Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Perilaku ini semua berpangkal pada masyarakat khususnya remaja dengan kesadaran akan
pancasila sangatlah kurang dan berbagai perubahan jaman yang kurang mendukung. Melihat
kondisi bangsa ini seperti itu diperlukan upaya – upaya untuk mengatasinya.
1
4. Bagaimana karakteristik aktualisasi Pancasila?
5. Bagaimana langkah aktualisasi Pancasila dalam kehidupan sehari hari?
6. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi aktualisasi Pancasila dalam kehidupan
sehari hari ?
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, aktualisasi diambil dari kata actual yaitu
“betul – betul ada (terlaksana)”. Jadi aktualisasi Pancasila adalah mengaplikasikan atau
mewujudkan nilai – nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Berdasarkan pada hakikat sifat kodrat manusia bahwa setiap manusia adalah sebagai
individu dan sekaligus sebagai makhluk sosial. Kesepakatan kita sebagai suatu kesepakatan
yang luhur untuk mendirikan negara Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila
mengandung konsekuensi bahwa kita harus merealisasikan Pancasila itu dalam setiap aspek
penyelenggaraan negara dan tingkah – laku dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Bagi bangsa Indonesia merealisasikan Pancasila adalah merupakan suatu keharusan moral
maupun yuridis.
3
Aktualisasi Pancasila dapat dibedakan atas dua macam yaitu aktualisasi Pancasila
obyektif dan subyektif :
Selain itu juga meliputi bidang-bidang aktualisasi lainnya seperti politik, ekonomi,
hukum terutama dalam penjabaran ke dalam undang-undang, GBHN, pertahanan keamanan,
pendidikan maupun bidang kenegaraan lannya. Adapun aktualisasi Pancasila Subyektif
adalah aktualisasi Pancasila pada setiap individu terutama dalam aspek moral dalam
kaitannya dengan hidup negara dan masyarakat. Aktualisasi yang subjektif tersebut tidak
terkecuali baik warga negara biasa, aparat penyelenggara negara, penguasa negara, terutama
kalangan elit politik dalam kegiatan politik perlu mawas diri agar memiliki moral Ketuhanan
dan Kemanusiaan sebagaimana terkandung dalam Pancasila.
4
ditekankan pada sikap dan tingkah – laku seseorang. Sehingga Aktualisasi Pancasila yang
subjektif berkaitan dengan norma – norma moral.
Dalam hal ini sosialisasi nilai – nilai Pancasila, berbeda – beda tapi satu adalah syarat
utama. Semua orang Indonesia harus meyakini bahwa bangsa ini mempunyai dasar yang
kokoh. Kesatuan bangsa didasarkan pada bahasa dan kebudayaan karena bahasa merupakan
pembawa tradisi, pewarisan rasa, symbol – simbol, hubungan emosional, dan keyakinan.
Dalam pasal 2 UU No.22 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional yang
menyatakan “pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar
Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945”. Pendidikan karakter mempunyai makna
lebih tinggi dari pendidikan moral, karena bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan
mana yang salah, lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan tentang hal yang
baik sehingga peserta didik menjadi paham tentang mana yang baik dan mana yang tidak
baik, mampu merasakan nilai yang baik dan biasa melakukanya. Jadi, pendidikan karakter
terkait erat dengan “habit” atau kebiasaan yang terus – menerus dipraktekkan atau
dilakukan. Brikut prinsip – prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan
karakter :
5
Walaupun yang terjadi sekarang ini, pendidikan karakter mutlak diperlukan oleh seluruh
warga negara Indonesia baik dari anak – anak, remaja, maupun orang – orang dewasa.
Dengan melihat relita yang sedang terjadi dalam negara kita sekarang, yang sedang
terjadi krisis karakter maka nilai – nilai Pancasila harus di sosialisasikan kembali kepada
masyarakat Indoonesia.
Bilamana nilai – nilai Pancasila telah dipahami, diserapi, dan dihayati oleh seseorang
maka orang itu telah memiliki moral Pancasila. Dan dari situlah seseorang mulai dapat
mengaktualisasikan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Berbagi permasalahan pokok negara terus – menerus muncul dan tantangan yang
dihadapi untuk mengatasinya pun tak kalah sulitnya. Upaya mengembangkan masyarakat
untuk memiliki perilaku dan sikap bertannggung jawab secara etis, mengarahkan
masyarakat menjadi masyarakat yang cerdas dan mandiri, menciptakan system kehidupan
yang tertib, aman, adil dan dinamis, serta system pendidikan nasiaonal yang menunjang
sosialisasi nilai – nilai Pancasila dan menginternalisasikan ke dalam diri insan Indonesia.
Salah satu cara menghadapi krisis karakter ini adalah melalui pendidikann karakter
sebagai sosialisasi nilai – nilai Pancasila. Walaupun sulit tapi kita harus mencobanya agar
dapat diwujudkannya generasi yang benar – benar memahami dan menerapkan nilai – nilai
Pancasila tersebut dalam kehidupannya sehari – hari.
4 pilar bangsa Indonesia yaitu Pancasila, UUD, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI merupakan
harga mati, dan tidak bisa ditawar – tawar lagi. Pancasila merupakan dasar dari 3 pilar
berikutnya yang menjadi dasar dari negara kita Indonesia. Jika Pncasila telah tercermin
dalam kehidupan kita, pasti 3 pilar berikutnya dapat kita realisasikan.
Pancasila harus mampu menghadapi pengaruh budaya asing, khususnya ilmu dan
teknologi modern dan latar belakang filsafatnya yang berasal dari luar. Notonagoro telah
menemukan cara untuk memanfaatkan pengaruh dari luar tersebut,yaitu secara eklektif
mengambil ilmu pengetahuan dan ajaran kefilsafatan dari luar tersebut, tetapi dengan
melepaskan diri dari sistem filsafat yang bersangkutan dan selanjutnya diinkorporasikan
6
dalam struktur filsafat Pancasila. Dengan demikian, terhadap pengaruh baru dari luar, maka
Pancasila bersifat terbuka dengan syarat dilepaskan dari sistem filsafatnya, kemudian
dijadikan unsur yang serangkai dan memperkaya struktur filsafat Pancasila (Sri Soeprapto,
1995: 34). Sepaham dengan Notonagoro, Dibyasuharda (1990: 229) mengkualifikasikan
Pancasila sebagai struktur atau sistem yang terbuka dinamik, yang dapat menggarap apa
yang datang dari luar, dalam arti luas, menjadi miliknya tanpa mengubah identitasnya, malah
mempunyai daya ke luar, mempengaruhi dan mengkreasi.
Dinamika Pancasila dimungkinkan apabila ada daya refleksi yang mendalam dan
keterbukaan yang matang untuk menyerap, menghargai, dan memilih nilai-nilai hidup yang
tepat dan baik untuk menjadi pandangan hidup bangsa bagi kelestarian hidupnya di masa
mendatang. Sedangkan penerapan atau penolakan terhadap nilai-nilai budaya luar tersebut
berdasar pada relevansinya. Dalam konteks hubungan internasional dan pengembangan
ideologi, bukan hanya
Pancasila yang menyerap atau dipengaruhi oleh nilai-nilai asing, namun nilai-nilai
Pancasila bisa ditawarkan dan berpengaruh, serta menyokong kepada kebudayaan atau
ideologi lain. Bahkan Soerjanto Poespowardojo (1989: 14) menjelaskan, bahwa dinamika
yang ada pada aktualisasi Pancasila memungkinkan bahwa Pancasila juga tampil sebagai
alternatif untuk melandasi tata kehidupan internasional, baik untuk memberikan orientasi
kepada negara-negara berkembang pada khususnya, maupun mewarnai pola komunikasi
antar negara pada umumnya.
Ideologi Pancasila bukanlah pseudo religi. Oleh karena itu, Pancasila perlu
dijabarkan secara rasional dan kritis agar membuka iklim hidup yang bebas dan rasional
pula. Konsekuensinya, bahwa Pancasila harus bersifat terbuka. Artinya, peka terhadap
perubahan yang terjadi dalam kehidupan manusia dan tidak menutup diri terhadap nilai dan
pemikiran dari luar yang memang diakui menunjukkan arti dan makna yang positif bagi
pembinaan budaya bangsa, sehingga dengan demikian menganggap proses akulturasi
sebagai gejala wajar. Dengan begitu ideologi Pancasila akan menunjukkan sifatnya yang
dinamik, yaitu memiliki kesediaan untuk mengadakan pembaharuan yang berguna bagi
perkembangan pribadi manusia dan masyarakat. Untuk menghadapi tantangan masa depan
perlu didorong pengembangan nilai-nilai Pancasila secara kreatif dan dinamik. Kreativitas
7
dalam konteks ini dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyeleksi nilai-nilai baru dan
mencari alternatif bagi pemecahan masalah-masalah politik, sosial, budaya, ekonomi, dan
pertahanan keamanan. Ideologi Pancasila tidak a priori menolak bahan-bahan baru dan
kebudayaan asing, melainkan mampu menyerap nilai-nilai yang dipertimbangkan dapat
memperkaya dan memperkembangkan kebudayaan sendiri, serta mempertinggi derajat
kemanusiaan bangsa Indonesia. Menurut Hardono Hadi (1994: 57), bangsa Indonesia,
sebagai pengemban ideeologi Pancasila, tidak defensif dan tertutup sehingga sesuatu yang
berbau asing harus ditangkal dan dihindari karena dianggap bersifat negatif. Sebaliknya
tidak diharapkan bahwa bangsa Indonesia menjadi begitu amorf, sehingga segala sesuatu
yang menimpa dirinya diterima secara buta tanpa pedoman untuk menentukan mana yang
pantas dan mana yang tidak pantas untuk diintegrasikan dalam pengembangan dirinya.
Bangsa Indonesia mau tidak mau harus terlibat dalam dialog dengan bangsa-bangsa
lain, namun tidak tenggelam dan hilang di dalamnya. Proses akulturasi tidak dapat dihindari.
Bangsa Indonesia juga dituntut berperan aktif dalam pergaulan dunia.Bangsa Indonesia
harus mampu ikut bermain dalam interaksi mondial dalam menentukan arah kehidupan
manusia seluruhnya.
Untuk bisa menjalankan peran itu, bangsa Indonesia sendiri harus mempunyai
kesatuan nilai yang menjadi keunikan bangsa, sehingga mampu memberikan sumbangan
yang cukup berarti dalam percaturan internasional. Identitas diri bukan sesuatu yang tertutup
tetapi sesuatu yang terus dibentuk dalam interaksi dengan kelompok masyarakat bangsa,
negara, manusia, sistem masyarakat dunia (Sastrapratedja, 1996: 3). Semuanya itu
mengharuskan adanya strategi kebudayaan yang mampu neneruskan dan mengembangkan
nilai-nilai luhur Pancasila dalam segala aspek kehidupan bangsa.
8
sehingga mampu memberikan pedoman, inspirasi, dan dukungan pada setiap anggota
bangsa Indonesia dalam memperkembangkan dirinya sebagai bangsa Indonesia. Sedangkan
pembaharuan yang sehat selalu bertitik tolak pada masa lampau dan sekaligus diarahkan
bagi terwujudnya cita-cita di masa depan. Setiap zaman menampakkan corak
kepribadiannya sendiri, namun kepribadian yang terbentuk pada zaman yang berbeda
haruslah mempunyai kesinambungan dari masa lampau sampai masa mendatang sehingga
tergambarkan aspek historitasnya (Hardono Hadi, 1994: 76).
Kesinambungan tidak berarti hanya penggulangan atau pelestarian secara persis apa
yang dihasilkan di masa lampau untuk diterapkan pada masa kini dan masa mendatang.
Unsur yang sama dan permanen maupun unsur yang kreatif dan baru, semuanya harus dirajut
dalam satu kesatuan yang integral. Teori hilemorfisme dari Aristoteles bisa mendukung
pandangan tersebut. Aristoteles menegaskan, bahwa meskipun materi (hyle) menjadi nyata
bila dibentuk (morfe), namun materi tidaklah pasif. Artinya ada gerak. Setiap relitas yang
sudah berbentuk (berdasar materi) dapat juga menjadi materi bagi bentuk yang lain,sehingga
setiap realitas mengalami perubahan. Perubahan yang ada bukan kebaharuan sama sekali
namun perubahan yang kesinambungan. Artinya, aktualitas yang ada sekarang berdasar
pada realitas yang telah ada pada masa lampau dan terbuka bagi adanya perubahan di masa
depan.
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan di
dalamnya dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun kami harapkan dari pembaca agar ke depannya lebih baik lagi.
10
DAFTAR PUSTAKA
Offset
Soegito A.T, dkk. 2013. Pendidikan Pancasila. Semarang: Unnes Press
11
LAMPIRAN
Berbagi di Facebook
Tweet di Twitter
Gubernur DIY, Sri Sultan HB X bersalaman Dirut LPP RRI, M Rohanuddin dalam Forum
Negara Pancasila di Auditorium RRI, Rabu (22/11/2017). (yvestaputu
sastrosoendjojo/koranbernas.id)
KORANBERNAS.ID — Dunia pada saat menghadapi generasi Milenial yang dalam setiap
tindakannya berharap adanya nilai guna dan manfaat. Oleh sebab itu, aktualisasi Pancasila
tidak lagi bisa dilakukan dengan cara-cara, metode dan model lama kurang menyentuh
kebutuhan mereka yang menjadi sebagai target group terbanyak.
“Harus ada rumusan baru yang jelas dan disosialisasikan secara utuh, agar Pancasila secara
nalar bisa diterima, dan secara sadar menjadi living ideology dalam berbangsa di kalangan
generasi milenial,” ungkap Gubernur DIY, Sri Sultah HB X dalam
Dialog Interaktif Forum Negara Pancasila di Auditorium RRI, Rabu (22/11/2017).
12
Sebagai ideologi murni, Pancasila cenderung “bersarang” dalam dunia ide-nya Plato yang
bersifat teoritik-filsafati. Karenanya jika ingin menumbuhkembangkan Pancasila menjadi
ideologi yang hidup dan menginternalisasikan nilai-nilainya, maka kita perlu membalik
paradigma ide menjadi motor penggerak masyarakat, serta landasan persatuan dan kesatuan
bangsa guna merespons dinamika perubahan zaman.
“Jika sebuah ideologi bangsa telah memiliki sistematika tertentu, dan bukan menjadi filosofi
mati, maka seluruh aspek kehidupan masyarakat akan berperilaku sesuai dengan nilai
substantif ideologi bangsa tersebut,” tandasnya.
Sementara Yudhi Latif, Ketua Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP PIP)
mengungkapkan Pancasila memerlukan penyesuaian peradaban. Apalagi di jaman teknologi
informasi ketika sosial media (sosmed) menjadi penghubung waktu dan tempat justru
semakin menjauhkan manusia.
“Kita perlu mengembangkan olahrasa Pancasila karena konektivitas di era digital ini justru
menjauhkan kebersamaan,” ungkapnya.
Rektor UGM, Prof Panut Mulyono menambahkan, UGM sebagai institusi pendidikan tinggi
berupaya terus mengaktualisasikan Pancasila. Diantaranya melalui peran serta Pusat Studi
Pancasila (PSP) yang membina kampus-kampus lain.
“Kami juga menggelar konggres serta kursus Pancasila sebagai implementasi aktualisasi
ideologi negara itu,” ungkapnya.
Dirut LPP RRI, M Rohanuddin mengungkapkan lembaga penyiaran tersebut terus berperan
untuk hadir bagi seluruh rakyat Indonesia sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
13