyakarta: Aulia Publishing

Nursalam. (2011). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik


Keperawatan Profesional Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.

Norris, S. L., et.al. (2002). Increasing Diabetes Self-Management Education in


Community Settings. Am J Prev Med Volume 22 (4S): p. 39–66.

Novitaningtyas, T. (2014). Hubungan Karakteristik (Umur, Jenis Kelamin,


Tingkat Pendidikan) Dan Aktivitas Fisik Dengan Tekanan Darah Pada
Lansia Di Kelurahan Makamhaji Kecamatan Kartasura Kabupaten
Sukoharjo. Program Studi Gizi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

PERKENI. (2011). Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2,


Diakses pada tanggal 18 Desember 2016, https://www.labcito.co.id/wp-
content/uploads/2015/03/Revisi_Final_KONSENSUS_DM_Tipe_2_Indone
sia_2011.pdf
145

________. (2015). Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2,


Diakses pada tanggal 25 Desember 2015,
http://www.idai.or.id/wpcontent/uploads/2016/06/Konsensus%20Endokrin
%20DM%20tipe%202%20(2015).pdf

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan


Pengurus Pusat PPNI

Pratiwi, P, I. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Ny. N Dengan Diagnosis


Diabetes Mellitus, Gangren Pedis Sinistra, Pre Dan Post Amputasi Below
Knee Sinistra Di Ruang Diabet Rumkital Dr. Ramelan Surabaya. Program
Studi Profesi Ners. STIKES Hang Tuah Surabaya.

Putri, N, H, K. dan Isfandiari, M. A. (2013). Hubungan Empat Pilar


Pengendalian Dm Tipe 2 Dengan Rerata Kadar Gula Darah. Program
Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya.

Potter, P. A. & Perry, A. G. 2007. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep,


proses, dan praktik. Jakarta: EGC.

Qurratuaeni, (2009). Faktor-Faktor Yang Behubungan Dengan Terkendalinya


Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus di RSUP Fatmawati
Jakarta. Program Sarjana Keperawatan Universitas Negeri Islam Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Rahmawati, F. D. (2016). Hubungan Tingkat Sef Care dengan Kadar HbA1c


Pada Pasien Diabetes Melitus tipe 2 di Poli Interna RSUD Sidoarjo.
Program Sarjana Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya. Skripsi
tidak dipublikasikan.

Riyadi & Sukarmin. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Eksokrin dan Endokrin Pada Pankreas. Yogyakarta: PT. Graha Ilmu

Setiadi. (2007). Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu

______ (2012). Konsep dan Penulisan Asuhan Keperawatan. Jogjakarta: Graha


Ilmu

Sharp, A., Clark, J. (2011). Diabetes and its effects wound healing. Nursing
standart. Vol 25. No 25. 41-47
Sherwood, L. 2007. Human Physiology : from cells to systems 6th ed. Cengage
Learning Asia Pte Ltd, Singapore. Terjemahan Y. Nella. 2009. Fisiologi
Manusia. Edisi Enam. EGC. Jakarta.

Tandra, H. (2013). Life Healthy With Diabetes. Yogyakarta : Rapha Publishing.

Tarwoto, et al. (2009). Anatomi dan Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan.


Jakarta: Trans Info Media
146

_____________ (2012). Keperawatan Medial Bedah Gangguan Sistem Endokrin.


Jakarta Timur: CV. Trans Info Media

Tjokoprawiro, (2007). Hidup Sehat dan Bahagia Bersama Diabetes Melitus,


Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Mitchell, Richard. (2008). Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins &
Cotran. Jakarta: EGC

Sidani, S. & Fan, L. (2009). Effectiveness of Diabetes Self-management


Education Intervention Elements: A Meta-analysis. Canadian Journal of
Diabetes Volume 33 (1): p. 18-26.

Sloane, Ethel. (2003). Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jarkarta: EGC

Wahid, R. A. N. (2016). Pengaruh Diabetes Self Management Education


Terhadap Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Prolanis Puskesmas Gajahan
Surakarta. Program Sarjana Keperawatan STIKES Kusuma Husada
Surakarta.

Wijaya, Andra S dan Yessie Mariza. (2013). KMB 2 Keperawatan Medikasl


Bedah (Keperawatan Dewasa). Yogyakarta: Nuha Medika

Wexler, D. J., et.al. (2005). Sex Disparities in Treatment of cardiac Risk Factors
in
Patient With Type 2 Diabetes. Diabetes Care Volume 28 (3) : p. 514-520.

Yuanita, A. (2013). Pengaruh Diabetes Self Management Education (Dsme)


Terhadap Resiko Terjadinya Ulkus Diabetik Pada Pasien Rawat Jalan
Dengan Diabetes Mellitus (Dm) Tipe 2 Di Rsd Dr. Soebandi Jember, e-
Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.2 (no.1), Januari 2014.

Yuliana, E. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Tn.P Dengan Diagnosa Dm


Gangren Pedis Sinistra Di Ruang Diabet Rumkital Dr.Ramelan Surabaya
Program Studi Profesi Ners. STIKES Hang Tuah Surabaya.
148

Lampiran 1

CURRICULUM VITTE

Nama : Mufhida Paraningtyas Enggar Sari

Prodi : Profesi Ners

Tempat, Tanggal Lahir : Surabaya, 2 Agustus 1994

Alamat : Jl. Pesapen Barat RT 07 No.08

Email : paraningtyasmufhida@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

1. TK Aisyiyah 46 Surabaya – Lulus Tahun 2000

2. SDN Krembangan Selatan X Surabaya – Lulus Tahun 2006

3. SMP Negeri 38 Surabaya – Lulus Tahun 2009

4. SMA Negeri 3 Surabaya – Lulus Tahun 2013

5. S1-Keperawatan STIKes Hang Tuah Surabaya 2017


149

Lampiran 2

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL


MENGUKUR TEKANAN DARAH

Pengertian Menilai tekanan darah yang merupakan indikator untuk


menilai sistem kardiovaskuler bersamaan dengan
pemeriksaan nadi.

Tujuan Mengetahui nilai tekanan darah.

Indikasi Menilai pola hidup serta identifikasi fakto-faktor resiko


kardiovaskuler dan hipertensi.
Kontraindikasi Hindari penempatan menset pada lengan yang terpasang
infus, shun artetivena, lengan yang mengalami fistula,
trauma tertutup gip dan balutan.
Persiapan Alat 1. Spinomanometer (tensimeter) yang terdiri dari:
manometer air raksa dan klep penutup dan pembuka
manset udara.
2. Stetoskop.
3. Buku catatan tanda vital dan pena.
4. Pasien diberitahu dengan seksama (bila pasien sadar).

Persiapan Pasien 1. Jelaskan kepada pasien tindakan yang akan dilakukan.


2. Posisikan pasien senyaman mungkin.
Prosedur 1. Jelaskan prosedur kepada pasien.
Pelaksanaan 2. Cuci tangan.
3. Gunakan sarung tangan.
4. Atur posisi pasien.
5. Letakkan lengan yang hendak diukur pada posisi
terlentang.
6. Lengan baju dibuka.
7. Pasang manset pada lengan kanan/kiri atas sekitar 3 cm
diatas fossa cubiti (jangan terlalu ketat maupun terlalu
longgar).
Daftar Pustaka Kusmiati, Yuni. (2010). Ketrampilan Dasar Praktik Klinik
Kebidanan. Yogyakarta. Fitramaya.
150

Lampiran 3

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL


MENGUKUR NADI

Pengertian Menghitung frekuensi denyut nadi yang merupakan


loncatan aliran darah yang dapat teraba dan terdapat di
berbagai titik anggota tubuh: arteri radialis (pergelangan
tangan), arteri brachialis (lipatan paha, slangkangan),
arteri dorsalis pedis (kaki) dan arteri frontalis (ubun-ubun)
melalui perabaan nadi yang lazim diperiksa atau diraba
pada radialis.
Tujuan 1. Mengetahui denyut nadi selama rentan waktu 1 menit.
2. Mengetahui keadaan umum pasien.

Persiapan Alat 1. Arloji (jam) atau stop watch.


2. Buku catatan dan pena.

Persiapan Pasien 1. Jelaskan kepada pasien mengenai tindakan yang akan


dilakukan.
2. Posisikan pasien berbaring/duduk.
3. Pastikan pasien benar-benar rileks.

Prosedur 1. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan.


Pelaksanaan 2. Gunakan sarung tangan.
3. Raba/palpasi arteri yang akan diperiksa.
4. Hitung denyut nadi, perhitungan dilakukan dengan
menempelkan jari telunjuk dan jari tengah pada arteri
(umumnya arteri radialis) selama 1 menit penuh.
5. Catat hasil perhitungan.
6. Rapikan pasien.
7. Mencuci tangan.
8. Evaluasi volume denyut nadi, irama (teratur/tidak) dan
tekanannya.
Daftar Pustaka Kusmiati, Yuni. (2010). Ketrampilan Dasar Praktik Klinik
Kebidanan. Yogyakarta. Fitramaya.
151

Lampiran 4

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL


MENGUKUR SUHU AXILLA

Pengertian Mengukur suhu tubuh klien dengan termometer yang


dilakukan di daerah axilla/ketiak.
Tujuan Untuk mengetahui suhu tubuh seseorang.

Persiapan Alat 1. Termometer axilla bersih dalam tempatnya.


2. Air mengalir.
3. Tissue.
4. Buku catatan.
5. Jam tangan.
6. Kapas alkohol.

Persiapan Pasien 1. Jelaskan kepada klien mengenai prosedur yang akan


dilakukan.
2. Posisikan pasien dengan keadaan nyaman.
3. Jaga privasi pasien.

Prosedur 1. Cuci tangan sebelum melakukan kegiatan.


Pelaksanaan 2. Gunakan sarung tangan bersih.
3. Peralatan dibawa ke dekat pasien.
4. Membuka bagian atas dari pakaian pasien, keringkan
ketiak dengan handuk jika perlu.
5. Pasang termomenter sehingga bagian reservoir tepat
ditengah ketiak pasien.
6. Izinkan pasien untuk membantu dalam pelaksanaan
prosedur.
7. Pastikan termometer menempel di permukaan kulit.
8. Menyilangkan tangan pasien di atasnya.
9. Angkat termometer setelah ± 5-10 menit dan baca
hasilnya.
10. Catat hasil.
11. Merapikan pasien.
12. Merapikan peralatan.
13. Cuci tangan sesudah melakukan kegiatan.
14. Pendokumentasian.

Daftar Pustaka Kusmiati, Yuni. (2010). Ketrampilan Dasar Praktik Klinik


Kebidanan. Yogyakarta. Fitramaya.
152

Lampiran 5

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL


MENGUKUR PERNAPASAN (RESPIRATORY RATE)

Pengertian Suatu tindakan dalam menghitung jumlah pernapasa


pasien dalam 1 menit.
Tujuan 1. Mengetahui denyut nadi selama rentan waktu 1 menit.
2. Mengetahui keadaan umum pasien.
Persiapan Alat 1. Jam tangan dengan jarum penunjuk detik.
2. Pena.
3. Buku catatan.

Persiapan Pasien 1. Jangan beri tahu pasien bahwa perawat akan


menghitung frekuensi pernapasan.
2. Pastikan pasien dalam posisi nyaman.

Prosedur 1. Cuci tangan sebelum melakukan kegiatan.


2. Gunakan sarung tangan bersih.
3. Menghitung pernapasan dengan menghitung turun
naiknya dada sambil memegang pergelanagn tangan.
4. Observasi siklus pernapasan lengkap.
5. Hitung frekuensi pernapasan selama 1 menit penuh.
6. Sambil menghitung, perhatikan apakah kedalaman
pernapasan: dangkal, dalam atau normal, apakah irama
regular atau irregular.
7. Catat hasil.
8. Merapikan pasien.
9. Merapikan peralatan.
10. Cuci tangan sesudah melakukan kegiatan.
Daftar Pustaka Kusmiati, Yuni. (2010). Ketrampilan Dasar Praktik Klinik
Kebidanan. Yogyakarta. Fitramaya.
153

Lampiran 6

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL


PEMBERIAN OBAT INJEKSI INTRA VENA MELALUI SALURAN
INFUS

Pengertian Memasukan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh


darah vena dengan melalui saluran infus.
Tujuan Sebagai tindakan pengobatan.
Persiapan Alat 1. Menyiapkan obat sesuai dengan dosis anjuran.
2. Spuit
3. Buku obat.
4. Kapas alkohol
5. Sarung tangan.
Persiapan Pasien 1. Mengatur posisi pasien senyaman mungkin untuk
proses penyuntikan.
2. Pastikan pemberian obat sesuai dengan pasien.
3. Jaga privasi pasien.
4. Jelaskan tujuan prosedur yang akan dilakukan kepada
klien. Sampaikan pada pasien dan keluarga.
Prosedur 1. Pastikan 7B (benar pasien, benar obat, benat dosis,
Pelaksanaan benar waktu, benar rute pemberian, benar informasi,
benar dokumentasi).
2. Perawat mencuci tangan.
3. Memakai sarung tangan bersih.
4. Memasang perlak dan pengalasnya pada area dibawah
yang terpasang infus.
5. Mengecek kelancaran tetesan infus sebelum obat
dimasukkan.
6. Memastikan tidak ada udara pada spuit disposibel yang
berisi obat.
7. Mematikan atau mengklame infuse.
8. Melakukan disinfektan pada area karet saluran infuse
set pada saluran infuse.
9. Menusukkan jarum ke bagian karet saluran infuse
dengan hati-hati degan kemiringan jarum 15-45 derajat.
10. Melakukan aspirasi atau menghisap spuit disposable
untuk memastikan bahwa obatmasuk ke saluran vena
dengan baik. Jika saat aspirasi terlihat darah keluar ke
selanginfuse maka obat siap untuk dimasukkan.
11. Memasukkan obat secara perlahan dengan mendorong
pegangan disposable spuitsampai obat habis.
12. Mencabut jarum dari bagian karet saluran infuse
dengan mendidih kapas pada lokasitusukan jarum tadi.
13. Membuka klem cairan infuse dan mengobservasi
kelancaran tetesan aliran infuse.
154

14. Membuang disposable spuit ke bengkok .


15. Menghitung tetesan infuse sesuai dengan ketentuan
program pemberian cairan.
16. Membereskan pasien.
17. Membereskan alat-alat.
18. Melepas sarung tangan.
19. Mencuci tangan
Daftar Pustaka Kusmiati, Yuni. (2010). Ketrampilan Dasar Praktik Klinik
Kebidanan. Yogyakarta. Fitramaya.
155

Lampiran 7

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL


PERAWATAN LUKA

Pengertian Membersihkan luka, mengobati luka, dan menutup


kembali luka dengan tehnik steril.
Tujuan 1. Untuk membersihkan luka
2. Mencegah masuknya kuman dan kotoran kedalam luka
3. Memberikan pengobatan pada luka
4. Memberikan rasa aman dan nyaman pada pasien
5. Mengevaluasi tingkat kesembuhan luka
Persiapan Alat 1. Seperangkat set perawatan luka steril
2. Sarung tangan steril
3. Pinset 3 (2 anatomis, 1 sirurgis)
4. Gunting (menyesuaikan kondisi luka)
5. Balutan kassa dan kassa steril
6. Kom untuk larutan antiseptic/larutan pembersih
7. Salp antiseptic ( bila diperlukan )
8. Depress
9. Lidi kapas
10. Larutan pembersih yang diresepkan (garam fisiologis,
betadin)
11. Gunting perban / plester
12. Sarung tangan sekali pakai
13. Plester, pengikat, atau balutan sesuai kebutuhan
14. Bengkok
15. Perlak pengalas
16. Kantong untuk sampah
17. Korentang steril
18. Alcohol 70%
19. Troli / meja dorong
Persiapan Pasien 1. Memberikan salam, memanggil klien dengan namanya
2. Menjelaskan tujuan, prosedur, dan lamanya tindakan
pada klien / keluarga.
Prosedur 1. Memberikan kesempatan pada klien untuk
Pelaksanaan bertanya sebelum kegiatan dimulai
2. Susun semua peralatan yang diperlukan di troly
dekat pasien ( jangan membuka peralatan steril dulu)
3. Letakkan bengkok di dekat pasien
4. Jaga privacy pasien, dengan menutup tirai yang ada di
sekkitar pasien, serta pintu dan jendela
5. Mengatur posisi klien, instruksikan pada klien untuk
tidak menyentuh area luka atau peralatan steril
6. Mencuci tangan secara seksama
7. Pasang perlak pengalas
8. Gunakan sarung tangan bersih sekali pakai dan
lepaskan plester, ikatan atau balutan dengan pinset
156

9. Lepaskan plester dengan melepaskan ujung dan


menariknya dengan perlahan, sejajar pada kulit dan
mengarah pada balutan. Jika masih terdapat plester
pada kulit, bersihkan dengan kapas alcohol
10. Dengan sarung tangan atau pinset, angkat balutan,
pertahankan permukaan kotor jauh dari penglihatan
klien
11. Jika balutan lengket pada luka, lepaskan dengan
memberikan larutan steril / NaCl
12. Observasi karakter dan jumlah drainase pada balutan
13. Buang balutan kotor pada bengkok
14. Lepas sarung tangan dan buang pada bengkok
15. Buka bak instrument steril
16. Siapkan larutan yang akan digunakan
17. Kenakan sarung tangan steril
18. Inspeksi luka
19. Bersihkan luka dengan larutan antiseptic yang
diresepkan atau larutan garam fisiologis
20. Pegang kassa yang dibasahi larutan tersebut dengan
pinset steril
21. Gunakan satu kassa untuk satu kali usapan
22. Bersihkan dari area kurang terkontaminasi ke area
terkontaminasi
23. Gerakan dengan tekanan progresif menjauh dari insisi
atau tepi luka
24. Gunakan kassa baru untuk mengeringkan luka atau
insisi. Usap dengan cara seperti di atas
25. Berikan salp antiseptic bila dipesankan / diresepkan,
gunakan tehnik seperti langkah pembersihan
26. Pasang kassa steril kering pada insisi atau luka
27. Gunakan plester di atas balutan,fiksasi dengan ikatan
atau balutan
28. Lepaskan sarung tangan dan buang pada tempatnya
29. Bantu klien pada posisi yang nyaman
30. Dokumentasi

Daftar Pustaka Hidayat, Aziz Alimul.2005.Buku Saku Pratikum


Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC
Rosyidi, Kholid. (2013). Prosedur Praktik Keperawatan.
Jakarta: TIM.
157

Lampiran 8

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL


LATIHAN TENIK RELAKSASI

Pengertian Merupakan metode aktif untuk mngurangi rasa nyeri pada


pasien yang mengalami nyeri kronis, Rileks sempurna
yang dapat mengurangi ketegangan otot,rasa jenuh,
kecemasan sehngga mencegah menghebatnya stimulasi
nyeri.
Tujuan Untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri.
Persiapan Pasien 1. Mencuci tangan Beri salam
2. Perkenalkan diri (bila pasien baru)
3. Tanyakan kesediaan pasien untuk melakukan teknk
relaksasi
4. Jelaskan tujuan relaksasi
5. Memberitahu dan menjelaskan kepada pasien dan
keluarga mengenai prosedur yang akan dilakukan.
6. Posisikan pasien senyaman mungkin
Prosedur 1. Pasien menarik nafas dalam dan mengisi paru-paru
Pelaksanaan dengan udara.
2. Perlahan-lahan udara dihembuskan , membiarkan
tubuh menjadi kendor dan merasakan betapa nyaman
hal tersebut.
3. Pasien bernapas beberapa kali dengan irama normal.
4. Pasien menarik nafas dalam lagi dan menghembuskan
pelan-pelan dan membiarkan hanya kaki dan telapak
kaki yang kendor.
5. Pasien mengulang langkah keempat dan
mengkonsentrasikan pikiran pada lengan perut,
punggung dan kelompok otot-otot yang lain.
6. Setelah pasien merasa rileks, pasien dianjurkan
bernafas secara pelan-pelan . Bila nyeri menjadi hebat
pasien dapat bernafas dangkal dan cepat.
7. Kontrasikan masing-masing otot dalam 10 kali
hitungan kemudian lemaskan.
8. Lakukan latihan dengan musik yang santai, bila
dikehendaki.
9. Mengangkat bahu kemudian menurunkan dan
melepaskannya.
10. Mengepalkan kedua tangan selama 5 detikdan
melemaskanya dengan sempurna.
Daftar Pustaka Hidayat, Aziz Alimul.2005.Buku Saku Pratikum
Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC
Rosyidi,Kholid.2013.ProsedurPraktik
Keperawatan.Jakarta : TIM
158

Lampiran 9

Luka gangren pedis sinistra pada Tn.S di Ruang III


Rumkital Dr.Ramelan Surabaya
159

Lampiran 10

Tindakan perawatan luka pada Tn.S di Ruang III


Rumkital Dr.Ramelan Surabaya
160

Lampiran 11 Kegiatan Hari Hasil Hasil Hasil Hasil Hasil


dan GDS GDP Kolesterol Tekanan IMT
Tgl Total Darah (BB/TB)

Pre test 1

Sesi 1
Sesi 2

Pre test 2
Sesi 3
Sesi 4

Post test

Oleh : Konsultasi
Mufhida Paraningtyas
Pembimbing I : Christina Yuliastuti, S.Kep., Ns., M.Kep
Pembimbing II : Agustina S.Kep., Ns

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN Apa itu diabetes


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH melitus?
SESI 1
SURABAYA
2018 Diabetes Melitus adalah
Penyakit kronis yang disebabkan oleh abnormalitas fungsi
Nama Pasien : ……………………………………………
Tanggal Lahir : …………………………………………… pankreas dalam memproduksi insulin atau ketidakmampuan tubuh
Usia : ……………………………………………
Alamat : …………………………………………...
161

dalam memanfaatkan insulin secara efektif. Biasanya ditandai dapat berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk memasukkan
glukosa ke dalam sel. Akibatnya, glukosa dalam darah meningkat.
dengan kenaikan kadar gula dalam darah
(Tandra, 2013:7).

Klasifikasi Diabetes Mellitus Diabetes Mellitus tipe lain adalah penyakit


gangguan metabolik yang ditandai oleh

DM DM kenaikan kadar gula darah akibat defek genetik


DM DM
TIPE GESTASI fungsi sel beta, defek gen etik kerja insulin,
TIPE 1 TIPE 2 LAIN ONAL
penyakit eksokrin pancreas, endokrinopati,
karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang,
DM Tipe 1 adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai sindrom penyakit lain yang berkaitan dengan DM (Depkes RI,

oleh kenaikan kadar gula darah akibat destruksi (kerusakan) sel 2008:8).

beta pancreas (kelenjar ludah perut) karena suatu sebab tertentu


Diabetes Mellitus tipe Gestasional adalah
yang menyebabkan produksi insulin tidak ada sama sekali Penyakit gangguan metabolik yang ditandai

sehingga penderita memerlukan tambahan insulin dari luar oleh kenaikan kadar gula darah yang terjadi
pada wanita hamil. Biasanya terjadi pada usia
(Depkes RI, 2008:8)
24 minggu masa kehamilan, dan setelah
DM Tipe 2 adalah penyakit melahirkan kadar gula darah kembali normal
gangguan metabolik yang ditandai (Depkes RI, 2008:8).
oleh kenaikan kadar gula darah. Perbedaan DM Tipe 1 dan DM Tipe 2
Pankreas masih dapat membuat
DM Tipe 1 DM Tipe 2
insulin, tetapi kualitas insulin yang dihasilkan buruk dan tidak Tidak tergantung kepada insulin
Tergantung pada insulin
162

Penderita menghasilkan Pankreas tetap menghasilkan merasa haus


sedikit insulin atau tidak insulin, kadang kadarnya lebih
sama sekali tinggi dari normal. Tetapi tubuh
membentuk kekebalan terhadap
Berkembang dengan cepat Jarang terjadi ketoasidosis
efeknya sehingga terjadi
ke dalam suatu keadaan
kekurangan insulin relatif
yang disebut ketoasidosis
Umumnya terjadi sebelum Bisa terjadi pada anak-anak dan
diabetikum
usia 30 tahun, yaitu anak- dewasa, tetapi biasanya terjadi
anak dan remaja setelah usia 30 th Apa Penyebab Diabetes Mellitus?
Para ilmuwan percaya Faktor risiko untuk DM tipe 2
bahwa faktor lingkungan adalah Obesitas atau kegemukan.
Keturunan Stress Obat-obtan
(infeksi virus atau faktor Diamana sekitar 80-90%
gizi pada mas kanak-kanak penderita mengalami obesitas
atau remaja) menyebabkan
sistem kekebalan
menghancurkan sel Gaya Hidup Hormon Infeksi virus
penghasil insulin di
pancreas. DM Tipe 1
memerlukan kecenderungan
genetic. Sindrom
Pola makan Kegemukan
90% sel penghasil insulin DM tipe 2 cenderung diturunkan penyakit lain
(sel beta) mengalami genetik dalam keluarga
kerusakan permanen.
Terjadi kekurangan insulin Penyebab DM tipe 2
yang berat dan penderita
harus mendapatkan
suntikan insulin secra
teratur
Timbul tiba-tiba Tidak ada gejala selama beberapa
tahun. Jika insulin berkurang,
maka semakin berkemih dan
163

Diagnosis DM tipe 2 ditegakkan berdasarkan pemeriksaan kadar


HbA1c (%) Glukosa darah Glukosa plasma
glukosa darah dan tidak dapat ditegakkan dengan adanya glukosuria
puasa (mg/dL) 2 jam seelah
atau terdapat kadar glukosa dalam urin (PERKENI, 2015:11).
TTGO (mg/dL)
Tabel 1. Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis diabetes
Diabetes > 6,5 % > 126 mg/dL > 200 mg/dL dan prediabetes (PERKENI 2015:12).
Prediabetes 5,7-6,4 % 100-125 mg/dL 140-199 mg/dL
Patofisiologi
Normal < 5,7 % <100 mg/dL < 140 mg/dL
Pada DM Tipe 2 terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Normalnya, insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya
Apa saja gejalanya ? insulin dan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolism glukosa dalam sel.
Resistensi insulin pada DM Tipe 2 disertai dengan
penurunan reaksi intrasel. Dengan demikian insulin menjadi
tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah
terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan
jumlah insulin yang disekresikan.
DM Tipe 2 paling sering terjadi pada penderita DM yang
berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Obesitas merupakan
faktor utama penyebab timbulnya DM Tipe 2. Pada keadaan
Diagnosis Diabetes Mellitus
kegemukan respons sel beta pancreas terhadap peningkatan gula
darah sring berkurang.
164

Selain itu reseptor insulin pada target sel di seluruh tubuh


termasuk otot berkurang jumlah dan keaktifannya (kurang
sensitive) sehingga keberadaan insulin di dalam darah kurang
atau tidak dapat di manfaatkan (Ernawati, 2013 dalam
Rahmawati 2016:12)
Cegah Dibetes dengan Cara : Bagaimana Penatalaksanaan Diabetes Mellitus ?
Menurut PERKENI (2015:17), ada 4 pilar penatalaksanaan
Diabetes Mellitus, yaitu : edukasi, terapi nutrisi medis, latihan
jasmani, dan intervensi farmakologis.

EDUKASI :
Memperluas wawasan secara terus-menerus agar memahami
lebih dalam Diabetes Mellitus, Pencegahan dan
Penatalaksanaannya

TERAPI NUTRISI :
Pengaturan Pola makan sesuai dengan 3 J
Jadwal : Tepat jadwal, Jadwal makan harus teratur
Jumlah : Jumlah makanan harus sesuai dengan kebutuhan kalori
Jenis boleh mengkonsumsi makanan apa saja namun takaran harus diperhatkan

LATIHAN JASMANI :
Latihan jasmani dilakukan secara teratur sebanyak 3-4 kali seminggu
selama kurang lebih 30 menit secara terus menerus tanpa berhenti,
bertujuan untuk menjaga kebugaran tubuh, menurunkan berat badan,
dan memperbaiki sensitivitas insulin.

INTERVENSI FARMAKOLOGIS :
Pengobatan meliputi pemberian obat-obatan kepada pasien
Diabetes Mellitus. Obat-obatan yang diberikan dapat berupa
obat oral dan bentuk suntikan (suntik insulin).
165

Komplikasi yang terjadi pada pasien Diabetes Bagian Tubuh yang bisa disuntik insulin
Melitus adalah :
• Hipertensi atau Tekanan Darah Tinggi
Pembuluh Darah
• Stroke
Otak
• Jantung Koroner
Jantung
• Gagal Ginjal, Cuci Darah
Ginjal
• Ulkus / Luka
Syaraf
• Kebutaan
Mata
166

Langkah 3 :
Pastikan pen siap digunakan
Cara menggunakan insulin pen :

Langkah 4 :
Langkah 1 : Aktifkan tombol dosis insulin (bisa diputar-putar sesuai
Persiapkan insulin pen, lepaska penutup insulin pen keinginan).

Langkah 2 : Langkah 5 :
Hilangkan kertas pembungkus dan tutup jarum Pilih lokasi bagian tubuh yang akan disuntikan.
167

2. Diit rendah garam


3. Diit rendah lemak

Manfaat Diit :
1. Untuk menurunkan kadar gula dalam darah
Langkah 6 : Suntikkan insulin
2. Untuk menurunkan kadar gula dalam urin
SESI 2
3. Untuk menstabilkan aktivitas sistem tubuh
Terapi Nutrisi Aktivitas fisik yang dapat dilakukan pasien Diabetes
Mellitus :

Macam-macam diit :
1. Diit rendah gula
168
169

BAHAN MAKANAN YANG DIANJURKAN DAN Minuman - Berbagai minuman


TIDAK DIANJURKAN bersoda dan
Bahan Makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan beralkohol
Karbohidrat Beras, Ubi, Sumber Bumbu Semua jenis Semua jenis gula
Singkong, Karbohidrat tinggi bumbu selain gula dan madu
Kentang Roti natrium, seperti : CONTOH MENU SEHARI
Tawar, Tepung Cake, Crekers dan
Terigu, Sagu, dan biskuit Waktu Menu Berat Ukuran
Tepung singkong Pagi Nasi 100 ½ Gelas
Protein Hewani Daging sapi, Daging dan ikan 07.00 Telur Dadar 50 1 Butir
Ayam, Ikan, Telur yang di asapkan Setup Buncis 50 ½ Gelas
dan Susu seperti ikan asin,
Pukul 10.00 Bubur Sagu Mutiara 50 ½ Mangkuk
dendeng dan
sarden Siang Nasi 100 ½ Gelas
Protein Nabati - Semua jenis 13.00 Ikan Pepes 50 1 potong sedang
kacang-kacangan Sayur Asem 50 ½ Gelas
yang hasilnya
Pepaya 100 1 potong sedang
merupakan sumber
Madu 20 2 Sendok Makan
protein bernilai
biologic rendah Pukul 16.00 Puding 25 1 Potong
Sayuran Rendah kalium, Tinggi kalium, Malam Nasi 100 ½ Gelas
seperti : Jambu, seperti : Anggur, 19.00 Ayam Goreng 50 1 Potong Sedang
Kedondong, Arbei, Belimbing,
Capcay 50 ½ Gelas
Mangga, Markisa, Duku, Jambu biji,
Setup Nanas 100 1 Potong Sedang
Melon, Semangka, Jeruk, Pepaya dan
Nangka, Pir, Pisang Madu 20 2 Sendok Makan
Salak, Sawo
170

SESI 3
Senam Kaki
Perawatan kaki pasien Diabetes Mellitus
Kegiatan atau latihan yang dilakukan oleh pasien diabetes melitus
untuk mencegah terjadinya luka dan membantu melancarkan
peredaran darah bagian kaki.
Duduk tegak senyaman mungkin dengan kaki
1. menyentuh lantai

2.
Angkat jari-jari kaki
ke atas dan ke bawah 2x8

3.
Angkat telapak kaki
ke atas dan ke bawah 2x8

4.
Angkat tumit ke atas dan
ke bawah 2x8

5.
Angkat telapak kaki dengan memutarnya
ke kanan 360˚ sebanyak 8 kali

6.
Angkat telapak kaki dengan memutarnya
171

ke kiri 360˚ sebanyak 8 kali


148

SESI 4
Manajemen Stres

Hilangkan
Stressor

Terima Hindari
Dukungan
Keluarga Stressor

Ubah
Kendalikan persepsi
Dampak
Stress terhadap
Stress

Dampak Stress
Fisiologis Menyebabkan gangguan system kardiovaskular atau penyakit jantung seperti Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi),
Diabetes, Sakit kepala, Maag, dan daya tahan tubuh turun.
Perilaku Memiliki sikap agresif, Keputusan buruk, penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol, kekerasan, rokok.
149

Psikologis Tidak puas, uring-uringan, depresi, kelelahan, suka emosi, mudah lelah.
Dukungan Psikososial Pasien Diabetes Melitus

Dukungan Psikososial merupakan bantuan terhadap individu yang memperhatikan hubungan dinamis yang terjadi secara terus-
menerus dan saling mempengaruhi antara aspek psikologis dan aspek sosial dalam lingkungan dimana individu berada, misalnya :
1. Motivasi : dapat meningkatkan semangat pasien untuk sembuh
2. Dukungan Keluarga : Dapat meningkatkan kepatuhan diet pasien

Fasilitas Pelayanan Kesehatan

1. Rumah sakit
2. Puskesmas
3. Klinik

Вам также может понравиться