Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
3. Manifestasi Klinis
Preeklamsi berat ditandai dengan:
a. Sakit kepala.
b. Penglihatan kabur, dan lebih sensitif pada cahaya silau.
c. Nyeri di daerah lambung.
d. Mual atau muntah.
e. Adanya pitting edema setelah bangun pagi atau tirah baring lebih
dari 1 jam (didaerah pretibia, tangan dan wajah)
f. Tekanan darah sistol 160/110 mmHg atau lebih
g. Proteinuria 5 gr/liter atau lebih (+3 atau 4)
4. Patofisiologi
Pada pre eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi
peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ ,
termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya
proses pre eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan
timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya
peningkatan sensitifitas dari sirculating pressors. Pre eklampsia yang berat dapat
mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan perfusi plasenta dapat
sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat
terjadinya Intra Uterin Growth Retardation. Preeklamsia berat dihubungkan dengan
kerusakan endotelial vaskuler yang disebabkan oleh vasospasme dan vasokontriksi
arteriolar. Sirlulasi arteri terganggu oleh adanya area konstriksi dan dilatasi yang
bergantian. Kerusakan endoterial menyebabkan kebocoran plasma kedalam ruang
ekstravaskuler dan memungkinkan terjadinya agregasi trombosit. Tekanan osmotik
koloid menurun saat protein masuk keruang ekstravaskuler, dan wanita beresiko
mengalami hipovolemia dan perubahan perfusi dan oksigenasi jaringan. Edema paru
dapat terjadi paru non kardiogenik atau kardiogenik. Edema paru non kardiogenik
terjadi karena kapiler pulmonari menjadi lebih permeabel dan rentang terhadap
kebocoran cairan. Edema paru kardiogenik terjadi karena peningkatan tekanan
hidrostatik dalam kapiler pulmonari, peningkatan ini terjadi karena penumpukan
cairan dalam bantalan pulmonari. Vasospasmen arteri dan kerusakan endotelial juga
mengurangi perfusi keginjal. Penurunan perfusi keginjal menyebabkan penurunan
GFR dan oliguria. Kerusakan endotelial kapiler glomerulus memungkinkan protein
menembus membran kapiler dan masuk kedalam urine, yang menyebabkan
proteinuria, peningkatan nitrogen urea darah dan peningkatan kreatinin serum. Hati
juga terpengaruh oleh vasospasme multisistem dan kerusakan endotelial. Penurunan
perfusi kehati menyebabkan iskemik dan nekrosis (Manuaba, 2009).
5. Pemeriksaan Diagnostik
Gambaran klinis preeklamsia berat, bila ditemukan salah satu dari tekanan darah lebih
dari 160/110 mmHg, edema, oligouria <400 cc/24 jam, proteinuria 5g/24 jam dan
terdapat disnpea sianosis (Manuaba, 2007). Pemeriksaan laboratoris yang diperlukan
berikut:
a) urine: pemeriksaan reagen urine : protein ≥ (+) diikuti pemeriksaan urin 24 jam,
b) darah: pemeriksaan darah untuk menegakkan diagnosa preeklamsia berat adalah
dengan pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, tes fungsi hati, tes fungsi ginjal
untuk mengetahui total urin selama 24 jam kreatinin klirens (Varney, 2007).
6. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan Medis
Pada penderita yang sudah masuk ke rumah sakit dengan tanda-tanda dan gejala-
gejala preeklamsi berat segera harus di beri sedativa yang kuat untuk mencegah
timbulnya kejang-kejang. Sebagai tindakan pengobatan untuk mencegah kejang-
kejang dapat di berikan:
1) Larutan magnesium sulfat 40% sebanyak 10 ml (4 gr) disuntikan
intramuskulus bokong kiri dan kanan sebagai dosis permulaan dan dapat di
ulang 4 gr tiap 6 jam menurut keadaan. Tambahan magnesium sulfat hanya
diberikan bila diuresis baik, reflek patella positif, dan kecepatan pernafasan
lebih dari 16 per menit. Obat tersebut selain menenangkan, juga menurunkan
tekanan darah dan meningkatkan diuresis. Jika terjadi toksisitas, segera
berikan antidot kalsium glukonas 10% secara intravena selama 3 menit.
2) Klopromazin 50 mg intramuskulus.
3) Diazepam 20 mg intramuskulus, Digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau
syarat pemberian MgSO4 tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam
500 ml, max. 120 mg/24 jam. Jika dalam dosis 100 mg/24 jam tidak ada
perbaikan, rawat di ruangICU.
b) Penatalaksanaan Keperawatan
1) Tirah baring miring ke satu sisi (kiri).
2) Pengelolaan cairan, monitoring input dan output cairan.
3) Pemberian obat antikejang.
4) Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru,
payah jantung. Diuretikum yang dipakai adalah furosemid.
5) Pemberian antihipertensi Masih banyak perdebatan tentang penetuan batas (cut
off ) tekanan darah, untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort
mengusulkan cut off yang dipakai adalah ≥ 160/110 mmHg dan MAP ≥ 126
mmHg. Di RSU Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian
antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik ≥ 180 mmHg dan/atau tekanan
diastolik ≥ 110 mmHg.
7. Komplikasi
a) Berkurangnya aliran darah menuju plasenta.
Pre-eklamsia akan mempengaruhi pembuluh arteri yang membawa darah menuju
plasenta. Jika plasenta tidak mendapat cukup darah, maka janin akan mengalami
kekurangan oksigen dan nutrisi sehingga pertumbuhan janin melambat atau lahir
dengan berat kurang.
b) Pre-eklampsia juga dapat menyebabkan terjadinya kelahiran prematur
dan komplikasi lanjutan dari kelahiran prematur yaitu keterlambatan belajar,
epilepsi, sereberal palsy, dan masalah pada pendengaran dan penglihatan.
c) Lepasnya plasenta.
Pre-eklamsia meningkatkan risiko lepasnya plasenta dari dinding rahim sebelum
lahir, sehingga terjadi pendarahan dan dapat mengancam bayi maupun ibunya.
d) Sindrom HELLP
HELLP adalah singkatan dari Hemolysis (perusakan sel darah merah), Elevated
liver enzym dan low platelet count (meningkatnya kadar enzim dalam hati dan
rendahnya jumlah sel darah dalam keseluruhan darah). Gejalanya pusing dan
muntah, sakit kepala serta nyeri perut atas.
e) Eklampsia
Jika pre-eklamsia tidak terkontrol, maka akan terjadi eklamsia. Eklamsia dapat
mengakibatkan kerusakan permanen organ tubuh ibu, seperti otak, hati atau ginjal.
Eklamsia berat menyebabkan ibu mengalami koma, kerusakan otak bahkan
berujung pada kematian janin maupun ibunya.
8. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur ibu yang berusia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35
tahun, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agama, alamat, status perkawinan,
ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang mengirim, cara
masuk, alasan masuk, keadaan umum, tanda vital dengan tekanan darah diatas
160/100.
2. Keluhan utama
Nyeri kepala, pusing, penglihatan kabur, bengkak pada ekstremitas atau tubuh,
sering buang air kecil.
3. Data Riwayat penyakit
a. Riwayat kesehatan sekarang.
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit
dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan pasien. Pada PEB meliputi
pusing, nyeri kepala, nyeri epigastrium, bengkak dan sering buang air kecil.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Meliputi penyakit lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang,
misalnya gizi kurang pada ibu, DM, jantung, hipertensi, masalah
ginekologi/urinary, penyakit endokrin, HIV/AIDS , dll
c. Riwayat kehamilan
Riwayat kehamilan meliputi pada saat kehamilan, persalinan, dan nifas
sebelumnya bagi klien multipara. Jumlah kehamilan (GPA) jumlah anak
hidup, jumlah kelahiran premature, jumlah kegugura, jumlah persalinan
dengan tindakan, riwayat pedarahan, riwayat kehamilan dengan hypertensi,
berat badan bayi lahir
d. Riwayat pembedahan:
Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan,
kapan, oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada
penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidu. Hal yang
diinspeksi antara lain mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna,
laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan
kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas,
adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya.
b. Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.
Sentuhan: merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban
dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus. Tekanan:
menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi janin atau
mencubit kulit untuk mengamati turgor. Pemeriksaan dalam: menentukan
tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal
c. Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan
tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada
dibawahnya. Menggunakan jari: ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang
menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi. Menggunakan palu
perkusi: ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah,
memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak
d. Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan stetoskop
dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar.
Mendengar: mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk
bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin.
5. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah (albumin yang menurun) dan urin (protein dalam urin +3 atau +4
serta pemeriksaan penunjang.
6. Data lain-lain :
a. Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan selama dirawat di
RS.
b. Data psikososial. Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi
dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien dan mekanisme koping
yang digunakan.
c. Status sosio-ekonomi: Kaji masalah finansial klien
d. Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah klien setuju, apakah klien
menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa.
e. Kaji kondisi bayi
f. Payudara
g. pemeriksaan genetalia ( vulva oeden / tan )
h. VT
i. Vagina
j. Lochea
b. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Kelebihan volume cairan b.d. gangguan mekanisme regulasi
2. Nyeri akut b.d. agen cedera fisik
3. Resiko syok f.r. kehilangan cairan aktif
4. Resiko infeksi f.r. diskontinuitas jaringan
c. Intervensi Keperawatan
NO RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan dan kriteria intervensi rasional
Keperawatan hasil
1 Kelebihan F luid Balance Manajemen 1. Memantau perubahan
volume cairan Setelah dilakukan hipervolemi berat badan
berhubungan tindakan 1. Timbang berat 2. Memantau perubahan
dengan. selama 1x24 jam, badan setiap hari TTV
gangguan masalah 2. Monitir TTV 3. Memantau edem
mekanisme teratasi dengan 3. Moitor edem pasien
kriteria hasil: perifer 4. Mengetahui
1. Mempertahankan 4. Monitor intake keseimbangan cairan
urin output dalam dan output didalam tubuh
batas normal 5. Berikan infus IV 5. Mencegah
sesuai dengan (Ringer Laktat) peningkatan preload
usia, dan BB, 6. Tinggikan posisi 6. Memperbaiki
2. TD, nadi, suhu kepala ventilisasi pasien
tubuh dalam 7. Batasi asupan 7. Mencegah
batas normal natrium peningkatan edem
8. Kolaborasi dalam 8. Mengurangi cairan
pemberian obat dalam Tubuh
2 Nyeri akut Pain Control Pain M anagement 1. Untuk mengetahui
berhubungan Setelah dilakukan 1. Lakukan skala, intensitas dan
dengan agen tindakan pengkajian nyeri frekunsi nyeri
cedera fisik keperawatan selama dengan PQRST 2. Menghindari faktor-
2 x 15 2. Kendalikan faktor yang dapat
menit, diharapkan faktor menyebabkan rasa
pasien dapat lingkungan yang nyeri bertambah
beradaptasi terhadap dapat 3. Melatih ibu agar bisa
nyeri mempengaruhi mengendalikan/berad
persalinan, dengan respon pasien aptasi dengan nyeri
kriteria terhadap yang di rasakan
hasil: ketidaknyamana 4. Memantau hasil
1. Pasien dapat n intervensi yang sudah
menggunakan 3. Lajarkan teknik di berikan
teknik manajemen manajemen nyeri
nyeri nyeri yang seperti
diajarkan pernapasan
2. Pasien dapat dalam
mengontrol nyeri 4. Monitor tingkat
nyeri pasien
3 Risiko syok Setelah dilakukan Management shock : 1. Tanda-tanda vital
dengan faktor tindakan volume merupakan acuan
risiko keperawatan selama 1. Observasi TTV untuk mengetahui
hipovolemia 1 x 24 jam 2. Anjurkan pasien keadaan umum pasien
pasien tidak untuk istirahat 2. Istirahat yang cukup
mengalami syok yang cukup akan menurunkan
dengan kriteria hasil: 3. Berikan transfusi kebutuhan energi dan
1. Status TTV (tidak sesuai Kebutuhan kerja metabolisme
terjadi 4. Kendalikan tidak meningkat
peningkatan ± 50 faktor 3. Transfusi darah dapat
mmHg, tidak lingkungan yang menggantikan cairan
takikardi & suhu dapat tubuh yang
dalam rentang mempengaruhi hilangyang dapat
36,5-37,5oC) respon pasien menyebabkan rasa
2. Hb 12-15 g/dl terhadap nyeri bertambah
beradaptasi ketidaknyamanan 4. Melatih ibu agar bisa
terhadap nyeri 5. Lajarkan teknik mengendalikan/berad
persalinan, manajemen nyeri aptasi dengan nyeri
dengan kriteria seperti yang di rasakan
hasil: pernapasan 5. Memantau hasil
1. Pasien dapat dalam. intervensi yang sudah
menggunakan 6. Monitor tingkat di berikan
teknik manajemen nyeri pasien
nyeri
nyeri yang diajarkan
2. Pasien dapat
mengontrol
nyeri
4 Resiko infeksi. I nfection Control Infection C ontrol 1. Membantu
Faktor risiko: Setelah dilakukan 1. Lakukan meningkatkan
diskontinuitas asuhan perawatan kebersihan ,
jaringan keperawatan selama parienal setiap 4 mencegah terjadinya
1x4 jam jam. infeksi uterus asenden
diharapkan tidak 2. Catat tanggal dan dan kemungkinan
terjadi infeksi waktu pecah sepsis.ah kliendan
dengan kriteria hasil ketuban. janin rentan pada
: tidak 3. Lakukan infeksi saluran
ditemukan tanda- pemeriksaan asenden dan
tanda adanya vagina hanya bila kemungkinan sepsis
infeksi. sangat perlu, 2. Dalam 4 jam setelah
dengan ketuban pecah akan
menggunakan terjadi infeksi
tehnik aseptik 3. Pemeriksaan vagina
4. Pantau suhu, nadi berulang
dan sel darah meningkatkan resiko
putih. infeksi endometrial.
5. Gunakan tehnik 4. Peningkatan suhu
asepsis bedah atau nadi > dapat
pada persiapan menandakan infeksi.
peralatan. 5. Digunakan dengan
Menurunkan kewaspadaan karena
resiko pemakaian antibiotik
kontaminasi dapat merangsang
kolaborasi : pertumbuhan yang
6. Berikan antibiotik berlebih dari
sesuai indikasi.. organisme resisten
DAFTAR PUSTAKA
Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M. L. & Swanson, E., 2013. Nursing
Outcomes Classification (NOC) Edisi Bahasa Indonesia. 5 ed.
Yogyakarta: mocomedia.