Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kecantikan memiliki arti yang sangat penting bagi setiap wanita. Dengan
kecantikan fisik wanita dapat merasa lebih percaya diri untuk dapt melakukan
aktivitas sehari-hari, sehingga dapat pula menghasilkan karya-karya yang
diinginkan secara optimal. Oleh karena itu setiap wanita akan selalu berusaha
mempercantik diri. Ketika seorang wanita merasa kurang cantik, atau merasa
kurang puas dengan yang ada pada paras atau tubuh mereka, beberapa dari mereka
akan melakukan berbagai macam cara untuk mendapatkan wajah atau tubuh cantik
seperti yang mereka idam-idamkan. Tetapi, upaya menambah cantik yang berarah
pada merubah penampilan dengan berbagai macam cara itu tidak akan terwujud
jika tidak didukung dengan pelayanan yang baik pula dari suatu sarana pelayanan
kesehatan, dan kriteria pelayanan kesehatan yang baik, tidak cukup ditandai
dengan terlibatnya banyak tenaga ahli atau hanya yang memungut biaya yang
murah, melainkan harus didasari dengan suatu sistem pelayanan medis yang baik
pula dari sarana pelayanan kesehatan tersebut, salah satunya adalah ketelitian dari
prosedur dalam melakukan tindakan menambah kecantikan wanita tersebut.
Salah satu upaya menambah kecantikan wanita adalah dengan cara operasi plastik.
Meskipun memiliki banyak risiko dalam prosedur tersebut namun jutaan wanita
tidak gentar untuk dapat memperoleh pujian ‘cantik’ dari setiap orang yang
melihatnya. Fasilitas operasi plastik yang kian mudah untuk ditemui membuat
mereka semakin merasa bahwa operasi plastik merupakan hal yang lazim untuk era
sekarang ini. Mereka kelak berbondong-bondong merujuk pada tempat pelayanan
operasi tersbut dengan membawa berjuta angan-angan untuk menjadi lebih cantik.
Di setiap sarana pelayanan kesehatan, persetujuan antara kedua belah pihak yaitu
pasien dan pelayan kesehatan. Untuk memenuhi informasi tersebut sebagai
pendahuluan mengenaii “informed consent”, untuk kepentingan keamanan dari
sudut hukum dokter serta keamanan untuk pasien itu sendiri. Peranan informasi
dalam hubungan pelayanan kesehatan mengandung arti bahwa pentingnya peranan
informasi harus dilihat dalam hubungannya dengan kewajiban pasien selaku
individu yang membutuhkan pertolongan untuk mengatasi keluhan mengenai
keluhannya, dalam kasus ini untuk menambah kecantikan, di samping dalam
hubungannya dengan kewajiban dokter spesialis bedah selaku profesional di
bidang ini.
Malpraktik tidak hanya dilakukan oleh tenaga kesehatan saja, melainkan kaum
profesional dalam bidang lainnya. Hanya saja istilah malpraktik pada umumnya
lebih sering digunakan di kalangan profesi kesehatan/kedokteran.
Berkenaan dengan kerugian yang sering diderita pasien akibat kesalahan para
tenaga kesehatan karena tidak menjalankan praktik sesuai dengan standar
profesinya, saat ini masyarakat telah memenuhi pengetahuan serta kesadaran yang
cukup terhadap hukum yang berlaku, sehingga ketika pelayanan kesehatan yang
mereka terima dirasa kurang optimal bahkan menimbulkan kondisi yang lebih
buruk dianggap telah terjadi malpraktik kedokteran.
1. Rumusan Masalah
2. Apakah pengertian dari malpraktik dan bagaimana kasus dapat disebut sebagai
malpraktik?
3. Bagaimana etika dan hukum memandang malpraktik pada kasus tersebut?
4. Bagaimana menjelaskan cara-cara pembuktian malpraktik pada kasus?
5. Tujuan
6. Untuk mengetahui pengertian malpraktik.
7. Untuk mengetahui tinjauan etika dan aspek hukum yang berkaitan
dengan malpraktik.
8. Untuk menjelaskan bagaimana cara-cara pembuktian malpraktik.
9. Kasus
Berikut di bawah ini merupakan contoh kasus yang akan dibahas pada makalah ini
(dikutip dari vemale.com):
Cantik, satu kata yang bikin wanita bangga, sekaligus rela menyakiti tubuhnya
untuk memperoleh pujian tersebut. Di masa lalu, operasi akibat penyakit sangat
dihindari karena rasa sakit yang akan ditanggung, nyatanya tidak membuat banyak
wanita takut untuk melakukan operasi plastik, pikiran akan langsung melayang ke
Korea Selatan, dimana proses operasi plastik seolah semudah membuat mie instan.
Beberapa tahun lalu, trend operasi plastik adalah kelopak mata, hidung dan
payudara. Sekarang, wanita dan pria Korea Selatan suka suka bentuk wajah yang
mungil berbentuk diamond atau segitiga. Banyak dari mereka melakukan double-
jaw surgery atau operasi pemotongan rahang untuk mendapatkan wajah mungil
berbentuk V.
Yang menyedihkan, pada bulan Agustus tahun lalu, seorang gadis 23 tahun bunuh
diri setelah menjalani operasi pemotongan rahang. Gadis itu meninggalkan catatan
sebelum bunuh diri, dia mengakhiri hidupnya karena operasi plastik yang dijalani
membuatnya tidak dapat mengunyah dan tidak berhenti menangis karena
kerusakan saraf di saluran air mata.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Malpraktik
Tuntutan hukum yang diajukan oleh pasien atau keluarganya kepada pihak rumah
sakit dan atau keluarganya kepada pihak rumah sakit dan atau dokternya semakin
meningkat kekerapannya. Tuntutan hukum tersebut dapat berupa tuntutan pidana
maupun perdata, dengan hampir mendasarkan kepada teori hukum kelalaian.
Dalam bahasa sehari-hari, perilaku yang dituntut adalah malpraktik medis, yang
merupakan sebutan ‘genus’ dari kelompok perilaku profesional medis yang
menyimpang dan mengakibatkan cedera, kematian atau kerugian bagi pasiennya.
Dari segi hukum, di dalam definisi di atas dapat ditarik pemahaman bahwa
malpraktik dapat terjadi karena tindakan yang disengaja (intentional) seperti
pada misconduct tertentu, tindakan kelalaian (negligence), ataupun suatu kekurang
mahiran atau ketidak kompetenan yang tidak beralasan. Sedangkan pada kasus
yang terjadi dengan bunuh dirinya korban pada kasus di atas dapat ditarik benang
merah bahwa dokter yang bersangkutan dengan operasi tersebut yang kemudian
dijatuhi posisi sebagai tersangka, telah melakukan tindakan yang mengakibatkan
kecacatan akibat dari kekurang mahiran atau ketidak kompetenan yang tidak
beralasan.
Pembuktian Malpraktik
1. Keterangan Saksi
Berdaasarkan pasal 1 butir 26 KUHAP, saksi adalah orang yang dapat memberikan
keterangan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan
ia alami sendiri. Keterangan saksi ini menurut pasal 1 butir 27 KUHAP merupakan
salah satu dari alat bukti dalam perkara. Untuk menggunakan keterangan saksi
sebagai alat bukti diperlukan paling sedikit dua orang saksi, karena satu saksi
bukan saksi (unus testis nullus testis). Dalam kasus ini beberapa saksi dapat
diajukan dalam persidangan pidana antara lain saksi korban, dokter anastesi dan
perawat yang turut dalam tindakan operasi pemotongan rahang gadis usia 23 tahun
tersebut. Keluarga korban tidak dapat dijadikan saksi karena mereka termasuk
memiliki hubungan keluarga atau semenda sampai derajat ketiga dengan terdakwa
yang dilarang menjadi saksi berdasarkan pasal 168 KUHAP dengan kekecualian
pasal 169
2. Keterangan Ahli
Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang berkeahlian
khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat suatu perkara pidana guna
kepentingan pemeriksaan. Seorang dokter yang sederajat keahliannya dapat
dijadikan pemberi keterangan ahli dan dalam petunjuknya akan lebih baik apabila
berkonsultasi dengan IDI. Mereka termasuk dalam kelompok yang memiliki
keahlian khusus dalam bidang tertentu seperti yang dimaksudkan dalam pasal 1
butir 28, pasal 120, dan pasal 179 ayat 1 KUHAP. Keterangan ahli pada kasus ini
diperlukan untuk dapat membuat suatu perkara pidana malpraktik tersebut menjadi
lebih terang dan jelas.
Alat bukti petunjuk merupakan alat bukti berupa perbuatan, kejadian atau keadaan,
yang karena persesuaiannya baik antara yang satu dengan yang lain maupun
dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa terjadi suatu tindak pidana
dan siapa pelakunya. Sehingga keadaan korban yang tidak dapat mengunyah dan
tidak dapat berhenti menangis karena kerusakan saraf di saluran air mata dapat
dijadikan bukti petunjuk sebagai dasar penggugatan tindak pidana.
5. Keterangan Terdakwa
Dan bagi terdakwa dokter bedah plastik tersebut, karena telah melakukan
kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan
disiplin yang ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (pasal 54 ayat 1
dan 2 dari UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan Jo. PP. No. 32 tahun 1996
tentang tenaga kesehatan). Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) inilah
yang berhak dan berwenang untuk meneliti dan menentukan ada tidaknya
kesalahan atau kelalaian dalam tindakan yang telah dilakukan oleh terdakwa
terhadap korban (pasal 5 dari Kepres RI No. 56 tahun 1995 tentnag MDTK)
Pada dasarnya terdakwa sudah benar dalam beberapa hal mengenai informed
consent namun ketidak teliitiannya yang mengakibatkan kegagalan dalam beberapa
bagian sehingga menyebabkan kecacatan pada Skorban membuat terdakwa juga
dapat dituntut terhadap pelangaran akan hak-hak pasien yang bersangkutan dengan
kontrak terapeutik antara tenaga kesehatan dengan pasien yang isinya antara lain
sebagai berikut:
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Simpulan yang dapat diambil dari kasus malpraktik yang telah diuraikan pada bab
pembahasan di atas adalah sebagai berikut:
1. Dokter spesialis bedah yang melakukan pemotongan rahang pada gadis yang
disamarkan namanya telah dijatuhi posisi sebagai tesangka menurut ketidak
telitiannya dalam melakukan tindakan operasi pemotongan rahang tersebut
menurut berbagai aspek hukum yang terkait.
2. Pembuktian pada kasus kegagalan pemotongan rahang tersebut dapat
dibuktikan dengan menggunakan saksi korban, dokter anastesi dan perawat
yang turut dalam tindakan operasi pemotongan rahang pada korban.
3. Aspek hukum yang terkait malpraktik:
Saran